Definisi terminologi hanya berkisar pada sebab-sebab yang lahir, karena dari
sisi lain sebuah sebab bukan merupakan sebab yang melahirkan musababnya
kecuali bila ia memiliki faktor pendukung dan penghalang-perhalangnya
disingkirkan darinya. Di antara makhluk tidak ada yang bisa menjadi sebab
yang bersifat independen yang mampu mewujudkan tuntutannya, sebaliknya
ia tetap memerlukan faktor penunjang, di samping penghalangnya harus
diminggirkan.
Bila kita telah mengetahui hal ini maka selain Allah tidak berhak untuk
diminta, tidak berhak untuk disembah, tidak berhak untuk ditawakali, tidak
berhak untuk diharapkan, karena selain Allah hanyalah sebab yang tidak
mampu mewujudkan akibatnya secara independen, lalu bagaimana seorang
hamba menghadapkan dirinya kepada selain Allah dan berpaling dari Allah?
Di antara sebab paling besar yang Allah syariatkan untuk kita adalah doa,
lebih-lebih doa al-Fatihah, “Bimbinglah kami ke jalan yang lurus.” Allah
dengan rahmatNya kepada hamba-hambaNya menjadikan doa ini sebagai
sebab untuk mewujudkan kebaikan dan mencegah keburukan, oleh karena
itu mentauhidkan Allah, bertawakal kepadaNya dan memohon ampunan dari
dosa kepadaNya merupakan kewajiban.
Oleh karena itu kaum muslimin diperintahkan untuk mengucapkan doa ini di
setiap shalat, karena mereka sangat membutuhkannya, tidak ada sesuatu
yang lebih mereka butuhkan daripada doa ini, maka wajib diketahui bahwa
Allah dengan karunia dan rahmatNya menjadikan doa ini termasuk sebab
paling besar yang mendatangkan kebaikan dan mencegah keburukan. Al-
Qur`an menjelaskan bahwa keburukan datang dari dalam jiwa sekalipun ia
tetap dengan takdir Allah dan bahwa seluruh kebaikan adalah dari Allah
Ta'ala.
Bila perkaranya memang demikian, maka tiada yang patut disyukuri kecuali
Allah, hendaknya seorang hamba bertaubat dari dosanya, hendaknya tidak
bertawakal kecuali hanya kepada Allah semata, karena tidak ada yang
mendatangkan kebaikan kecuali Allah, hal ini menuntut seorang hamba
untuk mentauhidkanNya, bertawakal kepadaNya semata, bersykur
kepadaNya semata dan memohon ampunan hanya kepadaNya dari dosa-
dosanya.
ار ًكا فِ ْي ِه َ َربَّنَا لَكَ ْال َح ْمد ُ َح ْمدًا َكثِي ًْرا
َ ط ِِّيبًا ُم َب
“Rabbana, bagiMu segala puji dengan pujian yang banyak, baik dan penuh
keberkahan.” Lalu beliau bersabda, “Sungguh aku melihat tiga puluh lebih
malaikat berlomba-lomba untuk menulisnya pertama kali.” Diriwayatkan oleh
al-Bukhari.
Ini adalah realisasi dari keesaan Allah, untuk Tauhid Rububiyah yang
mencakup penciptaan, penetapan takdir, awal mula makhluk dan
hidayahnya, Dialah yang memberi dan menahan, tidak ada penahan bagi apa
yang Dia berikan dan tidak ada pemberi bagi apa yang Dia tahan, juga untuk
Tauhid Ilahiyah yang mencakup peletakan syariat, penetapan perintah dan
larangan, yakni sekalipun para hamba diberi kedudukan, kerajaan,
kehormatan, kemuliaan dan kepemimpinan
Perkataan di atas mengandung realisasi dari tauhid dan realisasi dari firman
Allah Ta'ala,
َالفاتحة[ نسْت ِعينَُ وإِيََّاكَ ن ْعبُ َُد إِيَّاك/5]
“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepadaMu-lah kami
meminta pertolongan.” (Al-Fatihah: 5).
Setiap sebab yang tertentu hanyalah bagian dari penentu, di alam ini tidak
ada sesuatu yang satu yang merupakan penentu secara sempurna, sekalipun
ia disebut dengan penentu sedangkan selainnya yang menunjangnya disebut
syarat, maka hal ini hanyalah perselisihan lafzhi semata. Adapun anggapan
bahwa di antara makhluk-makhluk terdapat illat yang sempurna yang
menuntut akibatnya maka ia adalah batil.
Barangsiapa mengetahui hal ini dengan benar maka terbukalah baginya pintu
tauhid kepada Allah, dia mengetahui bahwa tidak ada yang berhak untuk
dimintai kecuali Allah, alih-alih diibadahi, ditawakali dan diharapkan kecuali
Allah Ta'ala semata.
Di antara perkara yang patut diketahui adalah apa yang dikatakan oleh
sebagian ulama, bahwa bersandar kepada sebab merupakan kesyirikan
dalam tauhid, sedangkan menghapus sebab untuk menjadi sebab merupakan
kekurangan pada akal serta berpaling dari sebab secara total menciderai
syariat. Dan makna tawakal dan berharap tersusun dari tuntutan tauhid, akal
dan syariat.
Nabi shallallohu 'alaihi wasallam adalah orang yang bertawakal paling utama,
namun begitu beliau tetap memakai baju perang, berjalan masuk ke pasar
untuk mendapatkan rizki sehingga orang-orang kafir berkata,
َِ ل هذا ما
ل َِ سو
ُ الر
َّ لَُ طعامَ يأ ْ ُك
َّ ق فِي وي ْم ِشي ال
َِ الفرقان[ ْاْلسْوا/7]
“Mengapa Rasul itu memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar?” (Al-
Furqan: 7).