Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Definisi
Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan). Anatominya juga sangat rumit .Indera pendengaran
berperan penting pada partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.
Sangat penting untuk perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bicara tergantung pada
kemampuan mendengar.(Roger watson, 2002, 102)
Otitis media adalah peradangan akut atau seluruh pericilium telinga tengah.Saat bakteri
melalui saluran eustachius, bakteri bisa menyebabkan infeksi saluran
tersebut.Sehingga terjadilah pembengkakan di sekitar saluran, mengakibatkan
tersumbatnya saluran.(Mansjoer, 2001, 76).
Otitis Media Akut adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah (Smeltzer, 2001).
Otitis Media Akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum
telinga tengah (Mansjoer, Arif, 2001).
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid (Ahmad Mufti, 2005).
Etiologi
Otitis media (OM) sering terjadi setelah infeksi saluran nafas atas oleh bakteri
atau virus yang menyebabkan peradangan dimukosa, gangguan drainase telinga
tengah dan menyebabkan penumpukan cairan steril. Bakteri atau virus masuk ke
telinga tengah melalui tuba eustachius, yang menyebabkan infeksi telinga tengah.
Kuman penyebab utama otitis media akut adalah bakteri piogemik seperti streptococcus
hemolitikus, stapilococcus aureus, diplococcus pneumococcus. Selain itu, kadang
ditemukan juga hemophillus influens sering ditemukan pada anak yang berusia dibawah
5 tahun, escherichia colli, streptococcus anemolitikus, proteus vulgaris, dan
pseudomonas aurugenus.
1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis
mediayang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius
terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga akan
terganggu
2. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), inflamasi jaringan di sekitarnya (misal :
sinusitis, hipertrofi adenoid), atau reaksi alergi (misalkan rhinitis alergika). Pada anak-
anak, makin sering terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media
akut (OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek, lebar,
dan letaknya agak horisontal.
3. Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis, dan bakteri
piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus aureus, E. coli,
Pneumococcus vulgaris.
Manifestasi klinis
1. Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat
ringan dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang
dewasa.
Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat
dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau
negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop ), dapat
mengalami perforasi.
a. Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
b. Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
c. Demam
d. Anoreksia
e. Limfadenopati servikal anterior
Stadium Otitis Media Akut
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium
yaitu:
1) Stadium oklusi tuba eustakhius
Adanya gambaran retraksi akibat terjadinya tekanan negative di dalam tekanan tengah,
karena adanya absorbs udara. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.
Stadium ini sukar dibedakan dengan Otitis Media Serosa yang disebabkan oleh virus
atau alergi.
2) Stadium hiperemesis (stadium presupurasi)
Stadium ini tampak pembuluh daerah yang melebar di membrane timpani atau seluruh
membrane timpani tampak hiperemesis serta edema. Secret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3) Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superficial,
serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan membrane
timpani menonjol kea rah liang telinga luar. Pada keadaan ini pasien tampak sakit, suhu
meningkat, rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum
timpani tidak berkurang, maka terjadi ischemia akibat tekanan pada kapiler dan
timbulnya trombophlebitis pada vena kecil dan nekrosis mukosa, dan submukosa.
Nekrosis terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan dan di
tempat ini akan terjadi ruptur.
4) Stadium perforasi
Akibat terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka dapat
terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar, pada keadaan ini anak yang tadinya gelisah menjadi tenang, suhu badan
turun dan anak tidur nyenyak. Keadaan ini disebut Otitis Media Akut Stadium Perforasi.
5) Stadium resolusi
Bila membran timpani utuh maka perlahan-lahan akan normal kembali, bila sudah
perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahanm tubuh
baik atau virulensi kuman reda, maka resolusi dapat terjadi, walaupun tanpa
pengobatan.
Patofisiologi
Pada gangguan ini biasanya terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang
diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, sehingga timbul tekanan negative di telinga
tengah. Sebaliknya, terdapat gangguan drainase cairan telinga tengah dan
kemungkinan refluks sekresi esophagus ke daerah ini yang secara normal bersifat
steril.Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii
akibat kontaminasi secret dalam nasofaring.Bakteri juga dapat masuk telinga tengah
bila ada perforasi membran tymphani.Eksudat purulen biasanya ada dalam telinga
tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.
