HACCP
HACCP
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor penting yang masih harus dikembangkan
serta membutuhkan penanganan serius guna menunjang laju pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Untuk dapat bersaing di pasar yang bebas dan kompetitif
saat ini, komoditas pertanian yang dipasarkan harus benar-benar dapat menarik
minat pembeli. Hal ini perlu ditanamkan terhadap pelaku agribisnis bahwa di
dalam produk yang akan dipasarkan haruslah terdapat unsur jaminan kepastian
mutu.
Jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan
persyaratan konsumen, Keamanan pangan merupakan persyaratan utama dan
terpenting dari seluruh parameter mutu pangan yang ada. Betapapun tinggi nilai
gizi suatu bahan pangan atau makanan, penampilannya baik , juga lezat rasanya,
tetapi bila tidak aman, maka makanan tersebut tidak ada nilainya lagi.
Hal ini membawa dampak perubahan mulai dari bisnis pangan tanpa adanya
pengawasan, pengawasan produk akhir, hingga pengawasan proses produksi bagi
jaminan mutu secara total. Pada tahun-tahun terakhir, konsumen menyadari
bahwa mutu pangan khususnya keamanan pangan tidak dapat hanya dijamin
dengan hasil uji produk akhir dari laboratorium. Mereka berkeyakinan bahwa
produk yang aman didapat dari bahan baku yang ditangani dengan baik, diolah
dan didistribusikan dengan baik akan menghasilkan produk akhir yang baik.
Suatu langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut, serta adanya
tuntutan dalam pasar bebas, telah dikembangkan suatu 0 oleh Komite Standar
Internasional/ Codex Allimentarius Commission yang telah diakui secara
internasional yaitu Sistem Jaminan Mutu berdasarkan HACCP (Hazard Analysis
Critical Control Point). Secara umum konsep HACCP ini merupakan suatu sistem
jaminan mutu yang menekankan pada pengawasan yang menjamin mutu sejak
bahan baku hingga produk akhir.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana menentukan HACCP
dari pembuatan mie goreng dan es teh ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui HACCP
dari pembuatan mie goreng dan es teh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian HACCP
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol
dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi
titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP
merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk
menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang
dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman
bagi konsumen.
Pada beberapa negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak
industri pangan yang telah menerapkannya. Disamping karena meningkatnya
kesadaran masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan
pangan, penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu oleh permintaan
konsumen terutama dari negara pengimpor.
Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang
tinggi dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar
penerapan HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar
industri pangan yaitu, telah diterapkannya Good Manufacturing Practices (GMP)
dan Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP).
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan
penerapan sistem HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada
produk makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan konsumen sehingga
keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah
pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada pendekatan jaminan
mutu yang bersifat preventif , dan mengurangi limbah dan kerusakan produk
atau waste .
B. Sejarah HACCP
Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di
Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Research and
Development Laboratories, The National Aeronautics and Space
Administration serta US Air Force Space Laboratory Project Group pada tahun
1959 diminta untuk mengembangkan makanan untuk dikonsumsi astronot pada
gravitasi nol. Untuk itu dikembangkan makanan berukuran kecil ( bite size ) yang
dilapisi dengan pelapis edible yang menghindarkannya dari hancur dan
kontaminasi udara. Misi terpenting dalam pembuatan produk tersebut adalah
menjamin keamanan produk agar para astronot tidak jatuh sakit. Dengan
demikian perlu dikembangkan pendekatan yang dapat memberi jaminan
mendekati 100% aman.
Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk
mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan dan
penyimpanan rekaman data yang baik. Konsep yang saat ini dikenal sebagai
HACCP ini, jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik atau
daerah-daerah yang mungkin menyebabkan bahaya. Masalah bahaya ini didekati
dengan cara mengamati satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan
sampai dengan pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya
patogen, logam berat, toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang
mungkin dapat mengurangi cemaran tersebut. Disamping itu, dilakukan pula
analisis terhadap proses, fasilitas dan pekerja yang terlibat pada produksi pangan
tersebut.
Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini dipaparkan
kepada masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi
Nasional Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury mendapat kontrak
untuk memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug
Adminstration (FDA). Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh
Pillsbury pada tahun 1973 dan disambut baik oleh FDA dan secara sukses
diterapkan pada makanan kaleng berasam rendah.
Pada tahun 1985, The National Academy of Scienses (NAS)
merekomendasikan penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul An
Evaluation of The Role of Microbiological Criteria for Foods and Food
Ingredients. Komite yang dibentuk oleh NAS kemudian menyimpulkan bahwa
sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat memberikan jaminan kemanan
pangan jika dibandingkan dengan sistem pengawasan produk akhir.
