Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN.P DENGAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI BANGSAL ASTER 5


RSUD DR. MOEWARDI SOLO
KELOMPOK 26

Di Susun Oleh

I Gede Mustika
Kornelia Dewi Lestari
Ni Luh Yeni Sukmawati

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung akibat otot
jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Pada
waktu jantung harus bekerja lebih keras terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan
dan asupan oksigen, hyal inilah yang menyebabkan nyeri dada (Soeharto dalam
Haslindah, 2015).
American Heart Assosiation (AHA), mendefinisikan penyakit jantung koroner
adalah istilah umum untuk penumpukan plak diarteri jantung yang dapat menyebabkan
terjadinya serangan jantung. Penumpukan plak pada arteri koroner ini disebut dengan
ateroklerosis (AHA, 2012). Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaan
dimana penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner
menyempit atau tersumbat. Arteri koroner merupakan arteri yang menyuplai darah otot
jantung dengan membawa oksigen yang banyak (Nurhasimah, 2010).
Penyakit jantung koroner sampai saat ini merupakan salah satu penyakit yang
memerlukan perhatian khusus, dimana menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) pada tahun 2007 penyakit jantung koroner menempati peringkat ke-3
penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi. Prevalensi penyakit jantung koroner
menurut Riskesdas dan Kementerian Kesehatan 2007 sebanyak 7,2% (Zahrawardani,
2013).
Pada tahun 2009 penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian
peringkat pertama di Indonesia dengan persentase kematian sebesar 11,06%
(Kemenkes, 2010). Menurut Riset Kesehatan Dasar (2013) untuk wilayah Jawa tengah
yang didiagnosis oleh dokter sebesar 0,5%, sedangkan yang terdiagnosis dokter dengan
gejala sebesar 1,4 % (Riskedas, 2013). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota
Surakarta tahun 2013 untuk penyakit jantung koroner mempunyai prevalensi 8,79%,
angka ini tergolong tinggi dibandingkan dengan prevalensi Riskesdas tahun 2013 yang
di Indonesia 2,0%.
Kejadian penyakit jantung koroner di RSUD Dr. Moewardi pada tiga bulan
terakhir dari bulan Oktober sampai bulan Desember 2014 terdapat peningkatan
prevalensi 1,56%, dibuktikan dengan prevalensi pada bulan Oktober 7,81% dengan
kasus penyakit jantung koroner 164 pasien, bulan November 8,45% dengan kasus
penyakit jantung koroner 173 pasien, dan bulan Desember 9,37% dengan kasus
penyakit jantung koroner 183 pasien. Meningkatnya kasus penyakit jantung koroner
sebagai petunjuk bahwa penyakit ini membutuhkan perhatian serius dalam
penanganannya. Hal ini karena pasien yang menderita penyakit jantung koroner
kualitas hidupnya akan menurun akibat dari efek yang ditimbulkan. Mengingat
banyaknya jumlah kasus penyakit jantung koroner di masyarakat serta dampak serius
yang ditimbulkan, maka diperlukan upaya untuk memperkenalkan konsep penyakit
jantung koroner yang betul kepada masyarakat. Berdasarkan uraian latar belakang
tersebut di atas, maka kelompok tertarik melakukan analsis “Asuhan Keperawatan Pada
Tn.P Dengan diagnosis medis penyakit jantung koroner Di Bangsal Aster 5 RSUD Dr.
Moewardi Solo”.

B. Tujuan Umum dan Khusus


1. Tujuan umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa khususnya
mahasiswa profsi ners mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnose medis penyakit jantung koroner.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari penyakit jantung koroner
b. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dari penyakit jantung koroner
c. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis dari penyakit jantung koroner
d. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari penyakit jantung koroner
e. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana penatalaksanaan keperawatan pada
pasien penyakit jantung koroner
f. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
penyakit jantung coroner
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung akibat otot
jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Pada
waktu jantung harus bekerja lebih keras terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan
dan asupan oksigen, hyal inilah yang menyebabkan nyeri dada (Soeharto dalam
Haslindah, 2015).
American Heart Assosiation (AHA), mendefinisikan penyakit jantung koroner
adalah istilah umum untuk penumpukan plak diarteri jantung yang dapat menyebabkan
terjadinya serangan jantung. Penumpukan plak pada arteri koroner ini disebut dengan
ateroklerosis (AHA, 2012)
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaan dimana penimbunan plak
pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner menyempit atau
tersumbat. Arteri koroner merupakan arteri yang menyuplai darah otot jantung dengan
membawa oksigen yang banyak (Nurhasimah, 2010).
Pengertian diatas dapat disimpulkan penyakit jantung koroner atau PJK adalah
gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena adanya
penyempitan pembuluh darah di artri koroner sehingga menyebabkan dapat terjadinya
serangan jantung.
B. Etiologi
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan, penyumbatan,
atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau penyumbatan pembuluh
darah tersebut dapat menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai
dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah kemampuan jantung untuk memompa darah
dapat hilang. Hal ini dapat merusak sistem pengontrol irama jantung dan berakhir
dengan kematian (Hermawatirisa, 2014).
Penyempitan dan penyumbatan arteri koroner disebebkan zat lemak kolestrol
dan trigliserida yang semakin lama semakin banyak dan menumpuk dibawah lapisan
terdalam endothelium dari dinding pembuluh arteri. Hal ii dapat menyebabkan aliran
darah ke otot jantung menjadi berkurang ataupun berhenti, sehingga mengganggu kerja
jantung sebagai pemompa darah. Efek dominan dari jantung korner adalah kehilangan
oksigen dan nutrient ke jantung karena aliran darah ke jantung berkurang. Pembentukan
plak lemak dalam arteri memengaruhi pembentukan bekuan aliran darah yang akan
mendorong terjadinya serangan jantung. Proses pembentukan plak yang menyebabkan
pergeseran arteri tersebut dinamakan arterioklerosis (Hermawatirisa, 2014).
Menurut Wijaya & Putri (2013) dibagi menjadi dua faktor risiko penyakit
jantung koroner yaitu :
1. Faktor- Faktor Risiko Besar (major risk factor)
a. Usia
Usia adalah faktor risiko terpenting dari 80% dari kematian akibat penyakit
jantung koroner koroner (PJK) terjadi pada orang dengan usia 65 tahun atau
lebih. Meningkatnya usia seseorang akan semakin tinggi kemungkinan
terjadinya penyakit jantung koroner. Peningkatan usia berkaitan dengan
penambahan waktu yang digunakanan untuk proses pengendapan lemak pada
dinding pembuluh nadi. Proses kerapuhan dinding pembuluh nadi semakin
panjang sehingga semakin tua seseorang maka semakin besar kemungkinan
terserang penyakit jantung koroner.
b. Jenis kelamin
Pria mempunyai risiko yang lebih untuk menderita penyakit jantung koroner,
wanita biasanya tidak terserang oleh penyakit ini samapai setelah menopause.
Peningkatan setelah menopause terjadi akibat peurunan kadar estrogen dan
peningkatan lipid di dalam darah. Pria usia < 65 tahun kira-kira mempunyai
kemungkinan meninggal akibat terjadi penyakit jantung 4 kali lebih besar
dibandingkan dengan wanita.
c. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Hubungan tekanan darah tinggi dengan penyakit jantung koroner adalah atribut
yang mempercepat timbulnya aterosklerosis. Peningkatan resisten vascular
perifer meningkatkan afterload (pasca pengisian) dan kebutuhan ventrikel
akibatnya adalah peningkatan kebutuhan oksigen yang myocardial untuk
menghadapi suplai yang berkurang. Pengaruh hipertensi dapat dimodifikasi
melalui kepatuhan terhadap regimen medis untuk pengendalian sistolik dan
diastolik tekanan darah.
d. Hiperkalemia
Hiperkalemia merujuk pada terjadinya peningkatan kadar kolestrol dan
triliserida di dalam darah.
e. Merokok
Merokok merupakan faktor besar yang memberi konstribusi pada penyakit
jantung koroner. Nikotin yang terkandung dalam rokok meningkatkan beban
kerja miokardium dan terjadi dampak peningkatan kebutuhan oksigen.
2. Faktor-Faktor Risiko Kecil (Minor Risk Factor)
a. Obesitas
Obesitas atau berat badan yang berlebih yang berhubungan dengan beban kerja
jantung yang meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung.
b. Kurang gerak
Gerak dapat memperbaiki efisiensi jantung dengan mengurangi kecepatan
jantung dan tekanan darah. Dampak fisiologis yang lain dari kegiatan gerakan
adalah menurunkan kadar kepakatan rendah dari lipid protein, menurunkan
kadar glukosa darah, dan memperbaiki cardiac output dapat mengurangi
kemungkinan penyakit jantng koroner.
c. Diabetes Melitus
Atherosklerosis koroner diketahui 2-3 kali lebih banyak pada orang dengan
diabetes mellitus, tanpa memandang kadar lipid dalam darah. Predisposisi
degenerasi vascular diketahui terjadi pada diabetes mellitus dan metabolism
lipid yang tidak normal memegang peran juga dalam pertumbuhan atheroma.
C. Manifestasi Klinis
Menurut, Hermawatirisa 2014 gejala penyakit jantung koroner yaitu :
1. Timbulnya rasa nyeri dada
2. Sesak nafas (dyspnea)
3. Ireguler irama jantung
4. Pusing
5. Rasa lelah yang berkepanjangan
6. Sakit perut, mual, muntah

