Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung akibat
otot jantung kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah
koroner. Pada waktu jantung harus bekerja lebih keras terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan oksigen, hyal inilah yang
menyebabkan nyeri dada (Soeharto dalam Haslindah, 2015).
American Heart Assosiation (AHA), mendefinisikan penyakit jantung
koroner adalah istilah umum untuk penumpukan plak diarteri jantung yang
dapat menyebabkan terjadinya serangan jantung. Penumpukan plak pada arteri
koroner ini disebut dengan ateroklerosis (AHA, 2012)
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan keadaan dimana
penimbunan plak pembuluh darah koroner. Hal ini menyebabkan arteri koroner
menyempit atau tersumbat. Arteri koroner merupakan arteri yang menyuplai
darah otot jantung dengan membawa oksigen yang banyak (Nurhasimah, 2010).
Pengertian diatas dapat disimpulkan penyakit jantung koroner atau PJK
adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena
adanya penyempitan pembuluh darah di artri koroner sehingga menyebabkan
dapat terjadinya serangan jantung.
B. Etiologi
Etiologi penyakit jantung koroner adalah adanya penyempitan,
penyumbatan, atau kelainan pembuluh arteri koroner. Penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah tersebut dapat menghentikan aliran darah ke otot
jantung yang sering ditandai dengan nyeri. Dalam kondisi yang parah
kemampuan jantung untuk mememompa darah dapat hilang. Hal ini dapat
merusak system pengontrol irama jantung dan berakhir dengan kematian
(Hermawatirisa, 2014).
Penyempitan dan penyumbatan arteri koroner disebebkan zat lemak
kolestrol dan trigliserida yang semekin lama semakin banyak dan menumpuk
dibawah lapisan terdalam endothelium dari dinding pembuluh arteri. Hal ii
dapat menyebabkan aliran darah ke otot jantung menjadi berkurang ataupun
berhenti, sehingga mengganggu kerja jantung sebagai pemompa darah. Efek
dominan dari jantung korner adalah kehilangan oksigen dan nutrient ke jantung
karena aliran dara jantung berkurang. Pembentukan plak lemak dalam arteri
memengaruhi pembentukan bekuan aliran darah yang akan mendorong
terjadinya serangan jantung. Proses pembentukan plak yang menyebabkan
pergeseran arteri tersebut dinamakan arterioklerosis (Hermawatirisa, 2014).
Menurut Wijaya & Putri (2013) dibagi menjadi dua faktor risiko
penyakit jantung koroner yaitu :
1. Faktor- Faktor Risiko Besar (major risk factor)
a. Usia
Usia adalah faktor risiko terpenting dari 80% dari kematian akibat
penyakit jantung koroner koroner (PJK) terjadi pada orang dengan usia
65 tahun atau lebih. Meningkatnya usia seseorang akan semakin tinggi
kemungkinan terjadinya penyakit jantung koroner. Peningkatan usia
berkaitan dengan penambahan waktu yang digunakanan untuk proses
pengendapan lemak pada dinding pembuluh nadi. Proses kerapuhan
didnding pembuluh nadi semakin panjang sehingga semakin tua
seseorang maka semakin besar kemungkinan terserang penyakit jantung
kororner.
b. Jenis kelamin
Pria mempunyai risiko yang lebih untuk menderita penyakit jantung
koroner, wanita biasanya tidak terserang oleh penyakit ini samapai
setelah menopause. Peningkatan setelah menopause terjadi akibat
peurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid didalam darah. Pria usia
< 65 tahun kira-kira mempunyai kemungkinan meninggal akibat terjadi
penyakit jantung 4 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita.
c. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
Hubungan tekanan darah tinggi dengan penyakit jantung koroner adalah
atribut yang mempercepat timbulnya acterosclerosis. Peningkatan
resisten vascular perifer meningkatkan afterload (pasca pengisian) dan
kebutuhan ventrikel akibatnya adalah peningkatan kebutuhan oksigen
yang myocardial untuk menghadapi suplai yang berkurang. Pengaruh
hipertensi dapat dimodifikasi melalui kepatuhan terhadap regimen
medis untuk pengendalian sistolik dan diastolic tekanan darah.
d. Hiperkalemia
Hiperkalemia merujuk pada terjadinya peningkatan kadar kolestrol dan
triliserida di dalam darah.
e. Merokok
Merokok merupakan faktor besar yang memberi konstribusi pada
penyakit jantung koroner. Nikotin yang terkandung dalam rokok
meningkatkan beban kerja miokardium dan terjadi dampak peningkatan
kebutuhan oksigen.
2. Faktor-Faktor Risiko Kecil (Minor Risk Factor)
a. Obesitas
Obesitas atau berat badan yang berlebih yang berhubungan dengan
beban kerja jantung yang meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk
jantung.
b. Kurang gerak
Gerak dapat memperbaiki efisiensi jantung dengan mengurangi
kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak fisiologis yang lain dari
kegiatan gerakan adalah menurunkan kadar kepakatan rendah dari lipid
protein, menurunkan kadar glukosa darah, dan memperbaiki cardiac
output dapat mengurangi kemungkinan penyakit jantng koroner.
c. Diabetes Melitus
Atherosklerosis koroner diketahui 2-3 kali lebih banyak pada orang
dengan diabetes mellitus, tanpa memandang kadar lipid dalam darah.
Predisposisi degenerasi vascular diketahui terjadi pada diabetes mellitus
dan metabolism lipid yang tidak normal memegang peran juga dalam
pertumbuhan atheroma.
C. Manifestasi Klinis
Menurut, Hermawatirisa 2014 gejala penyakit jantung koroner yaitu :
1. Timbulnya rasa nyeri dada
2. Sesak nafas (dyspnea)
3. Ireguler irama jantung
4. Pusing
5. Rasa lelah yang berkepanjangan
6. Sakit perut, mual, muntah

