Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH MEMAKSIMUMKAN LABA

Di susun guna memenuhi tugas

Mata kuliah : Ekonomi Mikro

Dosen pengampu : Syamsul Bakhtiar

Di susun oleh :

Nama : Nurindah sari u

Nim : 1961406001

UNIVERSITAS MUSLIM MAROS

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat hidayah dan taufiqnya

kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “MAKALAH

MEMAKSIMUMKAN LABA”. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata

kuliah“EKONOMI MAKRO”, makalah ini yang diharapakan bisa menambah wawasan

dan dapat bermanfaat dalam dunia pendidikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, serta masih banyak

kekurangan dan kesalahannya. oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang

bersifat membangun selalu kamiharapkan demikesempurnaan makalah ini. Dan

mudah-mudahan makalah ini dapat mendorong kita untuk lebih giat dalam proses

menimba ilmu dengan sebaik-baiknya. Amin yarobbal ’alamin...

MAROS, 08-Nov-2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA

PENGANTAR.....................................................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................................................

Bab I Pendahuluan :

1. Latar Belakang.........................................................................................................

2. Rumusan

Masalah....................................................................................................

3. Tujuan

Penulisan......................................................................................................

Bab II Pembahasan:

1. Pendekatan Totalitas (Totality Approach).................................................................

2. Pendekatan rata-rata (Average

Approach)...............................................................

3. Pendekatan Marganil (Margani

Approach)...............................................................

Bab III Penutup :

Kesimpulan.........................................................................................................................

.
Daftar

Pustaka.....................................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan

menciptakan kemakmuran. Inti masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan

antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang

jumlahnya terbatas. Atau dengan kata lain, problema dasar dari Ekonomi adalah

bagaimana menggunakan semua sumber daya yang terbatas, untuk selanjutnya dapat

memenuhi kebutuhan masyarakat sebaik-baiknya. Permasalahan itu kemudian

menyebabkan kelangkaan, juga menyebabkan beberapa perilaku yang berasal dari

produsen dan konsumen.

Salah satu bagian dari pembahasan mikro ekonomi adalah mempermasalahkan

kemampuan produsen, pada saat menggunakan sumber daya (input) yang ada untuk

menghasilkan atau menyediakan produk yang bernilai maksimal bagi konsumennya.


Laba atau keuntungan adalah nilai penerimaan total perusahaan dikurangi biaya

total yang dikeluarkan perusahaan. Jika laba dinotasikan , pendapatan total sebagai

TR, dan biaya total adalah TC, maka

= TR - TC

Ada tiga pendekatan penghitungan laba maksimum yang akan dibahas dalam

bab ini.

1. Pendekatan totalitas (totality approach)

2. Pendekatan rata-rata (average approach)

3. Pendekatan marjinal (marginal approach

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian laba/keuntungan?

2. Bagaimana pendekatan totalitas itu?

3. Bagaimana pendekatan rata-rata itu?

4. Bagaimana pendekatan marginal itu?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian laba/keuntungan

2. Untuk mengetahui pendekatan totalitas

3. Untuk mengetahui pendekatan rata-rata

4. Untuk mengetahui pendekatan marginal


BAB II

PEMBAHASAN

Memaksimumkan Laba

Pada pembahasan-pembahasan sebelumnya, terutarna Bab 5 dan Bab 6, telah

dipelajari bahwa dalam teori ekonomi mikro tujuan perusahaan adalah mencari laba (profit).

Secara teoritis laba adalah kompensasi atas risiko yang ditanggung oleh perusahaan. Makin

besar risiko, laba yang diperoleh harus semakin besar. Laba atau keuntungan adalah nilai

penerimaan total perusahaan dikurangi biaya total yang dikeluarkan perusahaan. Jika laba

dinotasikan , pendapatan total sebagai TR, dan biaya total adalah TC, maka

 = TR - TC ..........................................................................................................................(7.1)
Perusahaan dikatakan memperoleh laba kalau nilai 1t positif (1t > 0) di mana TR > TC

Laba maksimum (maximum profit) tercapai bila nilai 1t mencapai maksimum. Yang menjadi

pertanyaan adalah bagaimana cara perusahaan menghitung laba maksimum?

