Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di arteri yang bersifat

sistemik alias berlangsung terus-menerus untuk jangka waktu lama.

Hipertensi tidak terjadi tiba-tiba, melainkan melalui proses yang cukup

lama. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol untuk periode tertentu

akan menyebabkan tekanan darah tinggi permanen yang disebut hipertensi

(Lingga, 2012).

Untuk menentukan terjadi atau tidaknya hipertensi diperlukan

setidaknya tiga kali pengukuran tekanan darah pada waktu yang berbeda.

Jika dalam tiga kali pengukuran selama interval 2-8 pekan angka tekanan

darah tetap tinggi, maka patut dicurigai sebagai hipertensi. Pengecekan

retina mata dapat menjadi cara sederhana untuk membantu menentukan

hipertensi pada diri seseorang (Lingga, 2012).

Hipertensi biasa dicatat sebagai tekanan sistolik dan diastolik.

Tekanan sistolik merupakan tekanan darah maksimum dalam arteri yang

disebabkan sistoleventricular. Hasil pembacaan tekanan sistolik

menunjukkan tekanan atas yang nilainya lebih besar. Sedangkan tekanan

diastolik merupakan tekanan minimum dalam arteri yang disebabkan oleh

diastoleventricular (Widyanto, S. & Triwibowo, C., 2013).


Hipertensi adalah suatu kondisi saat nilai tekanan sistolik>140

mmHg atau nilai tekanan diastolik>90 mmHg. Menurut InaSH

(Perhimpunan Hipertensi Indonesia), untuk menegakkan diagnosis

hipertensi perlu dilakukan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan

jarak 1 minggu bila tekanan darah kurang dari 160/100 mmHg (Garnadi,

2012).

2. Batasan Hipertensi

Batasan mengenai tekanan darah tersebut ditetapkan dan dikenal

dengan ketetapan JNC VII (The Seventh Report of The Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of Hight

Blood Pressure). Ketetapan ini juga telah disepakati WHO, organisasi

hipertensi internasional, maupun organisasi hipertensi regional, termasuk

yang ada di Indonesia (Susilo dan Wulandari, 2010).

Dari batasan tersebut terlihat bahwa mereka yang mempunyai

tekanan darah normal yaitu bila tekanan darahnya lebih rendah dari 120/80

mmHg. Di atas dari batasan tersebut sudah termasuk dalam kategori pre-

hipertensi dan atau hipertensi (Susilo dan Wulandari, 2010).

3. Klasifikasi Hipertensi

Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan menggunakan

sfigmomanometer air raksa atau dengan tensimeter digital. Hasil dari

pengukuran tersebut adalah tekanan darah sistolik maupun diastolik yang

dapat digunakan untuk menentukan hipertensi atau tidak. Terdapat


klasifikasi hipertensi pada hasil pengukuran tersebut. Adapun klasifikasi

hipertensi menurut JNC VII 2003 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII 2012

Sistolik Diastolik
Klasifikasi
(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 <80
Prehipertensi 120-139 80-90
Hipertensi Tingkat I 140-159 90-99
Hipertensi Tingkat II >160 >100
Sumber : JNC VII 2003 (Garnadi, 2012)
*JNC VII-Seventh report of joint national comitte on prevention, detection,

evaluation and treatment of high blood pressure-adalah suatu komite

hipertensi di Amerika Serikat (USA). Komite ini menerbitkan klasifikasi

derajat hipertensi, serta menangani masalah pencegahan, deteksi, evaluasi,

dan penanganan hipertensi di negeri tersebut (Garnadi, 2012).

4. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibagi dalam dua

golongan yaitu :

a. Hipertensi esensial (hipertensi primer)

Sekitar 90-95% penderita hipertensi adalah hipertensi primer.

Hipertensi primer biasanya dimulai sebagai proses labil (intermitten)

pada individu pada akhir 30-an dan awal 50-an yang secara bertahap

akan menetap. Hipertensi primer secara pasti belum diketahui

penyebabnya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa hipertensi primer

dini didahului oleh peningkatan curah jantung, kemudian menetap dan


menyebabkan peningkatan tahanan tepi pembuluh darah total. Gangguan

emosi, obesitas, konsumsi alkohol yang berlebih, rangsang kopi yang

berlebih, rangsang konsumsi tembakau, obat-obatan, dan keturunan

berpengaruh pada proses terjadinya hipertensi primer. Penyakit hipertensi

lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria.