Menurut Wijaya dan Putri (2013) gejala penyakit jantung koroner yang sering
sesak nafas

muncul yaitu :

1. Iskemia
Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara
dan reversible. Iskemia yang lama akan menyebabkan kematian otot
necrosis. Secara klinis nekrosis miokardium dikenal dengan nama infark
miokardium.
2. Palpitasi
Palpitasi merupakan manifestasi PJK meskipun tidak spesifik ia bisa timbul
spontan ataupun atas faktor pencetus yang menambah iskemia seperti
aktivitas fisik.
3. Sesak Nafas
Sesak nafas mulai dengan nafas yang terasa pendek sewaktu melakukan
aktivitas yang cukup berat, yang biasanya tak menimbulkan keluhan
semakin lama sesak semakin bertambah, sekalipun melakukan aktivitas
ringan, seperti naik tangga 1-2 lantai ataupun berjalan terburu-buru atau
berjalan datar agak jauh.
4. Angina Pektoris
Angina pectoris adalah jeritan otot jantung yang merupakan sakit dada
kekurangan oksigen, suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia
miokard yang sementara. Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan oksigen miokard dan kemampuan pembuluh darah koroner
menyediakan darah secukupnya untuk kontraksi miokard.
5. Infark Miokard
Infark miokard biasanya disebabkan oleh thrombus arteri koroner.
Terjadinya thrombus disebabkan oleh terjadinya rupture plak yang
kemudian diikuti oleh pembentukan thrombus oleh trombosit. Keluhan
khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan, ditususk,
panas atau ditindih barang berat.
D. Anatomi dan Fisiologi Jantung
1. Anatomi

Jantung adalah organ yang memompa darah melalui pembuluh darah


menuju ke seluruh jaringan tubuh. Sistem kardiovaskular terdiri dari darah,
jantung, dan pembuluh darah. Darah yang mencapai sel-sel tubuh dan
melakukan pertukaran zat dengan sel-sel tersebut harus di pompa secara terus-
menerus oleh jantung melalui pembuluh darah. Sisi kanan dari jantung,
memompa darah melewati paru-paru, memungkinkan darah untuk melakukan
pertukaran antara oksigen dan karbondioksida (Tortora, 2012). Ukuran jantung
relatif kecil, pada umumnya memiliki ukuran yang sama, tetapi memiliki bentuk
yang berbeda seperti kepalan tangan setiap orang. Dengan panjang 12cm, lebar
9cm, tebal 6cm, dan berat 250 gr pada wanita dewasa dan 300 gr pada pria
dewasa (Tortora, 2012)

Gambar 2.1 Anatomi jantung (Tortora,2012)

a. Sirkulasi koroner
Walaupun jantung memompa darah keseluruh tubuh, jantung tidak
menerima nutrisi dari darah yang dipompanya. Nutrisi tidak dapat menyebar
cukup cepat dari darah yang ada dalam bilik jantung untuk memberi nutrisi
semua lapisan sel yang membentuk dinding jantung. Untuk alasan ini,
miokardium memiliki jaringan pembuluh darah sendiri, yaitu sirkulasi koroner
(Tortora, 2012).
Jantung kaya akan pasokan darah, yang berasal dari arteri koronaria kiri
dan kanan. Arteri-arteri ini muncul secara terpisah dari sinus aorta pada dasar
aorta, dibelakang tonjolan katup aorta. Arteri ini tidak di blockade oleh
tonjolan katup selama sistol karena adanya aliran sirkular dan tetap sepanjang
siklus jantung.
Arteri koronaria kanan berjalan diantara trunkus pulmonalis dan atrium
kanan, menuju sulkus AV. Saat arteri tersebut menuruni tepi bawah jantung,
arteri terbagi menjadi cabang descendens posterior dan cabang marginal
kanan. Arteri koronaria kiri berjalan dibelakang trunkus pulmonalis dan
kemudian berjalan diantara trunkus pulmonalis dan atrium kiri. Arteri ini
terbagi menjadi cabang sirkumfleksa, marginal kiri, dan descendens anterior.
Terdapat anastomosis antara cabang marginal kanan dan kiri, serta arteri
descendens anterior dan posterior, meskipun anastomosis ini tidak cukup
untuk mempertahankan perfusi jika salah satu sisi sirkulasi koroner tersumbat.
Sebagian besar darah kembali ke atrium kanan melalui sinus koronarius
dan vena jantung anterior. Vena koronaria besar dan kecil secara berturut-turut
terletak paralel terhadap arteri koronaria kiri dan kanan, dan berakhir di dalam
sinus. Banyak pembuluh-pembuluh kecil lainnya yang langsung berakhir di
dalam ruang jantung, termasuk vena thebesian dan pembuluh arterisinusoidal.
Sirkulasi koroner mampu membentuk sirkulasi tambahan yang baik pada
penyakit jantung iskemik , misalnya oleh plak ateromatosa. Sebagian besar
ventrikel kiri disuplai oleh arteri koronaria kiri, dan oleh sebab itu adanya
sumbatan pada arteri tersebut sangat berbahaya. AVN dan nodus sinus disuplai
oleh arteri koronaria kanan pada sebagian besar orang, penyakit pada arteri ini
dapat menyebabkan lambatnya denyut jantung dan blockade AV (Aaronson,
2010).
Gambar 2.2 Arteri dan vena koroner di bagian anterior (Tortora, 2012)
b. Histologi pembuluh darah

