Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan utama dalam ajaran Islam, sebagai panduan
hidup umat islam, al-Qur’an memiliki prinsip-prinsip ajaran yang sempurna dan universal.
Konsekwensi logis dari pengakuan dan keyakinan tersebut, pesan-pesan yang terkandung di
dalamnya berlaku dan relevan sepanjang zaman.
Dalam upaya memahami al-Qur’an baik secara tekstual atau kontekstualnya diperlukan
pemahaman tentang ulumul-Qur’an, apa hakikatnya, bagaimana memahaminya, apa
fungsinya serta kapan sejarah penulisan ulumul-Qur’an itu mulai ada.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian ulum, al-Quran dan ulumul Qur’an itu ?


2. Apa yang menjadi objek kajian al-Qur’an itu ?
3. Bagaimanakah struktur al-Quran itu ?
4. Bagaimana sejarah penulisan Al-Qur’an?
5. Bagaimana Sejarah dan perkembangan ulumul-Qur’an?

C. TUJUAN

Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi dan pemahaman tentang
ulumul-Qur’an

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ulumul Qur’an

Kata ulum Qur’an tersusun dari dua kata secara idhofi, yaitu terdiri dari mudhof dan
mudhof ilaih, kata ulum diidhofahkan pada al-Qur’an. Dari dua unsur kata tersebut maka
didapat makna ulum dan al-Qur’an dan menjadi kalimat ulumul-Qur’an.

1. Arti kata ulum


Kata ulum secara etimologi adalah merupakan jamak dari ilmu, kata ilmu itu sendiri adalah
mashdar yang mempunyai arti pengetahuan atau pemahaman.

2. Arti kata al-Qur’an


Secara etimologi kata al-Qur’an merupakan mashdar dari kata qaraa yang maknanya sama
dengan kata qiraah yang berarti bacaan, kemudian diberi makna sebagai isim maful yaitu
maqru yang artinya ‘yang dibaca’. Pemaknaan ini sebagaimana diisyaratkan dari QS. al-
‘Alaq yang merupakan perintah kepada umat manusia untuk membaca (iqra), penamaannya
termasuk katagori ‘tasmiyah al-maful bil mashdar’ (penamaan isim maful dengan mashdar).
Penamaan ini merujuk pada QS al-Qiyamah (75) ayat 17-18

Artinya : 17. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan
(membuatmu pandai) membacanya. 18. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu.

Dari segi terminologinya al-Qur’an di definisikan para pakar ushul fiqih, fiqih dan bahasa
Arab adalah sebagai :
‘Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang lapazh-lafazhnya
mengandung mukjijat, membacanya mempunyai nilai ibadah, yang diturunkan secara
mutawatir, dan yang ditulis pada mushaf, mulai dari surat al-Fatihah (1) sampai akhir surat
an-Nas (114)’

Arti Ulumul Qur’an Jadi, yang dimaksud dengan u`lumul-Qu`ran ialah ilmu yang
membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Al-Quran dari segi asbaabu
nuzuul."sebab-sebab turunnya al-Qur`an", pengumpulan dan penertiban Qur`an, pengetahuan
tentang surah-surah Mekah dan Madinah, An-Nasikh wal mansukh, Al-Muhkam wal
Mutasyaabih dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Qur`an.

2
Terkadang ilmu ini dinamakan juga ushuulu tafsir (dasar-dasar tafsir) karena yang
dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang Mufassir
sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur`an .

B. Objek Ulumul-Qur’an

Objek ulumul-Qur’an adalah al-Qur’an itu sendiri dari seluruh segi-segi kitab tersebut
yang meliputi persoalan turunnya, sanad, qiraat penafsirannya dan lain-lain. Sehubungan
dengan hal tersebut Hatta Syamsudin (2008 : 6) mengamukakan bahwa :
Objek Pembahasan Ulumul Qur'an dibagi menjadi tiga bagian besar :

1. Sejarah & Perkembangan Ulumul Qur'an

meliputi : sejarah rintisan ulumul quran di masa Rasulullah SAW, Sahabat, Tabi'in,
dan perkembangan selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan karangannya di
bidang ulumul quran di setiap zaman dan tempat.

2. Pengetahuan tentang Al-Quran

Meliputi : Makna Quran, Karakteristik Al-Quran, Nama-nama al-Quran, Wahyu,


Turunnya Al-Quran, Ayat Mekkah dan Madinah, Asbabun Nuzul, dst.

3. Metodologi Penafsiran Al-Quran

Meliputi : Pengertian Tafsir & Takwil, Syarat-syarat Mufassir dan Adab-adabnya, Sejarah &
Perkembangan ilmu tafsir, Kaidah-kaidah dalam penafsiran Al-Quran, Muhkam &
Mutasyabih, Aam & Khoos, Nasikh wa Mansukh, dst.

