Anda di halaman 1dari 14

Rekonstruksi Teori Hukum Pembangunan...

( Wahyu Nugroho )

REKONSTRUKSI TEORI HUKUM PEMBANGUNAN


KEDALAM PEMBENTUKAN PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN SUMBER DAYA ALAM PASCA REFORMASI
DALAM BANGUNAN NEGARA HUKUM

Wahyu Nugroho
Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta
Jl. Prof. Dr. Soepomo, SH. No. 84 Tebet Jakarta Selatan Indonesia
Email: nugie_hukum@yahoo.co.id, wahyulaw86@yahoo.com
(Naskah diterima 30/03/2017, direvisi 22/11/2017, disetujui 06/12/2017)

Abstrak

Fungsi hukum dalam pembangunan nasional yang digambarkan dengan ungkapan “sebagai sarana pembaruan
masyarakat” atau sebagai sarana pembangunan” dapat secara singkat dikemukakan pokok-pokok pikiran
sebagai berikut: pertama, bahwa hukum merupakan sarana pembaruan masyarakat didasarkan atas anggapan
bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaruan itu merupakan sesuatu
yang diinginkan atau bahkan dipandang (mutlak) perlu; kedua, bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan
hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah
kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaruan. Kedua fungsi tersebut
diharapkan dapat dilakukan oleh hukum disamping fungsinya yang tradisional, yakni untuk menjamin adanya
kepastian dan ketertiban. Dalam konteks produk legislasi melalui proses pembentukan perundang-undangan di
bidang lingkungan hidup dan sumber daya alam, baik oleh DPR dan pemerintah diperlukan grand design hukum
sebagai sarana pembaharuan masyarakat, yang bertitik tolak kepada perubahan-perubahan sosial (social of
change) atau rekayasa sosial (social engineering) disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat kontemporer.
Rekonstruksi teori hukum pembangunan dalam konteks pembentukan hukum di bidang lingkungan hidup
dan sumber daya alam pasca reformasi, senantiasa diarahkan kepada daya dukung masyarakat (legal culture),
kesejahteraan sosial, dan lingkungan hidup. Selain itu, juga melibatkan/partisipasi masyarakat dalam proses
penyusunan kebijakan dan dokumen lingkungan hidup. Dengan partisipasi, diharapkan pelaku usaha atau
masyarakat mampu meminimalisir terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dalam artian
ketaatan terhadap instrumen perizinan lingkungan hidup. Filosofi dibalik daya dukung masyakarat (legal culture)
adalah dalam rangka menghadirkan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat. Dalam merekonstruksi
teori hukum pembangunan, pembuat kebijakan (legal policy) pembentukan hukum ranah legislatif di bidang
lingkungan dan sumber daya alam, haruslah memiliki optik dan pendekatan secara holistik komprehensif dan
interdisipliner.
Kata kunci : hukum pembangunan, perundang-undangan lingkungan, sumber daya alam, pembaharuan
masyarakat.

Abstract

Function of law in national development, which was described by the phrase "as a means society of reform" or as
a means of development "can be briefly stated basic thoughts as follows: first, that the law is a means of society
reform based on the assumption that their regularity or orderliness in business development or renewal is something
that is desirable or even seen (absolute) needs; second, that the law in the sense of rules or laws can indeed serve as
a tool (regulator) or a means of channeling direction of development in the sense of human activities in the direction
desired by the construction or renewal. Both of these functions are expected to do by law in addition to the traditional
functions, namely to ensure the certainty and order. In the context of legislation through the process of establishment
of legislation in the field of environment and natural resources, both by the Parliament and the government needed
the grand design of the law as a means of society reform, which is the starting point to the social changes or social
engineering tailored to the needs of contemporary society. Reconstruction of the legal theory of development in the
context of the legal establishment in the field of environment and natural resources after the reform, always directed
to the carrying capacity of the public (legal culture), social welfare, and the environment. In addition, it also involves/
community participation in the process of policy formulation and environmental documents. With the participation,
it is expected businesses or communities to minimize the occurrence of pollution or damage to the environment in
terms of compliance with the environmental permitting instrument. The philosophy behind the carrying capacity of

369
Vol. 14 No. 04 - Desember 2017 : 369 - 382

society (legal culture) is in order to bring the law as a means of society reform. In reconstructing the legal theory of
development, policy makers (legal policy) the legal establishment of the legislative sphere in the field of environment
and natural resources, should have a holistic approach to optics and a comprehensive and interdisciplinary.
Keywords : development law, environmental law, natural resources, society reform.

A. Pendahuluan
Hukum mempunyai tujuan yang hendak yang konsen terhadap hukum dan kebijakan
dicapai, yaitu menciptakan tatanan masyarakat publik. Terbukanya ruang publik dalam bingkai
yang tertib, menciptakan ketertiban, negara hukum3 seperti Indonesia ini sangat
keseimbangan dan berkeadilan. Mochtar diperlukan, demi menjaga kewibawaan Indonesia
Kusumaatmadja mengatakan dengan tercapainya sebagai laboratorium hukum.
ketertiban di dalam masyarakat, diharapkan Keterlibatan publik dalam setiap penentu
kepentingan manusia akan terlindungi1. kebijakan, keputusan hukum dan kekuasaan
Kehadiran hukum menurut Satjipto Rahardjo dapat menjadi daya laku yang efektif ketika
diantaranya adalah untuk mengintegrasikan dan sebuah peraturan atau kebijakan tersebut
mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan
memiliki kemanfaatan bagi masyarakat. Hal
yang bisa berbenturan antara kepentingan yang
ini seperti gagasan Eugen Ehrlich (1862-
satu dengan lainnya.2 Dalam rangka mencapai
1922), seorang turis berkebangsaan Austria
tujuan hukum dan kehadiran hukum tersebut,
penganut legal pluralism yang memperkenalkan
maka dimulai dari pembentukan hukum, yakni
konsep living law of the people (hukum yang
pembuatan perundang-undangan (legislasi) yang
hidup dari rakyat). Dalam konsepnya, Ehrlich
dilakukan oleh DPR, DPD atau DPRD sebagai
berpendapat bahwa hukum yang hidup dan
fungsi legislasi.
baik itu adalah berasal dari rakyat atau hukum
Dalam konteks pembuatan hukum oleh
yang relevan sesuai kehendak rakyat.4 Konsep
lembaga-lembaga perwakilan, secara yuridis
tersebut kemudian diikuti oleh Roscoe Pound
pembentukannya bermuara kepada Undang-
melalui teori hukumnya law as a tool of social
Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
engineering atau hukum sebagai alat perekayasa
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,
sosial.5 Politik hukum perundang-undangan
Pasal 10 ayat (1) huruf e menyebutkan pemenuhan
kebutuhan hukum dalam masyarakat, yang dan kebijaksanaan akan sangat menentukan
merupakan salah satu dari materi muatan arah suatu kebijakan apakah memiliki nilai
suatu undang-undang. Pemenuhan kebutuhan kemanfaatan atau kontraproduktif. Rumusan
masyarakat mencerminkan konsep pembentukan kedua pemikir tersebut menunjukkan kompromi
hukum yang responsif dan aspiratif. Bagaimana yang cermat antara hukum yang tertulis
tahapan dalam penyusunan undang-undang sebagai kebutuhan masyarakat hukum dengan
melibatkan keterwakilan publik, kalangan the living law sebagai wujud penghargaan
akademisi, aktivis dan sejumlah kelompok terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam
masyarakat sipil (Non Government Organization) pembentukan hukum dan orientasi hukum.6

1 Mochtar Kusumaatmadja, Mochtar Kusumaatmadja dan Teori Hukum Pembangunan, Epistema Institute dan Huma, Jakarta, 2012,
hlm. 15.
2 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm. 53.
3 Konsep negara hukum modern di Eropa Kontinental dikembangkan dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu rechtsstaat antara
lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte. Adapun dalam tradisi Anglo Amerika, konsep negara hukum dikembangkan
dengan sebutan the rule of law yang dipelopori oleh A.V.Dicey. Istilah rechtsstaat menurut Stahl mencakup empat elemen penting, yaitu
perlindungan hak asasi manusia, pembagian kekuasaan, pemerintahan berdasarkan undang-undang dan peradilan tata usaha negara.
Sedangkan istilah the rule of law, dicirikan oleh A.V.Dicey yaitu supremacy of law, equality before the law, dan due process of law. Konsep
negara hukum ini terkait juga dengan istilah nomokrasi (nomocratie) yang berarti penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan negara
adalah hukum. Lihat: Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Cet. 1, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 122.
4 Hedar Laudjeng dan Rikardo Simarmata, Pendekatan Madzhab Hukum Non-Positivistik dalam Bidang Hukum Sumber Daya Alam
dalam Wacana, Edisi 6 Tahun II, HuMa, Jakarta, 2000, hlm. 119.
5 Roscoe Pound membahas secara rinci, teliti dan luas terhadap Sociological Jurisprudence di Amerika dengan lebih mengutamakan
enam hal, yakni: (a) membahas dampak sosial yang nyata dari peran lembaga dan pemberlakuan doktrin-doktrin hukum; (b) mengajukan
studi sosiologis berkenaan dengan studi hukum untuk menyiapkan perundang-undangan, karena hukum dianggap sebagai lembaga
sosial yang dapat diperbaiki oleh usaha-usaha sosial bijaksana untuk menemukan cara-cara terbaik; (c) mengembangkan efektivitas
studi tentang cara membuat peraturan yang lebih menekankan pada tujuan sosial untuk dicapai oleh/secara hukum, dan bukan
pada sanksi; (d) melakukan studi sejarah hukum sosiologis tentang dampak sosial yang ditimbulkan oleh doktrin hukum dan cara
mengembangkannya; (e) membela pelaksanaan hukum yang adil, dengan mendesak agar ajaran-ajaran hukum harus dianggap sebagai
petunjuk pada hasil yang adil bagi masyarakat; dan (f) mengusahakan efektifnya pencapaian tujuan hukum. Lihat: RB. Soemanto,
Hukum dan Sosiologi Hukum, Lintasan Pemikiran, Teori dan Masalah, Sebelas Maret University Press, Surakarta, 2006, hlm. 102.
6 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1993, hlm. 83.