Menurut Wijaya dan Putri (2013) gejala pada penyakit jantung koroner yang sering
muncul yaitu :

1. Iskemia
Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan
reversible. Iskemia yang lama akan menyebabkan kematian otot necrosis. Secara
klinis nekrosis miokardium dikenal dengan nama infark miokardium.
2. Palpitasi
Palpitasi merupakan manifestasi PJK meskipun tidak spesifik ia bisa timbul spontan
ataupun atas faktor pencetus yang menambah iskemia seperti aktivitas fisik.
3. Sesak Nafas
Sesak nafas mulai dengan nafas yang terasa pendek sewaktu melakukan aktivitas
yang cukup berat, yang biasanya tak menimbulkan keluhan semakin lama sesak
semakin bertambah, sekalipun melakukan aktivitas ringan, seperti naik tangga 1-2
lantai ataupun berjalan terburu-buru atau berjalan datar agak jauh.
4. Angina Pektoris
Angina pectoris adalah jeritan otot jantung yang merupakan sakit dada kekurangan
oksigen, suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara.
Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dan
kemampuan pembuluh darah koroner menyediakan darah secukupnya untuk
kontraksi miokard.
5. Infark Miokard
Infark miokard biasanya disebabkan oleh thrombus arteri koroner. Terjadinya
trombus disebabkan oleh terjadinya rupture plak yang kemudian diikuti oleh
pembentukan thrombus oleh trombosit. Keluhan khas ialah nyeri dada retrosternal,
seperti diremas-remas, ditekan, ditususk, panas atau ditindih barang berat.
D. Anatomi dan Fisiologi Jantung
1. Anatomi

Jantung adalah organ yang memompa darah melalui pembuluh darah menuju ke
seluruh jaringan tubuh. Sistem kardiovaskular terdiri dari darah, jantung, dan pembuluh
darah. Darah yang mencapai sel-sel tubuh dan melakukan pertukaran zat dengan sel-sel
tersebut harus di pompa secara terus-menerus oleh jantung melalui pembuluh darah. Sisi
kanan dari jantung, memompa darah melewati paru-paru, memungkinkan darah untuk
melakukan pertukaran antara oksigen dan karbondioksida (Tortora, 2012). Ukuran
jantung relatif kecil, pada umumnya memiliki ukuran yang sama, tetapi memiliki bentuk
yang berbeda seperti kepalan tangan setiap orang. Dengan panjang 12 cm, lebar 9 cm,
tebal 6 cm, dan berat 250 gr pada wanita dewasa dan 300 gr pada pria dewasa (Tortora,
2012)
Gambar 2.1 Anatomi jantung (Tortora,2012)

a. Sirkulasi coroner
Walaupun jantung memompa darah keseluruh tubuh, jantung tidak menerima
nutrisi dari darah yang dipompanya. Nutrisi tidak dapat menyebar cukup cepat dari
darah yang ada dalam bilik jantung untuk memberi nutrisi semua lapisan sel yang
membentuk dinding jantung. Untuk alasan ini, miokardium memiliki jaringan
pembuluh darah sendiri, yaitu sirkulasi koroner (Tortora, 2012).
Jantung kaya akan pasokan darah, yang berasal dari arteri koronaria kiri dan
kanan. Arteri-arteri ini muncul secara terpisah dari sinus aorta pada dasar aorta,
dibelakang tonjolan katup aorta. Arteri ini tidak di blockade oleh tonjolan katup
selama sistol karena adanya aliran sirkular dan tetap sepanjang siklus jantung.
Arteri koronaria kanan berjalan diantara trunkus pulmonalis dan atrium kanan,
menuju sulkus AV. Saat arteri tersebut menuruni tepi bawah jantung, arteri terbagi
menjadi cabang descendens posterior dan cabang marginal kanan. Arteri koronaria
kiri berjalan dibelakang trunkus pulmonalis dan kemudian berjalan diantara
trunkus pulmonalis dan atrium kiri. Arteri ini terbagi menjadi cabang sirkumfleksa,
marginal kiri, dan descendens anterior. Terdapat anastomosis antara cabang
marginal kanan dan kiri, serta arteri descendens anterior dan posterior, meskipun
anastomosis ini tidak cukup untuk mempertahankan perfusi jika salah satu sisi
sirkulasi koroner tersumbat.
Sebagian besar darah kembali ke atrium kanan melalui sinus koronarius dan
vena jantung anterior. Vena koronaria besar dan kecil secara berturut-turut terletak
paralel terhadap arteri koronaria kiri dan kanan, dan berakhir di dalam sinus.
Banyak pembuluh-pembuluh kecil lainnya yang langsung berakhir di dalam ruang
jantung, termasuk vena thebesian dan pembuluh arterisinusoidal. Sirkulasi koroner
mampu membentuk sirkulasi tambahan yang baik pada penyakit jantung iskemik ,
misalnya oleh plak ateromatosa. Sebagian besar ventrikel kiri disuplai oleh arteri
koronaria kiri, dan oleh sebab itu adanya sumbatan pada arteri tersebut sangat
berbahaya. AVN dan nodus sinus disuplai oleh arteri koronaria kanan pada
sebagian besar orang, penyakit pada arteri ini dapat menyebabkan lambatnya
denyut jantung dan blockade AV (Aaronson, 2010)

Gambar 2.2 Arteri dan vena koroner di bagian anterior (Tortora,


2012)
b. Histologi pembuluh darah
Pembuluh darah yang lebih besar umumnya memiliki struktur 3 lapis. Lapisan
dalam yang tipis disebut tunika intima, terdiri dari selapis (monolayer) sel endotel
(endotelium) yang disokong oleh jaringan ikat. Sel-sel endotel yang melapisi
lumen vascular dirapatkan oleh suatu tight junction, yang membatasi difusi
molekul besar melewati endothelium. Sel-sel endotel memiliki peran krusial dalam
mengendalikan permeabilitas vascular, vasokonstriksi, angiogenesis, dan regulasi
hemostatis. Intima relatif lebih tebal pada arteri yang lebih besar, dan mengandung
beberapa sel otot polos dalam arteri yang lebih besar, dan mengandung beberapa
sel otot polos dalam arteri dan vena yang berukuran besar dan sedang. Lapisan
tengah yang tebal, tunika media, dipisahkan dari tunika intima oleh suatu selubung
berfenestrasi (berperforasi), lamina elastika interna, yang sebagian besar tersusun
atas elastin. Lapisan media ini mengandung sel otot polos yang terbenam dalam
matriks ekstraselular yang terutama tersusun atas kolagen, elastin, dan
proteoglikan. Sel-sel tersebut berbentuk seperti silinder yang memanjang dan