Ada tiga pendekatan penghitungan laba maksimum yang akan dibahas dalam bab ini.

Pendekatan totalitas (totality approach)

Pendekatan rata-rata (average approach)

Pendekatan marjinal (marginal approach)

1. Pendekatan Totalitas (Totality Approach)

Pendekatan totalitas membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total (TC).

Pendapatan total adalah sarna dengan jumlah unit output yang terjual (Q) dikalikan harga

output per unit. Jika harga jual per unit output adalah P, maka TR = P.Q. Pad a saat membahas

teori biaya, kita telah mengetahui bahwa biaya total (TC) adalah sama dengan biaya tetap (FC)

ditambah biaya variabel (VC), atau TC = FC + Vc. Dalam pendekatan totalitas, biaya variabel

per unit output dianggap konstan, sehingga biaya variabel adalah jumlah unit output (Q)

dikalikan biaya variabel per unit. Jika biaya variabel per unit adalah v, maka VC = v.Q.

Dengan demikian,

 = PQ - (FC + vQ) ..............................................................................................................(7.2)


Persamaan (7.2 ) dapat dipresentasikan dalam bentuk Diagram 7.1. Dalam diagram

tersebut kita melihat bahwa pad a awalnya perusahaan mengalami kerugian, terlihat dari kurva

TR yang masih di bawah kurva TC Tetapi jika output ditambah, kerugian makin kecil, terlihat

dari makin mengecilnya jarak kurva TR dengan kurva TC Pada saat jumlah output mencapai

Q*, kurva TR berpotongan dengan kurva TC yang artinya pendapatan total sama dengan biaya

total. Titik perpotongan ini disebut titik impas (break event point, disingkat BEP). Setelah titik

BEP, perusahaan terus mengalami laba yang makin membesar, dilihat dari posisi kurva TR

yang di atas kurva TC

Implikasi dari pendekatan totalitas adalah perusahaan menempuh strategi penjualan

maksimum (maximum selling). Sebab makin besar penjualan makin besar laba yang diperoleh.

Hanya saja sebelum mengambil keputusan, perusahaan harus menghitung berapa unit output

harus diproduksi (Q*) untuk meneapai titik impas. Kemudian besarnya Q* dibandingkan dengan

potensi permintaan efektif. Jika persentasenya 80%, maka untuk meneapai BEP perusahaan

harus menjangkau 80% potensi perrnintaan efektif. Makin kecil Q* dan atau makin kecil

persentase Q* terhadap potensi permintaan efektif dianggap makin baik, sebab risiko yang

ditanggung perusahaan makin kecil.

Diagram 7.1

Kurva TR dan Te (Pendekatan Totalitas)


Cara menghitung Q* dapat diturunkan dari Persamaan (7.2).

 = P.Q* - ( FC + v.Q*) ........................................................................................................(7.3)

Titik impas tercapai pada saat  sama dengan nol.

0 = P.Q*- FC - v.Q*

= P.Q* - v.Q* - FC

= (P-v).Q* - FC

FC
Q* = (7.4)
(P  V )

Contoh Kasus:
Emilia adalah seorang dosen di kata Jambi. Sebagai seorang ibu rumah tangga yang

kreatH, dia merencanakan menambah penghasilan keluarga dengan menjual jajanan anak-

anak berupa permen coklat hasil olahannya sendiri. Produknya dipasarkan ke beberapa

sekolah dasar yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Jumlah permintaan potensial (dilihat dari

jumlah murid yang diberi uang jajan) adalah 1.000 orang per hari. Untuk mewujudkan

rencananya, dia hams membeli alat-alat produksi dan mesin cetak sederhana seharga Rp5 juta.

Biaya produksi per biji permen coklat Rp250,00. Harga jual per biji Rp500,00.

Apakah rencana di atas layak dilaksanakan? Untuk menjawabnya, kita dapat

menggunakan rumus dalam Persamaan (7.4).