370
Rekonstruksi Teori Hukum Pembangunan...( Wahyu Nugroho )

Mengenai fungsi hukum dalam pembangunan Implikasinya, sumber daya alam sebagai modal
nasional yang digambarkan dengan ungkapan utama pembangunan bukan dikelola secara
“sebagai sarana pembaruan masyarakat” atau berkelanjutan, tetapi justru dieksploitasi untuk
sebagai sarana pembangunan” dapat secara mengejar target-target pertumbuhan ekonomi.
singkat dikemukakan pokok-pokok pikiran Karena itu, instrumen hukum yang digunakan
sebagai berikut: pertama, bahwa hukum untuk mendukung paradigma pembangunan
merupakan sarana pembaruan masyarakat ekonomi seperti dimaksud di atas cenderung
didasarkan atas anggapan bahwa adanya bercorak sentralistik, sektoral, memihak kepada
keteraturan atau ketertiban dalam usaha pemodal besar (capital oriented), eksploitatif,
pembangunan atau pembaruan itu merupakan dan bernuansa represif dengan menggunakan
sesuatu yang diinginkan atau bahkan dipandang pendekatan sekuriti (security approach).8
(mutlak) perlu; kedua, bahwa hukum dalam Amandemen UUD 1945 mengenai rumusan
arti kaidah atau peraturan hukum memang Pasal 339 merupakan rumusan yang mengatur
bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau secara prinsip mengenai perekonomian negara
sarana pembangunan dalam arti penyalur arah yang dibangun pada masa reformasi.
kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki Pemikiran hukum pembangunan yang digagas
oleh pembangunan atau pembaruan. Kedua oleh Mochtar Kusumaatmadja pada masa
fungsi tersebut diharapkan dapat dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru telah merasuki ke dalam
hukum disamping fungsinya yang tradisional, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun
yakni untuk menjamin adanya kepastian dan 1972 bahwa pembangunan hukum senantiasa
ketertiban.7 Dalam konteks produk legislasi diorientasikan hukum sebagai sarana untuk
melalui proses pembentukan perundang- melakukan pembaharuan masyarakat. muatan
undangan di bidang lingkungan hidup dan substansial yang kental dengan teori hukum
sumber daya alam, baik oleh DPR dan pemerintah pembangunan tersebut ternyata sulit diterapkan
diperlukan grand design hukum sebagai sarana di masa itu dengan penyebab utamanya
pembaharuan masyarakat, yang bertitik tolak pemerintahan yang bersifat otoriter, sekalipun
kepada perubahan-perubahan sosial (social of karakter hukumnya responsif. Permasalahan
change) atau rekayasa sosial (social engineering) lingkungan hidup (environmental problem) pada
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat masa kejayaan teori hukum pembangunan
kontemporer. Hal tersebut didesain sedemikian yang berorientasi pada hukum sebagai sarana
rupa dalam rangka mewujudkan keadilan pembaharuan masyarakat sulit terpecahkan
sosial (social justice). Dinamika masyarakat dengan baik, karena kurangnya budaya hukum
yang selalu bergerak ke arah partisipasi dalam masyarakat yang belum terbangun, maupun
proses pembuatan kebiijakan dan perundang- tingkat ketaatan badan usaha dan masyarakat
undangan, seperti public hearing, aspirasi terhadap instrumen perizinan lingkungan. Selain
daerah, dan lain sebagainya sebagai input atau itu, pemerintah tidak tegas dalam memberikan
bahan masukan untuk diakomodasi ke dalam sejumlah sanksi baik administrasi, perdata
kebijakan sesuai dengan kehendak rakyat. maupun pidana kepada pelaku pencemaran atau
Dalam kurun waktu lebih tiga dasawarsa kerusakan lingkungan hidup. Pada akhirnya,
terakhir, politik pembangunan hukum nasional tujuan hukum sebagai sarana pembaharuan
diarahkan pada anutan ideologi sentralisme masyarakat tidak dapat terlaksana dengan
hukum (legal centralism). Hal ini secara sadar baik. Disinilah yang perlu dipikirkan kembali
dimaksudkan untuk mendukung paradigma melalui rekonstruksi atau penataan kembali
pembangunan yang semata-mata diorientasikan (ulang) teori hukum pembangunan yang digagas
untuk mengejar pertumbuhan ekonomi dalam kondisi pemerintahan orthodox dan
(economic growth development paradigm). represif, sementara teori hukum pembangunan

7 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Cet. I, PT Alumni, Bandung, 2002, hlm. 87-88.
8 I Nyoman Nurjaya, Pengelolaan Sumber Daya Alam Dalam Perspektif Otonomi: Tinjauan Hukum dan Kebijakan, Jurnal Suloh, Vo. V,
No. 1 April 2007, Fakultas Hukum Unimal, Lhokseumawe, hlm. 1.
9 Konstitusionalitas Norma dalam Pasal 33 UUD 1945 hasil empat kali amandemen terdiri dari 5 ayat dengan rumusan: (1)
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; dan (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal
ini diatur didalam undang-undang.

371
Vol. 14 No. 04 - Desember 2017 : 369 - 382

berorientasi pada pembaharuan masyarakat pembentukan hukum di bidang lingkungan


dan responsif. Rekonstruksi pemikiran hukum hidup dan sumber daya alam pasca reformasi
pembangunan sangat perlu dilakukan pasca sejak tahun 1999 hingga sekarang. Dengan
reformasi yang dimulai sejak tahun 1999 hingga demikian, berdasarkan ruang lingkup tersebut
saat ini, khususnya perundang-undangan di permasalahan yang muncul adalah:
bidang lingkungan hidup dan sumber daya alam. 1.
Bagaimana diagnosa teori hukum
Dasar argumentasi tersebut sebagai latar pembangunan dalam pembentukan
belakang pemikiran juga diperkuat dalam peraturan perundang-undangan lingkungan
literature yang lain tentang teori-teori besar hidup dan sumber daya alam sebelum dan
dalam hukum (grand theory), oleh Munir Fuadi sesudah reformasi?
menyatakan bahwa di masa pemerintahan 2.
Bagaimana rekonstruksi teori hukum
Presiden Soeharto, hukum sebagai sarana (alat) pembangunan pasca reformasi ke dalam
pembangunan (a tool of development) dimana peraturan perundangan lingkungan hidup
sektor hukum sangat didayaupayakan untuk dan sumber daya alam dalam bangunan
ikut menyukseskan pembangunan. Namun, negara hukum?
sayangnya karena rendahnya kesadaran hukum
dari para pembuat dan penegak hukum waktu B. Pembahasan
itu, menyebabkan hukum sebagai sarana (alat)
B.1.
Diagnosa teori hukum pembangunan
pembangunan berubah fungsi menjadi hukum
dalam peraturan perundang-undangan
sebagai alat untuk mengamankan pembangunan,
lingkungan hidup dan sumber daya alam
yang mempunyai konsekuensi munculnya
sebelum dan sesudah reformasi
banyak hukum yang sangat represif dan
melanggar hak-hak masyarakat, mengantarkan Hukum merupakan bagian dari karya cipta
banyak aktivis ke rumah penjara atau ke liang manusia yang dimanfaatkan untuk menegakkan
kubur.10 martabat manusia. Manusia tidak menghamba
Ruang lingkup permasalahan yang akan kepada abjad dan titik koma yang terdapat
dibahas dalam penulisan ini yaitu, pengujian dalam undang-undang sebagai buah perwujudan
terhadap teori hukum pembangunan dalam nalar, tetapi hukum yang menghamba kepada
rangka menjawab permasalahan lingkungan kepentingan manusia untuk menegakkan nilai-
hidup dan sumber daya alam melalui peraturan nilai kemanusiaan. Hukum tidak hanya produk
perundang-undangan, baik di masa orde baru rasio, tetapi bagian dari intuisi. Relevansinya
maupun pasca reformasi. Pemikiran hukum dengan nilai dasar kebangsaan ialah mewujudkan
pembangunan bertumpu pada aspek hukum konsepsi keadilan yang beradab, seperti sila
sebagai sarana pembaharuan masyarakat, kedua Pancasila.11 Oleh karena itu, hukum
dalam hal ini permasalahan lingkungan di segala sebagai sarana pembangunan dan pembaharuan
sektor di bidang sumber daya alam akan menjadi masyarakat hendaknya diwujudkan dalam
perubahan sosial bagi masyarakat sekitar. pembentukan hukum (regulasi) di sektor-
Diharapkan melalui pembentukan hukum, sektor strategis berkaitan dengan pengelolaan
teori hukum pembangunan mampu diterapkan lingkungan hidup dan sumber daya alam.
dengan baik oleh aparat pemerintahan dan Dalam kaitannya dengan fungsi kaidah
aparat hukum dengan orientasi rekayasa sosial. hukum, Sudikno Mertokusumo mengatakan
Selain itu, teori hukum pembangunan juga akan fungsi kaidah hukum pada hakekatnya adalah
direkonstruksi bagaimana pemikiran-pemikiran untuk melindungi kepentingan manusia. Kaidah
yang masuk ke dalam Garis-Garis Besar Haluan hukum bertugas mengusahakan keseimbangan
Negara (GBHN) era orde baru akan dilakukan tatanan didalam masyarakat dan kepastian
penataan ulang (reconstruction) pasca reformasi. hukum agar tujuan hukum tercapai, yaitu
Hal tersebut diharapkan mampu menghasilkan ketertiban masyarakat.12 Agar kepentingan
pemikiran hukum pembangunan atau sarana manusia terlindungi, maka hukum harus
pembaharuan masyarakat dalam konteks dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat

10 Munir Fuady, Teori-Teori Besar Dalam Hukum (Grand Theory), Cet. 2, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2013, hlm. 259.
11 Laksanto Utomo, “Penerapan Hukum Progresif dalam Penemuan Hukum oleh Hakim untuk Menciptakan Keadilan”, dalam Refleksi
dan Rekonstruksi Ilmu Hukum Indonesia, Cet. I, Diterbitkan atas Kerjasama Thafa Media dan Asosiasi Sosiologi Hukum Indonesia Bagian
Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Undip, Yogyakarta, 2012, hlm. 284.
12 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm. 4.

372
Rekonstruksi Teori Hukum Pembangunan...( Wahyu Nugroho )

berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat untuk kemakmuran rakyat, menurut Bagir
terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam Manan akan mewujudkan kewajiban negara
hal ini, hukum yang telah dilanggar itu harus dalam hal:16
ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah, (1)
Segala bentuk pemanfaatan (bumi dan
hukum menjadi kenyataan.13 Sejumlah kaidah
air) serta hasil yang didapat (kekayaan
atau norma yang diatur dalam perundang-
alam), harus secara nyata meningkatkan
undangan lingkungan hidup dan sumber daya
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat;
alam sudah semestinya melindungi perilaku
manusia dari perbuatan eksploitasi sumber (2)
Melindungi dan menjamin segala hak-
daya alam dan perusakan lingkungan, seperti hak rakyat yang terdapat didalam atau
pembakaran hutan, pencemaran sungai dan di atas bumi, air, dan berbagai kekayaan
lautan. alam tertentu yang dapat dihasilkan secara
Khudzaifah Dimyati dalam disertasinya langsung atau dinikmati langsung oleh
mengklasifikasikan perkembangan teorisasi rakyat;
hukum dari hukum alam, hingga hukum modern (3)
Mencegah segala tindakan dari pihak
masa transisi. Disini penulis lebih menyoroti teori manapun yang akan menyebabkan rakyat
hukum pembangunan yang berkembang pesat di tidak mempunyai kesempatan atau akan
era orde baru kemudian menjelma dalam bentuk kehilangan haknya dalam menikmati
GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara). Seiring kekayaan alam.
dengan pesatnya teori hukum pembangunan Pembangunan ekonomi nasional maupun
pada waktu itu, berkembang pula isu-isu lokal sebagai konkretisasi dari Pasal 33 ayat (3)
lingkungan hidup, pencemaran atau kerusakan UUD 1945 dimana terdapat hak penguasaan
lingkungan.14 Teori hukum yang berkembang orde atas sumber daya alam, diikuti oleh ayat ke
baru dalam hal ini teori hukum pembangunan. (4) dengan memerhatikan beberapa prinsip,
Karakteristik tipologi pemikiran hukum pada diantaranya keadilan, berwawasan lingkungan
periode era orde baru sangat dipengaruhi oleh dan keberlanjutan. Kebijakan di sektor
suasana fenomena hukum yang melingkupinya. lingkungan hidup dan sumber daya alam dalam
Kecenderungan pemikiran-pemikiran hukum bentuk perundang-undangan lingkungan hidup
dipandang sebagai pemikiran yang bersifat telah mengalami dua kali revisi, yakni UU No.
transformatif. Artinya pemikiran transformatif 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
bukan hanya menyentuh aspek-aspek normatif Hidup, sebagai hasil dari revisi UU No. 2 tahun
dan doktrinal semata-mata, melainkan berusaha 1984 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
mentransformasikan fenomena-fenomena Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian dari
hukum dari aras empirik tentang keharusan UU No. 23 tahun 1997 terakhir diubah menjadi
untuk membicarakan hukum dalam konteks UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan
masyarakatnya yang dikonstruksikan ke dalam dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Spirit yang
tataran teoritik-filosofis.15 dibawa undang-undang perubahan tersebut
Secara konstitusionalitas, penguasaan sama dalam konteks pelestarian lingkungan.
sumber daya alam oleh negara, sebagaimana Selain itu, nomenklatur atau judul undang-
diatur dalam UUD 1945 tidak dapat dipisahkan undang mengalami perubahan pula hingga
dengan tujuan dari penguasaan tersebut, yaitu yang terakhir terkandung spirit perlindungan
guna mewujudkan sebesar-besar kemakmuran dan spirit pengelolaan. Undang-Undang yang
rakyat. Keterkaitan penguasaan oleh negara terakhir memiliki instrumen keterpaduan,

13 Ibid., hlm. 11.


14 Teori hukum pembangunan yang berkembang pada tahun 1970-an dalam tataran konseptual sebenarnya sudah bagus yang
dikonkretkan melalui perumusan dalam garis-garis besar haluan negara. Dalam konteks substansi peraturan perundang-undangan di
bidang lingkungan hidup dan sumber daya alam hendaknya mampu menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup secara nasional.
Permasalahan lingkungan hidup bukannya berkurang, malah justru bertambah karena akibat manusia yang eksploitatif terhadap
pengelolaan sumber daya alam, Terlebih, karakter pemerintahan tidak mendukung adanya konsep hukum sebagai sarana pembaharuan
masyarakat. Namun terjadi konfigurasi politik dan hukum, sehingga dipengaruhi oleh karakter pemerintahan di zaman orde baru,
sehingga substansi hukum pembangunan atau sebagai sarana pembaharuan masyarakat masih jauh dari harapan untuk diwujudkan
dalam kenyataan. Hal tersebut dikarenakan pemerintahan orde baru yang sangat otoriter. Konfigurasi politik dan hukum tersebut
pernah dijadikan sebagai bahan kajian disertasi Mahfud MD tentang politik hukum di Indonesia.
15 Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum Studi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-1990, Cet. I, Muhammadiyah
University Press, Surakarta, 2004, hlm. 161-162.
16 Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Mandar Maju, Bandung, 1995, hlm. 17.