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan karena

gangguan pembuluh darah atau organ tertentu. Secara sederhananya,

hipertensi sekunder disebabkan karena adanya penyakit lain. Berbeda

dengan hipertensi primer, hipertensi sekunder sudah diketahui

penyebabnya seperti disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin,

obat dan lain sebagainya.

1. Penyakit parenkim ginjal

Permasalahan pada ginjal yang menyebabkan kerusakan parenkim

akan menyebabkan hipertensi. Kondisi hipertensi yang ditimbulkan

akan semakin memperparah kondisi kerusakan ginjal. Sekitar 80%

penderita hipertensi pada anak-anak disebabkan oleh penyakit ginjal.

2. Hipertensi renovaskular

Hipertensi renovaskular menyebabkan gangguan dalam vaskularisasi

darah ke ginjal seperti arterosklerosis. Penurunan pasokan ginjal akan

menyebabkan produksi renin pisilateral dan meningkatkan tekanan

darah, sering diatasi secara farmakologis dengan ACE inhibitor.

Hipertensi pada kehamilan termasuk dalam hipertensi renovaskular

ini.
3. Endokrin

Gangguan aldosteronisme primer akan berpengaruh terhadap

hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan rendahnya kadar renin

mengakibatkan kelebihan natrium dan air sehingga berdampak pada

meningkatnya tekanan darah.

4. Obat

Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipertensi adalah alat

kontrasepsi KB hormonal seperti pil atau suntik, kortikosteroid, dan

obat anti depresi trisiklik. Kebanyakan alat kontrasepsi mengandung

kombinasi estrogen dan progresteron dalam proporsi yang bervariasi

dan mungkin bertentangan dengan system renin-angiotensin yang

menjaga keseimbangan regulasi cairan tubuh (Widyanto dan

Triwibowo, 2013).

5. Gejala Hipertensi

Walaupun penyakit ini dianggap tidak memiliki gejala awal,

sebenarnya ada beberapa gejala yang tidak terlalu tampak sehingga sering

tidak dihiraukan oleh penderita. Gejala-gejala yang dirasakan penderita

hipertensi antara lain pusing, mudah marah, telinga berdengung, sukar

tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, mata berkunang-

kunang, mimisan (jarang dilaporkan), muka pucat, suhu tubuh rendah.

Gejala-gejala yang sifatnya khusus tersebut akan terasa pada kondisi atau

aktivitas tertentu berhubungan dengan perubahan dan proses-proses

metabolisme tubuh yang sedikit terganggu.


a. Kondisi istirahat

Gejala hipertensi pada kondisi istirahat berupa kelemahan dan letih,

nafas pendek, gaya hidup monoton, frekuensi jantung meningkat.

b. Berkaitan dengan sirkulasi darah

Gejala hipertensi berkaitan dengan sirkulasi darah berupa kenaikan

tensi darah, nadi denyutan jelas, kulit pucat, suhu dingin akibat

pengisian pembuluh kapiler mungkin melambat.

c. Kondisi emosional

Berkaitan dengan masalah emosional, seseorang pasti mengalami

riwayat perubahan kepribadian. Hal tersebut dapat dipicu oleh faktor-

faktor multiple stress atau tekanan yang bertumpuk seperti hubungan

dengan orang lain, keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Gejala

hipertensi berkaitan dengan kondisi emosional berupa fluktuasi turun

naik, suasana hati yang tidak stabil, rasa gelisah, penyempitan

perhatian, tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela,

peningkatan pola bicara.

d. Kondisi makanan dan pencernaan

Gejala-gejala hipertensi berkaitan dengan kondisi makanan dan

pencernaan berupa makanan yang disukai mencakup makanan tinggi

natrium, lemak serta kolesterol, sering mual dan muntah, perubahan

berat badan secara drastis (meningkat/turun), riwayat penggunaan obat

diuretik, adanya edema, glikosuria.


e. Berhubungan dengan respon saraf

Gejala hipertensi berhubungan dengan respons saraf, berupa keluhan

pusing, berdenyut-denyut, sakit kepala terjadi saat bangun dan

menghilang secara spontan setelah beberapa jam, gangguan

penglihatan, misalnya penglihatan kabur, perubahan keterjagaan,

gangguan orientasi, pola isi bicara berubah, proses pikir terganggu,

penurunan kekuatan genggaman tangan, sering batuk, gangguan

koordinasi/cara berjalan, perubahan penurunan postural (Townsend,,

2010).