Pembuluh darah yang lebih besar umumnya memiliki struktur 3


lapis. Lapisan dalam yang tipis disebut tunika intima, terdiri dari selapis
(monolayer) sel endotel (endotelium) yang disokong oleh jaringan ikat. Sel-
sel endotel yang melapisi lumen vascular dirapatkan oleh suatu tight
junction, yang membatasi difusi molekul besar melewati endothelium. Sel-
sel endotel memiliki peran krusial dalam mengendalikan permeabilitas
vascular, vasokonstriksi, angiogenesis, dan regulasi hemostatis. Intima
relatif lebih tebal pada arteri yang lebih besar, dan mengandung beberapa
sel otot polos dalam arteri yang lebih besar, dan mengandung beberapa sel
otot polos dalam arteri dan vena yang berukuran besar dan sedang. Lapisan
tengah yang tebal, tunika media, dipisahkan dari tunika intima oleh suatu
selubung berfenestrasi (berperforasi), lamina elastika interna, yang
sebagian besar tersusun atas elastin. Lapisan media ini mengandung sel otot
polos yang terbenam dalam matriks ekstraselular yang terutama tersusun
atas kolagen, elastin, dan proteoglikan. Sel-sel tersebut berbentuk seperti
silinder yang memanjang dan irregular dengan ujung tumpul, dan memiliki

panjang 15-100 m. Dalam sistem arterial, sel-sel ini tersusun secara


sirkular atau dalam spiral bersusun rendah, sehingga lumen vaskular
menyempit saat sel-sel berkontraksi. Masing-masing sel cukup panjang
untuk melapisi sekeliling arteriol kecil beberapa kali.

Sel-sel otot polos yang berdekatan membentuk gap junction. Ini


merupakan area dari kontak selular yang berdekatan dimana susunan kanal
besar yang disebut konekson menghubungkan kedua membrane sel,
memungkinkan otot polos membentuk sinsitium, dimana depolarisasi
menyebar dari satu sel ke sel di sebelahnya.

Lamina elastika eksterna memisahkan antara tunika media dari


lapisan bagian luar, tunika adventisia. Lapisan ini mengandung jaringan
kolagen yang yang menyokong fibroblast dan saraf. Pada arteri dan vena
besar, adventitia mengandung vasa vasorum, yaitu pembuluh darah kecil
yang juga menembus ke dalam bagian luar media dan menyuplai dinding
vascular dengan oksigen dan nutrisi.

Protein elastin didapatkan terutama dalam arteri. Molekul elastin


tersusun menjadi jalinan serabut yang berbentuk kumparan acak. Molekul
(seperti pegas) ini memungkinkan arteri melebar selama sistol dan
kemudian kembali mengecil selama diastol agar menjaga darah tetap
mengalir kedepan. Hal ini sangat penting untuk aorta dan arteri elastik besar
lainnya, dimana media mengandung lapisan elastin berfenetrasi yang
memisahkan sel-sel otot polos menjadi lapisan konsentrik multipel
(Lamela). Protein fibrosa kolagen terdapat dalam ketiga lapisan dinding
vascular, dan berfungsi sebagai kerangka yang menahan sel otot polos tetap
pada tempatnya. Pada tekanan internal yang tinggi, jalinan kolagen menjadi
sangat kaku, dan membatasi pelebaran pembuluh darah. Hal ini sangat
penting untuk vena, yang memiliki kandungan kolagen lebih banyak dari
arteri (Aaronson, 2010).

