Anda di halaman 1dari 8

ABSTRAK

Latar Belakang : Kanker merupakan salah satu penyakit kronis yang paling mematikan di dunia. Setiap 11
menit ada satu orang penduduk dunia yang meninggal karena kanker dan setiap tiga menit ada satu penderita kanker
baru Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri,
sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang
mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya.Kasus: Tn.A 74 tahun, mengalami penurunan kesehatan sejak
1 tahun yang lalu dan 2 bulan terakhir ini dokter mendiagnosis Tn. A suspek kanker ginjal metastasis ke paru.Diskusi:
Prinsip perawatan paliatif beberapa hari mejelang kematian tidak hanya mengontrol gejala-gejala yang ada, diperlukan
menjaga komunikasi yang efektif, dan memberikan support pada keluarga pasien, Tujuan dilakukannya perawatan
paliatif menjelang kematian adalah memastikan bahwa pasien nyaman baik fisik, emosi serta spiritualnya, dan
menjadikan akhir dari hidupnya dalam damai.Kesimpulan: Perwatan paliatif dibutuhkan bagi pasien penyakit
terminal menjelang kematian. Perawatan ini bukan hanya sekedar perawatan fisik saja namun juga pemberian
dukungan secara agama dan spiritual baik kepada pasien maupun keluarga yang akan ditinggalkan.

Kata kunci : perawatan paliatif, perawatan menjelang kematian

ABSTRACK
Background : Cancer is one of the most deadly chronic diseases in the world. Every 11 minutes there is one person
dying of cancer and every three minutes there is one new cancer sufferer in the advanced stage, patients with chronic
diseases not only experience various physical problems such as pain, shortness of breath, weight loss, disturbance
Activities but also experienced psychosocial and spiritual disorders affecting the patient's quality of life and
family.Case: Mr. A 74 years old of experiencing health decline since 1 years ago and this past 2 months doctors
diagnosed Mr. A suspect metastatic kidney cancer to the lungs.Discussion : The principle of palliative care several
days of death not only control the symptoms, necessary to maintain effective communication, and provide support to
the patient's family, the purpose of palliative care toward the death of is to ensure that patients are comfortable in both
their physical, emotional and spiritual, and to make the end of his life in peace.Conclusion : Palliative Care is needed
for terminal disease patients towards death. This treatment is not merely a physical treatment but also the provision of
religious and spiritual support to patients and families
Keywords : palliative care ,end of life care

Pendahuluan

Kanker merupakan salah satu penyakit kronis yang paling mematikan di dunia. Menurut statistik
Amerika Serikat, kanker menyumbang sekitar 23% dari total jumlah kematian di negara tersebut
dan menjadi penyakit kedua paling mematikan setelah penyakit jantung (Anand, Kunnumakara,
Sundaram, Harikumar, Tharakan, Lai, dan Aggarwal, 2008). Setiap 11 menit ada satu orang
penduduk dunia yang meninggal karena kanker dan setiap tiga menit ada satu penderita kanker
baru. Selain itu, Serikat Pengendalian Kanker Internasional (UICC) mempredikasi akan terjadi
peningkatan jumlah penderita kanker sebesar 300% di seluruh dunia pada tahun 2030. Jumlah
tersebut 70% berada di negara berkembang seperti Indonesia (Kartika, 2013). Purwadianto (dalam
Robby, 2014) menyampaikan bahwa prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,4 setiap 1.000
penduduk atau 2 sekitar 330 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada setiap 1.000 penduduk
ada 330 orang yang berisiko mengidap kanker.

1
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 812/Menkes/SK/VII/2007
tantangan yang kita hadapi pada di hari-hari kemudian nyata sangat besar. Meningkatnya jumlah
pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti
penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru obstruktif kronis, cystic fibrosis,stroke,
Parkinson, gagal jantung /heart failure, penyakit genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/ AIDS
yang memerlukan perawatan paliatif, disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif.Namun saat ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien
dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana prioritas
pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas hidup
yang terbaik bagi pasien dan keluarganya.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai
masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga
mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan
keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuhan/
pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial
dan spiritual yang dilakukandengan pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan
paliatif. (Doyle & Macdonald, 2003: 5)

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien
(dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan
cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan
penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World
Health Organization (WHO) 2016).

Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui bagaimana perawatan
pada pasien kanker stadium terminal menjelang kematian dan juga pentingnya memberikan
dukungan baik agama maupun spiritual

Persentasi Kasus
Tn.A 74 tahun memiliki 3 orang anak dan tinggal di rumahnya bersama seorang istri. Pada
awalnya sekitar 1 tahun Tn. A dapat menjalani aktivitas sepert biasa tetapi lama kelamaan
kondisinya terus menurun. Keluarga bertanya-tanya mengapa hal ini terjadi. Keluarga sempat
beberapa kali membawa pasien ke rumah sakit tetapi hanya di obati gejala-gejala biasa. Sampai
pada akhirnya kira kira 2 bulan yang lalu seorang dokter menyarankan untuk di lakukan ct-scan
pada pasien dan dari hasil pemeriksaan di dapatkan benjolan pada ginjal sebelah kanan bagian atas
dan juga terdapat benjolan pada paru-paru, selanjutnya dokter merujuk pasien ke bagian onkologi
dan disimpulkan bahwa benjolan tersebut merupakan kanker, selanjutnya dokter melakukan
pemeriksaan pet scan dokter yakin bahwa benjolan tersebut 90% merupakan kanker. Untuk
diagnosis pasti harus dilakukan biopsi tetapi keadaan pasien tidak memungkinkan untuk

2
dilakukan. Kondisi pasien pada saat ini kesadaran sudah menurun dan juga kesulitan untuk
bernafas.
Permasalaan dari keluarga yaitu sulit untuk menentukan pengobatan yang terbaik , setelah
berkonsultasi pada bagian palliative care akhirnya keluarga pasien memutuskan untuk
merawatnya dirumah. Selama perawatan di rumah pasien di rawat oleh istri, anak dan seorang
care giver. Istrinya yang biasa memberi makan dengan mengaluskan makanan yang dimasukkan
ke selang NGT. Selama perawatan di rumah pasien juga diberikan terapi oksigen yang bertujuan
untuk mengurangi sesak nafasnya.
Dari keluarga pasien sendiri sudah berusaha semaksimal mungkin untuk kebaikan pasien
dan sudah ikhlas terhadap kemungkinan terburuk yang akan terjadi , yang dapat dilakukan
hanyalah merawat dan juga mendoakannya.

Diskusi

Prinsip perawatan paliatif dalam beberapa hari mejelang kematian adalah mengontrol gejala-gejala
yang ada, mencegah dilakukannya tindakan medis yang tidak diperlukan, memantau semua obat
dan gejala secara teratur, menjaga komunikasi yang efektif, dan memberikan support pada
keluarga pasien (Adam, 2006).

Ketika akan melakukan perawatan pada fase dying, penting untuk tim paliatif mendiagnosa
dying tersebut. Namun kenyataannya hal ini merupakan proses yang kompleks. Mengenali tanda
dan gejala akan datangnya kematian merupakan keahlian klinis yang penting dalam mendiagnosa
dying. Fase dying pada pasien kanker terkadang bisa tiba-tiba seperti pendarahan massif tetapi
biasanya dimulai dengan penurunan status fungsional secara gradual. Pada pasien kanker, gejala-
gejala ini sering dihubungkan dengan fase dying: Bed-bound, semicomatose, hanya bisa meneguk
beberapa tegukan minuman, dan pasien tidak dapat lagi untuk mendapatkan obat melalui oral
(Ellershaw and Ward, 2003).
Tujuan dilakukannya perawatan paliatif pada fase dying adalah memastikan bahwa pasien
nyaman baik fisik, emosi serta spiritualnya, dan menjadikan akhir dari hidupnya dalam damai,
tenang dan keluarga yang ditinggalkan mendapatkan memori yang positif dalam proses dying
tersebut. (Watson, et al 2005). Perawatan ini dilakukan dengan prinsip-prinsip: mengontrol gejala-
gejala yang ada, mencegah dilakukannya tindakan medis yang tidak diperlukan, memantau semua
obat dan gejala secara teratur, menjaga komunikasi yang efektif, dan memberikan support pada
keluarga pasien (Adam, 2006).

3
Gejala yang mungkin muncul adalah nyeri, kesulitan bernapas, restlessness dan confusion,
serta mual dan muntah (Adam, 2005). Tidak semua pasien merasakan gejala yang sama, ada yang
menunjukan satu gejala dan ada juga yang menunujukan lebih dari satu gejala.