irregular dengan ujung tumpul, dan memiliki panjang 15-100 m. Dalam sistem
arterial, sel-sel ini tersusun secara sirkular atau dalam spiral bersusun rendah,
sehingga lumen vaskular menyempit saat sel-sel berkontraksi. Masing-masing sel
cukup panjang untuk melapisi sekeliling arteriol kecil beberapa kali.
Sel-sel otot polos yang berdekatan membentuk gap junction. Ini merupakan
area dari kontak selular yang berdekatan dimana susunan kanal besar yang disebut
konekson menghubungkan kedua membrane sel, memungkinkan otot polos
membentuk sinsitium, dimana depolarisasi menyebar dari satu sel ke sel di
sebelahnya.
Lamina elastika eksterna memisahkan antara tunika media dari lapisan bagian
luar, tunika adventisia. Lapisan ini mengandung jaringan kolagen yang yang
menyokong fibroblast dan saraf. Pada arteri dan vena besar, adventitia
mengandung vasa vasorum, yaitu pembuluh darah kecil yang juga menembus ke
dalam bagian luar media dan menyuplai dinding vascular dengan oksigen dan
nutrisi.
Protein elastin didapatkan terutama dalam arteri. Molekul elastin tersusun
menjadi jalinan serabut yang berbentuk kumparan acak. Molekul (seperti pegas)
ini memungkinkan arteri melebar selama sistol dan kemudian kembali mengecil
selama diastol agar menjaga darah tetap mengalir kedepan. Hal ini sangat penting
untuk aorta dan arteri elastik besar lainnya, dimana media mengandung lapisan
elastin berfenetrasi yang memisahkan sel-sel otot polos menjadi lapisan konsentrik
multipel (Lamela). Protein fibrosa kolagen terdapat dalam ketiga lapisan dinding
vascular, dan berfungsi sebagai kerangka yang menahan sel otot polos tetap pada
tempatnya. Pada tekanan internal yang tinggi, jalinan kolagen menjadi sangat kaku,
dan membatasi pelebaran pembuluh darah. Hal ini sangat penting untuk vena, yang
memiliki kandungan kolagen lebih banyak dari arteri (Aaronson, 2010).
2. Fisiologis Jantung
Semua jaringan tubuh selalu bergantung pada aliran darah yang disalurkan
oleh kontraksi dan denyut jantung. Jantung mendorong darah melintasi pembuluh
darah untuk disampaikan dalam jumlah yang cukup. Jantung berfungsi untuk
menjalankan sistem sirkulasi dan transportasi dalam tubuh. Pada dasarnya sistem
sirkulasi terdiri dari 3 komponen dasar yaitu :
a. Jantung berfungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap darah untuk
menimbulkan gradien tekanan yang diperlukan agar darah mengalir ke jaringan
b. Pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk mengarahkan dan
mendistribusikan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan kemudian
mengembalikannya ke jantung.
c. Darah berfungsi sebagai medium transportasi tempat bahan-bahan yang akan
disalurkan dilarutkan, diendapkan (Sherwood, 2001).
Siklus jantung adalah urutan kejadian mekanik yang terjadi selama satu denyut
jantung tunggal. Saat menuju akhir diastole (G) semua rongga jantung berelaksasi.
Katup antara atrium dan ventrikel terbuka (katup AV: kanan, trikuspid ; kiri, mitral),
karena tekanan atrium tetap sedikit lebih besar daripada tekanan ventrikel sampai
ventrikel benar-benar mengembang. Katup aliran keluar pulmonal dan aorta
(semilunar) menutup, saat arteri pulmonalis dan tekanan aorta lebih besar daripada
tekanan ventrikel. Siklus dimulai ketika nodus sinoatrial menginisiasi denyut
jantung.
a. Sistol atrium (A)
Kontraksi atrium melengkapi pengisian ventrikel. Saat istirahat, atrium member
konstibusi kurang dari 20% volume ventrikel, namun proporsi ini meningkat sesuai
denyut jantung, karena diastol memendek dan terdapat lebih sedikit waktu untuk
pengisian ventrikel. Tidak terdapat katup antara vena dan atrium dan sejumlah
darah mengalami regurgitasi ke dalam vena. Gelombang dari tekanan atrium dan
vena merefleksiakan sistol atrium. Volume ventrikel setelah pengisian dikenal
sebagai volume akhir diastolik, dan besarnya 120-140 ml. Tekanan equivalen
adalah kurang dari 10mmHg, dan lebih besar ada ventrikel kiri daripada ventrikel
karena lebih muskular dan oleh sebab itu dinding ventrikel kiri lebih kaku. EDV
(end diastolic volume) merupakan suatu penentu penting dalam kekuatan kontraksi
selanjutnya.depolarisasi atrium menyebabkan gelombang P pada EKG
b. Sistol Ventrikel
Kontraksi ventrikel menyebabkan peningkatan tajam tekanan ventrikel dan
katup AV menutup begitu tekanan ini melampaui tekanan atrium. Penutupan katup
AV menyebabkan bunyi jantung pertama (S1). Depolarisasi ventrikel berkaitan
dengan kompleks QRS dan EKG. Selama fase awal kontraksi ventrikel, tekanan
ventrikel lebih kecil daripada tekanan arteri pulmonal dan aorta, sehingga katup
aliran keluar tetap menutup. Ini merupakan kontraksi isovolumetrik (B), karena
volume ventrikel tidak berubah. Tekanan yang meningkat menyebabkan katup AV
menonjol ke dalam atrium, sehingga ,menyebabkan gelombang tekanan atrium
yang kecil (gelombang c), yang diikuti oleh suatu penurunan (penurunan x).
c. Ejeksi
Katup-katup aliran keluar terbuka saat tekanan dalam ventrikel melampaui
tekanan pada arteri masing-masingn perhatikan bahwa tekanan arteri pulmonal 1-5
mmHg diperkirakan lebih kecil daripada tekanan aorta 80 mmHg. Aliran kedalam
arteri pada awalnya sangat cepat (fase ejeksi cepat c), namun saat kontraksi semakin
menghilang, ejeksi menjadi berkurang (fase ejeksi menurun d). Ejeksi cepat
kadang-kadang terdengar sebagai murmur. Kontraksi aktif menghilang selama
paruh kedua ejeksi, dan otot berpolarisasi, ini berkaitan dengan gelombang T pada
EKG. Tekanan ventrikel selama vase ejeksi menurun adalah sedikit lebih kecil
daripada tekanan arteri, namun darah terus mengalir keluar ventrikel karena
adannya momentum. Pada akhirnya aliran secara cepat berbalik sehingga
menyebabkan penutupan katup aliran keluar dan suatu peningkatan kecil tekanan
aorta yang dikenal sebagai takik dikrotik. Penutupan katup semilunaris berkaitan
dengan bunyi jantung kedua (S2).
Jumlah darah yang diejeksikan ventrikel dalam satu denyut disebut isi sekuncup
yaitu 70ml. oleh sebab itu, sekitar 50ml darah tertinggal dalam ventrikel pada akhir
sistol(volume akhir sistolik). Proporsi EDV yang diejeksikan adalah fraksin ejeksi.
Selama dua pertiga akhir sistol, tekanan atrium meningkat akibat pengisian vena
(gelombang v).
d. Diastol-relaksasi dan pengisian kembali.
Setelah penutupan katup aliran keluar, ventrikel secara cepat berelaksasi.
Namun demikian, tekanan ventrikel tetap lebih besar daripada tekanan atrium dan
katup AV tetap menutup. Ini disebut relaksasi isovolumetrik (E). Saat tekanan
ventrikel menurun dibawah tekanan atrium, maka katup AV terbuka dan tekanan
atrium menurun (penurunan y) saat ventrikel terisi kembali (pengisian kembali
ventrikel sangat cepat F). ini dibantu oleh recoil elastic dinding ventrikel, yang
sebenarnya menyedot darah. Bunyi jantung ketiga (S3) dapat terdengar pada orang
muda, atau saat EDP tinggi. Saat ventrikel benar-benar berelaksasi, pengisian
kembali melambat. Ini berlanjut selama dua pertiga akhir diastole akibat aliran
vena. Saat istirahat, diastole dua kali lebih panjang dari sistol, namun menurun
secara proporsional selam altihan dan saat laju denyut jantung akan meningkat.
e. Nadi
Nadi disebabkan oleh gelombang tekanan yang bergerak menuruni cabang
vascular. Bentuk dari nadi arterial dimodifikasi oleh kompliansi dan ukuran arteri.
Suatu arteri yang kaku, seperti pada usia yang menua atau aterosklerosis,
menyebabkan nadi teraba lebih jelas. Nadi juga lebih tajam saat ukuran arteri
berkurang. Pantulan yang mencerminkan arteri dari titik-titik dimana resistensi
terhadap aliran meningkat, misalnya saat arteri bercabang, dan dapat menyebabkan
peningkatan puncak selanjutnya. Nadi vena jugularis mencerminkan atrium kanan,
dan berkaitan dengan gelombang a,c,v, dan penurunan x dan y (Aaronson, 2010).
E. Patofisiologi

