Tia Agnes Astuti-Fdk PDF
Tia Agnes Astuti-Fdk PDF
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Kom.I)
Oleh
Tia Agnes Astuti
NIM: 106051101943
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H./2011 M.
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Kom.I)
Oleh
Tia Agnes Astuti
NIM: 106051101943
Pembimbing
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H./2011 M.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul ANALISIS WACANA VAN DIJK TERHADAP
BERITA “SEBUAH KEGILAAN DI SIMPANG KRAFT” DI MAJALAH
PANTAU telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Kom.I.)
pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Konsentrasi Jurnalistik.
Sidang Munaqasyah
Anggota,
Penguji 1 Penguji 2
Pembimbing
Jurnalisme sastrawi merupakan salah satu dari tiga nama untuk genre atau
gerakan tertentu dalam jurnalisme yang berkembang di Amerika Serikat, di mana
reportase dilakukan secara mendalam, dan penulisannya dengan gaya sastrawi.
Tom Wolfe pun menyebutnya sebagai new journalism (jurnalisme baru). Di
Indonesia, Majalah Pantau adalah majalah pertama di Indonesia yang secara sadar
menerapkan jurnalisme sastrawi ini dari tahun 2000. “Sebuah Kegilaan di
Simpang Kraft” karya Chik Rini ini diakui Andreas Harsono (penanggung jawab
Majalah Pantau) sebagai salah satu naskah terbaik yang dimiliki oleh Pantau.
Untuk mengetahui pengemasan berita dalam teks “Sebuah Kegilaan di
Simpang Kraft” di Majalah Pantau maka diperlukan rumusan masalah. Adapun
rumusan masalahnya yaitu Bagaimanakah wacana teks dalam berita “Sebuah
Kegilaan di Simpang Kraft” di Majalah Pantau dikonstruksikan? Bagaimanakah
dimensi kognisi sosial dan konteks sosial yang terdapat dalam wacana “Sebuah
Kegilaan di Simpang Kraft” di Majalah Pantau?
Wacana teks dalam berita “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft”
dikonstruksikan dapat dilihat dari penggunaan kata atau bahasa dalam teks,
penggunaan narasumber yang dipakai oleh penulis, serta konstruksi dari segi
kognisi dan konteks sosial penulis yang ikut mengkonstruksi teks tersebut.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan paradigma
konstruktivisisme. Paradigma itu ada tiga, paradigma positivisme-empiris,
paradigma konstruktivisme, dan paradigma kritis. Peneliti menggunakan
konstruktivisme karena dengan pola berpikir konstruksitivis ini menekankan pada
politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang
realitas.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pisau analisis
wacana model Teun van Dijk. Van Dijk membagi wacananya ke dalam tiga
dimensi yaitu dimensi teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Van Dijk tidak
hanya meneliti perihal wacana teks yang dikonstruksikan saja tapi juga mental
dari pengarang serta menganalisa wacana yang berkembang di masyarakat.
Chik Rini mengambil perspektif dari sudut pandang atau angle wartawan
yang menjadi saksi pembunuhan dari peristiwa Simpang Kraft pada Mei 1999.
Teks “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft” tidak semata diambil dari realitas apa
adanya. Tapi, ada beberapa pihak di belakang wacana teks tersebut yang turut
mengkonstruksi teks tersebut. Teks tidak lahir secara positivis namun
konstruktivis.
Dari penjelasan singkat di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa teks tidak
lahir dari realitas yang diambil apa adanya namun realitas dari peristiwa tersebut
dikonstruksi oleh pihak di belakang wacana teks tersebut. Sama halnya seperti
peristiwa Simpang Kraft yang direportase oleh Chik Rini. Peristiwa Simpang
Kraft itu tidak terjadi karena alamiah bentrokan belaka, namun dibangun oleh
pihak GAM dan militer Indonesia yang menorehkan satu kali lagi peristiwa
berdarah di Aceh.
i
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur, saya panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan
semesta alam yang telah memberikan limpahan karunia, ridho-Nya, dan ribuan
nikmat kepada semua makhluk di bumi ini. Shalawat serta salam senantiasa kita
curahkan kepada Rasulullah SAW yang telah membawa ummatnya menuju jalan
kebenaran.
Atas berkat kenikmatan itulah, saya masih diberikan nikmat sehat dan
bernafas, menghirup udara sampai detik ini sehingga saya bisa menyelesaikan
skripsi ini guna mendaparkan gelar Sarjana Sosial Islam (S.Kom.I). Dalam
skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.
Maka dari itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
dukungannya.
skripsi ini.
4. Para dosen, karyawan, dan staf Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, dan juga seluruh staf pengurus UIN Syarif Hidayatullah
ii
5. Kepada Yayasan Pantau yang telah membantu peneliti, Andreas Harsono,
Imam Sofwan serta Chik Rini yang bersedia meluangkan waktunya untuk
6. Secara khusus dan paling utama adalah kepada kedua orang tua, Sri
demokratis kepada saya atas pilihan dan apa yang saya inginkan dalam
hidup ini. Jasa kalian tidak akan sanggup saya ganti dengan apa pun.
7. Kepada kakak dan adik laki-laki saya, Tyo Zulfan Amri dan Muhamad
Fa’iz Al Magribhi.
8. Untuk seseorang yang peneliti kenal dari awal Propesa UIN 2006 hingga
selama di kampus ini, yang rela berbagi kosannya jika peneliti menginap,
yang sudah mencoba memahami peneliti kala sedih. Kamu berarti sob!
makasih atas kebersamaannya selama lima tahun ini (Lisa, Yuni, Yikki,
Jendral, Novita, Dita, Ira, Ina, Yanti, Caca, Putri, Aida, Sarah, Rere, Nina,
Ardi, Gesta, Deden, Wage, Irham, Abi, Jaka, Topan, Deros) khususnya
bagi kalian pada masa akhir ini, Danang, Rara, Eka, Jose, Eki, Meler, Ben,
iii
Ogi, Edi Mahmud, Risni yang belum wisuda, ayo semangat terus, nyusul
wisuda cepetan!
tahun 2006 hingga akhir ada di kampus. Apa pun yang terjadi, terima
kasih INSTITUT.
12. Kepada KKN Kelompok 100 tahun 2009 lalu, makasih atas sebulan
kenangannya di Malang.
peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah SWT
mohon maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini,
Wassalam
Peneliti
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 6
D. Metodologi Penelitian ................................................................ 8
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................ 14
F. Sistematika Penulisan ................................................................ 15
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 131
B. Saran ............................................................................................ 132
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
BAB I
PENDAHULUAN
lembaga kontrol sosial. Berita dalam penerbitan pers dapat berasal dari
1
2
legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Sebagai pilar keempat itu, media massa
rakyat, pembentuk opini umum atau publik, alat penekan yang dapat ikut
juga telah menjadikan dirinya sendiri sebagai pesan. Apa yang diterima
publik dari media adalah sesuatu yang akan menjadi miliknya. Apa yang
warga, media harus berupaya membuat hal yang penting, menarik dan
dalam jurnalisme inilah yang menjadi pedoman bagi pekerja media dalam
menjalankan tugasnya.
jalur idealisme jurnalistik. Namun, pers juga memiliki daya saing dalam
berbeda, konten atau isi media yang berbeda serta gaya penulisan yang
menarik pula.
karena memiliki halaman yang lebih luas dan reportase lebih mendalam
4
Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan, (Yogyakarta: ANDI, 2005), h. 68-
69
4
laporanmu enak seperti tulisan fiksi.” Elemen-eleman yang selama ini ada
karya Chik Rini. Chik Rini adalah wartawan freelance di Banda Aceh
dan Banda Aceh. Selama lima bulan, ia meliput dan mengerjakan laporan
ini, namun ia mendapati banyak versi baik itu dari segi wartawan,
provinsi Banda Aceh yang terkenal sebagai kota Serambi Mekkah ini
Merdeka (GAM).
terbaik yang dimiliki oleh Majalah Pantau sepanjang masa hidup Pantau.
Pantau.”
6
Chik Rini di Majalah Pantau Tahun III Edisi 025-Mei 2002 kemudian
Pantau?
Tujuan Penelitian
Majalah Pantau.
7
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
perhatian kita dan hilang begitu saja dari sejarah, sama halnya seperti
2. Manfaat Praktis
Kraft” karya Chik Rini ini kita dapat mempelajari empat elemen
D. METODOLOGI PENELITIAN
1. Paradigma Penelitian
merupakan salah satu metode atau cara berpikir yang digunakan oleh
peneliti dalam melakukan penelitian baik itu pra maupun pasca penelitian.
Paradigma ini dilakukan supaya peneliti tidak keluar dari jalur cara
berpikir penelitiannya.
hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan
7
Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda karya,
Cetakan kedelapan 1997) h. 30
8
Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS,Cet VII
Februari 2009), h. 5
9
pihak yang terlibat dalam lalu lintas komunikasi produksi pesan tersebut
peristiwa maupun berita yang ada tidak lahir sebagai realitas murni saja
Maka, dalam penelitian ini ingin mengetahui lebih jauh dari wacana yang
2. Metode Penelitian
suatu masalah dapat diuraikan dan dijelaskan dengan gamblang dan dapat
dipahami.
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
9
Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 3
10
masyarakat.10
wacana lebih melihat kepada bagaimana (how) dari suatu pesan atau teks
komunikasi.
isi teks berita, tetapi bagaimana juga pesan itu disampaikan. Lewat kata,
lebih bisa 11
3. Tahapan Penelitian
antaranya:
a) Observasi Teks
10
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007), h.23
11
Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h.68
11
b) Wawancara
kognisi sosial atau mental dari wartawan dalam memilih isu tersebut
penanggung jawab dari Majalah Pantau dan editor dari naskah “Sebuah
12
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Cet Ke-5, (Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2002), h. 133
13
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru, Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: Rosdakarya, 2006), h. 35
12
c) Dokumentasi
instansi lain yang dapat dijadikan analisis dalam penelitian ini. Peneliti
disimpulkan.
Teun van Dijk yang terdiri dari tiga elemen yaitu dimensi teks, kognisi
Leewen dkk.
Dalam teknik analisis wacana van Dijk ini, terdapat tiga elemen
ini yaitu, pertama, dimensi teks yang terdiri dari struktur makro, yaitu
makna global dari suatu teks yang dapat diamati dati topik atau tema
mikro, makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan
kata, kalimat, dan gaya yang dipakai oleh suatu teks, elemennya adalah
tersebut.