6. Faktor Risiko

Faktor risiko hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 kelompok,

yaitu faktor risiko yang dapat dikontrol dan faktor risiko yang tidak dapat

dikontrol.

a. Faktor risiko yang tidak dapat dikontrol:

1. Umur

Pada umumnya tekanan darah akan naik dengan

bertambahnya umur terutama setelah umur 40 tahun. Hal itu

disebabkan oleh kaku dan menebalnya arteri karena

arteriosclerosis sehingga tidak dapat mengembang pada saat

jantung memompa darah melalui arteri tersebut.

2. Jenis kelamin

Pria cenderung mengalami tekanan darah yang tinggi

dibandingkan dengan wanita. Rasio terjadinya hipertensi antara


pria dan perempuan sekitar 2,9 untuk kenaikan tekanan darah

sistolik dan 3,6 untuk kenaikan tekanan darah diastolik. Laki-laki

cenderung memiliki gaya hidup yang dapat meningkatkan tekanan

darah dibandingkan perempuan.Tekanan darah pria mulai

meningkat ketika usianya berada pada rentang 35-50 tahun.

Kecenderungan seorang perempuan terkena hipertensi terjadi pada

saat menopause karena faktor hormonal.

3. Keturunan

Sekitar 70-80% orang dengan hipertensi-hipertensi primer

ternyata memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya. Apabila

riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka risiko

terjadinya hipertensi primer 2 kali lipat dibanding dengan orang

lain yang tidak mempunyai riwayat hipertensi pada orang tuanya.

Faktor genetik yang diduga menyebabkan penurunan risiko

terjadinya hipertensi terkait pada kromosom 12p dengan fenotip

postur tubuh pendek disertai brachydactyly dan efek

neurovaskuler.

b. Faktor risiko yang dapat dikontrol:

1. Obesitas

Faktor risiko penyebab hipertensi yang diketahui dengan

baik adalah obesitas. Secara fisiologis, obesitas didefinisikan

sebagai suatu keadaan akumulasi lemak berlebih di jaringan

adiposa. Kondisi obesitas berhubungan dengan peningkatan

volume intravaskuler dan curah jantung. Daya pompa jantung dan


sirkulasi volume darah penderita hipertensi dengan obesitas lebih

tinggi dibandingkan dengan penderita hipertensi dengan berat

badan normal.

2. Merokok

Merokok dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut

jantung melalui mekanisme sebagai berikut :

 Merangsang saraf simpatis untuk melepaskan norepineprin

melalui saraf arenergi dan meningkatkan catecolamine yang

dikeluarkan melalui medulla adrenal.

 Merangsang kemoreseptor di arteri karotis dan aorta bodies

dalam meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah.

 Secara langsung melalui otot jantung yang mempunyai efek

inotropik (+) dan efek chonotropik.

3. Alkohol

Penggunaan alkohol secara berlebihan juga dapat

meningkatkan tekanan darah. Mungkin dengan cara meningkatkan

katekolamin plasma (Widyanto dan Triwibowo, 2013).


Sumber : Widyanto dan Triwibowo, 2013

Gambar : 2.1 Faktor resiko hipertensi

7. Patofisiologi

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan

perifer (peripheral resistance). Tekanan darah membutuhkan aliran darah

melalui pembuluh darah yang ditentukan oleh kekuatan pompa jantung

(cardiac output) dan tahanan perifer. Sedangkan cardiac output dan

tahanan perifer dipengaruhi oleh faktor-faktor yang saling berinteraksi

yaitu natrium, stress, obesitas, genetik, dan faktor resiko hipertensi

lainnya.