2. Fisiologis Jantung
Semua jaringan tubuh selalu bergantung pada aliran darah yang
disalurkan oleh kontraksi dan denyut jantung. Jantung mendorong darah
melintasi pembuluh darah untuk disampaikan dalam jumlah yang cukup.
Jantung berfungsi untuk menjalankan sistem sirkulasi dan transportasi dalam
tubuh. Pada dasarnya sistem sirkulasi terdiri dari 3 komponen dasar yaitu :
a. Jantung berfungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap
darah untuk menimbulkan gradien tekanan yang diperlukan agar
darah mengalir ke jaringan
b. Pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk mengarahkan dan
mendistribusikan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan
kemudian mengembalikannya ke jantung.
c. Darah berfungsi sebagai medium transportasi tempat bahan-bahan
yang akan disalurkan dilarutkan, diendapkan (Sherwood, 2001).
Siklus jantung adalah urutan kejadian mekanik yang terjadi selama satu
denyut jantung tunggal. Saat menuju akhir diastole (G) semua rongga
jantung berelaksasi. Katup antara atrium dan ventrikel terbuka (katup AV:
kanan, trikuspid ; kiri, mitral), karena tekanan atrium tetap sedikit lebih besar
daripada tekanan ventrikel sampai ventrikel benar-benar mengembang.
Katup aliran keluar pulmonal dan aorta (semilunar) menutup, saat arteri
pulmonalis dan tekanan aorta lebih besar daripada tekanan ventrikel. Siklus
dimulai ketika nodus sinoatrial menginisiasi denyut jantung.
a. Sistol atrium (A)
Kontraksi atrium melengkapi pengisian ventrikel. Saat istirahat, atrium
member konstibusi kurang dari 20% volume ventrikel, namun proporsi ini
meningkat sesuai denyut jantung, karena diastol memendek dan terdapat
lebih sedikit waktu untuk pengisian ventrikel. Tidak terdapat katup antara
vena dan atrium dan sejumlah darah mengalami regurgitasi ke dalam vena.
Gelombang dari tekanan atrium dan vena merefleksiakan sistol atrium.
Volume ventrikel setelah pengisian dikenal sebagai volume akhir diastolik,
dan besarnya 120-140 ml. Tekanan equivalen adalah kurang dari 10mmHg,
dan lebih besar ada ventrikel kiri daripada ventrikel karena lebih muskular
dan oleh sebab itu dinding ventrikel kiri lebih kaku. EDV (end diastolic
volume) merupakan suatu penentu penting dalam kekuatan kontraksi
selanjutnya.depolarisasi atrium menyebabkan gelombang P pada EKG.
b. Sistol Ventrikel
Kontraksi ventrikel menyebabkan peningkatan tajam tekanan ventrikel
dan katup AV menutup begitu tekanan ini melampaui tekanan atrium.
Penutupan katup AV menyebabkan bunyi jantung pertama (S1).
Depolarisasi ventrikel berkaitan dengan kompleks QRS dan EKG. Selama
fase awal kontraksi ventrikel, tekanan ventrikel lebih kecil daripada tekanan
arteri pulmonal dan aorta, sehingga katup aliran keluar tetap menutup. Ini
merupakan kontraksi isovolumetrik (B), karena volume ventrikel tidak
berubah. Tekanan yang meningkat menyebabkan katup AV menonjol ke
dalam atrium, sehingga ,menyebabkan gelombang tekanan atrium yang
kecil (gelombang c), yang diikuti oleh suatu penurunan (penurunan x).
c. Ejeksi
Katup-katup aliran keluar terbuka saat tekanan dalam ventrikel
melampaui tekanan pada arteri masing-masing.n perhatikan bahwa tekanan
arteri pulmonal 1-5 mmHg diperkirakan lebih kecil daripada tekanan aorta
80 mmHg. Aliran kedalam arteri pada awalnya sangat cepat (fase ejeksi
cepat c), namun saat kontraksi semakin menghilang, ejeksi menjadi
berkurang (fase ejeksi menurun d). Ejeksi cepat kadang-kadang terdengar
sebagai murmur. Kontraksi aktif menghilang selama paruh kedua ejeksi,
dan otot berpolarisasi, ini berkaitan dengan gelombang T pada EKG.
Tekanan ventrikel selama vase ejeksi menurun adalah sedikit lebih kecil
daripada tekanan arteri, namun darah terus mengalir keluar ventrikel karena
adannya momentum. Pada akhirnya aliran secara cepat berbalik sehingga
menyebabkan penutupan katup aliran keluar dan suatu peningkatan kecil
tekanan aorta, takik dikrotik. Penutupan katup semilunaris berkaitan dengan
bunyi jantung kedua (S2).
Jumlah darah yang diejeksikan ventrikel dalam satu denyut disebut isi
sekuncup yaitu 70ml. oleh sebab itu, sekitar 50ml darah tertinggal dalam
ventrikel pada akhir sistol(volume akhir sistolik). Proporsi EDV yang
diejeksikan adalah fraksin ejeksi. Selama dua pertiga akhir sistol, tekanan
atrium meningkat akibat pengisian vena (gelombang v).
d. Diastol-relaksasi dan pengisian kembali.
Setelah penutupan katup aliran keluar, ventrikel secara cepat
berelaksasi. Namun demikian, tekanan ventrikel tetap lebih besar daripada
tekanan atrium dan katup AV tetap menutup. Ini disebut relaksasi
isovolumetrik (E). Saat tekanan ventrikel menurun dibawah tekanan atrium,
maka katup AV terbuka dan tekanan atrium menurun (penurunan y) saat
ventrikel terisi kembali (pengisian kembali ventrikel sangat cepat F). ini
dibantu oleh recoil elastic dinding ventrikel, yang sebenarnya menyedot
darah. Bunyi jantung ketiga (S3) dapat terdengar pada orang muda, atau
saat EDP tinggi. Saat ventrikel benar-benar berelaksasi, pengisian kembali
melambat. Ini berlanjut selama dua pertiga akhir diastole akibat aliran vena.
Saat istirahat, diastole dua kali lebih panjang dari sistol, namun menurun
secara proporsional selam altihan dan saat laju denyut jantung akan
meningkat.
e. Nadi
Nadi disebabkan oleh gelombang tekanan yang bergerak menuruni
cabang vascular. Bentuk dari nadi arterial dimodifikasi oleh kompliansi dan
ukuran arteri. Suatu arteri yang kaku, seperti pada usia yang menua atau
aterosklerosis, menyebabkan nadi teraba lebih jelas. Nadi juga lebih tajam
saat ukuran arteri berkurang. Pantulan yang mencerminkan arteri dari titik-
titik dimana resistensi terhadap aliran meningkat, misalnya saat arteri
bercabang, dan dapat menyebabkan peningkatan puncak selanjutnya. Nadi
vena jugularis mencerminkan atrium kanan, dan berkaitan dengan
gelombang a,c,v, dan penurunan x dan y (Aaronson, 2010).
E. Patofisiologi

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapsitas suplai oksigen oleh


pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya
iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan
menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, menekan
fungsi miokardium. Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium
untuk mengubah metabolism aerob menjadi metabolisme anaerob.
Metabolisme anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila
dibandingkan dengan metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan
siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar.
Hasil akhir metabolism anaerob (asam laktat) akan tertimbun sehingga
menurunkan pH sel. Gabungan efek hipoksia ,berkurangnya energy yang
tersedia, serta asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri.
Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang, serabut-
serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu ,
gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal,
bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi.

Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung


menyebabkan perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika
bervariasi sesuai dengan ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan
derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi
ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya
volume sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali berdenyut).
Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistol, akan memperbesar
volume ventrikel. Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat, tekanan
akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan
meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh perubahan daya kembang
dinding jantung akibat iskemia. Dinding yang kurang lentur semakin
memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu.

Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah


peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri.
Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan respons kompensasi simpatis
terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri, sering
terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan
darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup
luas atau merupakan respon vagus.

Iskemia miokardium biasanya disertai oleh dua perubahan EKG akibat


elektrofisiologi sel, yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST.
Suatu varian angina lainnya disebut juga angina Prinzmental disebabkan
oleh spasme arteria koroner yang berkaitan dengan elevasi segmen ST.
Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki.
Perubahan metabolik,fungsional,hemodinamik dan elektrokardigrafi yang
terjadi semuanya bersifat reversibel (Price Wilson, 2006).