Biaya pembelian alat produksi dan mesin cetak sederhana adalah biaya tetap (FC),

karena besarnya tidak tergantung jumlah produksi. Biaya variabel per unit (v) adalah Rp250,00

sedangkan harga jual per unit (P) adalah Rp500,00 Untuk mencapai titik impas, jumlah output

(permen coklat) yang harus terjual (Q*) adalah:

Q* = 5.000.000 / (500-250) = 20.000 biji permen.

Untuk mencapai titik impas, permen coklat yang harus terjual 20.000 biji. Apakah target

ini terlalu berat? Sangat tergantung dari optimisme Ibu Emilia. Jika dia bersikap pesimis,

misalnya dengan mengatakan hanya sekitar 10% dari permintaan potensial yang terjangkau,

berarti setiap hari hanya dapat menjual 100 permen. Sehingga 20.000 biji permen akan terjual

dalam waktu 200 hari. Tetapi bila dia yakin minimal 50% potensi pasar terjangkau atau 500 biji

permen coklat per hari, 20.000 biji permen akan terjual hanya dalam waktu 40 hari. Setelah

20.000 biji permen, penjualan selanjutnya memberi keuntungan Rp250,00 per biji, karena itu

makin banyak permen yang dapat dijual, makin besar laba yang diperoleh.

Pendekatan totalitas sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari, karena memang

mudah dan sederhana. Namun cara ini memiliki beberapa kelemahan:


Dalam praktik sulit membedakan antara biaya tetap dengan biaya variabel. Misalnya listrik

yang digunakan perusahaan ada yang untuk pabrik (dapat menjadi biaya variabel); ada

yang untuk kantor (dapat menjadi biaya tetap). Atau seorang pegawai dalam perusahaan,

terutama perusahaan keluarga, sering bekerja rangkap untuk kegiatan administratif (biaya

tetap) dan produksi (biaya variabel).

Pendekatan ini mengabaikan gejala penurunan pertambahan hasil (LDR), yang

menyebabkan baik kurva biaya maupun kurva pendapatan tidak berbentuk garis lurus (lihat

kembali Bab 5 dan Bab 6. Karena itu pendekatan totalitas hanya dapat dipakai bila usaha

yang dianalisis relatif sederhana, dengan skala produksi tidak besar (massal).

2. Pendekatan Rata-rata (Average Approach)

Dalam pendekatan ini, perhitungan laba per unit dilakukan dengan membandingkan

antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan harga jual output (P). Laba total adalah laba per

unit dikalikan dengan jumlah output yang terjual.

= (P - AC).Q .......................................................................................................................(7.5)

Dari persamaan ini perusahaan akan mencapai laba bila harga jual per unit output (P)

lebih tinggi dari biaya rata-rata (AC). Perusahaan hanya mencapai angka impas bila P sarna

dengan AC.

Keputusan untuk memproduksi atau tidak didasarkan perbandingan besamya P dengan

AC. Bila P lebih kedl atau sarna dengan AC, perusahaan tidak mau memproduksi. Implikasi

pendekatan rata-rata adalah perusahaan atau unit usaha harus menjual sebanyak-banyaknya

(maximum selling) agar laba (1t) makin besar.

Contoh Kasus:
PT Tani Makmur ingin menanam singkong di Lampung. Produk singkong akan dibeli di

lahan oleh produsen tapioka seharga Rp150,00 per kilogram. Setiap hektar diperkirakan

menghasilkan singkong minimal 25 ton. Berdasarkan studi pendahuluan, biaya produksi seperti

di bawah ini:

Biaya persiapan lahan: Rp500.000,00 per hektar.

Biaya penanaman dan perawatan (termasuk pupuk dan obat-obatan) serta tenaga kerja:

Rp1.000.000,00 per hektar.

Biaya panen (pencabutan, pemotongan): Rp.10,00 per kg.

Jika perusahaan menargetkan keuntungan sebesar Rp 1.000.000.000,00 pada musim

tanam mendatang, berapa hektar singkong yang harus ditanam?

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghitung biaya rata-rata per kilogram

singkong, sampai siap dijual di lahan. Karena yang sudah ketahui hanya biaya panen per kg,

kita harus menghitung biaya rata-rata : kilogram persiapan lahan dan penanaman. Dari data-

data di atas diketahui bahwa biaya persiapan lahan, penanaman dan perawatan adalah Rp.