373
Vol. 14 No. 04 - Desember 2017 : 369 - 382

sebagai pedoman dalam penerbitan, pelaksanaan ada sanksi yang tegas bagi pelaku kerusakan
dan pengawasan izin bidang lingkungan hidup.17 lingkungan dan pemerintahan yang despotik/
Selain itu, UU 32/2009 juga disebut sebagai otoriter. Hingga saat ini telah mengalami dua kali
undang-undang payung (umbrella lex) atau revisi undang-undang, terakhir UU No. 32 tahun
perundang-undangan lingkungan hidup yang 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
umum (general environmental law). Instrumen- Lingkungan Hidup.
instrumen tersebut memuat hal-hal yang utuh Dinamika legislasi tersebut dapat diidentifikasi
dan menyeluruh berkaitan dengan perlindungan bahwa teori hukum pembangunan pada awal
dan pengelolaan lingkungan hidup. Undang- kelahirannya tidak mendapatkan dukungan
undang payung tersebut dapat diartikan oleh karakter pemerintahan yang represif dan
memayungi kebijakan pengaturan (undang- otoritarianism. Hukum itu senantiasa merupakan
undang) yang bersifat sektoral. alat perebutan kekuasaan dalam masyarakat,
Sebagai sebuah diagnosa awal, teori yakni dominasinya kekuasaan/politik dalam
hukum pembangunan di masa orde baru lebih undang-undang lingkungan hidup pertama kali
didominasi oleh kepentingan-kepentingan di masa orde baru, yakni semangat perubahan
politik daripada semangat yang dibawa teori sosial dan pembaharuan masyarakat dalam
hukum pembangunan yang tertuang didalam desain Garis-Garis Besar Haluan Negara di sektor
GBHN. Budiono Kusumohamidjojo menyoroti pengelolaan lingkungan hidup yang dikonkretkan
dengan tajam mengapa Roberto Mangabeira ke dalam Undang-Undang No. 2 tahun 1984
Unger mengamati bahwa hukum itu senantiasa tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan
merupakan bulan-bulanan perebutan kekuasaan Hidup dan UU No. 23 tahun 1997 tentang
dalam masyarakat. seperti pemahaman Marx, pengelolaan lingkungan hidup. Perjalanan
hukum itu semata-mata alat di tangan yang kedua regulasi tersebut melahirkan kekuasaan
berkuasa untuk mempertahankan kedudukan yang represif, ego sektoral antar departemen
nikmat mereka. Hukum pada akhirnya adalah dalam menangani masalah pencemaran atau
realisasi dari politik, hukum itu tidaklah kerusakan lingkungan dan tidak tegas dalam
bersifat bebas nilai. Pada akhirnya tidak dapat memberikan sanksi kepada pelaku perusakan
terhindarkan bahwa ‘hukum adalah politik’, lingkungan. Sedangkan dalam pengembangan
tetapi tidaklah sekaligus niscaya bahwa ‘politik teori hukum pembangunan pasca reformasi
adalah hukum’. Studi kritik hukum versi Unger terkait kebijakan pengelolaan lingkungan hidup
dan kelanggengan ruang sosial yang tunduk adanya menunjukkan transparansi dan peran
pada dominasi hegemonial yang bersandar publik dalam pembuatan kebijakan melalui UU
pada positivisme hukum.18 Sebagai contoh No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
dominasinya kekuasaan/politik dalam undang- Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, teori
undang pertama kali lingkungan hidup di masa hukum pembangunan pasca reformasi akan
orde baru, yakni semangat perubahan sosial memiliki daya laku yang efektif disaat masyarakat
dan pembaharuan masyarakat sebagaimana terlibat dan ikut serta dalam proses penyusunan
dinyatakan eksplisit melalui GBHN di sektor dokumen lingkungan dan aktif menyuarakan
pengelolaan lingkungan hidup melalui Undang- hak-hak atas lingkungannya.
Undang No. 2 tahun 1984 tentang Pokok-pokok Kebijakan pengelolaan lingkungan tidak lepas
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam praktik dari persoalan penataan ruang. Penataan ruang
kekuasaan eksekutif terjadi ego sektoral diantara merupakan proses yang meliputi perencanaan,
departemen untuk menangani permasalahan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan
pencemaran atau kerusakan lingkungan, tidak ruang. Mengacu pada pengertian ini, penataan

17 Dalam konteks peraturan perundangan lingkungan hidup dan sumber daya alam, instrumen lingkungan hidup erat kaitannya
dengan kebijakan publik. Hukum dalam bentuk peraturan adalah perwujudan dari kebijakan publik penguasa, dan kebijakan publik itu
sendiri merupakan proses politik, karena itu kebijakan publik tidak dapat dilepaskan dari isu-isu lingkungan politik. Lihat: Sigler, Jay
A. dan Benyamin R. Beede, The Legal Sources of Public Policy, Lexington Books, Toronto, 1978, hlm. 3. Hukum adalah produk politik,
karena fungsi dan peran hukum sangat dipengaruhi dan seringkali diintervensi oleh kekuatan politik. Hukum sebagai perwujudan
dari kebijakan publik adalah peraturan, karena itu peraturan juga sangat dipengaruhi oleh paradigma atau cara pandang penguasa
terhadap hukum. Moh. Mahfud MD., Pergulatan Politik dan hukum di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, 1999, hlm. v-viii. Penguasa
memandang hukum sebagai alat rekayasa sosial, maka penguasa akan mengambil kebijakan publik yang kemudian diwujudkan menjadi
peraturan-peraturan yang dapat digunakan untuk menciptakan sistem sosial yang dapat mengatur dan mengendalikan masyarakat.
bandingkan dengan: Nonet, Philippe and Philip Selznick, terj., Hukum dan Masyarakat Dalam Transisi Menuju Hukum yang responsif,
Media Nusantara, Jakarta, 2001, hlm. 28.
18 Budiono Kusumohamidjojo, Cet. I, Teori Hukum, Dilema antara Hukum dan Kekuasaan, Penerbit Yrama Widya, Bandung, 2016, hlm.
217.

374
Rekonstruksi Teori Hukum Pembangunan...( Wahyu Nugroho )

ruang semestinya menjadi wadah bagi kegiatan Konsep yang ideal sebagai upaya perlindungan
pembangunan yang memanfaatkan ruang, lingkungan melalui penetapan ukuran minimum
sehingga penataan ruang dapat menjadi acuan bertalian dengan lingkungan tersebut pada
dan pedoman bagi perumusan kebijakan akhirnya kandas di tengah jalan, karena
pembangunan sektor dan daerah. Keterkaitan pembangunan infrastruktur dan industrialisasi
perencanaan tata ruang dan pembangunan digencarkan oleh pemerintah, sementara
berkelanjutan merupakan suatu aksioma, permasalahan kerusakan atau pencemaran
yakni sesuatu yang sudah pasti dan tidak lingkungan tak terhindarkan. Selain itu, untuk
memerlukan pembuktian serta telah diketahui tujuan pengintegrasian faktor perlindungan
oleh masyarakat umum. Meskipun aksiomatik, hidup ke dalam perencanaan pembangunan,
namun kita memperoleh pemahaman tambahan
membantu orang untuk memikirkan distribusi
dari kenyataan tersebut, yakni praktik
yang lebih merata dari hasil usaha pembangunan
pelaksanaan sistem perencanaan tata ruang
dan tidak terlalu terpesona oleh sasaran
yang memengaruhi tujuan akhir pembangunan
pertumbuhan GNP, minimum environment
berkelanjutan. Jika pelaksanaan sistem
standards, itu diharapkan mempunyai efek
perencanaan tata ruang berjalan dengan baik,
sebagai “pedoman” bagi usaha nasional secara
maka tujuan pembangunan berkelanjutan akan
menyeluruh.20
tercapai, demikian pula sebaliknya.
Teori hukum pembangunan masa orde baru Kebijakan pengelolaan lingkungan hidup
juga masuk ke dalam instrumen baku mutu pasca reformasi dalam pengembangan teori
lingkungan, sebagai instrumen teknis untuk hukum pembangunan terejawantahkan
menentukan terjadinya pencemaran lingkungan dalam melalui UU No. 32 tahun 2009 tentang
hidup akibat pelaksanaan suatu izin usaha perlindungan dan pengelolaan lingkungan
dan atau kegiatan. Menurut Daud Silalahi, hidup, yang dipandang cukup komprehensif
agar lingkungan hidup mampu mendukung bila dibandingkan dengan produk hukum
kegiatan pembangunan yang berkesinambungan sebelumnya, dimulai dari instrumen perizinan
(berkelanjutan), usaha untuk memelihara lingkungan, peran serta masyarakat, asas-asas,
dan mengembangkan mutu lingkungan hidup sanksi-sanksi yang tegas, tidak hanya pelaku
indonesia penting. Gagasan menetapkan usaha, tetapi juga pemerintah daerah dapat
suatu patokan atau baku mutu lingkungan juga dikenakan sanksi oleh pusat, hingga ke
hidup sebagai bagian dari hukum lingkungan persoalan penyelesaian sengketa lingkungan
indonesia, pertama kali dikemukakan oleh hidup. Instrumen terpenting lainnya dalam
Mochtar Kusumaatmadja pada Seminar undang-undang payung (induk) yaitu terkait
Nasional Pengelolaan Lingkungan Hidup dan dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,
Pembangunan Nasional pada tahun 1972 di yang dapat ditemukan di dalam Pasal 22
Unpad Bandung antara lain:19 Paragraf 5 Undang-Undang No. 32 tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Mengingat bahwa negara kita
Lingkungan Hidup adalah kajian mengenai
sebagaimana juga kebanyakan negara
yang sedang berkembang, memiliki dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan
toleransi yang lebih besar terhadap yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
pencemaran lingkungan, suatu cara diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
yang baik untuk mengkonkretkan atau tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
sebenarnya mengkualifikasikan tujuan- kegiatan. Pasal 33 dari UU PPLH menyatakan
tujuan sosial, dalam hal ini perlindungan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai amdal
lingkungan, dalam rencana-rencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai
pembangunan adalah untuk menetapkan dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan
atau merumuskan ukuran-ukuran Pemerintah.21 Di dalam Pasal 4 Peraturan
minimum bertalian dengan lingkungan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin
(minimum environment standards) Lingkungan, amdal disusun oleh pemrakarsa
untuk setiap sektor kehidupan pada tahap perencanaan suatu usaha atau
dan usaha pembangunan kita…. kegiatan yang wajib sesuai dengan rencana tata