Angina pektoris adalah nyeri episodik atau sensasi seperti


ditekan/diremas pada dada yang disebabkan oleh iskemia miokard
reversibel. Rasa tidak nyaman dapat menjalar ke leher, rahang, dan lengan
(terutama bagian kiri), dan yang lebih jarang ke punggung. Ini merupakan
manifestasi dari iskemia miokardium (Aaronson, ,2010).
F. Pathway

Faktor resiko

Dapat diubah Tidak dapat diubah

Hipertensi Hiperkolesterolemia Sterss, aktivitas Merokok Usia, jenis kelamin,


& obesitas meningkat genetika, RAS

Vasospasme Arterosklerosis Adrenalin


meningkat

Pelepasan mediator, Plak di PD atreri


Faktor endotel koroner

Penyempitan PD
arteri koroner

Penurunan aliran
darah ke jantung

Penurunan cardiac
output

B1 B2 B6

Kompensasi Ketidakseimbangan Kekurangan


MK. Penurunan O2 (hipoksia)
ventrikel kiri curah jantung suplai O2
menurun
B3 B4 B6
Gangguan difusi MK. Intoleransi
Sekresi aktivitas
pulmonal Metabolisme Perfusi Motilitas
menurun anaerob jaringan menurun
Edema paru menurun
Peningkatan
MK. MK. Gangguan asam laktat MK. Resiko MK. Resiko
Ketidakefektifan pertukaran gas ketidakefektifan disfungsi
pola nafas perfusi ginjal motilitas
MK. Nyeri akut
Gastrointestinal
Perfusi
Takut mati ginjal
menurun Bising usus
menurun
MK. Ansietas
Produksi urin Mual, muntah
menurun

MK. Ketidakse
imbangan nutrisi
MK. Retensi kurang dari keb.
urin tubuh
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiogram (EKG)
EKG mencatat ritme dan aktivitas listrik jantung . Sejumlah elektroda (patch
lengket) diletakkan pada lengan, kaki dan dada. Elektroda dihubungkan ke
mesin yang mencatat sinyal listrik dari setiap detak jantung. Meskipun EKG
dapat mendeteksi masalah dengan irama jantung, pembacaan abnormal tidak
selalu berarti ada sesuatu yang salah, juga bukan berarti jika pembacaan normal,
jantung baik-baik saja. Dalam beberapa kasus, akan mungkin memiliki EKG
latihan tes atau 'stress test'. Ini adalah ketika rekaman EKG diambil saat
berolahraga (biasanya pada treadmill atau olahraga sepeda). Jika mengalami
sakit saat berolahraga, tes dapat membantu mengidentifikasi apakah gejala
disebabkan oleh angina, yang biasanya disebabkan oleh PJK.
2. Sinar-X
X-ray dapat digunakan untuk melihat jantung, paru-paru dan dinding dada.
Hal ini dapat membantu menyingkirkan kondisi lain yang dapat menyebabkan
gejala pasien.
3. Echocardiogram(echo)
Ekokardiogram ini mirip dengan USG digunakan dalam kehamilan. Ini
menghasilkan gambar jantung pasien menggunakan gelombang suara. Tes ini
dapat mengidentifikasi struktur, ketebalan dan pergerakan setiap katup jantung
dan dapat digunakan untuk membuat gambaran yang rinci dari jantung. Selama
ekokardiogram pasien akan diminta untuk melepaskan baju dan perangkat
genggam kecil, disebut transduser, akan melewati dada pasien. Pelumas gel
dimasukkan ke kulit pasien untuk memungkinkan transduser untuk bergerak
dengan lancar dan pastikan ada kontak terus-menerus antara sensor dan kulit.
4. Tes darah
Selain pengujian kolesterol, pasien mungkin harus memiliki sejumlah tes darah
untuk memantau aktivitas jantung. Ini mungkin termasuk pemeriksaan enzim
jantung, yang dapat menunjukkan apakah telah terjadi kerusakanbaru ke otot
jantung.
5. Angiografikoroner
Angiografi koroner, juga dikenal sebagai tes kateter jantung, dapat
mengidentifikasi apakah arteri koroner yang menyempit dan seberapa parah
penyumbatan berada. Hal ini juga memberikan informasi tentang tekanan di
dalam bilik jantung pasien dan seberapa baik hati pasien berfungsi. Dalam
angiogram, kateter (tabung fleksibel) dimasukkan ke dalam arteri di pangkal
paha atau lengan dan dipandu ke dalam arteri koroner dengan menggunakan
sinar-X. Sebuah dye disuntikkan ke dalam kateter arteri yang menyuplai darah
ke jantung. Sejumlah gambar X-ray diambil, yang akan mempelihatkan
penyumbatan. Hal ini biasanya dilakukan di bawah anestesi lokal. Angiogram
koroner relatif aman dan komplikasi serius jarang terjadi. Risiko terkena
serangan, stroke jantung atau meninggal selama prosedur diperkirakan sekitar
satu atau dua dari setiap 1.000. Namun, setelah angiogram koroner, pasien
mungkin mengalami beberapa efek samping ringan termasuk:

a. Sensasi yang sedikit aneh ketika pewarna meletakkan kateter -


sejumlah kecil pendarahan saat kateter akan dihapus
b. Memar di pangkal paha atau lengan
6. Tes radionuklida
Tes radionuklida dapat menunjukkan seberapa kuat jantung anda
memompa dan menunjukkan aliran darah ke dinding otot jantung pasien.
Tes radionuklida memberikan informasi lebih rinci dibandingkan dengan
pengujian latihan EKG. Selama pengujian radionuklida, sejumlah kecil zat
radioaktif, disebut isotop, disuntikkan ke dalam darah pasien (kadang-
kadang selama latihan). Jika pasien mengalami kesulitan berolahraga,
pasien mungkin akan diberi beberapa obat untuk membuat jantung pasien
berdetak lebih cepat. Sebuah kamera ditempatkan dekat dengan dada pasien
utuk mengangkat radiasi yang ditransmisikan oleh isotop saat melewati
jantung pasien.

