Anda di halaman 1dari 10

Standar Akuntansi Nirlaba

A. Klasifikasi Aktiva Bersih


Nilai aktiva bersih adalah nilai yang menggambarkan total kekayaan bersih reksa
dana setiap harinya. Aktiva bersih dikelompokan dalam tiga kategori yang masing-
masingnya tergantung pada ada atau tidak adanya pembatasan. Aktiva bersih dalam
akuntansi nirlaba meliputi aktiva bersih terikat permanen, aktiva bersih terkait
temporer, dan aktiva bersih tidak terikat.

B. Kontribusi
Kontibusi adalah transfer kas atau aktiva lain tanpa syarat kepada organisasi atas
suatu penyelesaian atau suatu pembatalan utang-utangnya tidak secara timbal balik
oleh organisasi lain yang tidak bertindak sebagai pemilik. Transfer meliputi kas
atau aktiva lain seperti bangunan, surat-surat berharga, penggunaan fasilitas,
jasa, dan pemberian janji tanpa syarat. Suatu hibah atau wakaf kas atau aktiva lain
dengan syarat yang dikembalikan kepada donator jika syarat tidak terpenuhi harus
diperlakukan sebagai uang muka yang dapat dikembalikan (kewajiban).

C. Sumbangan yang Terikat & Tidak Terikat


Sumbangan yang terikat dan tidak terikat dihitung pada nilai wajarnya dan diakui
sebagai pendapatan atau keuntungan pada periode diterimanya, atau beban, dan aktiva
dalam 3 kelompok aktiva bersih seperti sumbangan yang meningkatkan aktiva bersih
tidak terikat, sumbangan yang meningkatkan aktiva bersih,dan sumbangan yang
meningkatkan aktiva bersih terikat permanen. Sumbangan yang diberikan diakui
sebagai beban dalam satu periode dan diukur pada nilai wajarnya.

Ciri-Ciri Organisasi Nirlaba


A. Sumber daya entitas berasal dari para penyumbang yang tidak mengharapkan
pembayaran kembali atau manfaat ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya
yang diberikan.

B. Menghasilkan barang atau jasa tanpa bertujuan mengambil laba, dan jika suatu
entitas menghasilkan laba, maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para
pendiri atau pemilik entitas tersebut.

C. Tidak ada kepemilikan seperti lazimnya pada organisasi bisnis, dalam arti bahwa
kepemilikan dalam organisasi nirlaba tidak dapat dijual, dialihkan, atau ditebus
kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan proporsi pembagian sumber
daya entitas pada saat likuidasi atau pembubaran entitas.
Perkembangan Regulasi di Sektor Publik
1. Perkembangan Regulasi Terkait Organisasi Nirlaba
a. Regulasi tentang Yayasan
1) Undang-Undang No.16/2001
2) Undang-Undang No.28/2004
b. Regulasi tentang Partai Politik
1) Undang-Undang No.2/1999
2) Undang-Undang No.31/2002
3) Undang-Undang No.2/2008
c. Regulasi tentang Badan Hukum Milik Negara dan Badan Hukum Pendidikan
Universitas yang pertama kali ditetapkan berstatus BHMN oleh pemerintah adalah
1) Universitas Indonesia (UI) : PP no 152/2000
2) Universitas Gajah Mada (UGM) : PP no 153/2000
3) Institut Pertanian Bogor (IPB) : PP no 154/2000
4) InstitutTeknologi Bandung (ITB) : PP no 155/2000
Kemudian menyusul tiga universitas lainnya :
1) UniversitasSumatera Utara (USU) : PP no 56/2003
2) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung : PP no 6/2004
3) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya : PP no 30/2006
Ciri-ciri BHMN adalah :
1) Memiliki Majelis Wali Amanat(MWA)
2) Memiliki Senat Akademik (SA)
3) Memiliki Otonomi manajemen dana dan akademik
Pada tahun 2008 disahkan undang-undang tentang Badan Hukum Pendidikan.
Prinsip BHP :
1) Nirlaba
2) Otonom
3) Akuntabel
4) Transparan
5) Penjamin mutu
6) Layanan prima
7) Akses yang berkeadilan
8) Keberagaman
9) Keberlanjutan
10) Partisipasi atas tanggung jawab negara

