Anda di halaman 1dari 2

AGHNIYA NISYA ANDINI

1710611192
HUKUM PERORANGAN DAN PERKAWINAN ( D )

1. Jelaskan bagaimana dengan pencatatan perkawinan bagi mereka penghayat atau penganut
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Jelaskan pendapat anda dan berikan dasar
hukumnya!
Jawab:
Pencatatan perkawinan bagi Penganut Aliran Kepercayaan diatur dalam pasal 39 dan
pasal 40 PP No. 40 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Administrasi Kependudukan. Menurut
pasal 39 pada intinya memperbolehkan perkawinan bagi seseorang yg menganut kepercayaan.
perkawinan tersebut dilakukan di hadapan pemuka penghayat kepercayaan Tuhan Yg Maha Esa.
dimana pemuka tersebut ditunjuk dan ditetapkan oleh organisasi penghayat kepercayaan Tuhan
Yg Maha Esa. organisasi penghayat kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa ini harus terdaftar di
kementrian.

Jika perkawinan dilakukan tetapi tidak dihadapan dan tidak ditanda tangani oleh pemuka
penghayat kepercayaan tuhan yme, maka pernikahan yang dilangsungkan hanya sah secara adat
atau kepercayaan nya saja dan tidak sah menurut hukum positif. hal tersebut nantinya akan
menimbulkan akibat hukum bagi anak yang lahir di dalam perkawinan tersebut. dalam hal ini
anak hasil hubungan perkawinan tersebut hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya
dan keluarga ibunya saja. tetapi dengan adanya ttd dari pemuka penghayat kepercayaan, dpt
menghindari hal hal tersebut. Lalu pada pasal 40 di jelaskan bahwa pencatatan perkawinan
tersebut dilakukan di dinas kependudukan dan pencatatan sipil kabupaten/ kota atau UPT dinas
kependudukan dan pencatatan sipil kabupaten/ kota paling lambat 60 hari setelah dilakukan
perkawinan tersebut. dalam ayat (2) nya di jelaskan mengenai ketentuan pencatatan perkawinan
penghayat kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa.

2. Jelaskan bagimana kedudukan harta bawaan ketika terjadi putusnya perkawinan karena
perceraian (sebelum menikah tidak ada perjanjian kawin)!
Jawab:
Harta Bawaan adalah harta yang dibawa masing-masing suami atau istri sebelum
terjadinya perkawinan. Menurut UU perkawinan harta baan tersebut berada dibawah penguasaan
masing-masing suami dan istri. Masing-masing suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya
untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bawaannya tersebut. Sehingga kedudukan
harta bawaan ketika putusnya perkawinan karena perceraian yaitu Harta Bawaan menjadi hak
masing-masing istri dan suami yang membawanya.
3. Jelaskan bagimana pembagian harta perkawinan ketika terjadi putusnya perkawinan karena
perceraian!
Jawab:
Putusnya perkawinan karena Perceraian dapat terjadi karena salah satu pihak mengajukan
ke pengadilan. Menimbulkan akibat terhadap harta kekayaan dalam perkawinan, baik harta
bawaan, harta bersama, maupun harta perolehan berdasarkan hukumnya masing-masing. Secara
umum terhadap perkawinan, maka sebuah perceraian mengakibatkan:
a. Terhadap Harta Bersama
Harta bersama dibagi dua sama rata diantara suami dan istri ( gono-gini ). Harta bawaan
atau harta asal dari suami atau istri tetap berada ditangan pihak masing-masing. Apabila bekas
suami atau bekas istri tidak melaksanakan hal tersebut diatas, maka mereka dapat digugatmelalui
pengadilan negeri ditempat kediaman tergugat, agar hal tersebut dapatdilaksanakan. Mengenai
penyelesaian harta bersama karena perceraian, suami-istri yang bergama Islam menurut Hukum
Islam, sedangkan bagi suami-istri non-Islam menurut Hukum Perdata.
b. Terhadap Harta Bawaan
Harta bawaan menjadi hak masing-masing istri dan suami yang membawanya, kecuali
ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.
c. Terhadap Harta Perolehan
Harta perolehan menjadi hak masing-masing istri dan suami yang memperolehnya,
kecuali ditentukan lain dalam Perjanjian Perkawinan.

4. Jelaskan bagaimana pembagian harta perkawinan apabila terjadi perkawinan kedua!


Jawab:

Menurut Pasal 190 Kompilasi Hukum Islam, Bagi pewaris yang beristeri lebih dari
seorang, maka masing-masing isteri berhak mendapat bagian atas gono-gini dari rumah tangga
dengan suaminya, sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya.
Dan pasal 94 KHI

(1) Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang,
masing-masing terpisah dan berdiri sendiri.
(2) Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari
seorang sebagaimana tersebut ayat (1), dihitung pada saat berlangsungnya akad
perkawinan yang kedua, ketiga atau keempat.

Anda mungkin juga menyukai