C. Prinsip-Prinsip HACCP
Dalam aplikasinya HACCP mengacu pada beberapa prinsip utama, yaitu :
Prinsip I: mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi
pangan pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan,
pengolahan dipabrik dan distribusi sampai kepada titik produk panga
dikonsumsi. Penilaian kemungkinan terjadinya bahaya dan menentukan
tindakan pencegahan untuk pengendaliannya.
Prinsip 2: menentukan titik atau tahap operasional yang dapat dikendalikan untuk
menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadinya
bahaya tersebut (CCP:critical control point). CCP berarti setiap tahapan
di dalam produksi pangan dan atau pabrik yang meliputi sejak
diterimanya bahan bakunya dan atau diproduksi, panen, diangkut,
formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya.
Prinsip 3: Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa
CCP berada dalam kendali.
Prinsip 4: Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP
dengan cara pengujian dan pengamatan.
Prinsip 5: Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil
pemantauan menunjukkan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.
Prinsip 6: Menetapkan prosedur ferivikasi yang mencakup dari pengujian
tambahan dan prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem
HACCP berjalan efektif.
Prinsip 7: Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan
pencatatan yang tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya.
D. Pedoman Pelaksanaan HACCP
Salah satu alat manajemen mutu yang dapat digunakan adalah Hazard
Analysis and critical control point (HACCP) yang telah banyak dilakukan di
berbagai negara dan telah menjadi salah satu alat pengawasan yang berdasarkan
prinsip pencegahan. Konsep ini telah banyak diterapkan pada industri pangan.
Konsep ini didasarkan atas kesadaran dan pengertian bahwa bahaya akan timbul
pada berbagai titik/tahapan produksi, namun upaya pengendalian dapat dilakukan
untuk mengontrol bahaya tersebut. Melalui Badan Standarisasi Nasional (BSN)
pemerintah Indonesia juga telah mengadaptasi konsep HACCP menjadi SNI 01-
4852-1998 beserta pedoman penerapannya untuk diaplikasikan pada berbagai
industri pangan di Indonesia.
Menurut SNI 01-4852-1998, HACCP (Hazard Analysis Critical Control
Points) adalah piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian
yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan sebagian besar
pengujian produk akhir (end product testing) atau suatu sistem pencegahan untuk
keamanan pangan. HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari
produk primer sampai pada konsumsi akhir dan penerapannya harus dipandu oleh
bukti secara ilmiah terhadap resiko kesehatan manusia. Sistem HACCP bukan
merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang zero-risk (tanpa resiko), tetapi
dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya keamanan pangan.
Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko
secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Bahaya-bahaya tersebut dapat
dikategorikan ke dalam enam kategori bahaya, yaitu bahaya A sampai F .
Beberapa bahaya yang ada dapat dicegah atau diminimalkan melalui penerapan
prasyarat dasar pendukung sistem HACCP seperti GMP ( Good Manufacturing
Practices) , SSOP ( Sanitation Standard Operational Procedure) , SOP ( Standard
Operational Procedure ), dan sistem pendukung lainnya.
Untuk menentukan resiko atau peluang tentang terjadinya suatu bahaya,
maka dapat dilakukan penetapan kategori resiko. Dari beberapa banyak bahaya
yang dimiliki oleh suatu bahan baku, maka dapat diterapkan kategori resiko I
sampai VI. Selain itu, bahaya yang ada dapat juga dikelompokkan berdasarkan
signifikansinya. Signifikansi bahaya dapat diputuskan oleh tim dengan
mempertimbangkan peluang terjadinya ( reasonably likely to occur ) dan
keparahan ( severity ) suatu bahaya.
Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan
suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka mencegah
bahaya keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau beresiko tinggi dan
tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Hanya bahaya yang signifikan atau
yang memiliki resiko tinggi yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan critical
control point .
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau
prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan
dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima.
Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka
dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat
dikendalikan.
Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan
diuji dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP. Decision
tree ini berisi urutan pertanyaan mengenai bahaya yang mungkin muncul dalam
suatu langkah proses, dan dapat juga diaplikasikan pada bahan baku untuk
mengidentifikasi bahan baku yang sensitif terhadap bahaya atau untuk
menghindari kontaminasi silang. Suatu CCP dapat digunakan untuk
mengendalikan satu atau beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-
sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.
Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi
untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau
mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara “yang
diterima” dan “yang ditolak”, berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas
kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik.
Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat
mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini
biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di
bidang mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.
Untuk menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah
komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki
berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk.
Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu),
batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba
dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk
mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut.
Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan
terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL
untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL
dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan
berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat
berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun
merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap
ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan
frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan
pemantauan.