D. Regulasi tentang Badan Layanan Umum


Regulasi khusus yang menjelaskan tentang BLU adalah PP no 23/200 tentang
Pengelolaan Keuangan BLU.
Kriteria untuk Menjadi BLU :
1) Bukan kekayaan negara/daerah yang dipisahkan sebagai satuan kerja instnasi
pemerintah
2) Dikelola secara otonom denganprinsip efisiensi dan produktivitas ala
korporasi
3) Berperan sebagai agen dari menteri/pimpinan lembaga induknya:
a) Kedua belah pihak menandatangani kontrak kinerja
b) Menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab ata kebijakan layanan yang
hendak dihasilkan,
c) BLU bertanggungjawab menyajikan layanan yang diminta.
2. Perkembangan Regulasi Terkait Keuangan Negara
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
1) Kekuasaan atas Pengelolaan keuangan Negara
2) Penyusunan dan Penetapan APBN
3) Penyusunan dan Penetapan APBD
4) Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah
Daerah, serta Pemerintah/Lembaga Asing.
5) Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan Perusahaan Negara, Perusahaan
Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola Dana Masyarakat
6) Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan APBD

b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


1) Runag lingkup dan asas umum perbendaharaan negara
2) Kewenangan pejabat perbendaharaan negara
3) Pelaksanaan pendapatan dan belanja negara atau daerah
4) Pengelolaan uang negara/daerah
5) Pengelolaan piutang dan utang negara
6) Pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah
7) Penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD
8) Pengendalian intern pemerintah
9) Penyelesaian kerugian negara/daerah
10) Pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum
c. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
d. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
tanggung Jawab Keuangan Negara
Pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntans publik berdasarkan ketentuan UU yang
selanjutnya wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.
3. Perkemabangan Regulasi Terkait Otonomi Daerah
a. Undang-Undang Nomor 32Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
b. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antaraPemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Standar Internasional Akuntansi Sektor Publik (International Public Sector


Accounting Standards - IPSAS)
IPSAS bertujuan:
a. Meningkatkan kualitas dari tujuan utama dalam melaporkan keuangan sektor
publik,
b. Menginformasikan secara lebih jelas pembagian alokasi sumber daya yang
dilakukan oleh entitas sektor publik,
c. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas entitas sektor publik.

PSAK 45

Beberapa hal yang diatur dalam PSAK 45:


a. Tujuan utama laporan keuangan
b. Jenis-jenis laporan keuangan organisasi nirlaba
c. Contoh bentuk laporan keuangan organisasi nirlaba

Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)

Desakan penerapan IPSAS di Indonesia melatarbelakangi pembentukan komite SAP.


Dewan Standar Akuntansi Sektor Publik-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menghasilkan
Exposure Draft Standar Akuntansi Sektor Publik.
Menteri Keuangan RI telah menetapkan keputusan menteri keuangan no.308/KMK.012/2002
Tanggal 13 Juni 2002 tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah,
sebagaimana telah beberapa kali ada diubah dengan Keputusan Menteru Keuangan
no.379/KMK.012/2004 Tanggal 6 Agustus 2004.
Dengan dikeluarkannya UU no 1/2004,diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan RI no
84/2004, kemudian diubah kembali dengan Keputusan Presiden RI no 2/2005 tentang
KSAP.
4. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN)
SPKN adalah standar yang mennjadi panduan dalam proses audit di Indonesia.
SPKN berlaku untuk :
1) BPK RI
2) Akuntan publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas
pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK-Ri
3) Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), termasuk Satuan Pengawas Intern
(SPI) BUMN/BUMD sebagai acuan dalam menyusun standar pemeriksaan sesuai dengan
kedudukan, tugas pokok, dan fungsi masing-masing.
4) Pihak-pihak lain yang ingin menggunakan SPKN.
SPKN membagi audit/pemeriksaan menjadi tiga jenis :
1) Pemeriksaan keuangan
2) Pemeriksaan kinerja
3) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Standar umum SPKN memberikan kerangka dasar yang penting untuk menerapkan standar
pekerjaan lapangan dan standar pelaporan secara efektif. Standar umum SPKN
menjelaskan tentang :
1) Persyaratan Kemampuan/Keahlian
2) Persyaratan Independensi
3) Penggunaan Kemahiran Profesional secara Cermat dan Seksama
4) Pengendalian Mutu.

