Anda di halaman 1dari 19

Bandwagon Effect dan Snob Effect, Lifestyle sebagai

Stimulus Permintaan
Kebersediaan konsumen dalam menentukan permintaan suatu
produk dipengaruhi oleh banyak variabel meliputi antara lain: (1)
harga barang atau jasa; (2) selera dan preferensi konsumen; (3)
jumlah konsumen; (4) pendapatan konsumen; (5) harga barang
lain yang terkait; (6) jumlah barang tersedia; dan (7) harapan
konsumen terhadap harga mendatang. Sudah barang tentu
beberapa variable lain yang relevan masih bisa ditambahkan,
seperti misalnya variabel segmen sosial.

Dalam bentuk fungsional, hubungan yang menunjukkan


keberadaan permintaan sebagai dependent variable yang
dipengaruhi oleh variabel-variabel yang telah disebutkan tersebut
bisa disederhanakan sbb.:

Q = f (Px, T, C, I, Pn, R, E, O)
Keterangan:

Q = kuantitas barang atau jasa X

Px = harga satuan X

T = selera dan preferensi konsumen

C = jumlah konsumen

I = pendapatan konsumen dan distribusinya

Pn = harga barang atau jasa lain yang terkait

R = kisaran barang atau jasa tersedia bagi konsumen


E = harapan (expectation) konsumen terhadap harga mendatang

O = variabel lain yang turut berpengaruh.


Kurva permintaan akan bergeser ke arah kanan atas (sehingga
individu meminta lebih banyak komoditi dalam setiap harganya)
jika pendapatan konsumen meningkat, jika harga komoditi
substitusi meningkat atau harga komoditi komplementer
menurun, dan jika selera konsumen untuk komoditi terus
meningkat. Secara sosiokultural, terminologi permintaan
(demand) muncul dalam menghadapi keterbatasan dan
kelangkaan sumberdaya dalam memenuhi keinginan konsumen.
Pada saat tidak ada keterbatasan dan kelangkaan sumberdaya,
manusia memenuhi kebutuhan dirinya (need) dengan sangat
mudah. Bahkan untuk memenuhi kebutuhan ini, dalam
peradaban kemudian, manusia harus memilih komoditas tersedia
yang sesuai dengan keinginannya sebagai makhluk hidup yang
berakal dan berselera. Pada saat itulah telah terjadi perubahan
sangat besar. Dari sekedar pemenuhan terhadap kebutuhan
bergeser menjadi proses seleksi atas beberapa komoditas yang
memenuhi syarat dan selera keinginan (want).

Sebagai ilustrasi sederhana bisa diambil pola


pemenuhan pakaian sebagai kebutuhan dasar
manusia dan mobil sebagai alat transportasi.
Pada saat inilah sesungguhnya suatu fenomena sosial telah terjadi.
Faktor yang mendasari permintaan suatu produk tidak sekedar
sebagai pemenuhan atas kebutuhan hidup saja, tetapi pemenuhan
juga atas pertimbangan perkembangan tren yang sedang
digandrungi banyak orang, selera, dan keinginan (want) telah
banyak mewarnai konsumsi pasar. Perubahan dalam salah satu
dari variabel-variabel penentu permintaan akan menyebabkan
kurva permintaan pasar dari suatu komoditi akan bergeser ke arah
yang sama (dan sebagai akibatnya) dengan pergeseran kurva
permintaan individual. Perlu diperhatikan bahwa kurva
permintaan pasar merupakan jumlah secara horizontal dari kurva
permintaan individual.
Definisi permintaan telah disederhanakan dengan menonjolkan
hubungan dua variabel, antara variabel harga dan kuantitas
barang yang akan diambil konsumen. Dalam pendefinisian ini
variabel-variabel lainnya dianggap tidak berubah (ceteris
paribus). Berdasarkan bentuk hubungan sederhana ini, pola
hubungan akan lebih mudah dipahami. Pada umumnya hubungan
dua variabel ini memiliki karakter hubungan yang negatif. Pada
saat harga produk sangat tinggi, maka konsumen akan cenderung
membeli produk tersebut dalam jumlah yang lebih kecil,
dibandingkan pada saat harga barang atau jasa tersebut lebih
rendah; begitu pula sebaliknya.
Dalam realita kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa
“penyimpangan” permintaan.