19 M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung, 2001, hlm. 116.
20 Ibid., hlm. 117.

375
Vol. 14 No. 04 - Desember 2017 : 369 - 382

ruang, apabila tidak sesuai dengan rencana tata perbedaan di dalam prioritas lingkungan yang
ruang, maka dokumen amdal tidak dapat dinilai ada dari satu daerah ke daerah lain atas praktik
dan wajib dikembalikan kepada pemrakarsa. amdal yang baik.
Konkretisasi teori hukum pembangunan Amdal dan UKL-UPL merupakan salah satu
pasca reformasi ditandai dengan keterlibatan syarat untuk mendapatkan Izin Lingkungan.25
atau peran serta masyarakat dalam proses Pada dasarnya, proses penilaian amdal atau
penyusunan dokumen lingkungan. Hal tersebut pemeriksaan UKL-UPL merupakan satu-kesatuan
dapat dilihat dalam penyusunan dokumen dengan proses permohonan dan penerbitan izin
lingkungan hidup yang lebih teknis, diatur di lingkungan. Dengan dimasukkannya amdal dan
dalam Peraturan Menteri.22 Sedangkan khusus UKL-UPL dalam proses perencanaan usaha dan/
mengenai pengikutsertaan masyarakat dalam atau kegiatan, maka Menteri, Gubernur, atau
penyusunan amdal, sebagaimana dinyatakan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya
dalam Pasal 9 ayat (1) PP No. 27 tahun 2012, mendapatkan informasi yang luas dan mendalam
yakni: a. masyarakat yang terkena dampak; b. terkait dengan dampak lingkungan yang
pemerhati lingkungan hidup; c. dan atau yang mungkin terjadi dari suatu rencana usaha dan/
terpengaruh atas segala bentuk keputusan atau kegiatan tersebut dan langkah-langkah
dalam proses amdal, diatur lebih teknis di dalam pengendaliannya, baik dari aspek teknologi,
Peraturan Menteri berkaitan dengan tata cara sosial, dan keagamaan.26 Tujuan diterbitkannya
pengikutsertaan masyarakat dalam penyusunan izin lingkungan antara lain untuk memberikan
amdal.23 perlindungan terhadap lingkungan hidup yang
Sistem Amdal di Indonesia telah ada lestari dan berkelanjutan, meningkatkan upaya
sekitar 20 tahun lamanya. Pada akhir tahun pengendalian usaha dan/atau kegiatan yang
2003, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) berdampak negatif pada lingkungan hidup.
meluncurkan suatu tahap lanjutan dari reformasi Disamping itu juga untuk memberikan kejelasan
sistem kajian dampak lingkungan. Revitalisasi prosedur, mekanisme dan koordinasi antar
amdal bertujuan untuk menjawab berbagai instansi dalam penyelenggaraan perizinan untuk
tantangan. Bank Dunia menyediakan bantuan usaha dan/atau kegiatan bagi setiap pelaku
dari revitalisasi amdal melalui riset untuk usaha.27
mengadaptasikan peraturan lingkungan hidup Satjipto Rahardjo juga menekankan bahwa
yang berubah. Berdasarkan hasil studi yang fungsi hukum sebagai sarana social engineering
dilakukan oleh Helmi,24 di tingkat Provinsi Jawa lebih bersifat dinamis, yaitu hukum digunakan
Barat dan Kalimantan Timur dengan melihat sebagai sarana untuk melakukan perubahan-
berbagai sistem amdal ada pada saat ini dapat perubahan didalam masyarakat. Jadi dalam
divariasikan untuk memungkinkan ada berbagai hal ini, hukum tidak sekedar meneguhkan

21 Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. PP tersebut sebagai
perubahan dari PP No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Di dalam Pasal 74 PP No. 27 tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan dinayatakan: Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3838) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
22 Peraturan Menteri yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2012
tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup, sebagai pelaksana dari Pasal 6 dan Pasal 16 PP No. 27 tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan. Dalam Peraturan Menteri ini, Pasal 10 menyatakan: Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup; dan
b. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup dan Surat Penyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
23 Peraturan Menteri dimaksud adalah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 17 tahun 2012 tentang
Pedoman Keterlibatan Masyarakat Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan, untuk melaksanakan Pasal 9
ayat (6) dan Pasal 52 PP No. 27 tahun 2012. Adapun Muatan Pedoman keterlibatan masyarakat dalam proses Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan dan Izin Lingkungan dinyatakan dalam Pasal 4 Permen. Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2012: a. pendahuluan; b. tata cara
pengikutsertaan masyarakat dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan; dan c. tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam
proses izin lingkungan.
24 Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Cet. I, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 132.
25 Dalam Pasal 36 UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengatur tentang izin lingkungan.
Dinyatakan: ayat (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. ayat (2)
Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 atau rekomendasi UKL-UPL. Ayat (3) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan
persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL. Ayat (4) Izin lingkungan diterbitkan
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
26 Bachrul Amiq, Penerapan Sanksi Administrasi dalam Hukum Lingkungan, Cet. I, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2013, hlm. 86.
27 Ibid., hlm. 87.

376
Rekonstruksi Teori Hukum Pembangunan...( Wahyu Nugroho )

pola-pola yang memang telah ada didalam Dalam kaitannya dengan hierarki norma
masyarakat untuk menciptakan hal-hal atau hukum, Hans Kelsen mengemukakan teori
hubungan-hubungan yang baru. Perubahan ini mengenai jenjang norma hukum (stufentheorie).
hendak dicapai dengan cara memanipulasi28 Kelsen berpendapat bahwa norma-norma hukum
keputusan-keputusan yang akan diambil itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam
oleh individu-individu dan mengarahkannya suatu hierarki (tata susunan), dalam arti suatu
kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki. norma yang lebih rendah berlaku, bersumber
Demokrasi yang sedang membangun di masa dan berdasar pada norma yang lebih tinggi,
transisi saat ini membuka peluang keterlibatan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber
masyarakat dalam proses pembuatan atau dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi,
perumusan kebijakan publik di sektor usaha demikian seterusnya sampai pada suatu norma
bertalian dengan persoalan lingkungan hidup yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan
dan sumber daya alam. Hukum sebagai sarana bersifat hipotesis dan fiktif, yakni norma dasar
pembaharuan masyarakat pada akhirnya pasca (Grundnorm).31
reformasi hendaknya diorientasikan kepada Di Indonesia, menggambarkan adanya
kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan peran hierarki norma hukum seperti yang dijelaskan
serta masyarakat dalam proses perumusan Kelsen dengan stufenbau theory. Maka terdapat
kebijakan di sektor lingkungan hidup. Teori hierarki atau tata urutan peraturan perundang-
hukum pembangunan harus mampu menjawab undangan berdasarkan UU No. 12 tahun 2011
sejumlah kasus belakangan ini diantaranya tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
illegal loging, pembakaran hutan dan lahan,29 undangan, dalam Pasal 7 ayat (1) disebutkan
reklamasi pantai dengan penolakan warga, jenis dan hierarkhi peraturan perundang-
pembangunan pabrik semen yang merusak undangan terdiri atas:
lingkungan di kawasan yang telah ditetapkan (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik
berdasarkan Perda Rencana Tata Ruang Kota Indonesia tahun 1945;
dan Wilayah,30 serta aktivitas pertambangan yang
(2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
mendapatkan perlawanan dengan masyarakat
(3) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
adat/tradisional.
Pengganti Undang-Undang (Perpu);
B.2. Rekonstruksi teori hukum pembangunan (4) Peraturan Pemerintah;
pasca reformasi ke dalam peraturan (5) Peraturan Presiden;
perundangan lingkungan hidup dan
(6) Peraturan Daerah Provinsi;
sumber daya alam dalam bangunan
(7) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
negara hukum

28 Artinya manipulasi ini dapat digunakan dengan berbagai macam cara, misalnya dengan memberikan ancaman pidana, insentif,
dan sebagainya. Hubungan antara hukum dan perubahan sosial adalah jelas sekali, karena hukum disini justru dipanggil untuk
mendatangkan perubahan-perubahan didalam masyarakat. Ibid., hlm. 126.
29 Lihat: Presiden dinyatakan bersalah terkait kebakaran hutan di indonesia, http://regional.kompas.com/read/2017/03/23/17590361/
presiden.dinyatakan.bersalah.terkait.kebakaran.hutan.di.indonesia, diakses pada tanggal 24 Maret 2017.
30 Dalam kasus masyarakat petani di pegunungan kendeng Kabupaten Rembang Jawa Tengah, kawasan pegunungan kendeng
ditetapkan pemerintah sebagai lokasi pendirian pabrik semen gresik (sekarang menjadi PT Semen Indonesia, tbk. persero), didirikan
sejak tahun 2010. Kasus ini terus-menerus muncul di media, menyedot perhatian publik dan menjadi isu nasional. Melalui proses
litigasi, pihak perwakilan Masyarakat Rembang, Tim Advokasi Peduli Lingkungan Hidup, dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia (WALHI), mengajukan upaya Hukum Peninjauan Kembali pada perkara Putusan PK No. 99/PK/TUN/ 2016 dengan
mengajukan Novum baru, adapun Amar Putusanya Majelis Hakim PK menyatakan mengabulkan permohon PK Masyarakat Rembang,
Tim Advokasi Peduli Lingkungan Hidup, dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), pada putusan PK No. 99/PK/
TUN/ 2016 memerintahkan juga agar Gubernur Jawa Tengah mencabut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17
tahun 2012 tertanggal 7 Juni 2012. Ketentuan mengenai perintah MA tersebut telah dilakukan pencabutan oleh Gubernur Jawa Tengah
yakni dengan dicabutnya Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 tahun 2012. Namun, kendatinya Gubernur Jawa
Tengah menerbitkan keputusan baru dengan dikeluarkannya Surat No. 660.1/6 tahun 2017 tentang Penerbitan Izin Lingkungan Semen
di Rembang, sebagai tindak lanjut dari rekomendasi Komisi Penilai Amdal (KPA), yang mengizinkan PT. Semen Indonesia melakukan
penambangan pabrik di Rembang, Jawa Tengah tersebut. Meskipun demikian, kegiatan pertambangan semen hingga saat ini belum
beroperasi dikarenakan masih terjadi penolakan warga. Bahkan, sejak hari Kamis, tanggal 16 Maret 2017 warga kendeng berdatangan di
Jakarta melakukan aksi pengecoran kaki dengan semen berlokasi di sebrang kantor presiden hingga berlangsung 2 minggu. Dalam aksi
tersebut, terjadi insiden meninggalnya Ibu Patmi salah seorang warga kendeng yang pada saat itu kakinya masih dicor semen, dimana
sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan oleh dokter, diduga terkena serangan jantung pada tanggal 21 Maret 2017. Oleh para aktivis
lingkungan, Ibu Patmi disebut sebagai pahlawan kartini kendeng yang berjuang melawan rezim otoritarianism dan justru kontradiktif
terhadap program pemerintah yang selalu menyatakan tindakan untuk ikut menjadi resolusi sejati dari krisis perubahan iklim dan
hilangnya keanekaragaman hayati, menegakkan hukum dan melakukan pembangunan dari pinggiran.
31 Kelsen, Hans, General Theory of Law and State, Russell & Russell, New York, 1945, hlm. 113.

