Anda di halaman 1dari 14

BAB I

KONSEP MEDIS OTITIS MEDIA

Definisi
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit .Indera pendengaran
berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada
kemampuan mendengar.(Roger watson, 2002, 102)

Otitis media adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah.Saat bakteri
melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran
tersebut.Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, mengakibatkan
tersumbatnya saluran.(Mansjoer, 2001, 76).

Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001).
Otitis Media Akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum
telinga tengah (Mansjoer, Arif, 2001).
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Ahmad Mufti, 2005).
Etiologi
Otitis media (OM) sering terjadi setelah infeksi saluran nafas atas oleh bakteri
atau virus yang menyebabkan peradangan dimukosa, gangguan drainase telinga
tengah dan menyebabkan penumpukan cairan steril. Bakteri atau virus masuk ke
telinga tengah melalui tuba eustachius, yang menyebabkan infeksi telinga tengah.
Kuman penyebab utama otitis media akut adalah bakteri piogemik seperti streptococcus
hemolitikus, stapilococcus aureus, diplococcus pneumococcus. Selain itu, kadang
ditemukan juga hemophillus influens sering ditemukan pada anak yang berusia dibawah
5 tahun, escherichia colli, streptococcus anemolitikus, proteus vulgaris, dan
pseudomonas aurugenus.

1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis
mediayang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius
terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga akan
terganggu
2. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya (misal :
sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis alergika). Pada anak-
anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media
akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar,
dan letaknya agak horisontal.
3. Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis, dan bakteri
piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli,
Pneumococcus vulgaris.
Manifestasi klinis
1. Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat
ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang
dewasa.
Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat
dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau
negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat
mengalami perforasi.
a. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
b. Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
c. Demam
d. Anoreksia
e. Limfadenopati servikal anterior
Stadium Otitis Media Akut
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium
yaitu:
1) Stadium oklusi tuba eustakhius
Adanya gambaran retraksi akibat terjadinya tekanan negative di dalam tekanan tengah,
karena adanya absorbs udara. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media Serosa yang disebabkan oleh virus
atau alergi.
2) Stadium hiperemesis (stadium presupurasi)
Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau seluruh
membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3) Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial,
serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membrane
timpani menonjol kea rah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sakit, suhu
meningkat, rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum
timpani tidak berkurang, maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler dan
timbulnya trombophlebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa, dan submukosa.
Nekrosis terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di
tempat ini akan terjadi ruptur.
4) Stadium perforasi
Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat
terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar, pada keadaan ini anak yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu badan
turun dan anak tidur nyenyak. Keadaan ini disebut Otitis Media Akut Stadium Perforasi.
5) Stadium resolusi
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila sudah
perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahanm tubuh
baik atau virulensi kuman reda, maka resolusi dapat terjadi, walaupun tanpa
pengobatan.

2. Otitis Media Serosa


Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam
telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi
ketika tuba eustachii berusaha membuka.Membrane tymphani tampak kusam (warna
kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung
udara dalam telinga tengah.Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan
pendengaran konduktif.

3. Otitis Media Kronik


Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan
terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada
nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri
tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak
menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya
perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane
timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat
juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus
kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau
campuran.
Komplikasi yang terjadi :
1) Sukar menyembuh
2) Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang
3) Ketulian sementara atau menetap
4) Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkan mastoiditis akut,
kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracranial(meningitis, abses otak), thrombosis
sinus lateralis.

Patofisiologi
Pada gangguan ini biasanya terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang
diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, sehingga timbul tekanan negative di telinga
tengah. Sebaliknya, terdapat gangguan drainase cairan telinga tengah dan
kemungkinan refluks sekresi esophagus ke daerah ini yang secara normal bersifat
steril.Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii
akibat kontaminasi secret dalam nasofaring.Bakteri juga dapat masuk telinga tengah
bila ada perforasi membran tymphani.Eksudat purulen biasanya ada dalam telinga
tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.