7. Pengujian resonansi magnetik (MRI)


MRI scan dapat digunakan untuk menghasilkan gambar detil dari jantung Anda.
Selama MRI scan, Anda berbaring di dalam pemindai seperti terowongan yang
memiliki magnet di sekitar luar. Pemindai menggunakan medan magnet dan
gelombang radio untuk menghasilkan gambar.
8. Computerised tomography (CT) scan
CT scan menggunakan sinar-X dan komputer untuk membuat rincian gambar
dari dalam tubuh Anda. Selama CT scan, Anda berbaring di tempat tidur
sementara tabung kecil yang mengambil sinar-X bergerak dan berputar di
sekitar tubuh Anda (NHS,2012).
H. Komplikasi
1. Angina (nyeri dada)
Saat pembuluh darah menyempit, jantung tidak menerima suplai drah yang
cukup saat kebutuhan meningkat dari biasanya, yaitu saat aktivita fisik. Hal ini
dapat menyebabkan angina atau sesak nafas.
2. Serangan jantung
Jika plak pecah, dan terbentuk bekuan darah, maka pembuluh darah bisa
tersumbat total, ini yang menyebabkan serangan jantung. Berkurangnya aliran
darah ke jantung, berefek pada kerusakan otot jantung. Tingkat kerusakannya
tergantung seberapa cepat kita mendapat pengobatan.
3. Gagal jantung
Jika beberapa bagian jantung secara kronis kekurangan oksigen dan nutrisi
karena berkurangnya aliran darah, atau jantung pernah mengalami kerusakan
akibat serangan jantung, jantung menjadi terlalu lemah untuk memompa darah
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. kondisi ini disebut gagal jantung.
4. Arrhythmia
Suplai darah yang tidak memadai ke jantung atau kerusakan pada jaringan
jantung, dapat menganggu impuls listrik jantung anda, menyebabkan ritme
jantung abnormal.
I. Penatalaksanaan
1. Nonfarmakologi
a. Kontrol tekanan darah
The Seventh Joint National Comittee (JNC 7) pada pencegahan, deteksi,
evaluasi,dan perawatan terhadap hipertensi merekomendasikan pasien DM
atau penyakit ginjal kronis harus diterapi untuk mencapai TD lebih rendah
dari 130/80 mmHg. Meskipun guidelines JNC 7 tidak mendefinisikan suatu
target TD bagi pasien gagal jantung atau PKV, ddirekomendasikan untuk
mencapai control yang menyeluruh. Perawatan pasien tanpa PKV atau DM
harus dimulai jika TD sistolik≥140 mmHg dan atau TD diastolik ≥ 90
mmHg (Chobanian et al, 2003).
b. Manajemen kolesterol
Laporan Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Cholesterol in adult (adult treatment panel III ATP) III
merekomendasikan target kadar kolesterol LDL <100 mg/dL (2,6 mmol/L)
pada pasien PKV, DM, atau berdasarkan Framingham Risk Score, pasien
dengan IM atau penyakit jantung koroner yang beresiko kematian dalam 10
tahun lebih dari 20%. Pedoman tersebut membagi kadar trigeliserida
normal <150 mg/dL (3,8 mmol/L) dan kadar kolesterol HDL≥40mg/dL
(1mmol/L). Pada semua tingkat, perubahan gaya hidup, termasuk diet dan
olahraga, dan terapi obat-obatan seharusnya dilakukan untuk menurunkan
kadar kolesterol LDL<100mg/dL (2,6 mmol/L).
c. Berhenti merokok
Merokok terbukti meningkatkan perkembangan dan progresi PKV,
dan pada orang-orang yang terbukti PJK, merokok merupakan predictor
penting kejadian kardiovaskular dimasa mendatang. Kombinasi
dukungan perilaku jangka panjang dan terapi farmakologis dengan
bupropion, dengan atau tanpa penggantian nikotin, sebaiknya dianjurkan
pada semua pasien PKV.
d. Diet dan Weight Management
Indeks masa tubuh (IMT) menggolongkan pasien menjadi sehat (IMT
19-25), over weight (IMT 25-30), dan obesitas (IMT >30), dan
berhubungan dengan risiko kardiovaskular. Lingkar pinggang yang juga
diperkirakan meningkat jika lebih dari 40 inci (102 cm) pada laki-laki
atau 35 inci (89 cm) pada perempuan, merupakan pengukuran tidak
langsung dalam menilai obesitas sentral atau viseral yang terbukti
berkaitan dengan risiko kardiovaskular (WHO,2013). Pengurangan
jumlah asupan kalori sebanyak 500 kcal/hari atau lebih harus dijalankan
oleh pasien dengan berat badan tidak sehat sehingga mereka mencapai
berat badan ideal (Noel PH et al, 2002).
Susunan makanan yang mengandung protein, kompleks kabohidrat,
asam lemak omega-3, sayur-sayuran, kacang, dan biji-bijian serta
pembatasan lemak jenuh dan kolesterol harus dijalankan oleh semua
pasien PKV.
e. Pengelolaan Diabetes
DM tipe 2 merupakan faktor resiko kuat terjadinya PKV dan
dihubungkan dengan peningkatan aterosklerosis. Penyakit jantung
koroner terjadi pada lebih dari 65% pada semua kematian pasien DM.
pasien dengan PKV dan DM harus difokuskan pada control kadar
glukosa darah yang baik dengan target nilai hemoglobin glycosylated
(HbA1c) kurang dari 6,5%.
1) Exercise
Diantara pasien-pasien dengan PKV, olahrag teratur terbukti
dapat menurunkan angka kejadina kardiovaskular dan