C. Struktur al-Qur’an
Struktur naskah al-Quran terdiri atas 114 Surah (bab), 30 juz dan 6236 ayat menurut
riwayat Hafsh, 6262 ayat menurut riwayat ad-Dur, 6214 menurut riwayat Warsy. Surah-surah
dalam al-Qur’an terbagi atas surah-surah makiyah dan surah-surah madaniyah tergantung
pada tempat dan waktu turun surah tersebut (di Mekah atau di Madinah, sebelum atau
sesudah hijrah).

3
1. Pembagian ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan tempat turunnya
Dilihat dari segi masa turunnya, al-Qur’an terbagi menjadi dua fase, yaitu makiyah dan
madaniyah. Makiyah adalah ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad
SAW. hijrah ke Madinah, sedangkan madaniyah adalah yang diturunkannya sesudah Nabi
Muhammad SAW. hijrah ke Madinah. Adapun yang membedakannya antara ayat-ayat
makiyah dengan ayat-ayat madaniyah ialah :

a. Ayat-ayat makiyah pada umumnya pada umumnya pendek-pendek, sedangkan ayat-ayat


madaniah panjang-panjang; surah Makiyah terdiri dari 19/30 dari isi al-Qur’an secara
keseluruhan, 86 surah, 4780 ayat. Sedangkan surah Madaniyah terdiri dari 11/30 dari isi al-
Qur’an secara keseluruhan, 28 surah dan jumlah ayatnya 1456. Juz ke-28 adalah ayatayat
Madaniyah kecuali surah Mumtahanah berjumlah 137 ayat; dan juz ke-29 ayat-ayatnya
Makiyah kecuali surah ad-Dahr berjumlah 431 ayat. Surah al-Anfal dan surah asy-syu’ara
masing-masing merupakan setengah juz, terdiri dari 227 ayat Makiyah dan 75 ayat
Madaniyah.

b. Dalam surah Makiyah terdapat perkataan ‘ yaa ayyuahannaas’ dan sedikit sekali
menggunakan perkataan ‘ yaa ayyuhalladzina aamanu’, tetapi dalam surah Madaniyah
terdapat sebaliknya.

c. Ayat-ayat Makiyah secara umum mengandung hal-hal yang berhubungan dengan


keimanan, ancaman dan pahala, kisah-kisah umat terdahulu yang mengandung pengajaran
dan budi pekerti, sedangkan dalam ayat-ayat Madaniyah terdiri dari kandungan ayat yang
berhubungan dengan masalah hukum.
Kata u`lum jamak dari kata i`lmu. i`lmu berarti al-fahmu wal idraak (faham dan
menguasai). Kemudian arti kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam
yang disusun secara ilmiah.
Ulumul Qur’an secara etimologi adalah ilmu-ilmu tentang al-Qur’an, ilmu dengan
pengertian pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan al-Quran, adapun definisi al-
Qur’an secara terminologi menurut Abu Syahbah, adalah :

‘Sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan al-
Qur’an, mulai proses penurunan, urutan penulisan, penulisan, kodifikasi, cara membaca,
penafsiran, kemukjizatan, nasikh-mansukh, muhkam-mutayabih, sampai pembahasan-
pembahasan lain’.
4
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai perbedaan surah/ayat Makiyah dan
Madaniyah, maka divisualisasikan melalui tabel berikut ini :

TABEL
PERBEDAAN SURAH, AYAT MAKIYAH DAN MADANIYAH

Aspek/Segi Makiyah Madaniyah

Panjang-pendeknya ayat Ayatnya pendek-pendek Ayatnya panjang-panjang


Jumlah Juz 19/30 11/30
Jumlah surah 86 28
Jumlah ayat 4780 1456
Kata-kata ‘yaa
Kata-kata ‘yaa ayyuhannaas’
ayyuhalladziina
jumlahnya lebih banyak
aamanu’jumlahnya lebih
Sasaran pembicaraan dibandingkan dengan kata
banyak dibandingkan
‘yaa ayyuhalladziina
dengan kata ‘yaa
aamanu’
ayyuhannaas’
hal-hal yang berhubungan
dengan keimanan, ancaman yang berhubungan dengan
Kandungan ayat dan pahala, kisah-kisah umat masalah hukum.
terdahulu yang mengandung
pengajaran dan budi pekerti

PERBEDAAN SURAH’AYAT MAKIYAH DAN MADANIYAH


(LANJUTAN)

Aspek/Segi Makiyah Madaniyah

Waktu turunnya Sebelum hijrah Sesudah hijrah

Mekah dan sekitarnya (Mina, Madinah dan sekitarnya


Tempat turunnya
Arafah, Hudaibiyah) (Uhud, Kuba, Sil)

5
D. Sejarah penulisan al-Qur’an

Para sejarawan membagi periode tentang penulisan al-Quran menjadi tiga bagian:

a. Periode Rasulullah saw.