377
Vol. 14 No. 04 - Desember 2017 : 369 - 382

Karakteristik dari negara hukum menuntut hukum modern34 dapat disebut sebagai revolusi,
adanya tertib hukum bahwa setiap penyelenggara tetapi kehadiran dan kekuatan dari tatanan
negara dalam merumuskan suatu kebijaksanaan masa lalu tidak sama sekali hilang. Hukum
hingga tahap pelaksanaannya, harus yang diorientasikan kepada pembaharuan
berdasarkan pada peraturan yang menunjukkan masyarakat dalam perspektif Hart perlu adanya
konsistensi, koherensi dan korespondensi keseimbangan dengan primary rules of obligations
antar peraturan mulai dari norma yang paling (hukum yang muncul alami), dalam bentuk
atas hingga norma ke bawahnya. Selain itu, kearifan lokal, nilai-nilai, budaya hukum dan
taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal baik hukum yang ditemukan dan telah mendapatkan
peraturan yang dibuat oleh legislatif ataupun kesepakatan masyarakat tersendiri.
eksekutif di pusat dan daerah tidak terjadi Pemikiran tentang hukum yang kemudian
benturan atau pertentangan dengan cita hukum melahirkan positivisme,35 tidak dapat dipisahkan
(rechts idee), yakni pancasila. dari kehadiran negara modern sebelum abad
Konsistensi antar norma berdasarkan ke-18, pikiran itu sudah hadir dan menjadi
hierarkhi peraturan tersebut senada dengan semakin kuat sejak kehadiran negara modern.
kelompok positivis dari pemikiran H.L.A. Jauh sebelum tradisi untuk menuangkan atau
Hart,32 sebagai tokoh aliran positivis berusaha menjadikan hukum positif itu, masyarakat lebih
menjelaskan perubahan hukum dalam menggunakan apa yang disebut interactional
kehidupan modern, dimana sebagian besar law atau customary law. Akan tetapi, dengan
tatanan kehidupan masyarakat adalah hukum. semakin tidak sederhana lagi hubungan dan
Perubahan masyarakat atau kehidupan proses dalam masyarakat, maka semakin kuat
berdasarkan kepada ‘primary rules of obligation’ tuntutan terhadap pemositifan tersebut atau
(hukum yang muncul alami) kepada ‘secondary terhadap the statutoriness of law. Hal ini karena
rules of obligations’ (struktur hukum perundang- dikehendaki adanya dokumen tertulis, bukti-
undangan).33 Kendati peralihan kepada sistem bukti tertulis, untuk meyakini dan mendasari

32 Hart mendefinisikan hukum sebagai suatu sistem aturan-aturan primer dan aturan-aturan sekunder. aturan primer berhubungan
dengan aksi-aksi yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh individu-individu, sedangkan aturan-aturan sekunder
berhubungan dengan pembuatan, penafsiran, penerapan dan perubahan aturan-aturan primer, seperti misalnya aturan-aturan yang
harus diikuti oleh pembentuk undang-undang, pengadilan, dan administrator pada saat mereka membuat, menafsirkan, dan menerapkan
aturan-aturan (primer). Lihat: Hart, H.L.A., The Concept of Law, Oxford University Press, London, 1972, p.77.
33 Seorang eksponen Critical Legal Studies (CLS) Roberto M. Unger lebih jauh menegaskan bahwa dengan lahirnya hukum modern,
maka telah lahir suatu institusi yang benar-benar disebut hukum. Dengan demikian, bentuk dan sistem pada masa lalu yang juga
disebut hukum, sebetulnya tidak layak disebut sebagai demkian. Hukum modern itulah yang boleh menyandang sebutan hukum,
sehingga disebut ‘the legal system’, sedang yang pernah ada tidak layak untuk disebut demikian. Lihat: Unger, Roberto Mangabeira,
Law and Modern Society, Toward a Criticism of Social Theory, The Free Press, New Yok, 1976, hlm. 66-76. Hukum semakin menjadi tipe
penataan masyarakat yang sangat khas (distinct), sejak kelahiran sistem hukum moder di dunia. Tidak ada sistem hukum lain yang layak
disebut ‘legal system’, kecuali sistem hukum modern. Lihat: Satjipto Rahardjo, Lapisan-Lapisan Dalam Studi Hukum, Cet. I, Bayumedia
Publishing, Malang, 2009, hlm. 94.
34 Sistem hukum modern dicirikan oleh Marc Galanter sebagai berikut: (a) hukum uniform, terdiri dari peraturan-peraturan yang
uniform dan tidak berbeda pula dengan penerapannya. Peraturan-peraturan yang sama dapat diterapkan bagi umat segala agama,
warga semua suku bangsa, daerah kasta, dan golongan; (b) hukum transaksional, lebih cenderung untuk membagi hak dan kewajiban
yang timbul dari transaksi dari pihak-pihak yang bersangkutan daripada mengumpulkan didalam himpunan yang tak berubah-ubah
yang disebabkan oleh hal-hal yang menentukan diluar transaksi-transaksi tertentu; (c) hukum universal, cara-cara khusus pengaturan
dibuat untuk memberikan contoh tentang suatu patokan yang sahih bagi penerapannya secara umum daripada menunjukkan sifat-
sifatnya yang unik dan intuitif; (d) hierarki, terdapat suatu jaringan tingkat naik banding dan telaah ulang yang teratur untuk menjamin
bahwa tindakan lokal sejalan dengan patokan nasional; (e) birokrasi, untuk menjamin adanya uniformitas, sistem hukum tersebut harus
berjalan secara impersonal dengan mengikuti prosedur tertulis untuk masih-masing kasus dan memutuskan masing-masing kasus
itu sejalan dengan peraturan yang tertulis pula; (f) rasionalitas, peraturan dan prosedur dapat dipastikan dari sumber tertulis dengan
cara-cara yang dapat dipelajari dan disampaikan tanpa adanya bakat istimewa yang non rasional; (g) profesionalisme, sistem tersebut
dikelola oleh orang-orang yang dipilih menurut persyaratan, yang dapat diuji untuk pekerjaan ini. persyaratan mereka ditentukan oleh
penguasaannya atas cara-cara sistem hukum itu sendiri; (h) perantara, karena sistem itu menjadi lebih teknis dan lebih kompleks, maka
ada perantara professional khusus diantara mahkamah pengadilan; (i) dapat diralat, tidak ada ketetapan hati didalam sistem prosedur
itu. Sistem tersebut berisi kode biasa untuk merevisi peraturan-peraturan dan prosedur, agar memenuhi kebutuhan yang berubah-
ubah atau untuk menyatakan kecenderungan yang berubah-ubah; (j) pengawasan politik, sistem demikian sangat berhubungan dengan
negara yang memiliki persengketaan di kawasannya; dan (k) pembedaan., tugas untuk mendapatkan hukum dan menerapkannya
pada kasus-kasus konkret dibedakan dari fungsi-fungsi kepemerintahan lainnya dalam hal personel dan teknik. Lihat: Galanter, Marc,
“Hukum Hindu dan Perkembangan Sistem Hukum India Modern”, dalam A.A.G. Peters dan Koesriani-Siswosoebroto (ed), Hukum dan
Perkembangan Sosial, Buku Teks Sosiologi Hukum, Buku II, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1988, hlm. 147-149.
35 Dalam pergulatan positivisme hukum yang lahir pada abad ke-18, terdapat dua bentuk: yaitu pertama, positivisme yuridis. Bahwa
hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri yang perlu diolah secara ilmiah. Tujuan positivisme adalah pembentukan struktur-
struktur rasional sistem-sistem yuridis yang berlaku. Sebab, hukum dipandang sebagai hasil pengolahan sistem belaka, akibatnya,
pembentukan hukum menjadi makin professional. Dalam positivism yuridis ditambahkan bahwa hukum adalah closed logical system.
Artinya, peraturan dapat dideduksikan dari undang-undang yang berlaku tanpa perlu meminta bimbingan dari norma sosial, politik dan
moral. Tokoh-tokohnya seperti R. von Jhering dan John Austin. Kedua, positivisme sosiologis, hukum ditanggapi sebagai terbuka bagi
kehidupan masyarakat, yang harus diselidiki melalui metode-metode ilmiah. Tokoh yang mengawalinya adalah Auguste Comte, sebagai
perintis positivism ini dengan menciptakan suatu ilmu pengetahuan antara hukum dan negara. Lihat: Theo Huijbers, Filsafat Hukum,
Kanisius, Yogyakarta, 1991, hlm. 32.