Format Laporan Nirlaba

Menurut PSAK 45, organisasi nirlaba perlu menyusun setidaknya 4 jenis laporan
keuangan sebagai berikut:
1. Laporan posisi keuangan (neraca) pada akhir periode laporan
2. Laporan aktivitas untuk suatu periode pelaporan
3. Laporan arus kas untuk suatu periode pelaporan
4. Catatan atas laporan keuangan

Dari keempat jenis laporan tersebut, dapat dicermati bahwa laporan keuangan
organisasi nirlaba mirip dengan organisasi bisnis, kecuali pada 3 hal utama, yaitu:
a. Komponen laporan posisi keuangan organisasi nirlaba memiliki beberapa keunikan
bila dibandingkan dengan komponen laporan keuangan organisasi bisnis. Hal ini akan
dijelaskan pada bagian berikutnya.
b. Organisasi nirlaba tidak memiliki laporan laba rugi, namun laporan ini dapat
dianalogikan dengan laporan aktivitas. Informasi sentral dalam laporan laba rugi
umumnya terletak pada komponen laba atau rugi yang dihasilkan organisasi bisnis
dalam satu periode. Sementara itu, informasi sentral dalam laporan aktivitas
terletak pada perubahan aset neto yang dikelola oleh organisasi nirlaba.
c. Organisasi nirlaba tidak memiliki laporan perubahan ekuitas sebagaimana layaknya
organisasi bisnis. Hal ini disebabkan organisasi nirlaba tidak dimiliki oleh
entitas manapun. Ekuitas dalam organisasi nirlaba bisa dianalogikan dengan aset
neto yang akan disajikan pada laporan aktivitas. Aset neto tersebut terdiri dari
tiga jenis, sebagaimana dijelaskan berikut ini:

a. Aset neto tidak terikat adalah sumber daya yang penggunaannya tidak dibatasi
untuk tujuan tertentu oleh penyumbang. Adapun bila sumbangan tersebut terikat, itu
berarti sumbangan tersebut dibatasi penggunaannya oleh penyumbang untuk tujuan
tertentu. Pembatasan tersebut dapat bersifat permanen atau temporer.
b. Aset neto terikat temporer adalah sumber daya yang pembatasan penggunaannya
dipertahankan sampai dengan periode tertentu atau sampai dengan terpenuhinya
keadaan tertentu. Pembatasan penggunaan ini bisa ditetapkan oleh donatur maupun
oleh organisasi nirlaba itu sendiri (misal: untuk melakukan ekspansi, atau untuk
membeli aset tertentu).
c. Aset neto terikat permanen adalah sumber daya yang pembatasan penggunaannya
dipertahankan secara permanen. Namun demikian, organisasi nirlaba diizinkan untuk
menggunakan sebagian atau semua penghasilan atau manfaat ekonomi lainnya yang
berasal dari sumber daya tersebut. Contoh aset jenis ini adalah dana abadi,
warisan, maupun wakaf.

Meski PSAK 45 didedikasikan bagi organisasi nirlaba, namun standar ini juga
dapat diterapkan oleh lembaga pemerintah, dan unit-unit sejenis lainnya. Namun
perlu dicatat bahwa penerapan pada organisasi selain nirlaba tersebut hanya dapat
dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Jenis dan Komponen Laporan Keuangan Organisasi Nirlaba


Laporan keuangan organisasi nirlaba meliputi (1) laporan posisi keuangan pada akhir
periode laporan, (2) laporan aktivitas serta (3) laporan arus kas untuk suatu
periode pelaporan, dan (4) catatan atas laporan keuangan.