1.500.000,00 per hektar. Jika per hektar lahan menghasilkan 25 ton singkong, maka biaya rata-

rata persiapan, penanaman dan perawatan adalah Rp.60,00 per kilogram. Sehingga biaya rata-

rata per kilogram (AC) adalah Rp.60,00 + Rpl0,00 sama dengan Rp70,00.

Karena harga jual singkong (P) adalah Rp150,00 per kilogram, maka

= (P - AC ).Q ......................................................................................................................(7.6)

1.000.000.000 = (150 - 70).Q

Q = (1.000.000.000: 80) kg

= 12.500.000 kg
= 12.500 ton

Jumlah singkong yang harus dihasilkan untuk mencapai laba Rpl miliar adalah 12.500

ton. Karena per hektar menghasilkan 25 ton, maka jumlah yang harus ditanam adalah 500

hektar.

Sama halnya dengan pendekatan totalitas, pendekatan rata-rata juga banyak dipakai

karena sederhana. Namun pendekatan ini pun mengabaikan gejala penurunan pertambahan

hasil (LDR). Contoh di atas, menunjukkan bahwa perhitungan AC berdasarkan skala produksi

satu hektar. Padahal banyak perbedaan mendasar antara memproduksi satu hektar dengan

500 hektar. Pada skala produksi satu hektar atau barangkali sampai sepuluh hektar,

perusahaan tidak mengalami masalah-masalah berarti dikaitkan dengan kebutuhan SDM,

teknologi produksi maupun manajemen. Dalam arti kualitas SDM yang dibutuhkan tidak perlu

tinggi, lahan bisa dikelola dengan eknologi sederhana dan pengelolaan usaha cukup dengan

manajemen keluarga.

Tetapi jika skala produksi ditingkatkan sampai 500 hektar, pengolahan tanah hams

menggunakan peralatan modem, perusahaan membutuhkan insinyur dan tenaga keuangan

yang mampu mengelola usaha bernilai ratusan juta atau miliaran rupiah. Jika perusahaan harus

menggunakan kredit sebagai sumber pendanaan, maka organisasi perusahaan harus bersifat

formal. Dengan kata lain jenis dan kompleksitas kegiatan maupun pembiayaan makin banyak

dan meningkat, jika skala produksi ditambah. Karena itu perhitungan AC yang akurat

seharusnya dalam skala produksi 500 hektar. Angka biaya rata-rata (AC) pada skala produksi

500 hektar bisa lebih besar atau lebih kecil dari AC pada skala produksi satu hektar. Jika

perusahaan menikmati skala produksi ekonomis (economies of scale), maka biaya rata-rata

( AC ) akan lebih kedl dari Rp70,00 per kg (AC pada skala produksi satu hektar). Begitu juga

sebaliknya.
3. Pendekatan Marjinal (Marginal Approach)

Dalam pendekatan marjinal, perhitungan laba dilakukan dengan membandingkan biaya

marjinal (MC) dan pendapatan marjinal (MR). Laba maksimum akan tercapai pada saat MR =

Me. Kondisi tersebut bisa dijelaskan secara matematis, gratis dan verbal.

a. Penjelasan Secara Matematis

= TR - TC ...........................................................................................................................(7.7)

Laba maksimum tercapai bila turunan pertama fungsi  (∂n / ∂Q) sama dengan nol dan

nilainya sama dengan nilai turunan pertama TR (OTRI aQ atau MR) dikurangi nilai turunan

pertama TC (∂TC / ∂Q atau MC).