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapsitas suplai oksigen oleh pembuluh


darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium
lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible
pada tingkat sel dan jaringan, menekan fungsi miokardium. Berkurangnya kadar
oksigen mendorong miokardium untuk mengubah metabolism aerob menjadi
metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak
efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob melalui fosforilasi
oksidatif dan siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup
besar. Hasil akhir metabolism anaerob (asam laktat) akan tertimbun sehingga
menurunkan pH sel. Gabungan efek hipoksia ,berkurangnya energy yang tersedia,
serta asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi
daerah miokardium yang terserang berkurang, serabut-serabutnya memendek, dan
daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu , gerakan dinding segmen yang
mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian tersebut akan menonjol keluar setiap
kali ventrikel berkontraksi.

Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan


perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai dengan
ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan derajat respon refleks kompensasi
sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah
jantung dengan berkurangnya volume sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan
setiap kali berdenyut). Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistol, akan
memperbesar volume ventrikel. Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat,
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan
meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh perubahan daya kembang dinding
jantung akibat iskemia. Dinding yang kurang lentur semakin memperberat
peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu.

Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah


peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri.
Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan respons kompensasi simpatis terhadap
berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri, sering terjadi
perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan
tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan
respon vagus.
Iskemia miokardium biasanya disertai oleh dua perubahan EKG akibat
elektrofisiologi sel, yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Suatu
varian angina lainnya disebut juga angina Prinzmental disebabkan oleh spasme
arteria koroner yang berkaitan dengan elevasi segmen ST. Serangan iskemia
biasanya reda dalam beberapa menit apabila ketidak seimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen sudah di perbaiki. Perubahan metabolik, fungsional,
hemodinamik dan elektrokardigrafi yang terjadi semuanya bersifat reversibel (Price
Wilson, 2006).

Angina pektoris adalah nyeri episodik atau sensasi seperti ditekan/diremas


pada dada yang disebabkan oleh iskemia miokard reversibel. Rasa tidak nyaman
dapat menjalar ke leher, rahang, dan lengan (terutama bagian kiri), dan yang lebih
jarang ke punggung. Ini merupakan manifestasi dari iskemia miokardium
(Aaronson, ,2010).
F. Pathway

Faktor resiko

Dapat diubah Tidak dapat diubah

Hipertensi Hiperkolesterolemia Sterss, aktivitas Merokok Usia, jenis kelamin,


& obesitas meningkat genetika, RAS

Vasospasme Arterosklerosis Adrenalin


meningkat

Pelepasan mediator, Plak di PD atreri


Faktor endotel koroner

Penyempitan PD
arteri koroner

Penurunan aliran
darah ke jantung

Penurunan cardiac
output

B1 B2 B6

Kompensasi Ketidakseimbangan Kekurangan


MK. Penurunan O2 (hipoksia)
ventrikel kiri curah jantung suplai O2
menurun
B3 B4 B6
Gangguan difusi MK. Intoleransi
Sekresi aktivitas
pulmonal Metabolisme Perfusi Motilitas
menurun anaerob jaringan menurun
Edema paru menurun
Peningkatan
MK. MK. Gangguan asam laktat MK. Resiko MK. Resiko
Ketidakefektifan pertukaran gas ketidakefektifan disfungsi
pola nafas perfusi ginjal motilitas
MK. Nyeri akut
Gastrointestinal
Perfusi
Takut mati ginjal
menurun Bising usus
menurun
MK. Ansietas
Produksi urin Mual, muntah
menurun