Peningkatan tekanan darah melalui mekanisme :

a. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan darah lebih banyak

cairan setiap detiknya.

b. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga tidak

dapat mengembang saat jantung memompa darah melalui arteri

tersebut. Karena itu, darah dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang

sempit dan menyebabkan naiknya tekanan darah. Penebalan dan


kakunya dinding arteri terjadi karena adanya arterosklerosis, tekanan

darah juga meningkat saat terjadi vasokonstriksi yang disebabkan

rangsangan saraf atau hormon.

c. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi dapat meningkatkan tekanan

darah. Hal ini dapat terjadi karena kelainan fungsi ginjal sehingga tidak

mampu membuang natrium dan air dalam tubuh sehingga volume darah

dalam tubuh meningkat yang menyebabkan tekanan darah juga

meningkat. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan

menghasilkan enzim yang disebut rennin, yang memicu pembentukan

hormone angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan

hormone aldosteron (Widyanto dan Triwibowo, 2013).

8. Dampak Jangka Panjang dari Hipertensi

a. Jantung

Jantung adalah otot yang membutuhkan suplai darahnya sendiri,

yang dibawa oleh arteri koronaria. Jika arteri ini menyempit, darah

tidak dapat mencapai otot jatung secara efisien. Jadi ketika jantung

harus bekerja lebih cepat daripada biasanya, misalnya ketika sedang

berjalan mendaki gunung, otot jantung tidak bisa mendapatkan suplai

darah dan oksigen yang dibutuhkan. Ini menyebabkan rasa sakit di

dada, disebut miokardial iskemia atau angina.

b. Arteri Trombosis

Jika arteri koronaria menyempit dan kemudian darah menggumpal,

bagian otot jantung yang bergantung pada arteri koronaria kemudian


mati. Ini disebut arteri thrombosis, suatu infarksi miokardial, atau

serangan jantung.

c. Gagal Jantung

Selama bertahun-tahun, ketika arteri menyempit dan menjadi

kurang lentur sebagai akibat hipertensi, jantung semakin sulit

memompakan darah secara efisien ke seluruh tubuh. Beban kerja yang

meningkat ini akhirnya merusak jantung dan menghambat kerjanya.

Adanya cairan dalam paru-paru menyebabkan nafas jadi pendek. Ini

disebut kegagalan kardiak kongestif, atau kegagalan jantung.

d. Stroke

Penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak

dapat menyebabkan ketidakberfungsian sementara pada otak yang

dilayani oleh arteri tersebut. Ini disebut serangan ischemik transien

(TIA). Penyumbatan secara permanen pada arteri karena penggumpalan

darah menyebabkan kematian pada bagian otak yang bergantung pada

arteri itu, yang kemudian menimbulkan stroke.

e. Rusaknya pembuluh darah di kaki

Pembuluh darah yang lebih kecil di kaki dapat menjadi rusak,

sehingga darah yang menuju kaki menjadi kurang dan rasa sakit pada

otot betis ketika berjalan.

f. Ginjal

Ketika pembuluh darah yang menyuplai ginjal terkena dampaknya

dapat mengakibatkan kerusakan ginjal secara bertahap. Ini sebabnya

mengapa tes darah untuk memeriksa fungsi ginjal adalah bagian yang
penting dari pemeriksaan rutin pada siapapun yang menderita

hipertensi.

g. Kerusakan retina

Pembuluh darah kecil di mata dapat juga terkena dampaknya,

meskipun tidak teramati sampai kerusakannya meluas. Jarang terjadi

hipertensi yang berat menimbulkan kerusakan retina dengan

perdarahan. Kondisi ini disebut hipertensi yang ganas, dengan

pengobatan yang baik masih ada harapan (Beavers, 2014).

B.KERANGKA KONSEPTUAL

1. Metode SWOT

a. Pengertian Metode SWOT

Analisis SWOT (SWOT analysis) yakni akronim untuk kekuatan

(Strenghts), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunities),

danancaman (Threats) dari lingkungan eksternal perusahaan. Menurut

Jogiyanto (2005:46), SWOT digunakan untuk menilai kekuatan-

kekuatan dan kelemahan-kelemahan dari sumberdaya yang dimiliki

perusahaan dan kesempatan-kesempatan eksternal dan tantangan-

tantangan yang dihadapi.