Komplikasi
1. Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi secarabenar
dan adekuat dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengahtermasuk ke otak,
namun ini jarang terjadi setelah adanya pemberianantibiotik.
2. Mastoiditis
3. Kehilangan pendengaran permanen bila OMA tetap tidak ditangani
4. Keseimbangan tubuh terganggu
5. Peradangan otak kejang
Terapi farmakologi
a) Tipe tubetimpanal stadium aktif:
Anti biotik : Ampisilin / Amoksilin, (3-4 X 500 mg oral) atau klidomisin (3 X 150 –
300 mg oral) Per hari selama 5 –7 hari.
Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya.
Perawatan lokal dengan perhidoral 3% dan tetes telinga (Klora menikol 1- 2%).
Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi.
Pada stadium tenang (kering) di lakukan miringoplastik. ICOPIM (5. 194).
b) Tipe degeneratif :
Atikoantrotomi (5.203)
Timpanoplastik (5.195).
d) Abses retroaurikuler
Insisi abses
Antibiotik : Penisilin Prokain 2 X 0,6-1,2 juta IU i.m / hari dan metronidazol X 250
– 500mg oral / sup / hari.
Mastoid dektomi radikal urgen.
Pemeriksaan Penunjang
1) Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.
2) Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani.
3) Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi
jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
Pemeriksaan Fisik :
1. Otoskopi
Perhatikan adanya lesi pada telinga luar
Amati adanya oedema pada membran tympaniPeriksa adanya pus dan ruptur pada
membran tympani
Amati perubahan warna yang mungkin terjadi pada membran tympani
2. Tes bisik
Dengan menempatkan klien pada ruang yang sunyi, kemudian dilakukan tes bisik, pada
klien dengan OMA dapat terjadi penurunan pendengaran pada sisi telinga yang sakit
3. Tes garpu tala
a. Tes Rinne : pada uji rinne didapatkan hasil negatif
b. Tes Weber : pada tes weber didapatkan lateralisasi ke arah telinga yang sakit
Terapi tergantung pada stadium penyakitnya.Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi-infeksi saluran nafas atas, dengan pemberian antibiotik
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.
1. Stadium Oklusi, Tujuan : membuka kembali tuba eustachius, sehingga tekanan
berkurang di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung, HCl efedrin 0,5%
dalamlarutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1% (di atas 12 tahun danpada
orang dewasa).
2. Stadium Presupurasi : Obat tetes hidung dan analgetika, antibiotika (biasanya dari
golongan penisilin/ampisilin).
3. Stadium Supurasi : Disamping antibiotika, idealnya harus disertai dengan miringotomi
bila membran tympani masih utuh.
4. Stadium Resolusi : Membran tympani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi
dan perforasi membran tympani menutup.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
Pengkajian Fokus
1) Identitas klien
2) Riwayat kesehatan
1. Nutrisi
Bagaimana pola makan dan minum klien pada saat sehat dan sakit,apakah ada
perbedaan konsumsi diit nya.
1. Eliminasi
Kaji miksi,dan defekasi klien
Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
Kriteria Hasil NOC :
Menunjukkan Tingkat Nyeri yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut (sebutkan 1-
5 : sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada) :
a. Ekspresi nyeri pada wajah
b. Gelisah/ ketegangan otot
c. Durasi episode nyeri
d. Merintih dan menangis
e. Gelisah
Intervensi NIC :
O : Lakukan pengkajian yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan
durasi, frekuensi, intensitas, kualitas atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya.
N : Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon pasien terhadap
analgesik.
E : Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan
tawarkan strategi koping yang disarankan.
C : Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil
Ari, Elizabeth. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL., M.Kes.
Bandung :STIKes Santo Borromeus.
Brunner & Suddarth. 1997. Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth . 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II Edisi 9, Alih Bahasa :
Agung Waluyo dkk. Jakarta :EGC.
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Indonesia.
Wilkinson, Judith M and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,
edisi 9.
Jakarta, EGC.