Pada umumnya, karakter individual dalam masyarakat luas


memiliki kecenderungan yang hampir seragam, kendati beberapa
“penyimpangan” permintaan individual merupakan fenomena
sosial yang mudah ditemukan dalam dunia nyata.

“Penyimpangan” yang paling mencolok adalah suatu watak


konsumsi yang disebut bandwagon effect dan snob effect.

Bandwagon effect menunjukkan kecenderungan sosial yang


diderita oleh sebagian konsumen yang konsumsinya ikut-ikutan
terhadap konsumsi orang lain. Sementara itu, snob
effect ditunjukkan oleh kondisi di mana konsumen akan tertarik
untuk membeli produk yang ekslusif dan mahal contoh produk-
produk high class yang akan diburu karena mendongkrak gengsi,
namun akan dijauhi ketika banting harga. Kelompok konsumen
ini justru cenderung menekan konsumsinya pada saat konsumen
lain melakukan konsumsi terhadap barang yang sama.
Kelompok Bandwagon termasuk kelompok konsumen yang
belakangan masuk ke dunia konsumsi suatu produk (dalam hal ini
dicontohkan sepatu sneakers putih dan mobil keluaran terbaru)
setelah melihat kenyataan bahwa rekan-rekannya telah
melakukan konsumsi ini sebelumnya dan telah menjadi tren pada
periode waktu saat itu. Kelompok konsumen ini beranggapan
bahwa konsumsi produk-produk ini merupakan lambang
modernitas dan “kekinian”. Orang kadang melakukan permintaan
terhadap suatu komoditi karena orang lain membelinya dan agar
tampak “mengikuti mode”. Hasilnya adalah efek kereta
(bandwagon effect) untuk “menyamai seseorang”.

Ini cenderung menyebabkan kurva permintaan pasar menjadi


lebih datar daripada yang diindikasikan oleh penjualan
horizontal secara sederhana dari kurva-kurva permintaan
individual.
Pada Gambar kurva di atas, sumbu X menunjukkan jumlah unit
barang yang bersangkutan. Misalkan konsumen berpikir bahwa
hanya 10 ribu orang yang telah membeli barangnya. Diasumsikan
ini adalah jumlah orang yang relatif kecil dibandingkan dengan
jumlah penduduk kota wilayah tersebut. Akibatnya, seseorang
hanya memiliki sedikit dorongan untuk membeli dan memuaskan
naluri mereka dari segi lifestyle. Namun, beberapa orang mungkin
masih membeli karena memiliki nilai intrinsik untuk mereka.
Dalam hal ini permintaan akan barang ditunjukkan oleh kurva
permintaan D10.

Diasumsikan seseorang mengira 20 ribu orang telah membeli


barang tertentu. Hal ini meningkatkan daya tarik yang lebih
tinggi. Akibatnya, orang tersebut terinduksi untuk membeli
barang tersebut agar tetap hidup dalam mode atau gaya. Hal ini
menyebabkan meningkatnya permintaan akan barang yang
menyebabkan kurva permintaan untuk barang bergeser ke kanan
pada D20. Jika orang percaya bahwa 30 ribu orang telah membeli
barang yang dimaksud, ini akan meningkatkan daya tarik barang
dan sebagai akibatnya kurva permintaan bergeser pada D30.

Dengan demikian, semakin banyak jumlah


konsumen yang membeli suatu barang tertentu,
maka semakin besar permintaan akan barang
tersebut. Ini adalah Bandwagon Effect. Kuantitas
permintaan suatu barang yang dibeli oleh
seseorang meningkat sebagai respons terhadap
kenaikan kuantitas yang dibeli oleh orang lain.
Selain Bandwagon Effect, kuantitas yang diminta dari barang juga
tergantung pada harga barang. Jika harga barang yang dimaksud
adalah Rs. 100, dan pada 20 ribu orang membeli 20 ribu unit
barang, kurva permintaan yang relevan adalah D20. Kemudian,
jika harga barang jatuh ke Rs. 50, 40 ribu orang membeli 40 ribu
unit barang dan kurva permintaan yang relevan adalah D40.
Dengan demikian, kurva permintaan pasar (dalam hal ini kurva
DM) adalah penggabungan Bandwagon Effect yang diperoleh
dengan menggabungkan titik pada kurva permintaan D10, D20,
D30, D40 yang sesuai dengan jumlah 10 ribu, 20 ribu, 30 ribu dan
40 ribu unit barang.