penyebab kematian. Sluruh pasien dengan riwayat PKV harus
selalu berolahrag aerobic selama 30 menit atau lebih setiap
harinya. Untuk pasien dengan angina pektoris stabil kronik,
baru mengalami IM, baru dilakukan pembedahan by pass arteri
koronaria, dan/atau disfungsi sistolik ventrikel kiri,
pengawasan olahraga dalam program rehabilitasi
kardiovaskuler harus dipertimbangkan.
2. Farmakologi
a. Obat Anti Platelet
1) Aspirin
Peran aspirin pada pencegahan sekunder bencanakardiovaskular
iskemik (ischaemic cardiovascular events) telah diterima secara
universal. Aspirin diketahui menurunkan resiko kejadian vascular
sekitar 25%, dengan perlindungan terbesar pada pasien SKA.
Aspirin secara ireversibel menghambat enzim cyclooxygenase yang
terlibat dalam pembentukan thromboxane, suatu faktor yang
memicu agregasi trombosit. Seluruh pasien dengan riwayat PKV
dan atau DM harus mendapat 75 mg sampai 325 aspirin setiap
harinya (BMJ, 2002). Efek samping utama antara lain perdarahan,
gejala-gejala gastrointestinal (pada 2%-10% individu), tinnitus dan
memburuknya pendengaran (0,3 % dengan dosis yang lebih tinggi),
dan reaksi hipersensitivitas termasuk bronkospasme, urtikaria, dan
angioedema (pada 0,3%).
2) Klopidogrel
Klopidogrel mencegah aktivasi platelet dengan memblok
pengikatan adenosine diphosphate pada reseptornya dipermukaan
platelet. Klopidogrel harus digunakan sebagai pengganti aspirin pada
para pasien yang intoleran atau resisten terhadap efek aspirin.
Klopidogrel (75mg/hari) juga harus diberikan selain aspirin (75-325
mg/hari) selama setidaknya 8 sampai 12 bulan pada pasien dengan
sindroma koroner akut, terutama setelah menjalani percutaneous
coronary intervention (PCI) (Steinhubl et al, 2002).
Efek samping utama termasuk rash (pada 4.2% pasien) dan
perdarahan gastrointestinal (pada 2,0% pasien). Penggunaan jangka
panjang dari klopidogrel terbatas terutama oleh harganya.
b. Obat Anti Koagulan
1) Warfarin
Efek antikoagulan warfarin terutama melalui efek antagonis
terhadap vitamin K-dependent carboxylation dari beberapa protein
prokoagulan (faktor-faktor II,VII,IX, dan X dan protein-protein C
dan S). anti koagulan warfarin diindikasikan pada pasien fibrilasi
atrial dan atau thrombus ventrikel kiri, juga pada individu yang
tidak dapat menerima spirin setelah IM (Braunwald et al,
2002).Warfarin juga dipertimbangkan untuk menjadi terapi utama
pada beberapa pasien pasca IM akut.
Efek samping utama termasuk perdarahan sifatnya tergantung
dosis dan mempunyai potensi interaksi obat, terutama diantara
obat-obatan yang dimetabolisme oleh sitokrom hati CYP2C9 dan
isoenzim CYP3A4. Pemberian aspirin dosis rendah yang
ditambahkan secara rutin pada warfarin masih merupakan
kontroversi. Analisis terkini menunjukkan kecenderungan terhadap
perbaikan outcome jika terapi kombinasi digunakan pada pasien-
pasien yang diketahui PKV. Pasien yang mendapat warfarin jangka
panjang memiliki sedikit peningkatan risiko perdarahan mayor
dibandingkan dengan pasien yang dirawat dengan aspirin saja
(Hurlen M et al, 2002).
c. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors
Angiotensin-converting enzyme inhibitors (ACEI) menghambat
konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Terapi ini memblok
sistem rennin-angiotensin dan mencegah pemecahan bradikinin. ACEI
diindikasikan pada pasien PKV yang disertai gagal jantung, disfungsi
sistolik ventrikel kiri, dan recent MI dan juga diindikasikan pada pasien
PKV dan DM terlepas dari fungsi sistolik ventrikel kiri selama tekanan
darah sistolik lebih besar dari 120 mmHg (indikasi terkini American
Collage of Cardiology/American Heart Association [ACC/AHA] class
IIa)(Gluckman Tyj et al, 2004).
Efek samping utama termasuk insufisiensi ginjal (50% pasien dengan
stenosis arteri bilateral), batuk (20% dari keseluruhan pasien),
hiperkalemia (10% pasien), dan angioedema (0,1%-0,2%)(Gluckman
Tyj et al, 2004).
d. Angiotensin Receptor Blockers
ARB menghambat efek angiotensin II pada tingkat reseptor
dan diindikasikan pada pasien nefropati diabetic, hipertensi,
atau gagal jantung. Namun, ARB belum terbukti memberikan
perlindungan terhadap PKV lebih baik dibandingkan dengan
ACEI pada pasien gagal jantung, dan oleh karena itu hanya
boleh digunakan sebagai terapi primer pada pasien yang
intoleran terhadap ACEI. Terapi kombinasi ARB dengan ACEI
pada pasien gagal jantung nampaknya memberikan keuntungan
lebih besar melalui hambatan sistem angiotensin yang lebih
sempurna (Mc Murray JJ et al, 2003). Efek samping utama mirip
dengan ACEI, kecuali untuk efek-efek yang terkait dengan
bradikinin (mis : batuk).