14
E. TINJAUAN PUSTAKA
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) karya Hamid Nasuhi
dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and
pengkajian ini adalah agar data diketahui bahwa apa yang diteliti sekarang
analisis wacana van Dijk sebagai pisau analisisnya. Namun, tidak banyak
itu, tidak ada objek penelitian yang menggunakan teks genre jurnalisme
pada objek yang diteliti. Yul Shella meneliti berita Pemilu 2009 di
Perbedaannya tetap pada objek yang diteliti yaitu Rubrik “Media dan
F. SISTEMATIKA PENULISAN
Setiap bab terdiri dari sub-sub yang memiliki keterkaitan satu sama
gambaran umum mengenai profil Chik Rini dan sinopsis dari naskah
mengenai hal-hal yang telah dibahas oleh peneliti dalam skripsi ini.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. ANALISIS WACANA
Pengertian analisis wacana terdiri dari dua kata, yaitu analisis dan
tersebut.1
1
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, Cet.Ke-1 1988),
h.32
2
Deddy Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode Aplikasi, dan Prinsip-Prinsip Analisis
Wacana, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h.3
17
18
discursus (lari ke sana lari ke mari). Kata ini diturunkan dari kata „dis‟
van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya atas dasar dimensi teks
semata, karena teks tersebut merupakan hasil praktik produksi yang harus
diamati juga.
teks.6
3
Dede Oetomo, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana, (Yogyakarta: Kanisius,
1993), h.3
4
Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta:
Modern English Press, Edisi Ke-3 2002), h.1709
5
Deborah Schiffrin, Ancangan Kajian Wacana, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.
28
6
Abdul Rani, Analisis Wacana Sebuah Kajian, (Malang: Bayu Media, 2004), h. 4
19
wacana.
tujuan pragmatik dalam situasi sosial. Ketiga, analisis wacana adalah suatu
Maka, tetap saja dalam penelitian lebih terarah kepada tokoh van
lah yang paling sering dipakai dalam berbagai penelitian teks media.
7
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Semiotik,
dan Analisis Framing, h. 48-49
21
objek penelitian atau teks berita lainnya untuk diteliti. Sama halnya,
Kraft” ini.
Jika penelitian dalam skripsi ini memakai tokoh Teun A. van Dijk,
maka harus diketahui terminologi analisis wacana dari van Dijk itu sendiri,
yaitu:
wacana, komunikasi, dan ilmu sosial lainnya. Meski awalnya berasal dari
umum, tidak hanya meliputi analisis kritis tapi juga teori kritis seperti
dengan pola pikir sosial, hal ini juga mengaitkan individu dengan
tingkatan dan wacana lisan tertulis, dilihat baik sebagai objek tekstual dan
sebagai bentuk praktek sosial budaya, antar tindakan dan hubungan. Sifat
teks ini berbicara dengan yang relevan pada struktur kognitif, sosial,
khusus yang terkait pada isu sosial-politik, dan terutama membuat eksplisit
Model yang dipakai van Dijk ini kerap disebut sebagai “kognisi
teks.12
sosial dan konteks sosial. Inti analisis van Dijk adalah menggabungkan
ketiga dimensi tersebut dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks
yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang
dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial
10
Teun Van Djik,. Discourse and Society: Vol 4 (2). (London: Newbury Park and New
Delhi: Sage, 1993), h. 249
11
Teun Van Dijk, Menganalisis Rasisme Melalui Analisis Wacana Melalui Beberapa
Metodologi Reflektif, artikel diakses pada 15 Oktober 2010 dari http://www.discourse.com
12
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik,
dan Analisis Framing, h. 73
24
Gambar 1.
Diagram Model Analisis Van Dijk14
Teks
Teks
Kognisi Sosial
Kognisi
Konteks Sosial
Sosial
STRUKTUR METODE
Teks
Menganalisis bagaimana strategi wacana
yang digunakan untuk menggambarkan
seseorang atau peristiwa tertentu.
Bagaimana strategi tekstual yang dipakai Critical linguistic
untuk memarjinalkan suatu kelompok,
gagasan atau peristiwa tertentu
Kognisi Sosial
Menganalisis bagaimana kognisi penulis
dalam memahami seseorang atau Wawancara mendalam
peristiwa tertentu yang akan ditulis
13
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Ananlisis Teks Media, h. 224
14
Ibid, h. 225
15
Ibid, h. 275
25
Konteks Sosial
Menganalisis bagaimana wacana yang
berkembang dalam masyarakat, proses Studi pustaka, penelusuran sejarah,
produksi dan reproduksi seseorang atau dan wawancara
peristiwa digambarkan
a. Dimensi Teks
tingkatan atau struktur dari teks. Van Dijk membaginya kepada tiga
tingkatan, yaitu.
Tabel 2.
Struktur Teks Van Dijk16
Struktur Makro
Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik atau tema
yang diangkat oleh suatu teks
Superstruktur
Kerangka suatu teks: bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun
dalam teks secara utuh, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup, dan
kesimpulan
Struktur Mikro
Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat,
dan gaya yang dipakai oleh suatu teks
Tabel 3.
Elemen Wacana Teks Van Dijk
juga sebagai gagasan inti atau ringkasan. Topik menggambarkan apa yang
dari suatu teks. Analisis wacana memusatkan perhatian pada dimensi teks,
apa maksud yang ingin disampaikan oleh wartawan. Latar peristiwa itu
dipakai untuk menyediakan dasar hendak ke mana makna teks itu dibawa.
ingin ditampilkan oleh wartawan. Detil ini adalah strategi dari wartawan
lengkap dan panjang, dan bagian mana yang diuraikan dengan detil
sedikit.
17
Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis
Semiotik, dan Analisis Framing, h. 78
28
cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat,
dan kata ganti. Di mana, keriga hal tersebut untuk memanipulasi politik
dalam menampilkan diri sendiri secara positif dan lawan secara negatif,
e) Stilistik (Leksikon)
pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Seperti kata
„meninggal‟ yang memiliki kata lain seperti wafat, mati, dan lain-lain.
18
Ibid, h. 80
29
kehidupannya.
Tabel 4.
Skema/ Model Kognisi Sosial Van Dijk
Dimensi ketiga dari analisis van Dijk ini adalah konteks sosial,
legitimasi. Menurut van Dijk, ada dua poin yang penting, yakni praktik
19
Eriyanto, Analisis Wacana:Pengantar Analisis Teks Media, h. 262
30
Hal ini disebut dengan dominasi, karena praktik seperti ini dapat
B. KONSEPTUALISASI BERITA
1. Pengertian Berita
menyatakan, news atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan
20
AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature, (Bandung:
Simbiosa Rekatama Media, 2005), h. 64
31
jalan cerita, yaitu harus tahu Apa (what) yang terjadi, Siapa (who) yang
mana (where) peristiwa itu terjadi, dan Mengapa (why) sampai terjadi.
dua hal, yaitu peristiwa dan jalan ceritanya. Jalan cerita tanpa peristiwa
mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi
sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio,
2. Nilai-Nilai Berita
sebagai dasar patokan bagi wartawan untuk memutuskan berita mana yang
panats untuk diliput, dan mana yang tidak. Meski menurut Downie JR dan
Kennedy, Darly M. Moen, dan Don Ranly dalam “News Reporting and
Editing” (1980: 6-17) menunjuk kepada sembilan hal. Beberapa pakar lain
nilai berita yang harus diperhatikan dengan seksama oleh para reporter dan
Feature,” yakni:
a. Keluarbiasaan (unsualness)
b. Kebaruan (newness)
c. Akibat (impact)
d. Aktual (timeliness)
e. Kedekatan (proximity)
f. Informasi (information)
g. Konflik (conflict)
j. Kejutan (suprising)
k. Seks (sex)24
3. Jurnalisme Naratif
Berita langsung dan feature, adalah dua jenis berita yang sering
dipakai pada umumnya. Narasi hadir sebagai salah satu bentuk feature
24
Ibid, h. 80
33
penulisannya menggunakan gaya bercerita atau story telling tapi tetap saja
fakta adalah unsur utamanya. Bergaya seperti seorang story teller atau
berbagai orang, tempat, dan kejadian nyata di dunia,” ungkap Robert Vare
jurnalisme sastrawi, model laporannya pun lebih linier, dan tidak serumit
pengisahan berita literary journalism. Pekerjaan dari narasi ini tidak hanya
laporan serta plot yang dibangun oleh action dan dialog serta cerita
25
Septiawan Santana Kurnia, Jurnalisme Sastra, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2002), h. 148
34
Riset juga diperlukan, ini menolong wartawan yang kehilangan ide untuk
semacam itu26
karena naratif lebih mengacu kepada bagaimana (How) bukan apa (What).
penulisan yang biasa tapi terkait mengenai melaporkan kisah, yang artinya
seperti dikatakan oleh Tom Wolfe bahwa naratif harus diistilah sebagai
details life. Penggambaran hidup secara detil dan menyeluruh ini dapat
26
Ibid, h. 153
35
C. JURNALISME SASTRAWI
nama yang diberikan, genre ini menukik sangat dalam. Lebih dalam
karakter, ada drama, ada babak, ada adegan, ada konflik. Laporannya
singkatan dari Who (siapa), What (Apa), Where (di mana), When (kapan),
Why (mengapa), dan How (bagaimana). Pada narasi menurut Clark dalam
satu esei Nieman Reports, who berubah menjadi karakter, what menjadi
plot atau alur, where menjadi setting, when menjadi kronologi, why
27
Junarto Imam Prakoso, Eksperimen dengan Jurnalisme Sastrawi, artikel diakses pada 23
Mei 2010 dari http://www.semesta.net
28
Andreas Harsono dan Budi Setiyono, ed., Jurnalisme Sastrawi Antologi Liputan Mendalam
dan Memikat, h. VIII
36
dipojokkan oleh dua hal. Pertama, bentuk dan gaya penulisan novel yang
televisi.29
terbaru. Meski para jurnalis kritis mengatakan, apanya yang baru? Namun,
segi jurnalisme baru ini menuntut para wartawan untuk memerhatikan dan
mengamati segala hal yang penting yang terjadi ketika peristiwa dramatis
menyucikan fakta. Walau memakai kata „sastra‟ tapi tetap saja harus
29
Septiawan Santana Kurnia, Jurnalisme Sastrawi, h. 4
30
Ibid, h. 5
37
entar konflik internal yang berada dalam diri maupun konflik eksternal
cerita. Karakter itu bisa sebagai peran utama dalam pengisahan tersebut,
bisa juga peran pembantu. Baik peran utama dan pembantu memiliki
dalam kisah tersebut. Emosi itu bisa saja dengan marah, tertawa,
tersenyum, dan cinta. Keenam, perjalanan waktu atau series of time. Pada
perjalanan waktu ini yang membedakan dari feature, jika feature itu sekali
jepret foto dan narasi itu ibarat video. Terserah kepada si-penulis ingin
dapat ditebak.