Pergerakan sepanjang kurva permintaan D10, D20, D30, dan D40


secara individual mewakili berapa banyak kuantitas komoditas
yang diminta pada berbagai harga jika tidak ada Bandwagon
Effect. Jadi, jika harga barang jatuh dari Rs. 100 sampai Rs. 50 per
unit, kuantitas yang diminta dari barang akan meningkat menjadi
25 unit barang sepanjang kurva permintaan D20 sebagai akibat
dari efek harga murni (pure price effect) ketika tidak
ada Bandwagon Effect yang mempengaruhi.

Namun, sebenarnya sebagai akibat turunnya harga dan kenaikan


yang diakibatkan dalam jumlah barang yang dibeli oleh orang lain
telah menciptakan Bandwagon Effect dan akibatnya harga Rs. 50
per unit, jumlah barang yang dibeli meningkat sampai 40 ribu
unit. Terlihat dari analisis ini bahwa Bandwagon Effect membuat
kurva permintaan lebih elastis, terbukti bahwa kurva permintaan
DM yang menggabungkan Bandwagon Effect lebih elastis
dibandingkan kurva permintaan D10, D20, D30, dan D40.
Sementara itu, kelompok konsumen Snob berada pada
posisi yang berlawanan dengan kelompok Bandwagon.

Apabila kelompok Bandwagon melihat konsumsi yang berduyun-


duyun pada produk tertentu merupakan lambang modernitas,
kelompok Snob −dalam analisis saya termasuk kelompok anti-
mainstream− merasa bahwa tidak lagi istimewa jika memiliki
pola konsumsi yang telah dilakukan oleh banyak orang. Jika
mengambil contoh di lapangan, saat ini Adidas mengeluarkan
produk kustomisasi sehingga konsumen dapat memesan produk
dari Adidas sesuai dengan selera yang diinginkan, seperti desain
produk, warna, ukuran, bahkan pada produk Adidas tertentu
dapat diberikan label nama konsumen pemesan sehingga lebih
menunjukkan eksklusivitas bagi si pemakai. Di tengah semakin
maraknya pengguna produk Adidas, ditinjau dari sisi produsen,
mereka memanfaatkan niche market dengan mengeluarkan
produk khusus yang menyasar kalangan atas dengan kategori
kelompok Snob. Dampaknya, kelompok ini tersalurkan
keinginannya untuk memiliki produk eksklusif dan seolah
menghiraukan harga. Saya sengaja membandingkan produk
Adidas dengan model yang dijual banyak di pasaran dengan
produk customized Adidas. Memang diketahui bahwa terdapat
teknologi yang digunakan Adidas dalam memenuhi pesanan
produk customized Adidas, tetapi dapat diketahui bahwa telah
terjadi “penyimpangan” teori permintaan jika ditinjau dari dua
variabel utama antara harga dan permintaan. Jika dibandingkan
dengan produk sepatu sneakers putih Adidas dan produk-produk
lainnya yang dijual di kisaran Rp 1,2 juta sampai Rp 1,6 juta, maka
tingkat harga produk customized Adidas jauh lebih tinggi dari
biasanya, yaitu untuk customized sweater dijual dengan harga $
215 atau Rp 2,8 juta. Terbukti harga produk yang semakin tinggi,
justru membuat kelompok konsumen Snob semakin tergoda
untuk membelinya −sesuai dengan ekslusivitas yang didapatkan.

