Permasalahan yang terjadi bermulai dari adanya ketidak-sesuaian gaji dan upah para
pekerja Indonesia yang bila dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara lain yang sama levelnya
sangat berbeda jauh. Gaji pekerja Freeport hanya sebatas upah minimum regional ( UMR ). Meski
dikatakan tidak melanggar hukum, namun gaji yang diberikan tersebut jauh dari apa yang
dibayangkan. Selain minimnya gaji atau upah yang diberikan, pekerja di perusahaan tambang
asal Amerika Serikat (AS) tersebut sangat tidak merata antara pekerja lokal asli Papua dengan
pekerja asing. Dan ironisnya, para pekerja lokal umumnya dipekerjakan di level paling bawah, lain
lapangan yang ditemukan oleh BPK. Penghitungan kerugian atas dampak lingkungan dari
pengoperasian tambang Freeport oleh tim pengawas dari Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Perhutanan selama ini tak akurat. Sehingga,
tim BPK mengkaji ulang laporan tersebut dan menemukan beberapa kejanggalan seperti adanya
kelebihan pencairan jaminan reklamasi Freeport, kerugian negara yang sebenarnya dlsb.
Freeport juga sudah terlalu sering melakukan pelanggaran kontrak. Tidak berhenti di
permasalahan-permasalahan di atas, masih banyak lagi pelanggaran yang dilakukan oleh Freeport
Berdasarkan kasus di atas pelanggaran prinsip – prinsip GCG yang dilanggar adalah :
1. Prinsip Fairness
Pelanggaran prinsip ini ditunjukkan dengan adanya perlakuan yang tidak adil terhadap
upah dan gaji karyawan lokal dengan karyawan asing yang levelnya sama.
2. Prinsip Responsibilitas
Pelanggaran prinsip ini ditunjukkan dengan perusakan lingkungan yang dilakukan oleh PT.
Freeport di Papua yang membuat rakyat Papua menderita dan tidak adanya
Pelanggaran prinsip ini ditunjukkan dengan tidak adanya ketidak sesuaian informasi yang
tanpa adanya izin lingkungan, tidak adanya kejujuran dan keterbukaan mengenai informasi
yang akurat dalam jumlah pendapatan mereka yang sesungguhnya. Padahal, hal ini juga