Selain tujuh hal yang diutarakan oleh Robert Vare, jika ingin
Meski gaya dalam menulis narasi ini termasuk ke dalam jurnalisme baru.
pemakaian sudut pandang orang ketiga, dan mencatat secara detil. Jika
diuraikan secara detil dari empat elemen dalam jurnalisme sastra, yakni:
teater. Adegan berubah bila jumlah pelaku berubah atau latar berubah.
dilaporkan.31
demi adegan, atau suasana demi suasana. Menurut Wolfe, jurnalisme ini
31
Ibid, h. 46
39
maka dibentuk menjadi news story, yang meliputi unsur-unsur sosial dan
dari bahasa Latin (dialogus) atau bahasa Yunanri (di‟alogus). Dialog ini
sentuhan riil pada laporan news strory. Dialog ini lebih menggunakan
ditulis layaknya seperti kita ada di sana, melukiskan seperti novelis atau
penulis memoar.
orang sekitar.
kata “saya” atau “I”. Bisa juga melalui tokoh-tokoh lainnya (sudut
mengenai pencatatan secara detil ini dapat ditampilkan lebih tajam, detil,
GAMBARAN UMUM
A. MAJALAH PANTAU
reformasi ini, apalagi dengan tidak diberlakukannya lagi Surat Izin Usaha
jumlah surat kabar yang dahulu berjumlah 200 penerbitan, kini naik
Juli 1999. ISAI dan Article XIX adalah organisasi nirlaba untuk
41
42
bernama Pantau dan terbit setiap minggu selama masa kampanye Pemilu.
Pemilu pasca Orde Baru (Orba). Sesudah Pemilu, Pantau diubah menjadi
analisis isi.
lebih populer, tak hanya mengandalkan analisis isi. Pantau yang pada
karena untuk pertama kalinya media massa Indonesia diliput media lain
Pantau terbit rutin pada setiap hari Senin pertama. Tiap bulan
Oktober 2002, sebuah majalah Pantau rata-rata dibaca enam orang dan 62
hal ini tidak membuat Pantau mempunyai nafas panjang dalam industri
media. Pada tanggal 13 Februari 2003, melalui siaran pers ISAI kepada
wartawan muda asal Kendari, yang tinggal selama dua bulan penuh
3
Anggar Septiadi, Laporan Jurnalistik yang Bercerita, artikel diakses pada Rabu, 3
November 2003 pkl 22.10 WIB dari http:www.kompas.com/kompasiana/media
4
Tma, ANT, Krisis Keuangan Majalah Pantau Berhenti Terbit, artikel diakses pada Rabu
3 November 2010 pkl 22.00 WIB dari http:// www.gatra.com
45
yang independen dan bermutu, jadi terputus. Mereka menilai majalah ini
menyajikan informasi dengan bercerita atau story telling seperti “The New
Oleh karena itu, dengan diprakarsai oleh awak redaksi yang tersisa,
pada Agustus 2003. Tadinya, yang hanya seputar analisis media, kini
ISAI mendukung dan memberikan copy rights (hak cipta) Majalah Pantau
5
Bagja Hidayat (Tempo-News Room), Majalah Pantau Berhenti Terbit, artikel diakses
pada Rabu, 13 November 2010 pkl 22.30 WIB dari http://www.tempointeraktif.com
6
Hasil wawancara dengan Imam Sofwan di Kantor Yayasan PANTAU pada Rabu, 3
November 2010 pkl. 14.00 WIB
46
(ISAI).
membuat Majalah Pantau hanya bertahan sebanyak tiga edisi dan kembali
gulung tikar. Meski, Pantau sempat terbit tiga edisi lagi namun dengan
2004.
Majalah Pantau untuk kedua kalinya menelan pil pahit. Selain dua
desain dan meluncurkan ulang majalah ini pada Maret 2001. Suzanne
Siskel dari The Ford Foundation pun mendukung tanpa syarat meski ia
7
Hasil Wawancara by phone dengan Andreas Harsono, Penanggungjawab Yayasan
Pantau pada Jumat, 4 Februari 2011 pukul 20.00 WIB
47
Eriyanto bikin riset media. Irawan, Linda, dan Veven menjaring para
pers kampus pada umumnya. Seperti yang diterangkan oleh Imam Sofwan
8
Andreas Hasono dan Budi Setiyono, ed., Jurnalisme Sastrawi Liputan Mendalam dan
Memikat, (Jakarta: KPG, Cet Kedua Mei 2008), h.323
48
WIB. Kedua, dari Bagja Hidayat- Tempo News Room (TNR) diambil pada
2003.
9
Hasil wawancara dengan Imam Sofwan pada Rabu, 3 November 2010 pkl 14.00 WIB di
Kantor Yayasan Pantau
49
"Today" NBC.
Columbia University dan Kevin Cassidy dan Carmen dari ILO, Noriel dan
byline dan etika pagar api (firewall), suatu kewajiban dalam media, yang
Bulan Mei 2005 juga, Yayasan Pantau menjadi institusi resmi yang
mata acara mulai dari seminar hingga studi lapangan dalam bidang politik,
wartawan. Praktis Yayasan Pantau harus berkeliling dari satu kota ke kota
lain. Fokus utamanya, adalah melatih para penggiat pers kampus (pers
walau tak memiliki majalah. Salah satu proyek liputan terakhir adalah
September 2005 sampai Januari 2006, diikuti oleh program seminar The
rekonstruksi.
salah satu buku jurnalisme terbaik penutup pada akhir abad ke-20. Buku
Mendalam dan Memikat,” pada 2005. Buku ini dikerjakan oleh para
nilai plus dari Majalah Pantau baik itu versi ISAI maupun versi Yayasan
yaitu:
reporter. Honor tinggi lainnya kepada foto atau lukisan artistik, serta
tulisan panjang
mengerjakan hampir dari 70% isi majalah dari laporan berita hingga
berita tersebut
Selain dari segi plus yang telah dirangkum di atas, Majalah Pantau
fiksi.11
hingga kini. Namun, karena situs Yayasan Pantau ini telah dihack
10
Andreas Harsono dan Budi Setiyono. ed, Jurnalisme Sastrawi Antologi Liputan
Mendalam dan Memikat, h. cover belakang
11
Artikel diakses dari http://www.pantau.com, pada tanggal 29 Mei 2009, pukul 10:30
WIB
55
sebanyak 250 kali oleh para hacker, maka Andreas Harsono mengatakan
karena majalah ini adalah majalah media dan jurnalisme. Maka mandat
12
Hasil wawancara dengan Imam Sofwan, pada Rabu, 3 November 2010 pkl 14.00 WIB
di Kantor Yayasan Pantau
56
bagaimana praktik jurnalisme itu sudah benar atau belum. Dia mempunyai
wewenang untuk memutuskan itu. Selain itu juga, secara kualitas juga
dekat sekali, artinya untuk proses editing dan segala macam, chek rechek
byline dan sistem pagar api (firewall). Byline atau mencantumkan nama
13
Hasil wawancara dengan Imam Sofwan, pada Rabu, 3 November 2010 pkl 14.00 WIB
di Kantor Yayasan Pantau
57
pembeda atau pemisah untuk mengetahui mana yang opini dan mana yang
berita.
Pantau, yaitu:14
yaitu:
14
Susunan Redaksi pada Majalah Pantau No.3/ Februari 2004, h.3
15
Yayasan Pantau, (Jakarta, Kebayoran Lama, 2009).
58
Gambar 2.
BOARD
RTS Masli
Daniel Dhakidae
Hamid Basyaib
Artine Utomo
yaitu:
a. Daftar Isi : yaitu tentang daftar isi majalah dan sekilas judul di
dalamnya
tersebut
59
baru
nasional
sidang redaksi
media massa
n. Gambar Belakang
60
Majalah Pantau maupun dalam situs Yayasan Pantau, juga bisa ditulis oleh
proposal tersebut yaitu mulai dari apa yang akan diliput, siapa saja yang
Jika sudah fix, selanjutnya reporter akan diskusi kepada editor yang
editor. Jika ada yang kurang, editor akan mencoret dengan tinta merah dan
Tabel 5.
Reporter menuliskannya
Tulisan dipublikasikan
62
dan tidak menantang, akhirnya pada tahun 1999, ia pun keluar. Selama
stringer foto untuk kantor berita Associated Press serta untuk Majalah
Pantau.
Majalah Pantau.
menjadi wartawan.
Nasional Gunung Leuser. Saat ini, Rini bekerja sebagai Public Relation &
dan Sumatera Utara. Pernah bekerja sebagai peneliti seusai kuliah pada
16
Hasil wawancara dengan Chik Rini pada Sabtu, 29 Januari 2011 di kawasan Jalan
Kertanegara No.41, Blok M, Jakarta Selatan
64
peserta pelatihan ETF yang diadakan oleh Eka Tjipta Foundation. Ia telah
mengajar sebanyak tiga kali pertemuan pelatihan sejak tahun lalu. Ilmu
satu peristiwa berdarah yang terjadi di Aceh. Banyak konflik dan peristiwa
17
Chik Rini, “Madness at Simpang Kraft How Indonesian Journalists Witnessed the
Murder of Acehness Civilians”, artikel ini diakses pada Rabu, 26 Januari 2011 pkl 15.30 WIB
pada Kyoto Review of Southeast Asia
65
yang diterapkan di sana, serta bencana alam tsunami pada 2004. Namun,
para pelaku belum juga tuntas atau mungkin tidak mendapatkan keadilan
Saddam Husen yang berusia 6 tahun, sekitar 200 luka-luka. Upaya hukum
18
J. Budi Hernawan dan Poengky Indarti dkk, Laporan Praktek Penyiksaan di Aceh dan
Papua 1998-2007. (Jakarta: Imparsial, 2009), h.106
66
dalam. Di lintasan jalan menuju pabrik KKA, ada markas Arhanud Rudal
yang cuma berjarak dua setengah kilometer dari persimpangan. Markas ini
Di Simpang Kraft ada traffic light, yang cuma punya satu lampu
dengan pembatas median, membagi jalan dalam dua jalur. Di sebelah kiri
dan kanannya, sekitaran pojok simpang, terdapat deretan toko dan warung.
Di kiri, ada tiga pintu toko bertingkat terbuat dari kayu, menjual barang-
warung kecil, salah satunya warung kopi. Di antara toko dan warung ada
berjualan rokok, warung kopi, bengkel, dan tukang jahit. Di depan deretan
warung itu tumbuh beberapa pohon buah seri dan pohon ubi gadung.
Lewat dari warung itu terdapat tanah kosong, kebun dan satu dua rumah
67
kanan jalan.
Senin 3 Mei 1999, hari di mana peristiwa berdarah itu terjadi. Pada
Dewantara dekat Krueng Geukeuh dan yang kedua di Simpang Kraft. Ada
sekitar 10 ribu orang berkumpul di Simpang Kraft. Mulai dari para wanita,
karena ada yang mendengar bahwa warga desa Lanang Barat dipukuli
untuk mencarinya.