MK. Ketidakse
imbangan nutrisi
MK. Retensi kurang dari keb.
urin tubuh
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram (EKG)
EKG mencatat ritme dan aktivitas listrik jantung . Sejumlah elektroda (patch
lengket) diletakkan pada lengan, kaki dan dada. Elektroda dihubungkan ke mesin yang
mencatat sinyal listrik dari setiap detak jantung. Meskipun EKG dapat mendeteksi
masalah dengan irama jantung, pembacaan abnormal tidak selalu berarti ada sesuatu
yang salah, juga bukan berarti jika pembacaan normal, jantung baik-baik saja. Dalam
beberapa kasus, akan mungkin memiliki EKG latihan tes atau 'stress test'. Ini adalah
ketika rekaman EKG diambil saat berolahraga (biasanya pada treadmill atau olahraga
sepeda). Jika mengalami sakit saat berolahraga, tes dapat membantu mengidentifikasi
apakah gejala disebabkan oleh angina, yang biasanya disebabkan oleh PJK.
2. Sinar-X
X-ray dapat digunakan untuk melihat jantung, paru-paru dan dinding dada.
Hal ini dapat membantu menyingkirkan kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala
pasien.
3. Echocardiogram (Echo)
Ekokardiogram ini mirip dengan USG digunakan dalam kehamilan. Ini
menghasilkan gambar jantung pasien menggunakan gelombang suara. Tes ini dapat
mengidentifikasi struktur, ketebalan dan pergerakan setiap katup jantung dan dapat
digunakan untuk membuat gambaran yang rinci dari jantung. Selama ekokardiogram
pasien akan diminta untuk melepaskan baju dan perangkat genggam kecil, disebut
transduser, akan melewati dada pasien. Pelumas gel dimasukkan ke kulit pasien untuk
memungkinkan transduser untuk bergerak dengan lancar dan pastikan ada kontak terus-
menerus antara sensor dan kulit.
4. Tes darah
Selain pengujian kolesterol, pasien mungkin harus memiliki sejumlah tes darah
untuk memantau aktivitas jantung. Ini mungkin termasuk pemeriksaan enzim jantung,
yang dapat menunjukkan apakah telah terjadi kerusakanbaru ke otot jantung.
5. Angiografikoroner
Angiografi koroner, juga dikenal sebagai tes kateter jantung, dapat
mengidentifikasi apakah arteri koroner yang menyempit dan seberapa parah
penyumbatan berada. Hal ini juga memberikan informasi tentang tekanan di dalam bilik
jantung pasien dan seberapa baik hati pasien berfungsi. Dalam angiogram, kateter
(tabung fleksibel) dimasukkan ke dalam arteri di pangkal paha atau lengan dan dipandu
ke dalam arteri koroner dengan menggunakan sinar-X. Sebuah dye disuntikkan ke
dalam kateter arteri yang menyuplai darah ke jantung. Sejumlah gambar X-ray diambil,
yang akan mempelihatkan penyumbatan. Hal ini biasanya dilakukan di bawah anestesi
lokal. Angiogram koroner relatif aman dan komplikasi serius jarang terjadi. Risiko
terkena serangan, stroke jantung atau meninggal selama prosedur diperkirakan sekitar
satu atau dua dari setiap 1.000. Namun, setelah angiogram koroner, pasien mungkin
mengalami beberapa efek samping ringan termasuk:
a. Sensasi yang sedikit aneh ketika pewarna meletakkan kateter - sejumlah kecil
pendarahan saat kateter akan dihapus
b. Memar di pangkal paha atau lengan
6. Tes radionuklida
Tes radionuklida dapat menunjukkan seberapa kuat jantung anda memompa dan
menunjukkan aliran darah ke dinding otot jantung pasien. Tes radionuklida
memberikan informasi lebih rinci dibandingkan dengan pengujian latihan EKG. Selama
pengujian radionuklida, sejumlah kecil zat radioaktif, disebut isotop, disuntikkan ke
dalam darah pasien (kadang-kadang selama latihan). Jika pasien mengalami kesulitan
berolahraga, pasien mungkin akan diberi beberapa obat untuk membuat jantung pasien
berdetak lebih cepat. Sebuah kamera ditempatkan dekat dengan dada pasien utuk
mengangkat radiasi yang ditransmisikan oleh isotop saat melewati jantung pasien.
7. Pengujian resonansi magnetik (MRI)
MRI scan dapat digunakan untuk menghasilkan gambar detil dari jantung Anda.
Selama MRI scan, Anda berbaring di dalam pemindai seperti terowongan yang
memiliki magnet di sekitar luar. Pemindai menggunakan medan magnet dan gelombang
radio untuk menghasilkan gambar.
8. Computerised tomography (CT) scan
CT scan menggunakan sinar-X dan komputer untuk membuat rincian gambar dari
dalam tubuh Anda. Selama CT scan, Anda berbaring di tempat tidur sementara tabung
kecil yang mengambil sinar-X bergerak dan berputar di sekitar tubuh Anda
(NHS,2012).
H. Komplikasi
1. Angina (nyeri dada)
Saat pembuluh darah menyempit, jantung tidak menerima suplai drah yang cukup saat
kebutuhan meningkat dari biasanya, yaitu saat aktivita fisik. Hal ini dapat menyebabkan
angina atau sesak nafas.
2. Serangan jantung
Jika plak pecah, dan terbentuk bekuan darah, maka pembuluh darah bisa tersumbat total,
ini yang menyebabkan serangan jantung. Berkurangnya aliran darah ke jantung, berefek
pada kerusakan otot jantung. Tingkat kerusakannya tergantung seberapa cepat kita
mendapat pengobatan.
3. Gagal jantung
Jika beberapa bagian jantung secara kronis kekurangan oksigen dan nutrisi karena
berkurangnya aliran darah, atau jantung pernah mengalami kerusakan akibat serangan
jantung, jantung menjadi terlalu lemah untuk memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. kondisi ini disebut gagal jantung.
4. Aritmia
Suplai darah yang tidak memadai ke jantung atau kerusakan pada jaringan jantung, dapat
menganggu impuls listrik jantung anda, menyebabkan ritme jantung abnormal.
I. Penatalaksanaan
1. Nonfarmakologi
a. Kontrol tekanan darah
The Seventh Joint National Comittee (JNC 7) pada pencegahan, deteksi,
evaluasi,dan perawatan terhadap hipertensi merekomendasikan pasien DM atau
penyakit ginjal kronis harus diterapi untuk mencapai TD lebih rendah dari 130/80
mmHg. Meskipun guidelines JNC 7 tidak mendefinisikan suatu target TD bagi
pasien gagal jantung atau PKV, ddirekomendasikan untuk mencapai control yang
menyeluruh. Perawatan pasien tanpa PKV atau DM harus dimulai jika TD
sistolik≥140 mmHg dan atau TD diastolik ≥ 90 mmHg (Chobanian et al, 2003).
b. Manajemen kolesterol
Laporan Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Cholesterol in adult (adult treatment panel III ATP) III merekomendasikan target
kadar kolesterol LDL <100 mg/dL (2,6 mmol/L) pada pasien PKV, DM, atau
berdasarkan Framingham Risk Score, pasien dengan IM atau penyakit jantung
koroner yang beresiko kematian dalam 10 tahun lebih dari 20%. Pedoman tersebut
membagi kadar trigeliserida normal <150 mg/dL (3,8 mmol/L) dan kadar kolesterol
HDL≥40mg/dL (1mmol/L). Pada semua tingkat, perubahan gaya hidup, termasuk
diet dan olahraga, dan terapi obat-obatan seharusnya dilakukan untuk menurunkan
kadar kolesterol LDL<100mg/dL (2,6 mmol/L).
c. Berhenti merokok
Merokok terbukti meningkatkan perkembangan dan progresi PKV, dan pada
orang-orang yang terbukti PJK, merokok merupakan predictor penting kejadian
kardiovaskular dimasa mendatang. Kombinasi dukungan perilaku jangka
panjang dan terapi farmakologis dengan bupropion, dengan atau tanpa
penggantian nikotin, sebaiknya dianjurkan pada semua pasien PKV.
d. Diet dan Weight Management
Indeks masa tubuh (IMT) menggolongkan pasien menjadi sehat (IMT 19-
25), over weight (IMT 25-30), dan obesitas (IMT >30), dan berhubungan dengan
risiko kardiovaskular. Lingkar pinggang yang juga diperkirakan meningkat jika
lebih dari 40 inci (102 cm) pada laki-laki atau 35 inci (89 cm) pada perempuan,
merupakan pengukuran tidak langsung dalam menilai obesitas sentral atau
viseral yang terbukti berkaitan dengan risiko kardiovaskular (WHO,2013).
Pengurangan jumlah asupan kalori sebanyak 500 kcal/hari atau lebih harus
dijalankan oleh pasien dengan berat badan tidak sehat sehingga mereka mencapai
berat badan ideal (Noel PH et al, 2002).
Susunan makanan yang mengandung protein, kompleks kabohidrat, asam
lemak omega-3, sayur-sayuran, kacang, dan biji-bijian serta pembatasan lemak
jenuh dan kolesterol harus dijalankan oleh semua pasien PKV.
e. Pengelolaan Diabetes
DM tipe 2 merupakan faktor resiko kuat terjadinya PKV dan dihubungkan
dengan peningkatan aterosklerosis. Penyakit jantung koroner terjadi pada lebih
dari 65% pada semua kematian pasien DM. pasien dengan PKV dan DM harus
difokuskan pada control kadar glukosa darah yang baik dengan target nilai
hemoglobin glycosylated (HbA1c) kurang dari 6,5%.
1) Exercise
Diantara pasien-pasien dengan PKV, olahrag teratur terbukti dapat
menurunkan angka kejadina kardiovaskular dan penyebab kematian. Sluruh
pasien dengan riwayat PKV harus selalu berolahrag aerobic selama 30
menit atau lebih setiap harinya. Untuk pasien dengan angina pektoris stabil
kronik, baru mengalami IM, baru dilakukan pembedahan by pass arteri
koronaria, dan/atau disfungsi sistolik ventrikel kiri, pengawasan olahraga
dalam program rehabilitasi kardiovaskuler harus dipertimbangkan.
2. Farmakologi
a. Obat Anti Platelet
1) Aspirin
Peran aspirin pada pencegahan sekunder bencanakardiovaskular iskemik
(ischaemic cardiovascular events) telah diterima secara universal. Aspirin
diketahui menurunkan resiko kejadian vascular sekitar 25%, dengan
perlindungan terbesar pada pasien SKA. Aspirin secara ireversibel
menghambat enzim cyclooxygenase yang terlibat dalam pembentukan
thromboxane, suatu faktor yang memicu agregasi trombosit. Seluruh pasien
dengan riwayat PKV dan atau DM harus mendapat 75 mg sampai 325
aspirin setiap harinya (BMJ, 2002). Efek samping utama antara lain
perdarahan, gejala-gejala gastrointestinal (pada 2%-10% individu), tinnitus
dan memburuknya pendengaran (0,3 % dengan dosis yang lebih tinggi), dan
reaksi hipersensitivitas termasuk bronkospasme, urtikaria, dan angioedema
(pada 0,3%).
2) Clopidogrel
Clopidogrel mencegah aktivasi platelet dengan memblok pengikatan
adenosine diphosphate pada reseptornya dipermukaan platelet. Klopidogrel
harus digunakan sebagai pengganti aspirin pada para pasien yang intoleran
atau resisten terhadap efek aspirin. Klopidogrel (75mg/hari) juga harus
diberikan selain aspirin (75-325 mg/hari) selama setidaknya 8 sampai 12
bulan pada pasien dengan sindroma koroner akut, terutama setelah
menjalani percutaneous coronary intervention (PCI) (Steinhubl et al, 2002).
Efek samping utama termasuk rash (pada 4.2% pasien) dan perdarahan
gastrointestinal (pada 2,0% pasien). Penggunaan jangka panjang dari
klopidogrel terbatas terutama oleh harganya.
b. Obat Anti Koagulan
1) Warfarin
Efek antikoagulan warfarin terutama melalui efek antagonis terhadap
vitamin K-dependent carboxylation dari beberapa protein prokoagulan
(faktor-faktor II,VII,IX, dan X dan protein-protein C dan S). anti koagulan
warfarin diindikasikan pada pasien fibrilasi atrial dan atau thrombus
ventrikel kiri, juga pada individu yang tidak dapat menerima spirin setelah
IM (Braunwald et al, 2002).Warfarin juga dipertimbangkan untuk menjadi
terapi utama pada beberapa pasien pasca IM akut.
Efek samping utama termasuk perdarahan sifatnya tergantung dosis
dan mempunyai potensi interaksi obat, terutama diantara obat-obatan yang
dimetabolisme oleh sitokrom hati CYP2C9 dan isoenzim CYP3A4.
Pemberian aspirin dosis rendah yang ditambahkan secara rutin pada
warfarin masih merupakan kontroversi. Analisis terkini menunjukkan
kecenderungan terhadap perbaikan outcome jika terapi kombinasi
digunakan pada pasien-pasien yang diketahui PKV. Pasien yang mendapat
warfarin jangka panjang memiliki sedikit peningkatan risiko perdarahan
mayor dibandingkan dengan pasien yang dirawat dengan aspirin saja
(Hurlen M et al, 2002).
c. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors
Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI) menghambat konversi
angiotensin I menjadi angiotensin II. Terapi ini memblok sistem rennin-
angiotensin dan mencegah pemecahan bradikinin. ACEI diindikasikan pada
pasien PKV yang disertai gagal jantung, disfungsi sistolik ventrikel kiri, dan
recent MI dan juga diindikasikan pada pasien PKV dan DM terlepas dari fungsi
sistolik ventrikel kiri selama tekanan darah sistolik lebih besar dari 120 mmHg
(indikasi terkini American Collage of Cardiology/American Heart Association
[ACC/AHA] class IIa)(Gluckman Tyj et al, 2004).
Efek samping utama termasuk insufisiensi ginjal (50% pasien dengan stenosis
arteri bilateral), batuk (20% dari keseluruhan pasien), hiperkalemia (10%
pasien), dan angioedema (0,1%-0,2%)(Gluckman Tyj et al, 2004).
d. Angiotensin Receptor Blockers
ARB menghambat efek angiotensin II pada tingkat reseptor dan
diindikasikan pada pasien nefropati diabetic, hipertensi, atau gagal jantung.
Namun, ARB belum terbukti memberikan perlindungan terhadap PKV lebih
baik dibandingkan dengan ACEI pada pasien gagal jantung, dan oleh karena itu
hanya boleh digunakan sebagai terapi primer pada pasien yang intoleran
terhadap ACEI. Terapi kombinasi ARB dengan ACEI pada pasien gagal jantung
nampaknya memberikan keuntungan lebih besar melalui hambatan sistem
angiotensin yang lebih sempurna (Mc Murray JJ et al, 2003). Efek samping
utama mirip dengan ACEI, kecuali untuk efek-efek yang terkait dengan
bradikinin (mis : batuk).
e. β-Blockers
Penyekat beta secara kompetitif menghambat efek katekolamin pada