378
Rekonstruksi Teori Hukum Pembangunan...( Wahyu Nugroho )

terjadinya proses atau transaksi hukum. Seperti teori hukum pembangunan yang digagas oleh
diamati Roberto M. Unger, menyusul tipe hukum Mochtar Kusumaatmadja memiliki kesamaan
yang interaksional tersebut, datang fase hukum dengan pemikiran Satjipto Rahardjo tentang
yang positif dan publik. Perkembangan tersebut hukum dan perubahan sosial36. Fungsi hukum
mengiringi yang oleh Unger disebut sebagai tipe sebagai sarana pembaharuan masyarakat pasca
bureaucratic law. reformasi dalam perspektif perundang-undangan
Penulis mengeksplore melalui gagasan lingkungan hidup dan sumber daya alam perlu
diperlukannya rekonstruksi teori hukum direkonstruksi yang senantiasa berorientasi
pembangunan. Rekonstruksi tersebut dapat kepada kesejahteraan masyarakat yang ramah
dimaknai sebagai penataan ulang atau menata lingkungan, atau ekonomi berkelanjutan. Negara
kembali teori hukum pembangunan yang pada wajib memenuhi hak-hak ekonomi, sosial,
masa orde baru terejawantahkan ke dalam budaya warga masyarakat sekitar yang tinggal
Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), di wilayah-wilayah sumber daya alam strategis,
untuk kemudian diterapkan era reformasi dalam karena hak-hak tersebut sebagai bagian dari
konteks kebijakan (legal policy) perundang- HAM dalam kebijakan lingkungan hidup dan
undangan lingkungan hidup dan sumber daya sumber daya alam.
alam. Semangat yang terkandung dalam teori Hukum yang tidak mempunyai dimensi
hukum pembangunan ternyata tidak diikuti operasional, tidak mungkin berperanan
oleh semangat kekuasaan orde baru yang untuk mengatur perilaku dan mengendalikan
otoritarianism dan represif, sehingga teori hukum hubungan antar manusia dalam kesehariannya.
pembangunan gagal diimplementasikan dengan Edmund Husserl seorang perintis fenomenologi,
baik dalam konteks kebijakan perundang- lebenswelt (dunia kehidupan itu hanya ada
undangan lingkungan hidup dan sumber daya dalam pengalaman keseharian, atau seperti yang
alam. Permasalahan lingkungan muncul ego dikemukakan oleh Berger dan Luckmann bahwa
sektoral antar kelembagaan atau instansi hidup manusia yang merupakan konstruksi
pemerintahan, kelompok masyarakat sipil tidak sosial dari kenyataan itu terjadi dalam kehidupan
berdaya melawan kekuasaan yang represif, sehari-hari. Hal tersebutlah menjadikan alasan
meskipun pencemaran dan atau kerusakan mengapa semua perumus undang-undang atau
lingkungan sedemikian parahnya. peraturan seharusnya selalu berusaha untuk
Rekonstruksi dalam konteks pembentukan menyusun ketentuan yang memuat rumusan
peraturan perundang-undangan di bidang dari suatu norma hukum dengan sejelas dan
lingkungan hidup dan sumber daya alam, selogis mungkin, sehingga sejauh mungkin
penaatan hukum lingkungan terletak pada menutup kemungkinan, bahwa dia dibaca dan
sejumlah instrumen perizinan lingkungan dipahami secara berlainan oleh para subjek
hidup yang telah diuraikan di atas sejatinya hukum yang berbeda.37 Sementara pendapat
perlu mendapatkan partisipasi masyarakat Mochtar Kusumaatmadja sebagaimana yang
dalam proses penyusunan kebijakan dan dikutip oleh Suparnyo menyatakan bahwa
dokumen lingkungan hidup. Dengan partisipasi, hukum merupakan salah satu dari kaidah sosial
diharapkan pelaku usaha atau masyarakat (disamping kaidah moral, agama, kaidah susila,
mampu meminimalisir terjadinya pencemaran kesopanan, adat kebiasaan, dan lain-lain) yang
dan atau kerusakan lingkungan hidup dalam merupakan cerminan dari nilai-nilai yang berlaku
artian ketaatan terhadap instrumen perizinan dalam masyarakat, sehingga hukum yang baik
lingkungan hidup. Filosofi dibalik norma adalah hukum yang hidup (living law).38 Untuk
instrumen perizinan lingkungan adalah merekonstruksi teori hukum pembangunan
dalam rangka menghadirkan hukum sebagai dalam kebijakan (legal policy) pembentukan
sarana pembaharuan masyarakat. Bahkan, hukum di bidang lingkungan dan sumber daya

36 Satjipto Rahardjo mengidentifikasi apabila berbicara mengenai hukum dan perubahan sosial, maka relevansi masalah yang dikajinya
itu ditentukan oleh dua hal, yaitu: (a) Berhubungan dengan fungsi hukum sebagai lembaga atau mekanisme untuk menertibkan
masyarakat; dan (b) Berhubungan dengan masalaha perubahan sosial yang nampaknya merupakan suatu proses yang menjadi ciri
masyarakat di dunia pada abad sekarang ini. Maka pembicaraan mengenai hukum dan perubahan sosial akan berkisar pada pengkajian
tentang bagaimana hukum yang bertugas untuk menertibkan masyarakat dapat bersaing dengan perubahan sosial itu. Beberapa variabel
yang mendorong timbulnya perubahan sosial diantaranya adalah: a. variabel fisik, biologi, dan demografi; b. variabel teknologi; dan c.
variabel ideologi. Lihat: Satjipto Rahardjo, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Cet. 2, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2010, hlm. 122.
37 Budiono Kusumohamidjojo, op.cit., hlm. 238.
38 Suparnyo, dalam Pembentukan dan Penegakan Hukum Progresif, Dekonstruksi dan Gerakan Pemikiran Hukum Progresif, Cet. I,
Diterbitkan atas kerjasama Thafa Media dengan Konsorsium Hukum Progresif Universitas Diponegoro Semarang, Yogyakarta, 2013, hlm.
155-156.

379
Vol. 14 No. 04 - Desember 2017 : 369 - 382

alam, haruslah memiliki optik dan pendekatan Kecil, UU Pertambangan, Mineral dan Batubara
secara holistik komprehensif dan interdisipliner. dan UU Perkebunan).
Kerusakan lingkungan dan pencemaran pasca
reformasi yang dikemas dalam bentuk regulasi C. Kesimpulan
dan kebijakan (keputusan pejabat tata usaha Berdasarkan uraian pembahasan tersebut
negara) menunjukkan proses pembentukannya di atas, maka penulis dapat memberikan
tidak melibatkan peran serta masyarakat dan kesimpulan sebagai berikut:
menjauhkan dari spirit hukum sebagai sarana 1. Sebagai sebuah diagnosa awal, teori hukum
pembaharuan masyarakat. pembangunan di masa orde baru lebih
Hukum tidak selamanya menjalankan didominasi oleh kepentingan-kepentingan
fungsinya dengan baik apabila dalam politik daripada semangat yang dibawa teori
penerapannya menimbulkan kekakuan, penuh hukum pembangunan yang tertuang didalam
dengan lobi dan pemilik modal yang besar. GBHN. Hukum itu senantiasa merupakan
Hal tersebut merupakan konsekuesi logis alat perebutan kekuasaan dalam masyarakat,
dari hukum modern yang selama ini dianut di yakni dominasinya kekuasaan/politik dalam
Indonesia merasuk dalam setiap penyelenggara undang-undang lingkungan hidup pertama
negara, termasuk pembuat undang-undang. kali di masa orde baru, yakni semangat
Agar penyusunan hukum dapat berjalan dengan perubahan sosial dan pembaharuan
baik, steril dan responsif, maka perlu adanya masyarakat sebagaimana dinyatakan
diskursus-diskursus dari masyarakat sipil yang eksplisit melalui GBHN di sektor pengelolaan
berjalan secara komunikatif untuk mencapai lingkungan hidup melalui Undang-Undang
suatu konsensus bersama tanpa adanya No. 2 tahun 1984 tentang Pokok-pokok
pertikaian.39 Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 23
Untuk mengakhiri proses penyusunan tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan
undang-undang yang sarat kepentingan, hidup, dalam praktik kekuasaan eksekutif
menjauhkan hukum sebagai sarana terjadi ego sektoral diantara departemen
pembaharuan masyarakat dan menjerat untuk menangani permasalahan pencemaran
masyarakat untuk memasuki ke ranah proses atau kerusakan lingkungan, tidak ada sanksi
hukum, maka filosofi yang terkandung dalam yang tegas bagi pelaku kerusakan lingkungan
cita hukum (rechtsidee) pancasila sebenarnya dan pemerintahan yang despotik/otoriter.
diwujudkan dalam model-model partisipasi Sementara dalam pengembangan teori
dan aspirasi masyarakat, membuka ruang hukum pembangunan pasca reformasi terkait
komunikasi dan mendorong untuk mampu kebijakan pengelolaan lingkungan hidup
melihat fakta sosial sehingga keputusan hukum adanya menunjukkan transparansi dan
yang dibuat pembentuk undang-undang peran publik dalam pembuatan kebijakan
mencerminkan keadilan sosial dan memberikan melalui UU No. 32 tahun 2009 tentang
manfaat bagi rakyatnya. Konsep yang digunakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Mochtar Kusumaatmadja dengan konsep Satjipto Hidup. Selain itu, teori hukum pembangunan
Rahardjo memiliki kesamaan dalam konteks pasca reformasi akan memiliki daya laku yang
fungsi hukum sebagai sarana perubahan sosial efektif disaat masyarakat terlibat dan ikut
dan atau pembaharuan masyarakat. Satjipto serta dalam proses penyusunan dokumen
Rahardjo selalu mengingatkan kepada kita lingkungan dan aktif menyuarakan hak-hak
semua, khususnya penyelenggara negara dan atas lingkungannya.
yang duduk di parlemen bahwa hukum dibuat 2. Rekonstruksi teori hukum pembangunan
untuk menyejahterakan rakyat, bukan malah dalam konteks pembentukan hukum di
menyengsarakan rakyatnya yang terlihat seperti bidang lingkungan hidup dan sumber daya
di beberapa undang-undang yang sering diuji alam pasca reformasi, senantiasa diarahkan
materiil di Mahkamah Konstitusi (seperti UU kepada daya dukung masyarakat (legal
Agraria, UU Kehutanan, UU Sumber Daya Air, culture), kesejahteraan sosial, dan lingkungan
UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau hidup. Selain itu, juga melibatkan/partisipasi