68
Pukul 12.00 siang pada Senin, 3 Mei 1999 ketika keadaan mulai
memanas. Tiba-tiba sebuah truk datang dari arah Arhanud Rudal, mulailah
senjata meletus dengan keras dan tentara menyuruh massa bubar. Tentara
Simpang Kraft. Chik Rini mampu menjelaskannya dengan sangat baik dan
detil. Rini mengambil dan memaknai peristiwa ini dari sudut pandang
peristiwa itu juga fenomenal di Aceh. Korbannya cukup banyak dan juga
memilukan. Seperti yang dikatakan oleh Chik Rini pada wawancara via
email:
19
Hasil wawancara dengan Chik Rini pada Rabu, 22 November 2010 pkl 21.22 WIB
melalui surat elektonik dari tiaagnes_n3zt@yahoo.com kepada chikrini72@yahoo.co.id
20
Artikel ini diakses dari chikrini_70@yahoo.com pada 22 Februari 2011
70
ini dapat dilihat dari kacamata tiga orang wartawan RCTI yaitu Umar HN
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti akan memaparkan temuan data dan analisis
Kegilaan di Simpang Kraft” karya Chik Rini dan diterbitkan pada Majalah Pantau
Tahun II Mei 2002 atau dalam buku Jurnalisme Sastrawi Antologi Liputan
Mendalam dan Memikat. Diterbitkan pula oleh Yayasan Pantau. Penelitian ini
Teun van Dijk. Model van Dijk ini menganalisisis dari tiga elemen yaitu teks,
kognisi sosial, serta konteks sosial. Maka hasil penelitiannya diuraikan sebagai
berikut:
Dalam struktur makro (makna global) hal yang diamati adalah tematik,
berarti gagasan atau tema utama yang ada dalam berita tersebut. Maka, tema
pada berita “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft” ini adalah perspektif atau
pembunuhan dari orang Aceh pada peristiwa Simpang Kraft 3 Mei 1999.
Seperti yang dijelaskan pada bab sebelumnya, dalam super struktur, hal
yang diamati adalah skematik, yaitu rangkaian pendapat itu disusun dan
71
72
dirangkai, seperti pendahuluan, isi, dan penutup. Van Dijk memasukkan skema
atau alur yang sistematis dalam sebuah wacana, sama halnya seperti “Sebuah
Dalam berita, terdapat dua skema besar yaitu summary (ringkasan) dan
story (isi berita atau tulisan secara keseluruhan). Dalam summary terdapat dua
Judul berita ini adalah “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft,” dengan sub-
Dalam naskah berita ini terdiri dari 11 adegan dan setiap adegannya
memiliki lead atau teras masing-masing dari satu teks berita yang sama serta
Unsur skematik yang kedua yaitu story. Pada awal naskah ini dimulai
dari unsur situasi atau proses berjalannya peristiwa sebagai episode utama dari
kedatangan tiga wartawan RCTI ke Lhokseumawe pada dini hari, 3 Mei 1999
atau disebut sebagai pra-peristiwa. Sedangkan isi berita ini terletak pada hari di
akan membagi hasil penelitian ini kepada penelitian per adegan dari adegan 1
sampai adegan 11. Penelitian ini dimulai dari super struktur (skematik atau
alur) dan struktur mikro (semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris), yaitu:
Skematik atau alur pada adegan 1 dimulai dari situasi Lhoseumawe pada
Senin dini hari, 3 Mei 1999 dan menceritakan sejarah dari Lhokseumawe yang
terdapat kekayaan gas alam. Isinya, tentang kedatangan tiga wartawan RCTI
pada waktu itu juga guna meliput sisi lain kedamaian di Aceh. Media selama
ini selalu memberitakan sisi kekerasan dan konflik yang ada di Aceh. Penutup
Nominalisasi)
pusat industri Aceh tapi orang Aceh merasakan ketidakadilan karena hanya
segelintir orang besar yang ada di Aceh dan Jakarta yang merasakan
kenikmatan gas alam, orang Aceh tidak. Hal ini, salah satu hal yang akan
Pada adegan 1, terdapat salah satu contoh detil dari deskripsi keadaan
Lhokseumawe dini hari tersebut, yang dituliskan oleh Chik Rini, yaitu paragraf
kedua adegan 1, “Angin malam sekilas membawa bau amis yang berasal dari
74
atas belukar hutan bakau, langit tampak merah membara oleh cahaya api.
Semburan api raksasa itu keluar dari beberapa tower yang ada di ladang
kata “untuk” yang digunakan sebagai penjelas yang jelas (eksplisit) dari
kalimat selanjutnya Chik Rini mampu memaparkan dengan detil bahwa di sana
(paragraf 5). Serta pada, “Di tempat itu secara brutal, para tahanan dianiaya
16).
bentuk kalimat, koherensi, kata ganti yang digunakan dalam kalimat. Bentuk
kalimat yang terlihat adalah bentuk kalimat aktif, “Mereka lebih suka
Dalam hal ini digunakan agar seseorang menjadi subjek dari tanggapannya.
Kata „mereka‟ (organisasi massa di Aceh) menjadi subjek, dengan kata kerja
Koherensi atau hubungan antar kata atau kalimat yang digunakan pada
adegan ini adalah proposisi “untuk memerdekaan Aceh dari ketidakadilan” dan
dihubungkan dengan kata „tapi‟. Kalimatnya adalah, “Di sana juga mulai
GAM, untuk memerdekakan Aceh dari ketidakadilan itu. Tapi dominasi militer
antara sisi kekerasan Aceh, seharusnya ada sisi damai dalam masyarakatnya,”
(paragraf 16).
atau huru-hara.”
pemilihan kata „orang Aceh‟, “Orang Aceh banyak yang miskin, hidup di
Aceh sejak 4 Desember 1978, juga makin meningkatkan perang gerilya, dari
tapi hanya ada satu kata „referendum‟ yang diberikan tanda petik di atas yaitu,
jalan. Grafiti-grafiti ini bertebaran tak hanya di jalan, tapi juga di tembok
tampak merah membara oleh cahaya api.” “Semburan api raksasa itu keluar
dari beberapa tower yang ada di ladang penyulingan gas alam cair milik PT
Tabel 6.
Koherensi pembeda:
“Imam mengatakan di antara sisi kekerasan Aceh,
seharusnya ada sisi damai dalam masyarakatnya.”
Kata Ganti Kata ganti yang digunakan pada adegan 1 adalah ata
“mereka,” seakan-akan kata “mereka” itu
memisahkan antara penulis dengan narasumber serta
pembaca
Struktur mikro Leksikon orang Aceh (paragraf 4), militer Indonesia,
(stilistik) penganiayaan (paragraf 5), kelompok separatis,
kekerasan (paragraf 14), kekejaman, mati,
perlawanan bersenjata, kekejaman (paragraf 15)
Struktur mikro Grafis “Imam membaca beberapa grafiti bertuliskan kata
(Retoris) “referendum” di badan jalan.”(paragraf 18)
Dari keseluruhan kara referendum yang ada di
adegan 1 hanya ada satu kalimat yang kata
refendumnya menggunakan tanda petik di atasnya
Metafora “semburan api raksasa”, “langit tampak merah
membara oleh cahaya api,”(paragraf 2)
Skematik atau alur dari adegan 2 pada dini hari juga, Senin 3 Mei 1999
masyarakat. Salah satu isu, hilangnya anggota Arhanud Rudal di wilayah Cot
Nominalisasi)
Latar di adegan ini adalah “…ada sekitar 300-an orang Aceh berkumpul
dekat sebuah gardu jaga,” (paragraf 1). Peristiwa inilah yang mengawali
pabrik pupuk PT Asean Aceh Fertilizer. Di samping pabrik ada jalan masuk ke
meter.”
Krueng Geukeuh. Mereka perlu truk untuk mengangkut orang dari kampung-
kampung sekitar.” Dari kalimat di atas jelas sekali maksud yang akan
kampung,” kata seorang pria (paragraf 7). Dikuatkan juga pada kalimat,
"Meunasah di Simpang Kraft sudah dibakar. Teungku Imeum Cik (ulama) kita
79
aktif, “…ada sekitar 300-an orang Aceh berkumpul dekat sebuah gardu jaga,”
(paragraf 1). Kalimat ini sekaligus sebagai bentuk kalimat deduktif atau inti
setiap kendaraan untuk mencari "anggota ABRI" -yang berasal dari singkatan
"ABRI" dianggap punya reputasi buruk zaman rezim Orde Baru,” (paragraf
10). Koherensi kausal atau sebab akibat juga pada paragraf 12, “Selain dekat
dengan perairan Selat Malaka, lokasi Krueng Geukeuh ini strategis karena di
Kata ganti yang digunakan tetap menggunakan kata ganti orang ketiga
jamak „mereka‟ dan satu kata ganti orang pertama jamak „kita‟, “Tengku
Imeum Cik (ulama) kita sudah tewas dibunuh,” (paragraf 8). Penggunaan kata
„kita‟ ini seakan-akan menunjukkan penyamaan rasa yang juga dirasakan oleh
pada kalimat, “Mereka perlu truk untuk mengangkut orang…” (paragraf 5).
Kata „tewas dibunuh‟ bisa meninggal, dibunuh, terbunuh, wafat, terlihat pada
Elemen grafis yaitu kata „anggota ABRI‟ pada paragraf 10 diberi tanda
Metafora ini terdapat dalam satu kalimat, “Seperti angin, informasi yang
tak jelas kebenarannya itu, dengan cepat menyebar dari mulut ke mulut.”
(paragraf 9)
Tabel 7.
Koherensi pembeda:
“Mereka menghentikan setiap kendaraan untuk
mencari "anggota ABRI" -yang berasal dari
singkatan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
nama resmi institusi militer Indonesia, sebelum
diganti jadi Tentara Nasional Indonesia karena kata
"ABRI" dianggap punya reputasi buruk zaman rezim
Orde Baru.” (paragraf 10)
Kata Ganti Kata ganti yang digunakan pada adegan 2 adalah ata
“mereka,” dan hanya satu kata “kita” yang digunakan
pada kalimat, “Tengku Imeum Cik (ulama) kita sudah
tewas dibunuh.” (paragraf 8)
Struktur mikro Leksikon Pemilihan kata: mengangkut (paragraf 5), tewas
(stilistik) dibunuh (paragraf 8)
Struktur mikro Grafis “…setiap kendaraan untuk mencari "anggota ABRI"
(Retoris) yang berasal…”(paragraf 10)
Kata ini lebih menonjol di antara kata lainnya karena
penyebutan kata ABRI ini sangat tidak disukai bagi
orang Aceh, selain itu ABRI juga memiliki reputasi
buruk pada rezim Orde Baru
Metafora “seperti angin” dan “dari mulut ke mulut” (paragraf
9)
Arhanud Rudal, Sersan Dua Aditia pada Kamis malam, 30 April 1999. Hingga
pada keesokan harinya, Jumat 31 April 1999 puluhan tentara bersenjata masuk
82
ke Cot Murong untuk mencari Sersan Aditia. Sampai disepakati bahwa tentara
dilarang masuk ke Cot Murong dan yang mencarinya adalah ulama setempat.
Penutup adegan diakhiri dengan kabar karena tahu anggotanya belum juga
ditemukan, Arhanud Rudal kembali masuk kampung dan ada isu penduduk
Nominalisasi)
sejarah Kesultanan Aceh, kisah heroik para pahlawan Aceh ketika berperang
dengan Belanda pada periode 1884 hingga 1915, dan juga tentang makna
jihad fisabilillah atau berjuang di jalan Allah.” Detil ini menceritakan tiga hal
Maksud dari adegan ini sudah jelas, bahwa dengan hilangnya Sersan
Dua Aditia serta beragam isu tentara desa, memicu orang Aceh untuk
isi dari dakwahnya tersebut, sebagai penguat argumen penulis. “Si penceramah
bercerita sejarah Kesultanan Aceh, kisah heroik para pahlawan Aceh ketika
berperang dengan Belanda pada periode 1884 hingga 1915, dan juga tentang
Toyota Kijang dan Isuzu Panther, yang membawa puluhan tentara bersenjata
direncanakan merupakan kalimat pasif, dalam hal ini van Dijk mengemukakan
kalimat pasif ini digunakan sebagai objek. Kalimat bentuk deduktif (inti
kalimat di awal) dapat dilihat dari satu kalimat di awal yang dipisahkan oleh
ikan), karena mengatakan tak tahu tentang penculikan Aditia.” Dari paragraf
awal sampai paragraf akhir adegan 3 tetap menggunakan kata ganti “mereka.”
Grafis dalam adegan 3, ada satu kalimat menonjol dengan tanda petik di
atasnya dibandingkan kata atau kalimat lainnya, “….dan tak adil dari
dakwah malam itu sangat panas”, “Dakwah itu berbau politik” (paragraf 4),
Tabel 8.
Kerangka Analisis Data Teks Adegan 3
Struktur Elemen Temuan
Wacana
Struktur Topik/ Tema Peristiwa hilangnya Sersan Aditia membuat orang
Makro Aceh karena tentara masuk ke kampung
Super struktur Skema/ Alur Dimulai dengan kronologis awal hilangnya Sersan
(skematik) Dua Aditia pada Kamis malam, 30 April 1999
Isi adegan menjelaskan pencarian Sersan Adit oleh
Arhanud Rudal hingga adanya kesepakatan bahwa
tentara tidak akan masuk kampung lagi pada Sabtu,
1 Mei 1999
Adegan ditutup dengan kabar tentara masuk
kampung lagi dan ada kabar penempelengan orang
Aceh oleh tentara
Struktur mikro Latar Latar peristiwanya dengan kronologis hilangnya
(semantik) anggota Arhanud Rudah, Sersan Aditia
Detil Paragraf 6 menjelaskan detil apa saja isi dari dakwah
GAM kepada orang Aceh
Maksud Kalimat terakhir adegan 3 menjelaskan maksud
sekaligus menjadi inti kalimat adegan 3 bahwa
mereka akan melakukan demonstrasi besar-besaran
Praanggapan “Isi dakwahnya semacam pendidikan politik dan
sejarah” (paragraf 6), kalimat ini diperkuat oleh
kalimat berikutnya yang menjelaskan isi dari dakwah
GAM
Nominalisasi “Tiga truk militer dan minibus Toyota Kijang dan
Isuzu Panther, yang membawa puluhan tentara
bersenjata lengkap, masuk ke Cot Murong”
(paragfraf 8)
Struktur mikro Bentuk Bentuk kalimat deduktif sekaligus kalimat pasif,
(sintaksis) Kalimat “Senin direncanakan demonstrasi besar-besaran
untuk menuntut pelepasan orang kampung yang
ditangkap”
Koherensi Koherensi (konjungsi kata „sebab akibat‟)
“…menampar seorang pemuda yang sedang
menghitung nener (bibit ikan), karena mengatakan
tak tahu tentang…” (paragfraf 15)
Kata Ganti Kata ganti “mereka”
Struktur mikro Leksikon Dakwah (paragraf 4), penempelengan (paragraf 6)
(stilistik)
Struktur mikro Grafis “…Pemerintah Indonesia Jawa…” (paragraf 6)
(Retoris) Hanya ada satu kalimat yang menonjol pada adegan
3, karena kalimat inilah yang digunakan saat dakwah
GAM
Metafora “sangat panas” dan “berbau politik” (paragraf 4),
“lari tunggang-langgang (paragraf 13)
85
sebuah warkop pada pukul 9 pagi. Kabar serupa juga didengar oleh ketiga
wartawan RCTI dan Ali Raban. Penutup adegan adalah, mereka tidak langsung
ke lokasi kejadian tapi membeli makanan terlebih dahulu dan mengambil alat
reportase.
Nominalisasi)
sebagai wartawan ANTARA dan situasi warkop ketika ia berada. Latar inilah
Detil terletak pada kalimat, “Dari yang sekadar minum kopi, membaca
“Jika tak segera mengambil momentum pertama, maka mereka tak akan
pernah mendapat momentum kedua,” (paragraf 23). Maksud kalimat ini yang
akan terjadi kepada wartawan RCTI, mereka kehilangan momen pertama untuk
yang didengar oleh Azhari, “Hai, kaa rame that ureueng di Krueng Geukeuh
(Hei, ramai sekali orang di Krueng Geukeuh)," (paragraf 3). Dari ucapan
tahun.”
pulang dulu ke rumah Umar karena dia lupa membawa kamera foto.”
Sedangkan kata ganti yang digunakan, tetap memakai kata ganti orang ketiga
„dia‟ dan „mereka‟ karena memang itu yang menjadi elemen jurnalisme
sastrawi. Namun, penggunaan kata ganti orang pertama jamak yaitu „kita‟
(paragraf 5), “Ayo cepat kita ke sana," sambut Imam, bersemangat (paragraf
15).
Leksikon yang ada yaitu bujangan (paragraf 1), ditangkap (paragraf 5),
Elemen retoris, hanya ada satu kata yang menonjol atau grafis dan selalu
dibubuhi tanda petik di atasnya yaitu kata “channel” atau sumber informasi
yang terdapat pada paragraf 17. Metafora yang dipakai, kota gas (paragraf 1),
bendera GAM berlambang bulan bintang (paragraf 10), waktu sudah terbuang
(paragraf 23).
87
Tabel 9.
Geukeuh. Dimulai pada pukul 10.00, ia telah sampai dekat tugu depan PT.
Pupuk Iskandar Muda. Azhari berjalan kaki menuju Kreung Geukeuh karena
jalan telah diblokir. Pukul 11.00, ia sampai di simpang empat Kreung Geukeuh
dan memerhatikan kondisi massa sekitar. Saat itu, ketika ada iringan mobil
Nominalisasi)
kilometer dari depan pabrik hingga ke desa Bungkah, termasuk yang ingin
menuju Simpang Kraft ditutup oleh massa, sehingga membuat orang Aceh
dengan adegan ini. Dengan dijelaskannya latar pemblokiran jalan pada adegan
ini, terdapat kalimat yang memiliki unsur detil di dalamnya pada paragraf
depan pabrik pupuk hingga ke desa Bungkah, dekat bandar udara Malikul
Saleh.” Detil lainnya juga terdapat pada, “Pusat kota Krueng Geukeuh masuk
89
dari persimpangan jalan tersebut sekitar 500 meter ke arah dalam. Di sana
Maksud pada kalimat di atas lebih tersurat (jelas) karena diperjelas oleh
(paragraf 5). Dari praanggapan lokasi Kreung Geukeuh itu dipertajam dan
pabrik pupuk PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Asean Aceh Fertilizer serta
sejauh 100 meter” (paragraf 1), “Beberapa pria, tak sampai 10 orang…”
(paragraf 2).
kalimat deduktif yang menjadi inti dari adegan 5. Koherensi dengan konjungsi
Pada adegan 5 yaitu pemblokiran (paragraf 1), pasukan elit (paragraf 4),
Tidak ada grafis dalam adegan 5 ini. Sedangkan metafora yang ada
walet,” (paragraf 4), bercakap lama, kartu indentitas (paragraf 10), tentara
Tabel 10.
maka skematik pada adegan 6 dilihat dari kinerja perspektif tiga wartawan
RCTI dan Ali Raban. Peristiwa diawali ketika mereka menuju Kreung
Geukeuh pada pukul 11.00. Jika Azhari telah mencapai simpang Kreung
Geukeuh pada pukul 11.00, tidak dengan mereka. Mereka berempat masih
mereka dicegat oleh massa, yang menanyakan identitas mereka sekaligus orang
Aceh bersikap stereotip terhadap suku Jawa. Sempat terjadi perdebatan, namun
teman Umar HN datang dan menolog. Mereka pun bergegas menuju Simpang
Kraft, lokasi kedua massa dan lebih banyak dibandingkan di simpang empat
Kreung Geukeuh.
Nominalisasi)
92
empat Kreung Geukeuh dan mendapat kendala karena jalan sudah diblokir.
laki-laki dengan parang, kayu dan batu besar di tangan. Wajah para laki-laki
pada adegan ini pengungkapan satu sebutan bahasa Aceh kasar terhadap tentara
atau polisi Indonesia yang notabene-nya adalah suku Jawa. “Itu Pa’i juga,”
Nominalisasi dalam kalimat ini sangat jelas, “Di simpang empat Krueng
Sintaksis terdiri dari bentuk kalimat, koherensi, dan kata ganti. Terdapat
bentuk kalimat aktif dan pasif pada adegan 6 tapi bentuk kalimat pasif inilah
yang menonjol sebagai inti, “Keempat wartawan itu diantar ke Simpang Kraft
diliput wartawan televisi, tapi tak sedikit juga yang memandang curiga pada
Elemen terakhir sintaksis yaitu kata ganti masih tetap menggunakan kata
ganti ketiga jamak yaitu “mereka” tapi dalam ucapan dialog narasumber ada
yang menggunakan kata ganti orang pertama “kami” pada paragraf ke-25 dan
26. “Kami mau mengamankan kampung kami. Tentara mau serang kampung,"
katanya. "Mereka cari anggota dia. Kami tidak tahu," kata yang lain.”
kedongkolannya (paragraf 1), senang (paragraf 4), overacting (paragraf 8), Pa’i
paragraf 11, "Itu Pa'i juga," ada yang menyeletuk di belakang. Pa'i sebutan
kasar dalam bahasa Aceh untuk tentara atau polisi Indonesia.” Kata pa‟i
(paragraf 4), mencium gelagat tak bagus, jantungnya berdenyut keras (paragraf
9), sikap anti-orang Jawa di Aceh (paragraf 12), pengatur massa (paragraf 22),
Tabel 11.
kronologis rincian massa yang mulai berdatangan ke Simpang Kraft dari pukul
Latar awal adegan yang dipakai adalah latar situasi di mana deskripsi
wilayah Simpang Kraft itu berada. Latar ini bisa terlihat dari paragraf awal
jalan dalam dua jalur. Di sebelah kiri dan kanannya, sekitaran pojok simpang,
96
terdapat deretan toko dan warung. Di kiri, ada tiga pintu toko bertingkat
sebelahnya ada tiga deret warung kecil, salah satunya warung kopi. Di antara
toko dan warung ada bale-bale yang berfungsi sebagai gardu jaga,” (paragraf
3). Atau detil yang terdapat pada paragraf 12, “Pemandangan itu jadi hal
sekitarnya.”
Maksud pada adegan ini terdapat pada paragraf pertama, “Markas ini
menyimpan peluru kendali buat perlindungan daerah ini.” Maksud kalimat ini
adalah bahwa jika semakin meledaknya demonstrasi massa orang Aceh ini dan
menyerang markas ini, maka berakibat fatal. Bisa jadi akan banyak
bukanlah metafora belaka, namun yang awalnya adalah anggapan awal penulis,
diperkuat dengan data bahwa massa menumpuk dalam radius 300 meter.
meter. Jumlahnya terus bertambah dan tak kurang dari 10 ribu orang. Laki-
(paragraf 13). Kata Ganti yang digunakan tetap menggunakan kata ganti
„mereka‟.
Tidak ada kata atau angka yang menonjol secara grafis pada adegan ini.
Tabel 12.
Kerangka Analisis Data Teks Adegan 7
Struktur Elemen Temuan
Wacana
Struktur Topik/ Tema Adegan puncak dari keseluruhan perspektif orang
Makro Aceh dan wartawan
Super struktur Skema/ Alur Diawali dengan deskripsi panjang mengenai letak
(skematik) daerah Simpang Kraft dan urgensi pertigaan ini
bagi kelancaran lintasan Banda Aceh-Medan
Di bagian tengah adegan, dirincikan kronologis
massa yang datang ke Simpang Kraft dari pukul
08.00 hingga menjelang pukul 12.00
Adegan ditutup dengan kedatangan keempat
wartawan RCTI ke Simpang Kraft
Struktur mikro Latar Latar deskripsi lokasi Simpang Kraft dari paragraf 1
(semantik) hingga paragraf 5
Detil Detil deskripsi dapat diambil contoh pada paragraf 3,
“Sekitar 10 meter dari simpang, jalan dibuat
melebar 10 meter dengan pembatas median,
membagi jalan dalam dua jalur. Di sebelah kiri dan
kanannya, sekitaran pojok simpang, terdapat deretan
98
Koherensi kondisional:
“Akhirnya, mereka hanya bisa menunggu,
bergabung dengan massa di situ,” (paragraf 13)
Kata Ganti Tetap menggunakan kata ganti orang ketiga tunggal
mereka”
Struktur mikro Leksikon memeriksa, bersiaga (paragraf 6), bergerombol
(stilistik) (paragraf 8), menumpuk (paragraf 10), spontanitas,
pengerahan massa (paragraf 11)
Struktur mikro Grafis -
(Retoris) Metafora lampu peringatan, gulungan-gulungan kertas
raksasa (paragraf 2), gelombang massa,
mendinginkan suasana yang memanas (paragraf 7),
lautan manusia (paragraf 10), panas hatinya
(paragraf 11)
adegan, karena adegan ini letak dari peristiwa Simpang Kraft tersebut
99
Adegan dimulai dengan situasi massa makin tak terkendali dan memanas.
massa.
dengan brutal. Azhari dan keempat wartawan RCTI menjadi saksi atas
Praanggapan, Nominalisasi)
menjadi latar utama dalam adegan 8. Detil adegan 8 terlihat pada kalimat,
ketika peristiwa terjadi tapi naluri Azhari sebagai wartawan tidak berjalan.
merasa lebih baik tak begitu masuk ke dalam arena. Di sana banyak
tentara,” (paragraf 13) Alasannya Azhari tidak hanya masalah tentara tapi
adalah “…di bawah sebuah pohon asam dekat sawah, 500 meter dari
simpang, ada 20 tentara lain yang berjaga. Mereka dari Arhanud Rudal.
Antara kelompok tentara ini dan massa hanya berjarak 20-an meter,”
(paragraf 1). “Lima orang wanita, ibu-ibu, dan anak gadis yang duduk di
Ganti)
Baik Bentuk kalimat aktif maupun pasif yang ada pada adegan 8
ini memang banyak tapi bisa diambil satu kalimat pasif sebagai contoh
antara keduanya. Jika kalimat di atas dari paragraf pertama, maka kalimat
Kraft ini barang kali bisa dihindari seandainya perdamaian di bumi Aceh
bisa dilakukan lebih dini. Saya Imam Wahyudi, Fipin Kurniawan dan
bersikap biasa saja. Tapi suasana berubah menjadi sangat riuh ketika
jamak yaitu „mereka‟ serta kata ganti orang pertama jamak „kami‟.
sedangkan kami tidak tahu menahu masalah itu," teriaknya dengan emosi
dituding (paragraf 27), gerah (paragraf 32), terjepit (paragraf 40), rebah
Sebutan kata kasar “pa‟i” kembali hadir pada adegan kedelapan ini,
sebelumnya ada pada adegan 6. Pa’i menjadi salah satu elemen Grafis
yang menonjol, karena berulang kali disebutkan dalam adegan ini. Grafis
seruan Allah Akbar, Amin ya Allah, dan Inalillahi. Kata-kata ini baru ada
sekali oleh Chik Rini. “Allah Akbar, Allah Akbar, Allah Akbar," seruan itu
adalah bunyi tembakan dari tentara. Bunyi ini dimasukkan oleh Chik Rini
“Tiba-tiba ... trat .... trat .... trat .... suara senjata meletus dengan keras.
Trat, trat, trat .... dengan cepat suara senjata susulan terdengar bersahut-
dengungan puluhan ribu lebah (paragraf 7), matahari tepat di atas kepala,
memancarkan sinar yang cukup panas (paragraf 33), massa makin tak
Tabel 13.
Kerangka Analisis Data Teks Adegan 8
Struktur Elemen Temuan
Wacana
Struktur Topik/ Tema Kronologis peristiwa Simpang Kraft pada pukul 12
Makro siang hingga datangnya bala bantuan
Super struktur Skema/ Alur Adegan dimulai pada pukul 12.00 siang, wartawan
(skematik) RCTI menshot setiap adegan dari massa
Di bagian tengah adegan, tentara menembaki massa
seperti kesetanan dan tak mengenal kemanusiaan.
Wartawan RCTI kehilangan moment pertamanya
selama 10 menit pertama. Massa berhamburan
menyelamatkan diri.
Adegan ditutup dengan datangnya bantuan dan
evakuasi korban pada pukul 13.05
Struktur mikro Latar Latar adegan 8 adalah latar peristiwa di mana pada
(semantik) adegan ini adalah inti cerita dari keseluruhan adegan
yang ada
Detil “….Cangkul, tombak, kayu, dan parang menyembul
di antara ribuan kepala manusia.” (paragraf 3)
Maksud “Nalurinya sebagai wartawan sama sekali tak
jalan” (paragraf 39)
Maksud kalimat ini, Azhari hanyalah menjadi
penonton dari keramaian massa dan tidak melakukan
profesinya sebagai jurnalis
Praanggapan “Selain itu, Azhari merasa lebih baik tak begitu
masuk ke dalam arena. Di sana banyak tentara,”
(paragraf 13)
104
Lhokseumawe. Keempat wartawan itu berada di rumah sakit PT. Arun LNG,
pukul 18.30. Pukul 21.00, RCTI dan semua televisi swasta merelai siaran
Dunia Dalam Berita milik TVRI. Adegan diakhiri dengan pengiriman tiga
kaset rekaman hasil reportase wartawan RCTI ke RCTI, Associated Press, dan
Nominalisasi)
Latar adegan 9 ini adalah latar peristiwa, di mana dari paragraf pertama
pada kalimat, “Perempuan, anak-anak, laki-laki tua, anak muda tewas dengan
106
rumah sakit. Ada dua elemen maksud yang ada pada adegan 9 ini di antaranya,
bahwa ada wartawan RCTI jadi saksi mata peristiwa itu,” (paragraf 16).
swasta merelai siaran dari TVRI, mereka belum mengetahui kalau ada
RCTI di Jakarta, “Imam menelepon RCTI Jakarta. Beritanya Cuma satu. “Ada
kejadian mirip Santa Cruz di Aceh dan kalian harus segera follow-up…”
(paragraf 6). Peristiwa Simpang Kraft ini sama dengan Santa Cruz yang terjadi
(paragraf 12), “Paling tidak, sudah 24 orang diketahuinya tewas dan puluhan
lainnya luka berat dalam peristiwa penembakan tadi siang,” (paragraf 13).
pembeda yang membedakan dua hal yang berbeda namun satu peristiwa yang
sama, secara kontras terdapat pada paragraf 11, “Imam terus bergerak mencari
107
lebih dahsyat. Korban lebih banyak. Hampir tak bisa tertampung. Mereka
ditidurkan di lantai lorong rumah sakit. Ironisnya, rumah sakit Kesrem milik
Mutia, justru sunyi. Pintu pagarnya tertutup dan tampak beberapa pasukan
segera mengamankan kaset rekaman Fipin dan Raban. Sebab itu merupakan
gambar yang ekslusif yang pasti jadi incaran militer.” Koherensi kausalitas
lainnya, “Isi berita itu ditekankan pada pernyataan resmi militer Indonesia.
Kata Ganti yang digunakan tetap kata ganti orang ketiga jamak
„mereka‟, ditambah dengan kata ganti orang kedua tunggal „kau.‟ “Salah
seorang anggota redaksi RCTI mengingatkan Imam, “Kau harus segera pergi
dari Lhokseumawe.” (paragraf 9). Serta terdapat kata ganti kata ganti orang
kedua jamak „kalian‟, “… kalian harus segera follow up…” (paragraf 6).
Leksikal yang dipilih Chik Rini antara lain tak bernyawa, digeletakkan
Tidak ada grafis. Metafora adegan 9 yaitu tercium sangat kuat (paragraf
(paragraf 4), seperti orang linglung setelah kerja maraton (paragraf 14),
Tabel 14.
di Nuansa Pagi RCTI pukul 06.00. Tapi karena pada malam sebelumnya,
semua stasiun televisi swasta telah merelai siaran berita Dunia Dalam Berita
dari TVRI, hal itu yang membuat orang Aceh tidak percaya kepada wartawan,
khususnya terhadap RCTI dan Antara. Mereka pun mendapatkan ancaman dan
terror baik itu dari orang Aceh, GAM, maupun militer Indonesia. Adegan
ditutup dengan sampainya kaset rekaman Ali Raban yang disiarkan Reuters ke
Nominalisasi)
RCTI pukul 06.00 pada Selasa, 4 Mei 1999. Detil peristiwa kecaman dari
orang Aceh kepada wartawan terlihat pada kalimat, “Imam seperti dikeroyok,
oleh si gadis, pemuda bertopi taliban, dan seorang bapak. Umar, Raban, dan
Fipin berdiri memisah, menonton Imam yang mulai dikecam dengan berbagai
pada kebenaran, pada apa yang terjadi. Apa yang terjadi itulah kebenaran.