reseptor adrenergik- . Efek ini meliputi efek anti aritmik, anti angina, dan
simpatolitik dengan mengurangi stimulasi kronotropik dan inotropik. Penyekat
beta harus digunakan dalam pencegahan PKV sekunder pada pasien dengan IM,
gagal jantung, disfungsi sistolik ventrikel kiri dan hipertensi(Freemantle N et
al, 1999). Efek samping utama antara lain eksaserbasi jangka pendek gejala-
gejala gagal jantung, kelelahan (1,8 %), dan disfungsi seksual.
f. Penghambat HMG-CoA Reduktase (Statin)
Statin adalah inhibitor kompetitif 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A
(HMG-CoA) reductase, suatu enzim yang berperan dalam sintesis kolesterol.
Statin merupakan golongan obat yang sangat kuat dalam menurunkan kadar
kolesterol LDL, dan juga untuk meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan
trigliserida. Statin seharusnya dipertimbangkan menjadi obat utama penurunan
lipid pada pasien PKV atau DM. Efek samping utama antara lain mialgia (1%-
6%), peningkatan serum aimnotransferase sesuai dosisnya (0,1%-3,0%),
miopati (0.7%), dan rabdomiolisis fatal (<0,00002%)
g. Fibrat
Fibrat mengaktifkan peroxisome profilator-activated receptors (PPAR)
untuk merangsang lipoprotein lipase, dan menghasilkan kadar trigliserida yang
lebih rendah dan kadar kolesterol HDL yang lebih tinggi (National Cholesterol
Education Program, 2002). Fibrat merupakan obat pilihan pertama yang cocok
pada pasien dengan hipertrigliseridemia (isolated). Terapi kombinasi dengan
statin dapat dioertimbankan pada pasien-pasien yang beresiko tinggi dengan
peningkatan kadar kolesterol LDL dan juga kadar kolesterol HDL rendah atau
kadar trigliserida yang tinggi. Efek samping utama adalah miopati, yang
meningkat seiring dengan penggunaan statin.
h. Asam nikotinat
Asam nikotinat (niasin) meningkatkan kadar kolesterol HDL dan
menghambat produksi kolesterol VLDL dan LDL didalam hati. Niasin dapat
digunakan pada terapi kombinasi dengan statin pada pengobatan
hiperlipidemia pasien-pasien dengan kadar kolesterol HDL yang normal atau
rendah (National Cholesterol Education Program, 2002).
Efek samping utama antara lin muka menjadi merah, pruritus (20%),
parastesia (20%), nausea (20%), hepatotoksisitas, hiperglikemia dari
resistensi insulin, hiperurikemia, hipotensi, dan peningkaan kadar serum
homosistein.
J. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan,
alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis. (Wantiyah, 2010)
2. Keluhan utama
Pasien pjk biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan dengan skala
nyeri 0-10, 0 tidak nyeri dan 10 nyeri palig tinggi. Pengakajian nyeri secara
mendalam menggunakan pendekatan PQRST, meliputi prepitasi dan penyembuh,
kualitas dan kuatitas, intensitas, durasi, lokasi, radiasi/penyebaran,onset.(Wantiyah,
2010)
3. Riwayat kesehatan lalu
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara lain apakah
klien pernah menderita hipertensi atau diabetes millitus, infark miokard atau
penyakit jantung koroner itu sendiri sebelumnya. Serta ditanyakan apakah pernah
MRS sebelumnya. (Wantiyah, 2010)
4. Riwayat kesehatan sekarang
Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST. Untuk
membantu klien dalam mengutamakan masalah keluannya secara lengkap. Pada
klien PJK umumnya mengalami nyeri dada. (Wantiyah, 2010)
5. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang menderita
penyakit jantung koroner. Riwayat penderita PJK umumnya mewarisi juga faktor-
faktor risiko lainnya, seperti abnormal kadar kolestrol, dan peningkatan tekanan
darah. (A.Fauzi Yahya, 2010)
6. Riwayat psikososial
Pada klien PJK biasanya yang muncul pada klien dengan penyakit jantung
koroner adalah menyangkal, takut, cemas, dan marah, ketergantungan, depresi dan
penerimaan realistis. (Wantiyah, 2010)
7. Pola aktivitas dan latihan
Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit jantung
koroner untuk menilai kemampuan dan toleransi pasien dalam melakukan aktivitas.
Pasien penyakit jantung koroner mengalami penurunan kemampuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.(Panthee & Kritpracha, 2011:hal 15)
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan klien
dilanjutkan mengukur tanda-tand vital. Kesadaran klien juga diamati apakah
kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma atau koma. Keadaan sakit
juga diamati apakah sedang, berat, ringan atau tampak tidak sakit.
b. Tanda-tanda vital
Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah 180/110
mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu 36,2 C.
(Gordon, 2015: hal 22)
c. Pemeriksaan fisik persistem
d. Sistem persyarafan, meliputi kesadaran, ukuran pupil, pergerakan seluruh
ekstermitas dan kemampuan menanggapi respon verbal maupun non verbal.
(Aziza, 2010)
1) Sistem penglihatan, pada klien PJK mata mengalami pandangan
kabur.(Gordon, 2015: hal 22)
2) Sistem pendengaran, pada klien PJK pada sistem pendengaran telinga , tidak
mengalami gangguan. (Gordon, 2015:hal 22)
3) Sistem abdomen, bersih, datar dan tidak ada pembesaran hati. (Gordon,
2015:hal 22)
4) Sistem respirasi, pengkajian dilakukan untuk mengetahui secara dinit tanda
dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. Pengkajian meliputi
persentase fraksi oksigen, volume tidal, frekuensi pernapasan dan modus
yang digunakan untuk bernapas. Pastikan posisi ETT tepat pada tempatnya,
pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit untuk mendeteksi hipoksemia.
(Aziza, 2010: hal 13)
5) Sistem kardiovaskuler, pengkajian dengan tekhnik inspeksi, auskultrasi,
palpasi, dan perkusi perawat melakukan pengukuran tekanan darah; suhu;
denyut jantung dan iramanya; pulsasi prifer; dan tempratur kulit. Auskultrasi
bunyi jantung dapat menghasilkan bunyi gallop S3 sebagai indikasi gagal
jantung atau adanya bunyi gallop S4 tanda hipertensi sebagai komplikasi.
Peningkatan irama napas merupakan salah satu tanda cemas atau takut
(Wantiyah,2010: hal 18)
6) Sistem gastrointestinal, pengkajian pada gastrointestinal meliputi auskultrasi
bising usus, palpasi abdomen (nyeri, distensi). (Aziza,2010: hal 13)
7) Sistem muskuluskeletal, pada klien PJK adanya kelemahan dan kelelahan
otot sehinggah timbul ketidak mampuan melakukan aktifitas yang
diharapkan atau aktifitas yang biasanya dilakukan. (Aziza,2010: hal 13)
8) Sistem endokrin, biasanya terdapat peningkatan kadar gula darah.
(Aziza,2010: hal 13)
9) Sistem Integumen, pada klien PJK akral terasa hangat, turgor baik. (Gordon,
2015:hal 22)
10) Sistem perkemihan, kaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah
pinggang, observasi dan palpasi pada daerah abdomen bawah untuk
mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang jenis cairan yang keluar .
(Aziza,2010)
K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
Definisi: pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti
(internasional asosiation for the study of pain) ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan
dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan
Batasan karakteristik :
a. Mengungkapakan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
b. Posisi untuk menghindari nyeri
c. perubahan tonus otot
d. perubahan tekanan darah, pernafasan, atau nadi, dilatasi pupil
e. perubahan selera makan
f. perilaku distrasi
g. perilaku ekspresif
h. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
i. fokus menyempit
j. bukti nyeri yang dapat diamati
k. berfokus pada diri sendiri
l. gangguan tidur
Faktor yang berhubungan : Agens-agens penyebab cedera misalnya: biologis, kimia,
fisik, dan psikologis.
2. Penurunan curah jantung
Definisi: ketidakadekuatan pompa darah oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
Batasan karakteristik :
a. Gangguan Frekuensi dan Irama Jantung
b. Gangguan Preload
c. Gangguan Afterload
d. Gangguan kontraktilitas
e. Perilaku/Emosi
f. Gangguan frekuensi atau irama jantung
g. Gangguan volume sekuncup
h. Gangguan preload
i. Gangguan afterload
j. Gangguan kontraktifitas
3. Intoleransi aktivitas
Definisi: ketidak cukupan energi fisiologis atau psikologisuntuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus dilakukan.
Batasan karakteristik :
a. Ketidak nyamanan atau dispnea saat beraktivitas melaporkan keletihan atau
kelemahan secara verbal.
b. Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap
aktivitas
c. Perubahan EKG yang menunjukkan artitmia atau iskemia
d. Tirah dan baring dan imobilitas.
e. Kelemahan umum
f. Ketidak seimbangan anatara suplai dan kebetuhan okisgen
g. Gaya hidup yang kurang gerak