Komplikasi

1. Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi secarabenar
dan adekuat dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengahtermasuk ke otak,
namun ini jarang terjadi setelah adanya pemberianantibiotik.
2. Mastoiditis
3. Kehilangan pendengaran permanen bila OMA tetap tidak ditangani
4. Keseimbangan tubuh terganggu
5. Peradangan otak kejang
Terapi farmakologi
a) Tipe tubetimpanal stadium aktif:

 Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150 –
300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari.
 Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya.
 Perawatan lokal dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Klora menikol 1- 2%).
 Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi.
 Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. ICOPIM (5. 194).

b) Tipe degeneratif :

 Atikoantrotomi (5.203)
 Timpanoplastik (5.195).

c) Tipe meta plastik / campuran

 Mastoidektomi radikal (5.203)


 Mastoidektomi radikal dan rekonstruksi.

d) Abses retroaurikuler

 Insisi abses
 Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari dan metronidazol X 250
– 500mg oral / sup / hari.
 Mastoid dektomi radikal urgen.
Pemeriksaan Penunjang
1) Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.
2) Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.
3) Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi
jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).

Pemeriksaan Fisik :
1. Otoskopi
Perhatikan adanya lesi pada telinga luar
Amati adanya oedema pada membran tympaniPeriksa adanya pus dan ruptur pada
membran tympani
Amati perubahan warna yang mungkin terjadi pada membran tympani
2. Tes bisik
Dengan menempatkan klien pada ruang yang sunyi, kemudian dilakukan tes bisik, pada
klien dengan OMA dapat terjadi penurunan pendengaran pada sisi telinga yang sakit
3. Tes garpu tala
a. Tes Rinne : pada uji rinne didapatkan hasil negatif
b. Tes Weber : pada tes weber didapatkan lateralisasi ke arah telinga yang sakit
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya.Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi-infeksi saluran nafas atas, dengan pemberian antibiotik
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
1. Stadium Oklusi, Tujuan : membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan
berkurang di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung, HCl efedrin 0,5%
dalamlarutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1% (di atas 12 tahun danpada
orang dewasa).
2. Stadium Presupurasi : Obat tetes hidung dan analgetika, antibiotika (biasanya dari
golongan penisilin/ampisilin).
3. Stadium Supurasi : Disamping antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi
bila membran tympani masih utuh.
4. Stadium Resolusi : Membran tympani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi
dan perforasi membran tympani menutup.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

Pengkajian Fokus
1) Identitas klien

2) Riwayat kesehatan

 Riwayat kesehatan dahulu


Apakah ada kebiasaan berenang, apakah pernah menderita gangguan pendengaran
(kapan, berapa lama, pengobatan apa yang dilakukan, bagaimana kebiasaan
membersihkan telinga, keadaan lingkungan tenan, daerah industri, daerah polusi),
apakah riwayat pada anggota keluarga.

 Riwayat kesehatan sekarang


kaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di anamnesa, Seperti
penjabaran dari riwayat adanya kelainan nyeri yang dirasakan.

 Riwayat kesehatan keluarga


 Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami penyakit yang
sama. Ada atau tidaknya riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang dan
riwayat alergi pada keluarga.
3) Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum klien


 Kepala
Lakukan Inspeksi,palpasi,perkusi dan di daerah telinga,dengan menggunakan senter
ataupun alat-alat lain nya apakah ada cairan yang keluar dari telinga,bagaimana warna,
bau, dan jumlah.apakah ada tanda-tanda radang.

 Kaji adanya nyeri pada telinga


 Leher, Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
 Dada / thorak
 Jantung
 Perut / abdomen
 Genitourinaria
 Ekstremitas
 Sistem integumen
 Sistem neurologi
 Data pola kebiasaan sehari-hari

1. Nutrisi
Bagaimana pola makan dan minum klien pada saat sehat dan sakit,apakah ada
perbedaan konsumsi diit nya.

1. Eliminasi
Kaji miksi,dan defekasi klien

1. Aktivitas sehari-hari dan perawatan diri


Biasanya klien dengan gangguan otitis media ini,agak susah untk berkomunikasi
dengan orang lain karena ada gangguan pada telinga nya sehingga ia kurang
mendengar/kurang nyambung tentang apa yang di bicarakan orang lain.
Analisa Data