Snob Effect juga bisa dilihat pada produk Supercar Ferrari. Jika
dibandingkan dengan produk mobil yang umum dijual dan
menjadi pilihan konsumen menengah ke atas, kelompok
konsumen Snob cenderung membeli produk yang “berbeda” dan
mewah meskipun dengan harga yang sangat tinggi. Apalagi
ditambah dengan syarat konsumen bisa memperoleh produk dan
layanan ekslusif yang diberikan oleh produsen. Ada 209
unit supercar Ferrari yang diproduksi dan model tersebut khusus
diperuntukan untuk top client, dan konsumen loyal Ferrari, yang
membeli mobil ini juga dipilih langsung Ferrari. Kriterianya cukup
banyak, salah satunya mempunyai hubungan yang baik dengan
Ferrari, mempunyai beberapa unit Ferrari, dan aktif mengikuti
setiap acara Ferrari di negara asal konsumen (dalam hal ini
Indonesia) atau internasional. Ferrari juga tetap berupaya
menjaga ekslusifitas, yang memang sudah dilakukan sejak lama
sehingga konsumen terus percaya dengan Ferrari. Pelanggan akan
dimanjakan, saat konsumen membeli supercar Ferrari, berarti ia
membeli sesuatu produk dengan nilai eksklusif dan kulitasnya,
sesuatu yang dapat memberikan kesenangan, serta pengalaman
yang unik dan tak terlupakan. Salah satu cara yang digunakan
adalah dengan mengadakan acara berkendara bersama seperti
yang dilakukan Ferrari Jakarta setiap bulannya sehingga
konsumen dapat selalu berpartisipasi dalam setiap acara dari
Ferrari.

Snob Effect ini menyebabkan kurva permintaan pasar menjadi


lebih curam daripada yang diindikasikan oleh penjumlahan
horizontal secara sederhana dari kurva-kurva permintaan
individual.
Utilitas yang didapat dari produk mewah yang sangat mahal
terutama karena prestige value dan status yang dihasilkan dari
fakta bahwa hanya sedikit yang memilikinya. Snob Effect
diilustrasikan pada kurva di atas, di mana sumbu X menunjukkan
kuantitas yang diminta dan sumbu Y menunjukkan harga.
Misalkan D1 adalah kurva permintaan yang relevan ketika orang
berpikir bahwa seribu orang memiliki komoditi dengan prestige
value atau snob value. Sekarang diasumsikan terdapat 20 ribu
orang yang memiliki barang mewah ini, snob value akan turun
dan terjadi penurunan permintaan sehingga kurva permintaan
bergeser ke posisi kiri (posisi D2). Sekali lagi, jika orang percaya
bahwa 30 ribu orang kebetulan memiliki komoditi tersebut, snob
value juga akan berkurang. Akibatnya, keinginan atau permintaan
akan produk tersebut semakin berkurang dan kurva permintaan
bergeser ke kiri. Selanjutnya, jika diperkirakan 40 ribu orang yang
memiliki, maka kurva permintaan yang relevan adalah D4.

Jadi, akibat Snob Effect, kuantitas yang diminta mengalami


penurunan karena lebih banyak orang yang diyakini seseorang
telah memiliki produk tersebut. Jika menghubungkan poin A, B, C
dan E yang mewakili jumlah yang diminta pada tingkat jumlah
orang yang memiliki komoditas tertentu, maka akan terbentuk
kurva permintaan pasar (dalam hal ini kurva DM).

Snob Effect membuat kurva permintaan menjadi kurang elastis.


Jadi dengan harga Rs. 35 lakhs per mobil mewah, kuantitas
permintaannya adalah 10 ribu. Kemudian jika harga dikurangi
menjadi Rs. 15 lakhs per mobil mewah, kuantitas yang diminta
akan meningkat menjadi 50 ribu per tahun. Jika Snob Effect tidak
ada, maka terjadi penurunan pergerakan kurva lebih jauh di
sepanjang kurva permintaan D1. Namun dengan adanya Snob
Effect, diasumsikan kuantitas permintaan meningkat dari 10 ribu
menjadi hanya 30 ribu mobil. Dengan demikian, pada Gambar di
atas, Snob Effect telah mengurangi efek penuh dari penurunan
harga dalam price effect sehingga efek bersihnya (net effect)
adalah kenaikan kuantitas yang diminta dari 10 ribu menjadi 30
ribu unit.

Anda mungkin juga menyukai