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas
kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan,
sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan
berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses
produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk
ditahan/tidak dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat
dilakukan selain menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk
dan kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap
Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan
bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan.
Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat
diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Produk (Nasi Goreng)
1. Nama Produk : Nasi Goreng
2. Bahan :
1) Nasi 600 gr
2) Daging ayam 125 g. Cincang halus
3) Telur 1 butir. Kocok
4) Bawang merah 5 siung
5) bawang putih 3 siung
6) Cabai merah 3 buah
7) Daun bawang 1 batang. Iris halus
8) Kecap manis 2 sdm
9) Garam 1 sdt
10) Merica sdt
11) Minyak
3. Cara Pembuatan :
1) Masukkan bawang merah, bawang putih, dan cabai
merah ke dalam cobek kemudian haluskan.
2) Goreng telur menjadi orak-arik lalu sisihkan.
3) Bumbu yang telah dihaluskan kemudian di tumis
dengan minyak secukupnya. Tumis terus hingga
harum.
4) Masukkan ayam cincang, telur, dan daun bawang ke
dalam bumbu. Tumis lagi hingga merata.
5) Tambahkan kecap, garam, dan merica. Aduk hingga
rata.
6) Baru kemudian masukkan nasi dan aduk hingga rata.
7) Nasi goreng telah jadi dan sajikan pada piring saji.
8) Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa nasi goreng
banyak macamnya. Tidak hanya cara membuat nasi
goreng rumahan saja yang bisa Anda praktikkan.
Anda juga bisa mencoba cara membuat nasi goreng
jawa, seperti pada resep di bawah ini.
4. Cara Konsumsi : Produk siap atau langsung dapat dimakan.
5. Cara Penyimpanan : Nasi goreng yang telah dimasak langsung
dikonsumsi tanpa melakukan penyimpanan
6. Konsumen : Semua kalangan kecuali anak bayi
7. Pemakaian Oleh Konsumen : Digunakan sebagai makanan siapa saji, yang
disajikan dengan telur dan daging ayam
8. Masa kedaluarsa : Satu hari pada suhu ruang
9. Cara Distribusi : Biasa disajikan langsung pada konsumen yang
mengkonsumsinya ditempat penjualan dan
disajikan diatas piring ataupun dibungkus
dengan kertas minyak
10. Label : Tidak menggunakan label
11. Asal Bahan Baku : Pasar lokal
12. Karakteristik Produk : Warna Kuning keemasan
Aroma Khas nasi goreng
Rasa Gurih
Bentuk Nasi utuh (oval)
Pembuatan Telur
Telur Pembersihan Pengocohan Penggorengan Telur
Dadar
Pembuatan Ayam
Nasi Goreng
Formulir
Bahan Bahaya
No. Jenis Bahaya Cara Pencegahan
Mentah F/K/B(M)
1. Air F Kotoran Simpan pada wadah yang
B bersih dan tertutup
PENETAPAN CCP
Tahap Proses Bahannya CCP/QCP
Pembelian bahan Mikrobiologi : Bukan CCP
Salmonella sp,
Staphylococcus aureus, E.
coli, dan Campylobacter sp
Pembuatan Mikrobiologi : CCP
bumbu Salmonella sp, dan E. coli,
Penggorengan Mikrobiologi : CCP
nasi Salmonella sp, dan E. coli,
karbon
Penyajian Mikrobiologi : CCP
Salmonella sp, dan E. coli,
Pencampuran (es
Es Jeruk Penyajian
batu, air gula)
Formulir 1 : Identifikasi Bahaya dan Cara Pencegahan
Nama Minuman : Es jeruk
Bahan Bahaya
No. Jenis Bahaya Cara Pencegahan
Mentah F/K/B(M)
Dilakukan pencucian
1 Jeeruk F Kotor
dengan air bersih
F Menggunakan es batu
K Bau yang sudah teruji
PENETAPAN HACCP
Input/tahap proses Bahaya CCP/Bukan CCP
Persiapan Cemaran, fisik Bukan CCP
Es jeruk Biologis, fisik CCP
Air Biologis, fisik, mikroba CCP
Pencampuran bahan Cemaran, fisik, biologis CCP
Pendistribusian Fisik, cemaran Bukan CCP
5. Roni stiawan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini yaitu HACCP merupakan salah satu bentuk
manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan
dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan
jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
Kontaminasi pada makanan dan minuman. Pada produksi jenis makanan dan
minuman seperti nasi goreng dan es jeruk, dengan bahan yang cukup bervariasi
maka bahaya/resiko kontaminasinya juga semakin besar. Untuk itu perlu
dilakukan metode HACCP untuk menjamin keamanan produk.