1. Laporan Posisi Keuangan / Neraca


Laporan ini bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai aset, kewajiban, dan
aset bersih dan informasi mengenai hubungan di antara unsur-unsur tersebut pada
waktu tertentu. Informasi ini dapat membantu para penyumbang, anggota organisasi,
kreditur dan pihak-pihak lain untuk menilai:
a. kemampuan organisasi untuk memberikan jasa secara berkelanjutan, dan
b. likuiditas, fleksibilitas keuangan, kemampuan untuk memenuhi kewajibannya,
serta kebutuhan pendanaan eksternal.
Lebih lanjut, komponen dalam laporan posisi keuangan mencakup:

Aset
a. Kas dan setara kas;
Bila ada kas atau aset lain yang dibatasi penggunaanya oleh penyumbang, maka hal
ini harus disajikan
terpisah dari kas atau aset lain yang tidak terikat penggunaannya.
Piutang (misalnya: piutang pasien, pelajar, anggota, dan penerima jasa yang lain);
Persediaan;
Sewa, asuransi, dan jasa lainnya yang dibayar di muka;
Surat berharga/efek dan investasi jangka panjang;
Tanah, gedung, peralatan, serta aset tetap lainnya yang digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa, dan lain-lain.
Bila dilihat dari susunan tersebut, dapat dipahami bahwa penyajian aset pada
laporan posisi keuangan suatu organisasi nirlaba juga diurutkan berdasarkan
likuiditasnya – kemampuan suatu aset untuk dengan mudah dikonversi menjadi kas.

Liabilitas
a. Utang dagang;
b. Pendapatan diterima dimuka;
c. Utang jangka panjang, dan lain-lain
Dalam penyajiannya, liabilitas tetap diurutkan berasarkan masa jatuh temponya.

Aset Bersih
Aset bersih tidak terikat. Aset bersih jenis ini umumnya meliputi pendapatan dari
jasa, penjualan barang, sumbangan, dan dividen atau hasil investasi, dikurangi
beban untuk memperoleh pendapatan tersebut. Batasan terhadap penggunaan aset bersih
tidak terikat dapat berasal dari sifat organisasi, lingkungan operasi, dan tujuan
organisasi yang tercantum dalam akte pendirian, serta dari perjanjian kontraktual
dengan pemasok, kreditur dan pihak lain yang berhubungan dengan organisasi.
Aset bersih terikat temporer. Pembatasan ini bisa berupa pembatasan waktu maupun
penggunaan, ataupun keduanya. Contoh pembatasan temporer ini bisa berlaku terhadap
(1) sumbangan berupa aktivitas operasi tertentu, (2) investasi untuk jangka waktu
tertentu, (3) penggunaan selama periode tertentu dimasa depan, atau (4) pemerolehan
aset tetap. Informasi mengenai jenis pembatasan ini dapat disajikan sebagai unsur
terpisah dalam kelompok aset bersih terikat temporer atau disajikan dalam catatan
atas laporan keuangan.
Aset bersih terikat permanen. Pembatasan ini bisa dilakukan terhadap (1) aset
seperti tanah atau karya seni yang disumbangkan untuk tujuan tertentu, untuk
dirawat dan tidak untuk dijual, atau (2) aset yang disumbangkan untuk investasi
yang mendatangkan pendapatan secara permanen. Kedua jenis pembatasan ini dapat
disajikan sebagai unsur terpisah dalam kelompok aset bersih yang penggunaannya
dibatasi secara permanen atau disajikan dalam catatan atas laporan keuangan.