Dan bagi saya menyuarakan kebenaran itu jihad,” (paragraf 20). Maksud dari
wartawan, seperti Sembilan Elemen Dasar yang dikemukakan oleh Bill Kovach
lanjutan dari praanggapan di atas yaitu “Tapi data lengkap dari tim pencari
fakta menyebutkan 46 orang tewas, 156 orang luka, dan sepuluh orang
menjadi inti kalimat pada akhir paragraf dan adegan merupakan pon terpenting
dari adegan 10. Kalimat tersebut yaitu, “Tragedi ini kemudian lebih dikenal
marah pada RCTI karena pemberitaan semalam,” (paragraf 2). Kedua, Mereka
protes karena menganggap jumlah korban lebih banyak dari yang diberitakan
media,” (paragraf 21). Ketiga, Orang itu mengancam akan membakar rumah,
sebuah drama berdarah sekali lagi terkelupas dengan brutal dari Aceh,”
(paragraf 40).
Adegan 10 memiliki tiga macam kata ganti. Pertama, kata ganti orang
ketiga jamak „mereka‟, kata ganti orang pertama jamak „kami‟, dan kata ganti
orang pertama tunggal „saya‟. Namun penggunaan kata saya tersebut, terdapat
dalam dialog narasumber, “Itu bukan berita kami. Berita kami menyebutkan
berapa korbannya. Saya punya data dari rumah sakit,” sahut Imam.( paragraf
14)
Chik Rini sebagai penulis dari naskah ini memilih leksikal di antaranya
dikeroyok, dikecam (paragraf 6), mencecar (paragraf 20), tewas (paragraf 21),
112
(paragraf 39).
Dalam adegan ini, tidak ada kata atau kalimat yang menggunakan tanda
petik di atasnya seperti pada adegan-adegan sebelumnya tapi ada kalimat yang
sebanyak lima kali dalam satu kali adegan “Sebuah Kegilaan di Simpang
bereaksi keras (paragraf 21), rasa takut yang tinggi (paragraf 37),
Tabel 14.
Kerangka Analisis Data Teks Adegan 10
Struktur Elemen Temuan/ Hasil Analisis
Wacana
Struktur Topik/ Tema Laporan berita pertama mengenai peristiwa Simpang
Makro Kraft dilaporkan oleh wartawan RCTI
Super struktur Skema/ Alur Penyiaran berita Simpang Kraft di Nuansa Pagi
(skematik) RCTI pukul 06.00, Selasa 4 Mei 1999 (paragraf 1)
Pada bagian isi adegan menceritakan bagaimana
orang Aceh memperlakukan wartawan pasca
peristiwa Simpang Kraft. Orang Aceh menjadi
stereotip terhadap pemberitaan yang disiarkan oleh
media nasional
Adegan ditutup dengan penayangan kaset rekaman
yang telah dikirim oleh Umar HN pada hari
sebelumnya serta ditayangkan pada Rabu, 5 Mei
1999. Meski RCTI telat satu setengah jam
menayangkan gambar Fipin dibandingkan dengan
gambar Ali Raban
113
Adegan kesebelas ini disebut juga dengan epilog atau penutup. Disebut
epilog karena adalah akhir dari adegan “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft”.
mengenai kebaruan maka epilog ini adalah konteks kekinian yaitu tiga tahun
pasca peristiwa Simpang Kraft yaitu tahun 2002 (saat naskah ini pertama
Skematik adegan epilog ini diawali oleh tokoh Imam Wahyudi yang
setelahnya yaitu Fipin Kurniawan, Ali Raban, dan Umar HN. Isi adegan 11
juga menceritakan proses pengadilan yang tak adil terhadap para korban
Simpang Kraft. Chik Rini pun berhasil menemukan „man behind the scene‟
kekinian yaitu tiga tahun setelahnya. Detil deskripsi Simpang Kraft pada epilog
ini juga dijelaskan oleh Chik Rini, sama seperti tiga tahun lalu (pada paragraf
6). Elemen maksud terdapat pada kalimat, “Umar berkali-kali minta saya agar
menulis cerita ini secara hati-hati,” (paragraf 5). Maksudnya adalah peristiwa
ancaman serta teror atas pemberitaan peristiwa Simpang Kraft, apalagi bagi
ketidakadilan yang dialami. “Kami sudah terlalu banyak bicara sama LSM
(lembaga swadaya masyarakat) dan wartawan. Tapi tak ada gunanya. Pa'i-
pa'i itu tidak kena hukum. Padahal mereka sudah tembak kami orang Aceh,"
(paragraf 18). Pernyataan ini hanyalah representatif dari salah satu korban saja,
tapi hal inilah yang juga dirasakan oleh orang Aceh. Stereotif, lelah, serta
kekecawaan tersebut tetap sama, baik itu pada Mei 1999 hingga tiga tahun
setelahnya.
tentara bersama 51 murid pesantrennya pada Juli 1999. Walau banyak yang
tak puas, 24 prajurit lapangan yang terlibat…” (paragraf 14) dan “…dengan
(paragraf 15).
Adegan kesebelas ini memiliki keunikan dari segi elemen kata ganti
karena dalam adegan ini penulis memasukkan dirinya ke dalam teks naskah
konteks kekinian dari naskah. Penggunaan „saya‟ dimulai pada paragraf kedua
dan disebutkan sebanyak 15 kali. “Tapi dia menolak bicara dengan saya.
"Kami sudah terlalu banyak bicara sama LSM (lembaga swadaya masyarakat)
dan wartawan. Tapi tak ada gunanya. Pa'i-pa'i itu tidak kena hukum. Padahal
mereka sudah tembak kami orang Aceh." (paragraf 18) Selain „saya‟,
Pemilihan kata atau leksikon yang dipilih oleh Chik Rini yaitu
intimidasi, kekerasan, teror (paragraf 5), tewas, menerjang (paragraf 6), aksi
117
Dilihat dari segi grafis, „senjata AK 47‟ lebih ditonjolkan oleh penulis.
Dengan adanya penjelasan bahwa ada massa yang membawa jenis senjata ini,
membuat militer Indonesia yakin bahwa GAM di balik aksi provokasi massa.
Hal ini dijelaskan pada paragraf 9. Grafis kedua yaitu penyebutan kata‟pa‟i‟
diulang kembali pada akhir adegan epilog ini, sebagai pengenasan bahwa orang
menyembunyikan emosi (paragraf 2), gadis malang (paragraf 6), pada suatu
siang berudara mendung, Mei berdarah (paragraf 7), wajah baru tak tesentuh
hukum, tak ketahuan rimbanya (paragraf 8), suasana kacau dan memanas,
kerumunan massa (paragraf 9), memakan korban (paragraf 10), pohon itu
Simpang Kraft bagai tenggelam (paragraf 14), lumpuh total (paragraf 15),
Tabel 16.
Kerangka Analisis Data Teks Adegan 11
Struktur Elemen Temuan/ Hasil Analisis
Wacana
Struktur Topik/ Tema Topiknya adalah dua tahun pasca peristiwa tersebut
Makro yang menceritakan kondisi para tokoh
Super struktur Skema/ Alur Imam Wahyudi mengalami trauma pasca peristiwa
(skematik) Simpang Kraft. Jika ia kembali ke sana, ia selalu
menyempatkan diri ke Simpang Kraft dan selalu
mengenang peristiwa tersebut (paragraf 1)
Pada bagian isi adegan dilanjutkan dengan
pernyataan resmi militer yang menyatakan bahwa
pihak GAMlah di balik aksi provokasi massa. Chik
Rini membuktikannya dengan dimasukkannya
dialog antara Camat Marzuki dan Faisal (korlap
118
Kata Ganti Kata ganti orang ketiga jamak „mereka‟, kata ganti
orang pertama tunggal „saya‟, kata ganti orang
pertama jamak „kami‟, dan kata ganti orang ketiga
tunggal „dia‟
Struktur mikro Leksikon intimidasi, kekerasan, teror (paragraf 5), tewas,
(stilistik) menerjang (paragraf 6), aksi (paragraf 9),
pembantaian, ditembak mati (paragraf 14), advokasi
(paragraf 15), pesimis (paragraf 16)
Struktur mikro Grafis Senjata AK 47 yaitu senjata yang sering digunakan
(Retoris) oleh GAM disebutkan di dalam naskah sebagai
pembukti bahwa GAMlah yang berada di balik
peristiwa Simpang Kraft dan penggunaan kata pa‟i
masih disebutkan meski peristiwa tekah berlalu tiga
tahun setelahnya
Metafora dikejar-kejar bayangan (paragraf 1),
menyembunyikan emosi (paragraf 2), gadis malang
(paragraf 6), pada suatu siang berudara mendung,
Mei berdarah (paragraf 7), wajah baru tak tesentuh
hukum, tak ketahuan rimbanya (paragraf 8), suasana
kacau dan memanas, kerumunan massa (paragraf 9),
memakan korban (paragraf 10), pohon itu berlubang
sembilan dihantam peluru tentara (paragraf 11),
kasus peristiwa Simpang Kraft bagai tenggelam
(paragraf 14), lumpuh total (paragraf 15), peluru
bersarang di punggungnya, tidak kena hukum
(paragraf 18)
Dalam memahami sebuah teks, kognisi sosial menjadi hal terpenting. Pada
salah karena teks tersebut diberikan makna oleh si pemakai bahasa (penulis).
Dalam menganalisa struktur kedua wacana van Dijk ini yaitu kesadaran
Kraft,” naskah ini tidak terlepas dari konstruksi teks serta mental dari penulis
yaitu Chik Rini. Tentunya, Chik Rini memiliki memiliki nilai, pengaruh, dan
Wacana tentang Aceh yang diangkat dalam Majalah Pantau Edisi Mei
2002 rubrik Reporter dari Lapangan merupakan peristiwa yang telah terlewati tiga
majalah bergenre jurnalisme sastrawi yang diterbitkan oleh Institut Studi Arus
Informasi atau ISAI (1999-2003) dan Yayasan Pantau (Desember 2003-Mei 2004)
secara freelance tergantung kepada berita yang mereka kirimkan kepada Pantau.
proses pra produksi sebelum berita diangkat, Imam Sofwan sebagai staf redaksi
liputan. Apa yang akan dia liput, siapa saja yang akan dijadikan narasumber,
temanya, outline tulisannya, dan biaya liputannya. Mereka bikin rencana singkat.
Kemudian ada yang menjadi consultant-nya, yang akan ngedit itu nanti siapa.
masukan bacaan apa yang perlu dibaca, narasumber siapa saja yang perlu ditemui,
membunuh empat aktivis GAM tapi karena aksesnya susah maka ia tidak jadi.
1
Hasil wawancara dengan Imam Sofwan di Kantor Yayasan PANTAU pada Rabu, 3
November 2010 pkl. 14.00 WIB
121
Wacana tema liputan ini menarik perhatian Andreas. Ia bilang, “Saya tertarik
ia miliki ke dalam tulisannya, dalam hal ini van Dijk mempunyai empat elemen
Simpang Kraft di Aceh pada 3 Mei 1999 adalah dengan melakukan empat
strategi.
melanjutkan reportase.
Aceh tentang peristiwa apa pun namun tidak terlepas seputar media dan
menuliskan naskah.
dengan perolehan informasi dari narasumber. Dalam hal ini, Chik Rini
dengan proses editing Majalah Pantau. “Apa maksud ini? Benar nggak dia
berkata seperti ini? Kalimat panjang jadi satu makanya luar biasa belajar
editing ini mulai Maret sampai April tapi bolak balik. Tapi itu hanya
menceritakan dua atau tiga hari peristiwa. Ada empat dengan yang
terbarukan itu.”2
2
Hasil wawancara dengan Chik Rini pada Sabtu, 29 Januari 2011 di kawasan Jalan
Kertanegara No.41, Blok M, Jakarta Selatan
123
dan lainnya dikemas dalam satu teks naskah utuh, yang didalamnya terbagi
dalam adegan demi adegan. Konstruksi per adegan ini termasuk ke dalam
(Umar HN, Fipin Kurniawan, Ali Raban), kemudian ada Azhari wartawan
lainnya. Mereka adalah para tokoh yang terpencar hingga Chik Rini harus
melihat Umar HN.” Mereka dipertemukan oleh satu lokasi yaitu Simpang
Kraft.
“Angin malam sekilas membawa bau amis yang berasal dari hamparan
belukar hutan bakau, langit tampak merah membara oleh cahaya api.
Semburan api raksasa itu keluar dari beberapa tower yang ada di ladang
The New Yorker, seperti yang dikatakn Andreas Harsono, “Saya suka
naskah ini dan ikut bangga karena Pantau mulai memakai genre yang sulit
ini di halaman-halamannya.”
ini telah berlalu sejak tiga tahun yang lalu sebelum naskah ini
dipublikasikan, dan detil peristiwa ini terasa begitu kejam namun Chik
novel.
Kraft yang diangkat ini bahwa peristiwa Simpang Kraft ini hanyalah awal
dari konflik yang kian menumpuk di Aceh. Chik Rini lahir dan tinggal di
Aceh tapi kedua orang tuanya bukan orang asli Aceh. Neneknya Padang,
hanya mengetahui saja peristiwa tersebut dari orang Aceh lainnya. Namun,
adalah orang Aceh. Rini mencoba menulis sesuai dengan angle naskah
3
Hasil wawancara dengan Chik Rini pada Sabtu, 29 Januari 2011 di kawasan Jalan
Kertanegara No.41, Blok M, Jakarta Selatan
126
hanya dari laporan pers Kodam I Bukit Barisan, Medan saja tapi Rini juga
Kreung Geukeuh).
dapat diambil kesimpulan dalam tabel empat skema atau model kognisi
Tabel 17.
Skema/ Model Kognisi Sosial van Dijk
Chik Rini adalah mantan wartawan Harian Analisa, Medan dan wartawan
freelance bagi Majalah Pantau. Ia mulai reportase dan menuliskan naskah
laporan “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft” pada Desember 2001 sampai April
2002. Naskah tersebut dipulikasikan pada Majalah Pantau pada Edisi Mei 2002.
Rini lahir dan berdomisili di Aceh hingga sekarang
Skema Diri (Self Schemas):
Chik Rini menulis naskah ini pada rubrik Reporter dari Lapangan. Ia adalah
kontributor Pantau. Ia mengambil angle atau sudut pandang peristiwa Simpang
Kraft ini bukan dari peristiwa, keadilan, maupun dari dua versi (militer Indonesia
atau orang Aceh) melainkan ia melihat sisi kemanusiaan yang diawali oleh
empat wartawan RCTI dan ANTARA, bahwa mereka adalah manusia dan juga
bisa mengalami trauma. Atas dasar keprihatinan inilah, ia menuliskannya dan
dengan genre jurnalisme sastrawi.
Skema Peran (Role Schemas):
Skema ini berkaitan dengan peran dari media naungan naskah tersebut berada.
Majalah Pantau sejak tahun 1999-2003 sebagai majalah media dan jurnalime
yang selalu mengkritisi dua hal tersebut, sangat cocok dengan tema liputan yang
diangkat oleh Chik Rini. Maka dari itu, Rini mengambil dari angle wartawan.
Majalah Pantau menjembatani peran dari media dan wartawan yang ada di
Indonesia
Skema Peristiwa (Event Schemas):
Seperti yang dikatakan oleh Chik Rini bahwa peristiwa ini hanyalah awal dari
peristiwa yang kian menumpuk sejak Orde Baru (Orba). Reformasi di
pemerintahan Indonesia, berdampak juga ke Aceh. Setelah peristiwa Simpang
Kraft ini ragam peristiwa berdarah lainnya makin gencar terkuak oleh media
nasional apalagi sejak Aceh mendapatkan perhatian khusus di mata media
127
peristiwa, dan kondisi sosial yang sedang terjadi saat itu. Pada konteks sosial
Konteks ini juga berkaitan dengan who atau siapa dalam hubungan
situasi bagaimana, apa mediumnya, dan mengapa ada peristiwa tersebut. Dalam
analisis sosial ini, meneliti wacana yang sedang berkembang di masyarakat pada
Simpang Kraft”) ini yang menjadi yang menjadi komunikator dan komunikannya
adalah antara militer Indonesia dan orang Aceh, di dalam orang Aceh terdapat
GAM. Indonesia waktu itu dalam keadaan reformasi dan segala macam kejahatan
Soeharto ketika itu membuat GAM memberontak. Chik Rini dan Majalah Pantau
Peneliti menganalisis konteks sosial ini, terbagi ke dalam dua bagian, yaitu:
128
a. Praktik Kekuasaan
GAM. Hal inilah yang membuat orang-orang Aceh membentuk GAM dan
Indonesia sangat kuat. Selama 10 tahun, antara 1989 dan 1998, daerah
Aceh Timur dan Pidie. Setidaknya 1.321 mati terbunuh, 1.958 hilang dan
“Pemerintah-Indonesia Jawa.”
Hal ini dapat dilihat dari yang terlihat pada pemaparan peristiwa
Dalam Berita TVRI. Saat itu TVRI masih dalam bayang pengaruh
pemerintah Indonesia.
Dunia Dalam Berita milik TVRI. Isi berita itu ditekankan pada pernyataan
Koalisi NGO HAM Aceh yaitu jika mereka bertindak sesuai prosedur
dan satu orang anak kecil berusia 6 tahun bernama Saddam Husen. Di sini,
Chik Rini pun pernah dipanggil oleh pengadilan perdata di Jakarta untuk
pengamanan nasional.
4
Hasil wawancara dengan Chik Rini pada Sabtu, 29 Januari 2011 di kawasan Jalan
Kertanegara No.41, Blok M, Jakarta Selatan
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kegilaan di Simpang Kraft” dan narasumber lainnya, maka pada bab penutup ini
Pantau dikonstruksi dilihat dari dimensi teks Teun van Dijk, antara lain:
a. Teks ini mampu memaparkan segi semantik atau makna yang ditekankan
dengan baik, seperti pendeskripsian latar dan detil secara keseluruhan teks.
Wolfe dengan baik dan wacana model van Dijk ini membantu dalam
131
132
2. Dimensi kognisi sosial dan konteks sosial yang terdapat dalam teks “Sebuah
Kegilaan di Simpang Kraft.” Dari dimensi kognisi sosial, Chik Rini mencoba
belah pihak (militer Indonesia dan orang Aceh khususnya GAM) dalam
(konteks sosial) ialah orang Aceh masih membenci militer Indonesia dan orang
Jawa yang mereka rasa telah menjajah orang Aceh selama sepuluh tahun masa
B. SARAN
2. Bagi Majalah Pantau meski kini tidak diterbitkan lagi dalam bentuk majalah
Harsono, Andreas dan Budi Setiyono, ed. Jurnalisme Sastrawi: Antologi Liputan
Mendalam dan Memikat. Jakarta: KPG, 2008.
Hernawan, J. Budi dan Poengky Indarti dkk, Laporan Praktek Penyiksaan di Aceh
dan Papua 1998-2007. Jakarta: Imparsial, 2009.
Kovach, Bill dan Tom Rosentiel. Sembilan Elemen Jurnalisme Apa yang
Seharusnya Diketahui Wartawan dan Diharapkan Publik. Jakarta: Yayasan
Pantau. Cetakan Ketiga. 2006.
Majalah Pantau Kajian Media dan Jurnalisme Tahun III No.025-Mei 2002.
Jakarta: Institut Studi Arus Informasi. 2002.
Muhtadi, Asep Saeful. Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktik. Jakarta: Logos,
1999.
133
134
Nasuhi, Hamid dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan
Disertasi). Jakarta: CeQda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Cetakan II.
2007.
Rani, Abdul. Analisis Wacana Sebuah Kajian. Malang: Bayu Media, 2004.
Rivers, William L. dan Clevw Mathews. Etika Media Massa dan Kecendrungan
untuk Melanggarnya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 1994.
Salim, Peter dan Yenny Salim. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer.
Jakarta: Modern English Press, Edisi Ke-3 2002.
Sobur, Alex. Analisis Teks Media Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
Van Dijk, Teun. Aims of Critical Discourse Analysis. Japan Discourse, Vol.1
1995
Van Djik, Teun. Discourse and Society: Vol 4 (2). London: Newbury Park and
New Delhi: Sage, 1993.
135
Internet:
“Yayasan Pantau.” Artikel diakses pada Rabu 3 November 2010 diakses pada pkl
22.00 WIB dari http://www.lidahibu.com
ANT, Tma. “Krisis Keuangan Majalah Pantau Berhenti Terbit.” Artikel diakses
pada Rabu 3 November 2010 pkl 22.00 WIB dari http:// www.gatra.com
“Profil Yayasan Pantau.” Artikel diakses pada tanggal 29 Mei 2009, pukul 10.30
WIB dari http://www.pantau.com.
Chik, Rini. “Madness at Simpang Kraft How Indonesian Journalists Witnessed the
Murder of Acehness Civilians.” Artikel diakses pada Rabu, 26 Januari 2011
pkl 15.30 WIB pada Kyoto Review of Southeast Asia