e. β-Blockers
Penyekat beta secara kompetitif menghambat efek katekolamin

pada reseptor adrenergik- . Efek ini meliputi efek anti aritmik, anti
angina, dan simpatolitik dengan mengurangi stimulasi kronotropik dan
inotropik. Penyekat beta harus digunakan dalam pencegahan PKV
sekunder pada pasien dengan IM, gagal jantung, disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan hipertensi(Freemantle N et al, 1999). Efek samping
utama antara lain eksaserbasi jangka pendek gejala-gejala gagal
jantung, kelelahan (1,8 %), dan disfungsi seksual.
f. Penghambat HMG-CoA Reduktase (Statin)
Statin adalah inhibitor kompetitif 3-hydroxy-3-methylglutaryl
coenzyme A (HMG-CoA) reductase, suatu enzim yang berperan dalam
sintesis kolesterol. Statin merupakan golongan obat yang sangat kuat
dalam menurunkan kadar kolesterol LDL, dan juga untuk meningkatkan
kolesterol HDL dan menurunkan trigliserida. Statin seharusnya
dipertimbangkan menjadi obat utama penurunan lipid pada pasien PKV
atau DM. Efek samping utama antara lain mialgia (1%-6%),
peningkatan serum aimnotransferase sesuai dosisnya (0,1%-3,0%),
miopati (0.7%), dan rabdomiolisis fatal (<0,00002%)
g. Fibrat
Fibrat mengaktifkan peroxisome profilator-activated receptors (PPAR)
untuk merangsang lipoprotein lipase, dan menghasilkan kadar
trigliserida yang lebih rendah dan kadar kolesterol HDL yang lebih
tinggi (National Cholesterol Education Program, 2002). Fibrat
merupakan obat pilihan pertama yang cocok pada pasien dengan
hipertrigliseridemia (isolated). Terapi kombinasi dengan statin dapat
dioertimbankan pada pasien-pasien yang beresiko tinggi dengan
peningkatan kadar kolesterol LDL dan juga kadar kolesterol HDL
rendah atau kadar trigliserida yang tinggi. Efek samping utama adalah
miopati, yang meningkat seiring dengan penggunaan statin.
h. Asam nikotinat
Asam nikotinat (niasin) meningkatkan kadar kolesterol HDL dan
menghambat produksi kolesterol VLDL dan LDL didalam hati.
Niasin dapat digunakan pada terapi kombinasi dengan statin pada
pengobatan hiperlipidemia pasien-pasien dengan kadar kolesterol
HDL yang normal atau rendah (National Cholesterol Education
Program, 2002).
Efek samping utama antara lin muka menjadi merah, pruritus (20%),
parastesia (20%), nausea (20%), hepatotoksisitas, hiperglikemia dari
resistensi insulin, hiperurikemia, hipotensi, dan peningkaan kadar
serum homosistein.
J. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, alamat, tanggal MRS dan diagnosa medis. (Wantiyah, 2010
2. Keluhan utama
Pasien pjk biasanya merasakan nyeri dada dan dapat dilakukan dengan skala
nyeri 0-10, 0 tidak nyeri dan 10 nyeri palig tinggi. Pengakajian nyeri secara
mendalam menggunakan pendekatan PQRST, meliputi prepitasi dan
penyembuh, kualitas dan kuatitas, intensitas, durasi, lokasi,
radiasi/penyebaran,onset.(Wantiyah, 2010)
3. Riwayat kesehatan lalu
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien antara lain
apakah klien pernah menderita hipertensi atau diabetes millitus, infark
miokard atau penyakit jantung koroner itu sendiri sebelumnya. Serta
ditanyakan apakah pernah MRS sebelumnya. (Wantiyah, 2010)
4. Riwayat kesehatan sekarang
Dalam mengkaji hal ini menggunakan analisa systom PQRST. Untuk
membantu klien dalam mengutamakan masalah keluannya secara lengkap.
Pada klien PJK umumnya mengalami nyeri dada. (Wantiyah, 2010)
5. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji pada keluarga, apakah didalam keluarga ada yang menderita
penyakit jantung koroner. Riwayat penderita PJK umumnya mewarisi juga
faktor-faktor risiko lainnya, seperti abnormal kadar kolestrol, dan
peningkatan tekanan darah. (A.Fauzi Yahya, 2010)
6. Riwayat psikososial
Pada klien PJK biasanya yang muncul pada klien dengan penyakit jantung
koroner adalah menyangkal, takut, cemas, dan marah, ketergantungan,
depresi dan penerimaan realistis. (Wantiyah, 2010)
7. Pola aktivitas dan latihan
Hal ini perlu dilakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit jantung
koroner untuk menilai kemampuan dan toleransi pasien dalam melakukan
aktivitas. Pasien penyakit jantung koroner mengalami penurunan
kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.(Panthee & Kritpracha,
2011:hal 15)
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien mulai pada saat pertama kali bertemu dengan klien
dilanjutkan mengukur tanda-tand vital. Kesadaran klien juga diamati
apakah kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi koma atau
koma. Keadaan sakit juga diamati apakah sedang, berat, ringan atau
tampak tidak sakit.
b. Tanda-tanda vital
Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah
180/110 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit,
suhu 36,2 C. (Gordon, 2015: hal 22)
c. Pemeriksaan fisik persistem
d. Sistem persyarafan, meliputi kesadaran, ukuran pupil, pergerakan
seluruh ekstermitas dan kemampuan menanggapi respon verbal maupun
non verbal. (Aziza, 2010: hal 13)

1) Sistem penglihatan, pada klien PJK mata mengalami pandangan


kabur.(Gordon, 2015: hal 22)

2) Sistem pendengaran, pada klien PJK pada sistem pendengaran


telinga , tidak mengalami gangguan. (Gordon, 2015:hal 22)

3) Sistem abdomen, bersih, datar dan tidak ada pembesaran hati.


(Gordon, 2015:hal 22)

Anda mungkin juga menyukai