2. Laporan Aktivitas
Tujuan utama laporan aktivitas adalah menyediakan informasi mengenai pengaruh
transaksi dan peristiwa lain yang mengubah jumlah dan sifat aset bersih, hubungan
antar transaksi, dan peristiwa lain, dan bagaimana penggunaan sumber daya dalam
pelaksanaan berbagai program atau jasa. Perubahan aset bersih dalam laporan
aktivitas biasanya melibatkan 4 jenis transaksi, yaitu (1) pendapatan, (2) beban,
(3) gains and losses, dan (4) reklasifikasi aset bersih. Seluruh perubahan aset
bersih ini nantinya akan tercermin pada nilai akhir aset bersih yang disajikan
dalam laporan posisi keuangan.

Adapun informasi dalam laporan ini dapat membantu para stakeholders untuk:
a. mengevaluasi kinerja organisasi nirlaba dalam suatu periode,
b. menilai upaya, kemampuan, dan kesinambungan organisasi dan memberikan jasa,
dan
c. menilai pelaksanaan tanggung jawab dan kinerja manajer.

Secara umum, ketentuan dalam Laporan Aktivitas adalah sebagai berikut:


· Pendapatan disajikan sebagai penambah aset bersih tidak terikat, kecuali jika
penggunaannya dibatasi oleh penyumbang.
· Beban disajikan sebagai pengurang aset bersih tidak terikat.
· Sumbangan dapat disajikan sebagai penambah aset bersih tidak terikat, terikat
permanen, atau terikat temporer, tergantung pada ada tidaknya pembatasan.
· Jika ada sumbangan terikat temporer yang pembatasannya tidak berlaku lagi
dalam periode yang sama, maka sumbangan tersebut dapat disajikan sebagai sumbangan
tidak terikat sepanjang disajikan secara konsisten dan diungkapkan sebagai
kebijakan akuntansi.
· Keuntungan dan kerugian dari investasi dan aset (atau kewajiban) lain diakui
sebagai penambah atau pengurang aset bersih tidak terikat, kecuali jika
penggunaannya dibatasi.
· Selain dari ketiga jenis aset bersih yang ada sebagaimana dijelaskan
sebelumnya, organisasi nirlaba tetap berpeluang untuk menambah klasifikasi aset
berssih sekiranya diperlukan. Klasifikasi ini bisa dilakukan menurut kelompok
operasi atau non-operasi, dapat dibelanjakan atau tidak dapat dibelanjakan, telah
direalisasi atau belum direalisasi, berulang atau tidak berulang, atau dengan cara
lain yang sesuai dengan aktivitas organisasi.
Lebih lanjut, komponen dalam laporan aktivitas mencakup:

Pendapatan
Sumbangan;
Jasa layanan;
Penghasilan investasi.
Semua pendapatan tersebut disajikan secara bruto. Namun, khusus untuk pendapatan
investasi dapat disajikan secara neto dengan syarat beban-beban terkait, seperti
beban penitipan dan beban penasihat investasi, diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan. Komponen lain yang juga disajikan dalam jumlah neto adalah
keuntungan dan kerugian yang berasal dari transaksi insidental atau peristiwa lain
yang berada di luar pengendalian organisasi dan manajemen. Misalnya, keuntungan
atau kerugian penjualan tanah dan gedung yang tidak digunakan lagi.

Beban
Beban terkait program pemberian jasa. Aktivitas terkait dengan beban jenis ini
antara lain aktivitas untuk menyediakan barang dan jasa kepada para penerima
manfaat, pelanggan, atau anggota dalam rangka mencapai tujuan atau misi organisasi.
Beban terkait aktivitas pendukung (meliputi semua aktivitas selain program
pemberian jasa). Umumnya, aktivitas pendukung mencakup:
· Aktivitas manajemen dan umum, meliputi pengawasan, manajemen bisnis, pembukuan,
penganggaran, pendanaan, dan aktivitas administratif lainnya.
· Aktivitas pencarian dana, meliputi publikasi dan kampanye pencarian dana;
pengadaan daftar alamat penyumbang; pelaksanaan acara khusus pencarian dana;
pembuatan dan penyebaran manual, petunjuk, dan bahan lainnya; dan pelaksanaan
aktivitas lain dalam rangka pencarian dana dari individu, yayasan, pemerintah dan
lain-lain.
· Aktivitas pengembangan anggota meliputi pencarian anggota baru dan pengumpulan
iuran anggota, hubungan dan aktivitas sejenis
3. Laporan Arus Kas
Tujuan utama laporan arus kas adalah menyajikan informasi mengenai penerimaan dan
pengeluaran kas dalam suatu periode. Adapun klasifikasi penerimaan dan pengeluaran
kas pada laporan arus kas organisasi nirlaba, sama dengan yang ada pada organisasi
bisnis, yaitu: arus kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas
pendanaan. Metode penyusunan laporan arus kas pun bisa menggunakan metode langsung
(direct method) maupun metode tidak langsung (indirect method).