Analisis SWOT ini didasarkan padalogika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities),

namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness)

dan ancaman (Threats). Analisis SWOT berguna untuk

menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal


yang dihadapi perusahaan dapatd sesuaikan dengan kekuatan dan

kelemahan yang dimiliki (Rangkuti, 2014).

b. Manfaat Metode SWOT

Adalah menjadi metode analisis paling dasar suatu permasalahan

yang dilihat dari 4 sisi berbeda. Hasil analisis SWOT ini berupa

rekomendasi atau arahan antara lain seperti mempertahankan kekuatan

dan menambah keuntungan dari peluang yang ada, sambil mengurangi

kekurngan dan juga menghindari ancaman. Analisis SWOT ini akan

berguna dengan baik jika digunakan dengan benar. Dimana banyak sisi-

sisi terlupakan dan tidak terlihat yang akan muncul dalam analisis

SWOT ini. Sehingga analisis SWOT ini sangat bermanfaat sebagai

analisis strategi untuk meminimalisir kelemahan dan dapat menekan

dampak ancaman yang muncul.

c. Langkah-langkah

a. Strategi SO (Strengths-Opportunities) adalahstrategi yang digunakan

dengan memanfaatkan atau mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki

untuk memanfaatkan berbagaipeluang.

b. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) adalah strategi yang

digunakan dengan seoptimal mungkin meminimalisir kelemahan

yang ada untuk memanfaatkan berbagai peluang

c. Strategi ST (Strengths-Threats) adalah strategi yang digunakan

dengan memanfaatkan atau mengoptimalkan kekuatan untuk

mengurangi berbagai ancaman


d. Strategi WT (Weaknesses-Threats) adalah strategi yang digunakan

untuk mengurangi kelemahan dalam rangka meminimalisir atau

menghindari ancaman (Purwanto, 2006).

Gambar 2.2 Analisis SWOT

2. Penentuan Prioritas Masalah dengan Metode USG

1. Pengertian Metode USG


Urgency, Seriousness, Growth (USG) adalah salah satu alat untuk

menyusun urutan prioritas masalah yang harus diselesaikan.

Caranya dengan menentukan tingkat urgensi, keseriusan, dan

perkembangan masalah dengan menentukan skala nilai 1-5 atau1-10.

Masalah yang memiliki total skor tertinggi merupakan masalah prioritas.

Keterangan skor 1-5

1 = Tidak ada masalah

2 = Sedikit

3 = Sedang

4 = Bermasalah

5 = Sangatbermasalah

Kepner dan Tragoe (1981) menyatakan pentingnya suatu masalah

dibandingkan masalah lainnya dapat dilihat dari tiga aspek berikut:

1) Bagaimana gawatnya masalah dilihat dari pengaruhnya sekarang ini

terhadap produktivitas, orang, dan / atau sumber dana dan daya?

2) Bagaimana mendesaknya dilihat dari waktu yang tersedia?

3) Bagaimanakah perkiraan yang terbaik mengenai kemungkinan

berkembangnya masalah?

Untuk lebih jelasnya, pengertian USG dapat diuraikan sebagai

berikut :

i. Urgency
Seberapa mendesak masalah tersebut harus dibahas dikaitkan

dengan waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu

tersebut untuk memecahkan masalah yang menyebakan masalah

tadi.

ii. Seriuosness

Seberapa serius masalah tersebut perlu dibahas dikaitkan

dengan akibat yang timbul akibat penundaan pemecahan masalah

yang menimbulkan masalah tersebut atau akibat yang menimbulkan

masalah-masalah lain kalau masalah penyebab masalah tidak

dipecahkan.

iii. Growth

Seberapa kemungkinan-kemungkinannya masalah tersebut

menjadi berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab

masalah akan makin memburuk kalau dibuarkan.

3. Penentuan Alternatif Solusi Dan Penentuan Prioritas Alternatif Solusi

Peneliti dalam menentukan alternatif solusi dan penentuan prioritas

Alternatif solusi peneliti kembali menggunakan metode analisis SWOT

dan USG.

Anda mungkin juga menyukai