 TR TC
  0
Q Q Q

= MR – MC = 0

Dengan demikian, perusahaan akan memperoleh laba maksimum (atau kerugian

minimum) bila ia berproduksi pada tingkat output di mana MR = MC.

b. Penjelasan Secara Grafis

Di pembahasan teori biaya produksi, kita telah mengonstruksi kurva biaya total (TC)

yang bentuk kurvanya seperti huruf S terbalik. Kurva pendapatan total (TR) diperoleh dengan

cara mengalikan kurva produksi total (TP) dengan harga jual output per unit (P). Pada
pembahasan teori produksi, telah diketahui bahwa kurva TP berbentuk huruf S. Karena kurva

TR diperoleh dengan cara mengalikan kurva TP dengan sebuah bilangan sebesar nilai P, maka

kurva TR juga berbentuk huruf S. Kurva TR dikurangi kurva TC menghasilkan kurva laba ()

seperti tampak pada Diagram 7.2 berikut ini.

Diagram 7.2

Kurva TR, TC dan Laba (Pendekatan Marjinal)

Pada Diagram 7.2 kita melihat bahwa tingkat output yang memberikan laba adalah

interval Q1-Q5 Jika output di bawah jumlah Q1 perusahaan mengalami kerugian karena TR < TC

Begitu juga jika jumlah output melebihi Q 5 Interval Q1-Q5 dalam pembahasan teori produksi

disebut sebagai daerah produksi ekonomis (tahap II). Perusahaan akan mencapai laba

maksimum di salah satu titik antara Q1-Q5 Dalam Diagram 7.2 terlihat bahwa laba maksimum

tercapai jika tingkat produksinya adalah Q3 Secara grafis hal itu terlihat dari kurva  yang

mencapai nilai maksimum pada saat output sebesar Q3


Pada pembuktian secara materna tis telah diketahui bahwa nilai  (laba) akan

maksimum bila MR = MC Dalam grafis kondisi itu terbukti dengan membandingkan dua garis

singgung b1 dan b2. Garis singgung b1 adalah turunan pertama fungsi TR atau sarna dengan

MR. Garis singgung b2 adalah turunan pertama fungsi TC atau sama dengan MC Kita melihat

garis singgung b1 sejajar garis singgung b2 yang artinya MR = MC

c. Penjelasan Secara Verbal

Apakah benar perusahaan akan mencapai laba maksimum bila memproduksi di Q3?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita mengonsentrasikan diri pada pergerakan kurva lab a

(n) sepanjang interval Q1-Q5' Pergerakan tersebut kita bagi menjadi tiga sub-interval: Q1-Q3' Q3'

dan Q3-Q5'

1) Penambahan output sepanjang sub-interval Q1-Q3

Ketika output ditambah dari Q1 ke Q2 kurva  bergerak naik yang artinya laba bertambah

besar. Bila memperhatikan kurva TR dan TC, terlihat bahwa sudut kecuraman garis singgung a l

(MR) lebih besar dari sudut kecuraman garis singgung a 2 (MC). Ternyata jika output ditambah

satu unit, tambahan pendapatan (MR) yang dihasilkan lebih besar dari tambahan biaya (MC)

yang harus dikeluarkan. Karena itu akan lebih menguntungkan bila perusahaan terus

menambah output. Dengan cara penjelasan yang sama dapat dipahami mengapa kurva 

bergerak naik sampai jumlah output Q3 Kalau kita melihat sudut kemiringan kurva  makin

mendatar, hal itu menunjukkan terjadinya hukum pertambahan hasil yang makin menurun

(LDR).

2) Pada saat jumlah output Q3


Pada saat jumlah output Q3 seperti telah dijelaskan, garis singgung b l (MR) sejajar garis

singgung b2 (MC). Jika output ditambah satu unit, maka tambahan pendapatan (MR) yang

diperoleh sama persis dengan tambahan biaya (MC) yang harus dikeluarkan.

3) Interval Q3-05

Jika output ditambah dari Q3 ke Q4 terlihat bahwa sudut kemiringan garis singgung c1

(MR) sudah lebih kecil dari sudut kemiringan garis singgung c 2 (MC). Artinya jika output

ditambah satu unit, tambahan pendapatan (MR) yang diperoleh lebih kecil dibanding tambahan

biaya (MC). Dalam kondisi seperti itu perusahaan akan merugi bila terus menambah output.

Terlihat dari gerak menurun kurva .

Dengan demikian, tingkat output yang membuat perusahaan mencapai laba maksimum

adalah Q3'

Penjelasan di atas dapat diringkas dengan menyatakan:

Pada interval Q1-Q3 MR > MC. Karenanya penambahan output akan meningkatkan laba.