3.3 Intervensi Keperawatan


No Dx Tujuan & Kreteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut *Kontrol Nyeri (1605) *Manajemen nyeri (1400) 1. Mengetahui
(00132) Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian tingkat nyeri
tindakan keperawatan secara komprehensif pasien
selama 3x24jam 2. Monitor ttv 2. Mengetahui
diharapkan Kontrol Nyeri 3. Ajarkan teknik perubahan ttv
meningkat dari level 2 nonfarmakologi 3. Mengurangi rasa
(jarang menunjukan) ke 4. Kolaborasikan nyeri
level 4 (sering pemberian obat menggunakan
menunjukan) dengan analgesik bila nyeri terapi nafas
kreteria hasil : bertambah dalam
1.mengenai kapan terjadi 4. Membantu
nyeri menurunkan
2. melaporkan nyeri yang nyeri
terkontrol menggunakan
3. menggambarkan faktor analgesik
penyebab
2 Penurunan *keefektifan pompa *Perawatan jantung 1. untuk mengetahui
jantung (0400) (4040) tanda tanda vital
curah jantung
Setelah dilakukan 1. monitor tada tanda pasien
tindakan keperawatan vital secara rutin 2. agar pasien
selama 3x24jam 2. instruksikan pasien mengetahui
diharapkan keefektifan dan keluarga perawatan apa
pompa jantung meningkat mengenai tujuan saja yang
dari level 3 (Deviasi keperawatan diberikan
sedang) ke level 4 3. monitor sesak 3. untuk mengetahui
(Deviasi Ringan) dengan nafas,kelelahan,takipn salah satu factor
kreteria hasil: ea penyebab sesak
1. tekanan darah diastole pada pasien
normal
2. tekanan darah sistol 4. susun waktu latian dan 4. agar pasien dapat
normal istirahat untuk beristirahat dan
3. dipsnea dengan mencegah kelelahan tidak mudah lelah
aktivitas ringan 5. batasi merokok 5. agar tidak
memperburuk
keadaan pasien
3 Intoleransi Toleransi Terhadap Perawatan Jantung: 1. agar mengetahui
aktivitas Aktivitas (0005) Rehabilitas (4046) aktivitas yang
Setelah dilakukan 1. monitor toleransi menyebabkan
tindakan keperawatan terhadap aktivitas dispsnea
selama 3x24jam 2. instruksikan pasien 2. agar pasien tidak
diharapkan Toleransi untuk membatasi kelelahan dan
Terhadap Aktivitas mengangkat/mendoro merasakan sesak
meningkat dari level 3 ng benda-benda berat 3. agar pasien lebih
(cukup tergangu) ke level 3. instruksikan banyak istirahat
4 (sedikit terganggu) pembatasan aktivitas 4. agar pasien ma
dengan kreteria hasil : sehari-hari (seperti, uterus melakukan
1. Kemudahan dalam pembatasan aktivitas perawatan
melakukan aktivitas dan memperbanyak
hidup harian (ADL) istirahat
2. saturasi oksigen 100% 4. instruksikan pasien
3. frekuensi pernafasan dan keluarga untuk
setelah beraktifitas melanjutkan
perawatan
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Berdasarkan teori penderita penyakit jantung koroner akan menunjukan
beberapa gejala klinis seperti Timbulnya rasa nyeri dada, sesak nafas (dyspnea),
ireguler irama jantung, pusing ,rasa lelah yang berkepanjangan, sakit perut, mual,
muntah. Hasil pengkajian pada Tn.P didapatkan pada saat dibawa ke RS pasien
mengeluh nyeri dada sebelah kiri, sesak napas, dan pusing. Kemudian pada penderita
penyakit jantung koroner, beberapa pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang akan
terganggu diantaranya pada pemenuhan aktivitas dan latihan. Penderita Vertigo
merasakan pusing, dan nyeri sehingga pasien harus selalu bed rest. Bed rest dilakukan
agar pasien merasa lebih nyaman dan menghindari resiko terjadinya jatuh atau ataupun
cidera saat berjalan. Hal ini sesuai dengan yang dialami oleh pasien Tn.P hanya bed
rest . Pada penderita penyakit jantung koroner adanya gangguan pada kebutuhan
aktivitas dan latihan, karena adanya penurunan curah jantung.
B. Diagnosa Keperwatan
Hasil pengkajian yang didapatkan pada penderita penyakit jantung koroner
selanjutnya akan difokuskan untuk menentukan diagnosa keperawatan. Untuk
membuat diagnosa keperawatan maka harus sesuai dengan prioritas masalah yang
harus segera di selesaikan. Berdasarkan teori, prioritas diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada penderita penyakit jantung koroner adalah:
1. Nyeri akut
Nyeri adalah gejala yang paling sering dirasakan oleh penderita penyakit
jantung koroner. Nyeri yang dirasakan dari sakala sedang sampai ke skala berat.
Akibatnya pasien kesulitan untuk beristirahat dan beraktivitas. Jika nyeri tidak
diatasi terlebih dahulu maka masalah lain yang muncul juga tidak akan teratasi.
2. Penurunan curah jantung
Penurunan curah jantung dapat ditandai dengan perubahan tekanan darah pada
pasien serta perubahan gambaran EKG
3. Intoleransi aktivitas
Disebabkan karena gejala yang ditimbulkan sehingga mengganggu aktivitas
pasien
Intervensi

Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah data terkumpul,


dikelompokkan, dianalisa dan ditetapkan masalah keperawatan. Perencanaan disusun
berdasarkan prioritas masalah yang disesuaikan dengan kondisi klien. Setelah masalah
ditentuka berdasarkan prioritas, tujuan pelayanan keperawatan ditetapkan. Tujuan bisa
ditetapkan dalam jangka panjang atau jangka pendek, harus jelas, dapat diukur dan
realistis. Ditegaskan dalam bentuk perubahan, kriteria hasil sebagai alat ukur
pencapaian tujuan yang mengacu pada tujuan yang disusun pada rencana keperawatan.
Perencanaan keperawatan yang sesuai dengan teori berdasarkan hasil pengkajian salah
satunya adalah pengendalian faktor risiko dan pengurangan aktivitas serta mengubah
cara hidup
C. Implementasi
Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan
pelaksanaan. Pelaksanaan rencana asuhan keperawaan merupakan kegiatan atau
tindakan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah
dibuat. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada Tn.P harus sesuai dengan
rencana keperawatan pada Tn.P saat melakukan implementasi keperawatan, semu
respon pasien harus diperhatikan dan dicatat agar selanjutnya dapat dievaluasi
keberhasilan dari rencana keperawatan yang telah direncanakan.
D. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi dalam
proses keperawaan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data objektif yang
akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah tercapai sepenuhnya,
sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa yang perlu dikaji,
direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali. Tujuan tahap evaluasi adalah untuk
memberikan umpan balik rencana keperawatan, menilai, meningkatkan mutu asuhan
keperawatan melalui perbandingan asuhan keperawatan yang meningkatkan diberikan
serta hasilnya dengan standar yang telah ditetapkan lebih dahulu. Adapun evaluasi dari
tindakan keperawatan diatas dilakukan selama 3x24 jam. Hasilnya tidak semua masalah
pasien dapat teratasi.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit jantung koroner atau PJK adalah gangguan fungsi jantung akibat otot
jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah di artri koroner
sehingga menyebabkan dapat terjadinya serangan jantung. Kebutuhan oksigen yang
melebihi kapsitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan
menyebabkan terjadinya iskemia miokardium local, berkurangnya kadar oksigen
mendorong miokardium untuk mengubah metabolism aerob menjadi metabolisme
anaerob Hasil akhir metabolism anaerob (asam laktat) akan tertimbun sehingga
menurunkan pH sel. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang,
serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang , gerakan
dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian tersebut akan
menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi, berkurangnya daya kontraksi dan
gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika. Menurunnya
fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya volume
sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali berdenyut). Berkurangnya
pengosongan ventrikel saat sistol, akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya
tekanan jantung kiri akan meningkat, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan
dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh perubahan
daya kembang dinding jantung akibat iskemia.
Manifestasi klinis yang khas dari penyakit jantung coroner adalah Timbulnya
rasa nyeri dada, sesak nafas (dyspnea), ireguler irama jantung, pusing ,rasa lelah yang
berkepanjangan, sakit perut, mual, muntah. Asuhan keperawatan pada pasien penyakit
jantung koroner adalah befokus pada penurunan curah jantung pasien, nyeri dan
aktivitas dan latihan. Penatalaksanaan atau penanganan yang dapat diberikan debadan
menjadi dua yaitu secara farmakologi dan non farmakologi. Penangana secara
nonfarmakologi dapat berupa mengontrol atau memonitor tekanan darah,
memanajemen kolesterol, serta perubahan gaya hidup, secara farmakologi dapat berupa
tindakan kolaboratif dengan pemberian obat anti platelet, anti koagulan, B-bloker,
ACEI, penghambat HMG-CoA redukstatin.
B. Saran
Pengobatan pada penderita jantung koroner juga perlu dijelaskan tentang tanda
gejala dini sebagai penccegahan. Pada pasien agar selalu memperhatikan anjuran atau
larangan tim medis yang kiranya mengganggu kesembuhan pasien dan untuk
kesembuhan melaksanakan program terapi secara intensif sesuai dengan petunjuk yang
telah diberikan oleh terapis demi keberhasilan suatu terapi. Kepada keluarga pasien
agar selalu memberikan dorongan atau support, serta mambantu pasien untuk
melaksanakan program terapi terutama di rumah.
Daftar Pustaka
Aaronson, I. Philip. And Ward. P.T Jeremy., 2010. At a Galnce Sistem Kardiovaskular.
Jakrta : EGC
American Heart Association (AHA). 2012. Heart disease and stroke statistic. 2012
Update
Bulecheck, M.G dkk (2013). Nursing Interventiom Clasification (NIC), 6th Indonesia
edition Indonesia : Mocomedia
Haslindah. (2015). Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner Pada wanita di
Wilayah Pesisir Kabupaten Pungkep. Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanudin. Skripsi dipublikasikan
Hermawati, Risa, Asri Candra Dewi. (2014). Penyakit Jantung Koroner. Jakarta:
Fmedia
Moorhead , Sue, et. al. (2013) Nursing Outcomes Classification (NOC). Fith Edition.
United States of American: Elsevier.
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 edisi 10
Editor T Heater Herman Shigmi Kanitsuru.Jakarta :EGC
Norhasimah. 2010. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Tentang Penyakit
Jantung Koroner (PJK) Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera.
Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy & Physiologi 13th edition.
United States Of America: Jhon Wiley & sons, Inc.
Wantiyah. (2010). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efikasi Diri Pasien
Penyakit Jantung Koroner dalam konteks Asuhan Kepeawatan Di RSD Dr
Soebanji Jember. Tesis . Universitas Indonesia
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Dewasa Teori dan
Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
Zahrawardani, D., Herlambang, K.S., Anggraheny , H.D. 2013. Analisis Faktor Risiko
Kejadian Penyakit Jantung Koroner pada Penderita Diabetes mellitus Tipe
2. Fakultas Kedokteran di Universitas di Ponegoro

Anda mungkin juga menyukai