Arus kas dari aktivitas operasi umumnya berasal dari pendapatan jasa, sumbangan,
dan dari perubahan atas aset lancar dan kewajiban lancar yang berdampak pada kas.
Sementara itu, arus kas dari aktivitas investasi biasanya mencatat dampak perubahan
aset tetap terhadap kas, misal karena pembelian peralatan, penjualan tanah, dsb.
Lebih lanjut, arus kas dari aktivitas pendanaan berasal dari penerimaan kas dari
penyumbang yang penggunaannya dibatasi untuk jangka panjang; penerimaan kas dari
sumbangan dan penghasilan investasi yang penggunaannya dibatasi untuk perolehan,
pembangunan dan pemeliharaan aset tetap, atau peningkatan dana abadi (endowment),
atau dari hasil investasi yang dibatasi penggunaannya untuk jangka panjang.

Semetara itu, ada kalanya organisasi nirlaba melakukan transaksi yang mengakibatkan
perubahan pada komponen posisi keuangan, namun perubahan tersebut tidak
mengakibatkan kas. Misalnya, adanya pembelian kendaraan operasional dengan utang,
sumbangan berupa bangunan atau aset investasi lainnya. Transaksi sejenis ini (yang
tidak mengakibatkan adanya perubahan kas) harus diungkapkan pada catatan atas
laporan keuangan.

Format SAP PP 71 no 2010


pelaksanaan akuntansi keuangan daerah adalah mengenai penerapan PP 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan sebagai pengganti PP Nomor 24 Tahun 2005.
Dimana PP 71 merupakan penerapan akuntansi pemerintahan berbasis akrual murni
meskipun didalam peraturan tersebut juga masih diakomodir pilihan menerapkan basis
kas menuju akrual sebagaimana yang diatur didalam PP nomor 24 tahun 2005 selama
masa transisi dimana pelaksanaan akrual murni paling tidak harus diterapkan paling
lambat empat (4) tahun setelah peraturan ini diterbitkan.
Komitmen Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan reformasi di bidang akuntansi
terutama untuk penerapan akuntansi berbasis akrual pada setiap instansi
pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun pemerintahan daerah, dimulai tahun
anggaran 2008. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dalam Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut: ”Ketentuan
mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini
dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan
pengakuan dan pengukuran berbasis kas.”
Apa yang dimaksud dengan akuntansi berbasis akrual, yaitu suatu basis
akuntansi di mana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat, dan
disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya transaksi tersebut, tanpa
memperhatikan waktu kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Dalam akuntansi
berbasis akrual, waktu pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus
sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi yang paling komprehensif karena
seluruh arus sumber daya dicatat.