39 Wahyu Nugroho, “Menyusun Undang-Undang yang Responsif dan Partisipatif Berdasarkan Cita Hukum Pancasila”, dalam Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol. 10, No. 3 September, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI, Jakarta, 2013, hlm. 215.

380
Rekonstruksi Teori Hukum Pembangunan...( Wahyu Nugroho )

masyarakat dalam proses penyusunan dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas
kebijakan dan dokumen lingkungan hidup. Hukum Universitas Indonesia.
Dengan partisipasi, diharapkan pelaku usaha
atau masyarakat mampu meminimalisir Kelsen, Hans. 1945. General Theory of Law and
terjadinya pencemaran dan atau kerusakan State. New York: Russell & Russell.
lingkungan hidup dalam artian ketaatan
terhadap instrumen perizinan lingkungan Laksanto Utomo. 2012. “Penerapan Hukum
hidup. Filosofi dibalik daya dukung Progresif dalam Penemuan Hukum oleh Hakim
masyakarat (legal culture) adalah dalam untuk Menciptakan Keadilan”, dalam Refleksi
rangka menghadirkan hukum sebagai dan Rekonstruksi Ilmu Hukum Indonesia. Cet.
sarana pembaharuan masyarakat. Dalam I, Yogyakarta: Diterbitkan atas Kerjasama
merekonstruksi teori hukum pembangunan, Thafa Media dan Asosiasi Sosiologi Hukum
pembuat kebijakan (legal policy) pembentukan Indonesia Bagian Hukum dan Masyarakat
hukum ranah legislatif di bidang lingkungan Fakultas Hukum Undip.
dan sumber daya alam, haruslah memiliki
Khudzaifah Dimyati. 2004. Teorisasi Hukum Studi
optik dan pendekatan secara holistik
tentang Perkembangan Pemikiran Hukum
komprehensif dan interdisipliner.
di Indonesia 1945-1990. Cet. I, Surakarta:
Muhammadiyah University Press.

Daftar Pustaka
Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra. 1993. Hukum
Sebagai Suatu Sistem. Bandung: Remaja
Bachrul Amiq. 2013. Penerapan Sanksi
Rosda Karya.
Administrasi dalam Hukum Lingkungan. Cet.
I, Yogyakarta: Laksbang Mediatama.
Mochtar Kusumaatmadja. 2002. Konsep-Konsep
Hukum dalam Pembangunan. Cet. I, Bandung:
Bagir Manan. 1995. Pertumbuhan dan
PT Alumni.
Perkembangan Konstitusi Suatu Negara.
Bandung: Mandar Maju.
___. 2012. Mochtar Kusumaatmadja dan Teori
Hukum Pembangunan. Jakarta: Epistema
Budiono Kusumohamidjojo. 2016. Cet. I, Teori
Institute dan Huma.
Hukum, Dilema antara Hukum dan Kekuasaan.
Bandung: Penerbit Yrama Widya.
Moh. Mahfud MD. 1999. Pergulatan Politik dan
hukum di Indonesia. Yogyakarta: Gama Media.
Galanter, Marc. 1988. “Hukum Hindu dan
Perkembangan Sistem Hukum India
M. Daud Silalahi. 2001. Hukum Lingkungan
Modern”, dalam A.A.G. Peters dan Koesriani-
Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan
Siswosoebroto (ed). Hukum dan Perkembangan
Indonesia. Bandung: Alumni.
Sosial. Buku Teks Sosiologi Hukum, Buku II,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Munir Fuady. 2013. Teori-Teori Besar Dalam
Hukum (Grand Theory). Cet. 2, Jakarta:
Hart, H.L.A.. 1972. The Concept of Law. London:
Kencana Prenadamedia Group.
Oxford University Press.
Nonet, Philippe and Philip Selznick. 2001. terj.,
Hedar Laudjeng dan Rikardo Simarmata. 2000.
Hukum dan Masyarakat Dalam Transisi
Pendekatan Madhab Hukum Non-Positivistik
Menuju Hukum yang responsif. Jakarta: Media
dalam Bidang Hukum Sumber Daya Alam
Nusantara.
dalam Wacana. Edisi 6 tahun II. Jakarta:
HuMa. RB. Soemanto. 2006. Hukum dan Sosiologi
Hukum, Lintasan Pemikiran, Teori dan
Helmi. 2012. Hukum Perizinan Lingkungan
Masalah. Surakarta: Sebelas Maret University
Hidup. Cet. I, Jakarta: Sinar Grafika.
Press.

Jimly Asshiddiqie. 2004. Konstitusi dan


Satjipto Rahardjo. 1996. Ilmu Hukum. Bandung:
Konstitusionalisme Indonesia, Cet. 1. Jakarta:
PT Citra Aditya Bakti.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

381
Vol. 14 No. 04 - Desember 2017 : 369 - 382

___. 2009. Lapisan-Lapisan Dalam Studi Hukum. Wahyu Nugroho, ‘Menyusun Undang-Undang
Cet. I, Malang: Bayumedia Publishing. yang Responsif dan Partisipatif Berdasarkan
Cita Hukum Pancasila’ (2013), Jurnal Legislasi
___. 2010. Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Indonesia, Vol. 10, No. 3 September, Jakarta:
Bagi Pengembangan Ilmu Hukum. Cet. 2, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-
Yogyakarta: Genta Publishing. Undangan Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI, hlm. 215.
Sigler, Jay A. and Benyamin R. Beede. 1978.
The Legal Sources of Public Policy. Toronto:
Peraturan Perundang-undangan
Lexington Books.

Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2012 tentang


Sudikno Mertokusumo. 1996. Penemuan Hukum
Izin Lingkungan
Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Liberty.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup


Suparnyo, 2013. ‘Pembentukan dan Penegakan
Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2012
Hukum Progresif’, Dekonstruksi dan
tentang
Gerakan Pemikiran Hukum Progresif. Cet. I,
Yogyakarta: Diterbitkan atas kerjasama Thafa
Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan
Media dengan Konsorsium Hukum Progresif
Hidup
Universitas Diponegoro Semarang.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Theo Huijbers. 1991. Filsafat Hukum. Yogyakarta:
Republik Indonesia No. 17 tahun 2012
Kanisius.
tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat
Dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan
Unger, Roberto Mangabeira. 1976. Law and
Hidup dan Izin Lingkungan.
Modern Society, Toward a Criticism of Social
Theory. New York: The Free Press.
Website
Makalah Jurnal
Presiden dinyatakan bersalah terkait kebakaran
I Nyoman Nurjaya, ‘Pengelolaan Sumber Daya hutan di indonesia, http://regional.kompas.
Alam Dalam Perspektif Otonomi: Tinjauan com/read/2017/03/23/17590361/presiden.
Hukum dan Kebijakan’ (2007), Jurnal Suloh, dinyatakan.bersalah.terkait.kebakaran.
Vol V, No. 1 April, Lhokseumawe: Fakultas hutan.di.indonesia, diakses pada tanggal 24
Hukum Unimal, hlm. 1. Maret 2017.

382

Anda mungkin juga menyukai