Pada interval Q3-Q5 MR < MC. Karenanya penambahan output akan menurunkan laba.

Pada saat output adalah Q3, MR = MC. Perusahaan mencapai laba maksimum.

BAB III

PENUTUP

SIMPULAN
Laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi
sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha, dan dari semua
transaksi atau kejadian lain yang mempunyai badan usaha selama satu periode, kecuali
yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi pemilik.
Pendekatan totalitas membandingkan pendapatan total (TR) dan biaya total
(TC). Jika harga jual per unit output (P) dan jumlah unit output yang terjual (Q), maka
TR = P.Q. Biaya total adalah jumlah biaya tetap (FC) ditambah biaya variable per unit(v)
dikali biaya variable per unit, sehingga:
π = P.Q – (FC + v.Q)
Implikasi dari pendekatan totalitas adalah perusahaan menempuh strategi penjualan
maksimum (maximum selling). Sebab semakin besar penjualan makin besar laba yang
diperoleh. Hanya saja sebelum mengambil keputusan, perusahaan harus menghitung
berapa unit output yang harus diproduksi untuk mencapai titik impas. Kemudian
besarnya output tadi dibandingkan dengan potensi permintaan efektif .

Dalam pendekatan rata-rata perhitungan laba per unit dilakukan dengan


membandingkan antara biaya produksi rata-rata (AC) dengan harga jual output (P)
kemudian laba total dihitung dari laba per unit dikali dengan jumlah output yang terjual.
π = (P - AC).Q
Dari persamaan ini, perusahaan akan mencapai laba bila harga jual per unit output (P)
lebih tinggi dari biaya rata-rata (AC). Perusahaan akan mencapai angka impas bila P
sama dengan AC.
Keputusan untuk memproduksi atau tidak didasarkan perbandingan besarnya P dengan
AC. Bila P lebih kecil atau sama dengan AC, perusahaan tidak mau memproduksi.
Implikasi pendekatan rata-rata adalah perusahaan atau unit usaha harus menjual
sebanyak-banyaknya (maximum selling) agar laba (π) makin besar.
Perhitungan laba dilakukan dengan membandingkan biaya marginal (MC) dan
pendapatan marginal (MR). Laba maksimum akan tercapai pada saat MR = MC.
π = TR – TC
Laba maksimum tercapai bila turunan pertama fungsi π(δ π /δQ) sama dengan nol dan
nilainya sama dengan nilai turunan pertama TR (δTR/ δQ atau MR) dikurangi nilai
turunan pertama TC (δTC/ δQ atau MC). Sehingga MR – MC = 0. Dengan demikian,
perusahaan akan memperoleh laba maksimum (atau kerugian minimum) bila ia
berproduksi pada tingkat output di mana MR = MC.

DAFTAR PUSTAKA

http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/09/artikel-tentang-laba.html

http://harisahmad.blogspot.com/2011/01/pendekatan-perhitungan-laba-maksimum.html

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=pendekatan%20perhitungan%20laba

%20maksimum&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDAQFjAB&url=http://kk.mercubuana.ac.id/files

/33002-13-
775147388759.doc&ei=wsNzUZOkE43IrQe4p4GIDQ&usg=AFQjCNHJ02S7rZU2UlzK2PK5X9ORd4

11hA&bvm=bv.45512109,d.bmk

http://cafe-ekonomi.blogspot.com/2009/09/artikel-tentang-laba.html (16 April 2013)

http://harisahmad.blogspot.com/2011/01/pendekatan-perhitungan-laba-maksimum.html (16 April

2013)

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=pendekatan%20perhitungan%20laba

%20maksimum&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CDAQFjAB&url=http://kk.mercubuana.ac.id/files

/33002-13-

775147388759.doc&ei=wsNzUZOkE43IrQe4p4GIDQ&usg=AFQjCNHJ02S7rZU2UlzK2PK5X9ORd4

11hA&bvm=bv.45512109,d.bmk (16 April 2013)

Anda mungkin juga menyukai