Analisa data Etiologi Masalah


1. Ds : pasien mengeluh Bakteri/agen virus Nyeri
merasakan nyeri pada
telinga
Do : - pasien
memegang terus
daerah telinganya
dengan wajah nampak
meringis menahan
nyeri
2. Ds : pasien mengeluh Gangguan pendengaran Gangguan persepsi sensori
mengalami kehilangan
pendengaran pada
telinga kiri
Do : hasil otoskopis :
membran timpani
kemerahan dan
mengalami perforasi
3. Ds : pasien Konsep diri, perubahan
mengatakan cemas terhadap bentuk telinganya, Ansietas
terhadap penyakitnya keluar nanah dari telinga
Do : pasien tampak
gelisah dan terus
melihat ke arah
telinganya
Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik


2. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran
3. Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri

Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
Kriteria Hasil NOC :
Menunjukkan Tingkat Nyeri yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut (sebutkan 1-
5 : sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada) :
a. Ekspresi nyeri pada wajah
b. Gelisah/ ketegangan otot
c. Durasi episode nyeri
d. Merintih dan menangis
e. Gelisah
Intervensi NIC :
O : Lakukan pengkajian yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan
durasi, frekuensi, intensitas, kualitas atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya.
N : Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon pasien terhadap
analgesik.
E : Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping yang disarankan.
C : Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil

2. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran


Hasil NOC :
a. Orientasi kognitif : Kemampuan untuk mengidentifikasi orang, tempat dan waktu
secara akurat
b. Komunikasi : Reseptif : Resepsi dan interpretasi pesan verbal dan non verbal
c. Perilaku kompensasi pendengaran : Tindakan pribadi untuk mengidentifikasi,
memantau, dan mengompensasi kehilangan pendengaran
Intervensi NIC :
Pemantauan Neurologis : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan komplikasi neurologis
Stimulus Kognitif : Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap sekitar melalui
penggunaan stimulus terencana
Peningkatan Komunikasi : Defisit pendengaran : Membantu pembelajaran dan
penerimaan metode alternative untuk menjalani hidup dengan penurunan fungsi
pendengaran
Orientasi Realitas : Promosi kesadaran pasien terhadap identitas pribadi, waktu dan
lingkungan

3. Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri


Kriteria Hasil NOC :
a. Menunjukkan Pengendalian Diri Terhadap Ansietas yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering atau
selalu) :
Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan
Mempertahankan performa peran
Memantau distorsi persepsi sensori
Memantau manifestasi perilaku ansietas
Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas
Intervensi NIC :
O : Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien
N : Bantu pasien untuk memfokuskan pasien pada situasi saat ini, sebagai cara untuk
mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi ansietas
E : Berikan informasi mengenai sumber komunitas yang tersedia, seperti teman,
tetangga, kelompok, tempat ibadah, lembaga kesukarelawanan dan pusat rekreasi
C : Berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu.
Evaluasi
1. Bio : Pasien tidak merasakan nyeri/sakit lagi
Psiko : Pasien merasa diterima dengan keadaannya
Sosio : Pasien menerima keadaan sekitarnya
Spiritual : Pasien beribadah kepada Tuhan YME

2. Bio : Pasien tidak mengalami gangguan pendengaran


Psiko : Pasien merasa diterima dengan keadaannya yang sekarang
Sosio : Pasien dapat berinteraksi dengan lingkungan tempatnya
Spiritual : Pasien beribadah kepada Tuhan YME

3. Bio : Pasien tidak merasakan cemas lagi


Psiko : Pasien dapat menerima dan merasa nyaman
Sosio : Pasien dapat berinteraksi dengan lingkungannya
Spiritual : Pasien beribadah kepada Tuhan YME
DAFTAR PUSTAKA

Ari, Elizabeth. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL., M.Kes.
Bandung :STIKes Santo Borromeus.

Brunner & Suddarth. 1997. Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Brunner & Suddarth . 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II Edisi 9, Alih Bahasa :
Agung Waluyo dkk. Jakarta :EGC.

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Indonesia.
Wilkinson, Judith M and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,
edisi 9.
Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai