Anda di halaman 1dari 5

Dosen Pengampu: Sonia Sischa Eka Putri, S.E, M.

Ak

TUGAS KASUS

“AUDIT PEMERINTAH”

OLEH:

DESRI HELEN SUTAMA

NIM: 11673201429

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2019
Begini Awal Mula Kasus SNP Finance yang Rugikan 14 Bank

Nurmayanti
26 Sep 2018, 20:35 WIB

Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga
Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Satu lagi kasus di sektor keuangan yang menyedot perhatian masyarakat.
Perusahaan multifinance PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) diketahui
merugikan 14 bank di Indonesia hingga triliunan rupiah.

SNP Finance merupakan bagian dari Columbia, toko yang menyediakan pembelian barang
secara kredit. Dalam kegiatannya SNP Finance mendapatkan dukungan pembiayaan pembelian
barang yang bersumber dari kredit perbankan.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Slamet Edy Purnomo
mengungkapkan jika permasalahan pada SNP Finance sudah tercium sejak Juli 2017.

"Jadi yang membongkar awal adalah pengawas. Jadi di 2017 sudah tertangkap ada angka CAPS
itu suatu aplikasi connecting antara SNP sebagai multifinance dengan bank seperti Bank Mandiri
yang paling besar. Jadi ada beda itu (angka)," jelas dia di Jakarta, Rabu (26/9/2018).

OJK kemudian meminta dilakukan pemeriksaan kepada pihak perbankan secara internal dan oleh
pengawas.
Pada 2018, OJK kembali melakukan evaluasi. Lembaga ini dikatakan terlebih dulu memberi
kesempatan kepada internal perbankan untuk menyelesaikan saat diketahui terjadi masalah.

"Jadi dilakukan oleh investigator internal Bank Mandiri dan ditemukan memang terrnyata tidak
pernah dilakukan reconcile antara banking dan dari situ kita dalami lagi prosesnya dan ternyata
ada kesalahan di sistem yang tidak sempurna," jelas dia.

Slamet Edy menuturkan, terlepas dari kesalahan sistem yang bisa diperbaiki, tim kemudian
berkoordinasi dengan pengawas SNP di Industri Keuangan Non Bank (IKNB).

"Lalu muncul akhirnya hasil seperti itu dan akhirnya ketemu lagi sampai masalah MTN. Semua
dipanggil Pefindo, semuanya dipanggil. Dan dari hasil pemeriksaan saya lihat semua
pengawasan jalan baik dari Bank Mandiri," tegas dia.

Dia menuturkan, jika permasalahan ada terkait data yang diberikan SNP. Adapun
mekanisme pemberian pinjaman kepada SNP Finance yang dilakukan dengan sistem executing.

Bank memberikan kredit berupa joint financing atau memberikan langsung ke perusahaan
pembiayaan tersebut. Kemudian SNP Finance yang meneruskannya kepada pengguna.

Untuk mendapatkan kredit ini, terlebih dulu ditunjuk auditor publik yang bertugas memeriksa
laporan keuangan. Auditor yang ditunjuk adalah Kantor Akuntan Publik (KAP) Deloitte yang
menilai kondisi keuangan SNP Finance.

"Kalau laporan keuangan dia bagus harus diaudit eksternal dan biasanya menunjuk standar
internasional," tutur Slamet Edy.

Kemudian seiring dengan turunnya bisnis toko Columbia, kredit perbankan tersebut mengalami
permasalahan menjadi Non Performing Loan (NPL).

Kondisi tersebut telah diantisipasi perbankan dengan melakukan pencadangan (PPAP) pada
tahun yang sudah lewat, sehingga perbankan dapat meng-absorb risiko gagal bayar.

Salah satu tindakan yang dilakukan oleh SNP Finance untuk mengatasi kredit bermasalah
tersebut adalah melalui penerbitan Medium Term Note (MTN), yang diperingkat oleh Pefindo
berdasarkan laporan keuangan SNP yang diaudit DeLoitte.
Slamet Edy mengatakan jika penerbitan MTN tidak melalui proses di OJK. Ini mengingat MTN
adalah perjanjian yang bersifat private, namun memerlukan pemeringkatan karena dapat
diperjualbelikan.

Sebelumnya diketahui jika SNP Finance mendapatkan peringkat efek periode Desember 2015-
2017 idA-/stable dari Pefindo. Kemudian pada Maret 2018, rating SNP Finance naik menjadi
idA/stable.

Namun Pefindo kembali menurunkan rating SNP Finance sebanyak 2 kali. Pertama pada bulan
Mei 2018, diturunkan menjadi idCCC/credit watch negative dan pada bulan yang sama
menurunkan lagi ke peringkat idSD/selective default.

Akhirnya, saat terjadi permasalahan, SNP Finance mengajukan penundaan kewajiban


pembayaran utang (PKPU) terhadap kewajibannya sebesar kurang lebih Rp 4,07 triliun, yang
terdiri dari kredit perbankan Rp 2,22 triliun dan MTN sebesar Rp 1,85 triliun.

SNP Finance Rekayasa Laporan Keuangan Buat Bobol 14 Bank

Wakil Dittipideksus Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Daniel Tahi Monang dan Karo Penmas
Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo saat rilis pengungkapan pembobolan dana
nasabah di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (24/9). (Merdeka.com/Arie Basuki)
PT Bank Mandiri Tbk angkat bicara mengenai kasus pembobolan dana di 14 bank oleh Lembaga
pembiayaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance) yang merupakan anak usaha
Columbia. Bank Mandiri termasuk salah satu bank tersebut.

Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas menjelaskan, SNP Finance adalah perusahaan
pembiayaan yang menjadi debitur Bank Mandiri sejak 2004. Selama belasan tahun menjadi
debitur Bank Mandiri, SNP Finance memiliki catatan yang baik dengan kualitas kredit yang
lancar. Hal ini juga yang membuat banyak bank kemudian ikut memberikan pembiayaan kepada
SNP Finance.

Atas hal tersebut, Bank Mandiri melihat permasalahan di SNP Finance saat ini bukan semata-
mata disebabkan oleh ketidak hati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit. Apalagi saat ini
regulator telah menetapkan rambu-rambu yang sangat ketat bagi perbankan.

"Kekisruhan di SNP Finance justru disebabkan itikad tidak baik pengurus perseroan untuk
menghindari kewajiban mereka," jelas Rohan seperti dikutip dari keterangan tertulis, Rabu
(26/9/2018).
Buktinya, SNP Finance langsung mengajukan PKPU Sukarela, setelah kualitas kredit turun
menjadi kol. 2. Modus ini sering dilakukan dengan memanfaatkan celah dari ketentuan hukum
terkait Kepailitan.

Analisis

Pada kasus SNP ini telihat bahwa cara yang digunakan oleh pihak manajemen untuk
mendapatkan kucuran dana dari pihak bank yaitu salah dengan melakukan manipulasi data
kreditur, hal ini tentu memberikan dampak negatif bagi kelangsungan perusahaan. Perusahaan
tidak mempertimbangkan dampak untuk membayar kewajibannya diluar batas kemampuan
perusahaan itu sendiri.

SNP tidak bertindak sesuai dengan kewajibannya, tugas atau kegiatan bisnis SNP yaitu
memberikan pembiayaan kepada nasabah, namun dibalik itu SNP juga memiliki kewajiban
untuk melunasi hutangnya kepada pihak debitur. Pada kenyataannya SNP tidak dapat memenuhi
kewajibannya terhadap debitur, SNP malah melakukan manipulasi untuk menghindarinya. Jadi
disini karna pada dasarnya sumber dana yang didapat SNP yaitu berasal dari pembiayaan Bank,
seharusnya SNP bukan hanya mementingkan seberapa banyak dana yang diperoleh dari Bank
yang akhirnya digunakan untuk pembiayaan kepada nasabahnya. Tetapi harus memikirkan juga
kewajiban pembayaran kepada pihak debitur atas dana yang didapat.

PT SNP mengabaikan prisinsip keadilan, disini kaitanya dengan kerja sama yang terjalin dengan
pihak bank sebagai kreditur. Kerjasama yang diharapkan kedua belah pihak yaitu untuk sama-
sama mendapatkan keuntungan, bank memberikan dana dalam bentuk piutang kepada SNP dan
SNP mengakui sebagai hutang kepada bank yang harus dibayar sesuai dengan jangka waktu
yang disepakati. Akan tetapi kenyataannya PT SNP malah melakukan tindak kecurangan dengan
memanipulasi data nasabah agar mendapatkan kucuran dana yang lebih besar, namun pada
akhirnya tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada bank. Hal ini tentu merugikan pihak
bank, dan untuk menuntut keadilan bank dapat melaporkan hal ini kepada pihak yang berwenang
dan diharapkan mendapatkan ganti rugi dari pihak SNP atas kerugian yang dialami Bank. Ini
merupakan salah satu bentuk keadilan procedural dimana kita dapat menuntut hak kita dengan
membawanya ke jalur hukum.

Anda mungkin juga menyukai