1. Nyeri
Pada pasien dengan menjelang kematian, untuk mengatasi nyeri, dihindarkan
pemakaian analgesik yang melalui transdermal karena waktu kerjanya lambat.
Namun jika sebelumnya pasien sudah diberikan terapi tersebut, tidak masalah
untuk tetap dilanjutkan. Untuk mengatasi nyeri yang akut pada fase ini adalah
dengan menggunakan diamorphine melalui subkutan, jika rute oral sudah tidak
dapat dilalui. Jika terdapat intoleransi dari morfin, bisa diberikan alternatif lain
yaitu oxycodone dan alfentanil melalui subkutan (Adam, 2005). Alternatif lain
bisa pula diberikan melalui rectal, jika sediaan untuk melalui subkutan tidak
tersedia. Namun pemberian melalui rectal, banyak tidak bisa diterima karena
perbedaan budaya dan keyakinan (Watson, et al 2005).
2. Kesulitan Bernapas
Kesulitan bernapas bisa dibantu dengan melakukan perubahan posisi pada
pasien. Jika terdapat sputum, pasien dapat diberikan hyoscine hydrobromide
(0.4-0.6 mg SC bolus atau sampai dengan 2.4 mg/24 jam melalui infus). Untuk
alternative yang non sedasi, bisa digunakan hyoscine butylbromide (20 mg SC
bolus atau sampai dengan 120 mg/24 jam melalui infus) dan glycopyrronium
(0.4 mg SC bolus atau 1.2 mg/24 jam melalui infus) (Adam, 2005). Pada pasien-
pasien yang sadar dan tetap ingin terjaga kesadarannya sebaiknya diberikan
pilihan yang non-sedasi. Jika pasien sedang dalam keadaan tidak sadar yang
dalam, bisa coba untuk dilakukan gentle suction (Watson, et al 2005)
3. Restlessness dan confussion
Jika terdapat keadaan restlessness dan confussion pada pasien, dapet diberikan
midazolam 2.5-10 mg SC. Tambahkan Levomepromazine 25 mg SC jika
pemberian midazolam tersebut tidak memberikan efek. Levomepromazine
mempunyai efek tambahan yaitu antiemetic sehingga berguna juga untuk
pasien-pasien yang mengalami mual dan muntah. Jika dicurigai keadaan ini

4
disebabkan karena toksisitas dari opioid, maka dapat digunakan haloperidol
melalui oral 1.5-3 mg dan diulangi satu jam kemudian dan dievaluasi, jika
pasien tidak dapat menerima obat melalui oral, dapat digunakan bolus SC
dengan dosis 2.5-10 mg atau infus melalui subkutan 5-30 mg/24 jam.

Bimbingan Sakaratul Maut bagi Seorang Muslim

Sakratul maut adalah sesuatu yang ditakuti manusia. Faktanya, berbagai riset dan upaya telah
dilakukan manusia untuk menghindarinya seperti, menciptakan obat-obatan untuk
memperpanjang umur. Hal tersebut digambarkan Allah dalam firman-Nya :

َ ‫ق ۖ َٰذَ ِل َك َما ُك ْن‬


ُ ‫ت ِم ْنهُ تَ ِحيد‬ ِ ‫ت ِب ْال َح‬
ِ ‫س ْك َرة ُ ْال َم ْو‬ ْ ‫َو َجا َء‬
َ ‫ت‬
“Dan datanglah Sakratulmaut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari
daripadanya”. (Q.S. Qaf (50): 19 )

“Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang” (HR Tirmidzi)

“Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar
kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutera
yang tersobek ?” (HR Bukhari)

“Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam perut seseorang. Lalu,
seorang lelaki menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun membawa semua
bagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa”. (Ka’b al-Ahbar,
sahabat Rasulullah saw)

“Demi Allah, seandainya jenazah yang sedang kalian tangisi bisa berbicara sekejab, lalu
menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kalian, niscaya kalian akan melupakan
jenazah tersebut, dan mulai menangisi diri kalian sendiri”. (Imam Ghozali mengutip atsar Al-
Hasan).

Melihat batapa sakitnya sakaratul maut maka perawat harus melakukan upaya –upaya sebagai
berikut :

5
1. Membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT.