Study #14 IFAC Public Sector Committee (2002) menyatakan bahwa pelaporan berbasis
akrual bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja pemerintah terkait biaya jasa layanan,
efisiensi, dan pencapaian tujuan. Dengan pelaporan berbasis akrual, pengguna dapat
mengidentifikasi posisi keuangan pemerintah dan perubahannya, bagaimana pemerintah
mendanai kegiatannya sesuai dengan kemampuan pendanaannya sehingga dapat diukur
kapasitas pemerintah yang sebenarnya. Akuntansi pemerintah berbasis akrual juga
memungkinkan pemerintah untuk mengidentifikasi kesempatan dalam menggunakan
sumberdaya masa depan dan mewujudkan pengelolaan yang baik atas sumberdaya
tersebut.
Jika dibandingkan dengan akuntansi pemerintah berbasis kas menuju akrual, akuntansi
berbasis akrual sebenarnya tidak banyak berbeda. Pengaruh perlakuan akrual dalam
akuntansi berbasis kas menuju akrual sudah banyak diakomodasi di dalam laporan
keuangan terutama neraca yang disusun sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Keberadaan pos
piutang, aset tetap, hutang merupakan bukti adanya proses pembukuan yang
dipengaruhi oleh asas akrual.
Ketika akrual hendak dilakukan sepenuhnya untuk menggambarkan berlangsungnya esensi
transaksi atau kejadian, maka kelebihan yang diperoleh dari penerapan akrual adalah
tergambarkannya informasi operasi atau kegiatan. Dalam sektor komersial, gambaran
perkembangan operasi atau kegiatan ini dituangkan dalam Laporan Laba Rugi.
Sedangkan dalam akuntansi pemerintah, laporan sejenis ini diciptakan dalam bentuk
Laporan Operasional atau Laporan Surplus/Defisit.
Dengan demikian, perbedaan kongkrit yang paling memerlukan perhatian adalah
jenis/komponen laporan keuangan. Perbedaan mendasar SAP PP 24/2005 dengan SAP
Akrual terletak pada PSAP 12 mengenai Laporan Operasional. Entitas pemerintah
melaporkan secara transparan besarnya sumber daya ekonomi yang didapatkan, dan
besarnya beban yang ditanggung untuk menjalankan kegiatan pemerintahan.
Surplus/defisit operasional merupakan penambah atau pengurang ekuitas/kekayaan
bersih entitas pemerintahan bersangkutan. Secara ringkas perbedaan komponen
laporan keuangan basis akrual dengan basis kas menuju akrual disajikan pada
Lampiran II.

Didalam struktur SAP berbasis akrual berdasar PP 71 Tahun 2010 terdapat tambahan
pernyataan standar akuntansi yaitu pada pernyataan PSAP Nomor 12 tentang Laporan
Operasional, adapun Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan adalah sebagai
berikut :
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP)terdiri dari: PSAP Nomor 01 tentang
Penyajian Laporan Keuangan; PSAP Nomor 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran; PSAP
Nomor 03 tentang Laporan Arus Kas; PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan
Keuangan;PSAP Nomor 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan; PSAP Nomor 05 tentang
Akuntansi Persediaan; PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi; PSAP Nomor 07
tentang Akuntansi Aset Tetap; PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam
Pengerjaan; PSAPN 09 tentang Akuntansi Kewajiban; PSAP Nomor 10 tentang Koreksi
Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa; PSAPN 11
tentang Laporan Keuangan Konsolidasian; dan PSAP Nomor 12 tentang Laporan
Operasional.

KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN


Perbedaan antara PP 71 dengan PP 24 juga terdapat pada komponen laporan keuangan,
dimana pada PP 24 terdapat empat (4) jenis laporan keuangan yaitu : 1. Neraca; 2.
Laporan Arus Kas; 3. Laporan Realisasi Anggaran; 4. Catatan atas Laporan Keuangan.
Didalam PP 71 laporan keuangan yang harus disusun oleh Pemda bertambah menjadi enam
(6) jenis laporan keuangan yaitu :Laporan Realisasi Anggaran; Laporan Perubahan
Saldo Anggaran Lebih (SAL); Neraca; Laporan Arus Kas; Laporan Operasional; Laporan
Perubahan Ekuitas; Catatan atas Laporan Keuanggan. secara garis besar, penjelasan
tentang jenis-jenis laporan keuangan tersebut adalah sebagai berikut:

LAPORAN REALISASI ANGGARAN


Meskipun basis yang harus digunakan adalah basis akrual, khusus untuk LRA masih
menggunakan cash basis yang menyajikan informasi realisasi pendapatan-LRA, belanja
transfer surplus/defisit LRA dan belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan
pembiayaan, yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu
periode. Struktur LRA tidak ada perubahan yang terdiri dari: Pendapatan-LRA,
Belanja, Transfer, Surplus/defisit-LRA, Pembiayaan, Sisa lebih/kurang pembiayaan
anggaran (SiLPA/SiKPA).

LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH


Laporan ini melaporkan mutasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang merupakan
akumulasi saldo SiLPA/SiKPA dari LRA, adapun struktur SAL adalah sebagai berikut:
Saldo Anggaran Lebih awal; Penggunaan Saldo Anggaran Lebih; Sisa Lebih/Kurang
Pembiayaan Anggaran tahun berjalan; Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya;
danLain-lain

NERACA
Merupakan laporan keuangan yang telah menerapkan basis akrual, karena itu tidak
terdapat perbedaan signifikan hanya saja ada sedikit tambahan pos-pos didalam sisi
asset dan perubahan format pada sisi ekuitas, dimana ekuitas dana tidak dirinci
kedalam EDL, EDI dan EDC tapi merupakan jumlah total selisih antara asset dan
kewajiban, perubahan itu jadi membuat format neraca lebih sederhana. format neraca
terdiri dari Aset, Kewajiban dan Ekuitas (tanpa dirinci lebih lanjut ke EDL, EDI,
EDC).

LAPORAN OPERASIONAL
Format laporan operasional terdiri dari : Pendapatan-LO dari kegiatan
operasional, Beban dari kegiatan operasional, Surplus/Defisit dari Kegiatan Non
Operasional, bila ada, Pos luar biasa, bila ada, Surplus/defisit-LO. perbedaan
signifikan LO dan LRA terletak pengakuan belanja dan beban. Diatas telah
dijelaskan bahwa penyusunan LRA masih menggunakan kas basis dalam arti kata
pengakuan belanja di LRA adalah sebesar kas yang dikeluarkan dari kas daerah, juga
pendapatan diakui pada saat diterima dikas daerah. Sedangkan pengakuan beban pada
laporan operasional adalah juga meliputi kewajiban/biaya yang timbul meskipun belum
dibayar tidak semata-mata melihat apakah kas tersebut sudah keluar atau belum dari
kas daerah. hal yang sama juga berlaku pada pengakuan pendapatan yaitu pada saat
timbulnya hak atas pendapatan tersebut. Pengertian timbulnya hak tersebut perlu
dijelaskan bahwa timbulnya harus ditandai dengan suatu dokumen yang menyatakan
bahwa benar-benar hak tersebut diperkirakan dapat direalisasikan. Dalam pengertian
ini tidak termasuk potensi-potensi sumber-sumber daya yang belum dieksploitasi
(national resources), misalnya kandungan minyak, kandungan batu bara, ikan, hutan,
dan sebagainya.

LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS


Menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos: Ekuitas awal Surplus/Defisit LO pada periode
bersangkutan, dan koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas dana

HUBUNGAN ANTAR LAPORAN KEUANGAN


PP 71 mengakomodasi dua jenis pelaporan, yaitu laporan pelaksanaan anggaran dan
laporan financial. Laporan pelaksanaan anggaran terdiri dari Laporan Realisasi
Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih. Sedangkan laporan financial
terdiri dari neraca, Laporan Operasional, Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan
dan laporan perubahan ekuitas.

STRATEGI PENERAPAN SAP BERBASIS AKRUAL (PP 71 2010)


Didalam menerapkan PP 71, hendaknya setiap pemda merumuskan strategi yang dimulai
dari aturan pelaksanaan menyangkut penyiapan aturan pelaksanaan dan kebijakan
akuntansi, kemudian pengembangan sistem akuntansi dan TI, pengembangan kapasitas
SDM, semua itu harus disosialisasikan agar ada keseragaman pandangan didalam
pelaksanaan teknis akuntansi diseluruh SKPD.
Demikian sekilas tentang penerapan PP 71, semoga dapat memberikan gambaran umum
tentang persiapan apa yang harus dilakukan didalam masa transisi penerapan SAP
berbasis akrual.

Anda mungkin juga menyukai