Pada sakaratul maut perawat harus membimbing agar berbaik sangka kepada Allah sebagaimana
Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslem “Jangan sampai seorang dari kamu mati kecuali
dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah ”selanjutnya Allah berfirman dalam hadist qudsi
”Aku ada pada sangka-sangka hambaku, oleh karena itu bersangkalah kepadaKu dengan
sangkaaan yang baik ,”selanjutnya Ibnu Abas berkata ”Apabila kamu melihat seseorang
menghadapi maut, hiburlah dia supaya bersangka baik pada Tuhannya dan akan berjumpa dengan
Tuhannya itu ,”selanjutnya Ibnu Mas´ud berkata ”Demi Allah yang tak ada Tuhan selain Dia,
seseorang yang berbaik sangka kepada Allah maka Allah berikan sesuai dengan persangkaannya
itu”. Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan apapun jua berada ditangannya.

2. Mentalkinkan dengan Kalimat Laailahaillallah.

Perawat muslim dalam mentalkinkan kalimah laaillallah dapat dilakukan pada pasien terminal
menjelang ajalnya terutama saat pasien akan melepaskan nafasnya yang terakhir

3. Berbicara yang Baik dan Do´a untuk jenazah ketika menutupkan matanya.

Di samping berusaha memberikan sentuhan perawat muslim perlu berkomunikasi terapeutik,


antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda ”Bila kamu datang
mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah kami berbicara yang baik karena
sesungguhnya malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan”, Selanjutnya
diriwayatkan oleh Ibnu Majah Rasulullah bersabda “apabila kamu menghadiri orang yang
meninggal dunia di antara kamu, maka tutuplah matanya karena sesungguhnya mata itu mengikuti
ruh yang keluar dan berkatalah dengan kata-kata yang baik karena malaikat mengaminkan
terhadap apa yang kamu ucapkan”. Berdasarkan hal diatas perawat harus berupaya memberikan
suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik
buat hambanya, mendo’akan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas, dari
jasadnya.

4. Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut

“Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang
sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi
bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa
sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas
tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut,
sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat.” (Al-
Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)

6
5. Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat

Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat.
Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya saja
dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal tersebut

Simpulan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan
keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam
jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta
penanganan nyeri dan masalah-masalah lain seperti fisik, psikososial dan spiritual.
Perwatan paliatif dibutuhkan bagi pasien penyakit terminal menjelang kematian.
Perawatan ini bukan hanya sekedar perawatan fisik saja namun juga pemberian dukungan secara
agama dan spiritual baik kepada pasien maupun keluarga yang akan ditinggalkan.

Ucapan Terima Kasih


Saya mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya lah saya
dapat menyelesaikan tugas case report ini. saya juga mengucapkan terimakasih kepada Unit
Paliatif Care RS Kanker Dharmais, Jakarta yang telah membantu dan membimbing dalam
pembuatan case report ini. Dan juga kepada Tn. A beserta keluarga yang mengizinkan kami datang
untuk berkunjung dan memberikan informasi guna menyelesaikan case report ini. Terimakasih
saya ucapkan kepada DR. Drh Hj. Titiek Djannatun selaku koordinator penyusun Blok Elektif
kepada dr. Hj. RW. Susilowati, M.Kes selaku koordinator pelaksana Blok Elektif, kepada dr.
Riyani Wikaningrum, MSc. DMM selaku koordinator pengampu bidang kepeminatan Perawatan
Paliatif, serta kepada dr. Citra Fitri Agustina, Sp.Kj sebagai pembimbing kelompok 1 yang telah
memberikan bimbingannya. Saya juga ucapkan terima kasih kepada teman-teman kelompok 1
Perawatan Paliatif yang telah membantu dalam pengerjaan laporan kasus ini.

Daftar Pustaka

1. Adam J. (2006). The Last 48 Hours. In: Fallon M and Hanks G. ABC of Palliative Care.
2nd Edition. Oxford : Blackwell Publishing
2. Doyle, Hanks and Macdonald. (2003). Oxford Textbook of Palliative Medicine. Oxford
Medical Publications (OUP) 3 rd edn 2003

7
3. Ellershaw and Ward. (2003). Care of the dying patient: the last hours or days of life.
BMJ. 326, p: 30-34
4. Mentari W. (2010) Bimbingan Sakaratul Maut bagi Klien Muslim viewed 18 November
2019, from https://keperawatanreligionmentariwardhani.wordpress.com/
5. Quran (2019). Kementrian Agama Republik Indonesia
6. Watson et. al (2005). Oxford Handbook of Palliative Care. 1st Ed. p. 735-748. Oxford:
Oxford University Press
7. WHO Definition of Palliative Care, viewed 14 November 2019, from
http://www.who.int/cancer/palliative/definition/en/

Anda mungkin juga menyukai