Al-Quran, sebagaimana sudah diketahui bahwa Allah telah memberikan kekuasaan yang
khusus terhadapnya. Sebagaimana ditegaskan Allah swt dalam firmannya:

Artinya : Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami


benar-benar memeliharanya “ (al-Hijr : 9)

Namun para ulama berbeda pendapat mengenai masalah pengumpulan al-Quran: (al-
Jam’u). pengumpulan dengan menggunkan maksud menjaga al-Quran dengan hafalan
(Hifdzan), dan dengan maksud menjaganya dengan tulisan (Kitabatan).

1). Pengumpulan Al-Quran dengan Hafalan (Hifdzan).

Adalah Rasulullah, yang dijuluki Jumma’ul Qur’an dengan makna Huffadzuhu


(penghafal al-Quran), hal ini sebagaimana ditegaskan oleh al-Quran, tatkala beliau selalu
menggerakkan bibirnya, pada saat turunnya wahyu hingga allah menurunkan Wahyu, agar
belia u tidak khawatir akan hal tersebut, Allah berfirman:

Artinya : Janganlah engkau Muhammad-karena hendak menghafal al-Quran yang


diturunkan kepadamu dengan cepat-menggerakkan lidahmu (sebelum selesai dibacakan
kepadamu), sesungguhnya kamilah yang berkuasa mengumpulkan al-Quran itu (di dadamu)
dan menetapkan bacaannya (pada lidahmu)”.(QS : Al-Qiyamah : 16-17)

Hal itu menjadikan para pembesar sahabat lebih mudah menghafal al-Quran, dalam
sejarah tercatat beberapa sahabat yang hafal al-Quran pada masa Rasulullah. antara lain :
Abdullah Ibnu Mas’ud, Salim Ibnu Ma’qil Maula Abi Hudzaifah, Muadz Ibnu Jabal, Ubay
Ibn Ka’ab, Zaid Ibn Tsabit, Abu Zaid Ibn Sakan, Abu al-Darda’.

6
2). Pengumpulan Al-Quran dengan penulisan (Kitabatan).

Pada masa Rasulullah sudah ada usaha-usaha menjaga keontetikan al-Quran sudah
beliau lakukan dengan cara pencatatan. Hal ini terbukti beliau mengangkat beberapa sahabat
untuk menjadi juru tulis wahyu “al-Kuttab” di antara al-Kuttab selain Khulafaul al-Rasyidin
adalah : Mu’awiyah, Zaid Ibnu Tsabit, Ubay Ibnu Ka’ab, Abdullah

Penulisannyapun relatif sangat sederhana, media yang digunakannya antara lain ,


batu, ulang, kulit binatang, pelepah kurma dan lain sebagainya.

b. Periode Khalifah Abubakar Al-Shiddiq ra.

Pada tahun 12 H, tepatnya pada kepemimpinan Khalifah Abubakar terjadilah


pemberontakan dari pembangkang pembayar zakat dan pemurtadan dibawah pimpinan
Musailamah al-Kadzzab, beliau mengutus Khalid Ibnul Walid untuk mengatasi mereka ke
Yamamah, dari peristiwa tersebut tak sedikit korban dari kaum muslim. Bahkan tercatat 70
Huffadz (penghafal Al-Quran) sebagai syuhada. Hal ini mendorong Umar Ibn al-Khatthab
untuk menyarankan kepada Amirul Mukminin, untuk segera mengumpulkan al-Quran dalam
1 Mushhaf. Setelah melewati berbagai pertimbangan beliaupun setuju dan memanggil Zaid
Ibn Tsabit untuk melaksanakan hal ini.

Walaupun Zaid Ibn Tsabit sudah hafal al-Quran secara keseluruhan, beliau sangat
hati-hati dalam melaksanakan tugas ini, setidaknya beliau berpegang teguh pada dua prinsip,
yaitu ayat–ayat al-Quran yang di tulis dihadapan Rasulullah, dan disimpan di rumahnya, dan
ayat- ayat yang dihafal oleh para Sahabat.

Kemudian mushaf tersebut disimpan oleh Abubakar, dan berpindah ke tangan Umar
Ibn Al-Khatthab, kemudian kepada Hafshah Binti Umar (Ummul Mukminin).

c. Periode Khalifah Utsman Ra.

Hudzaifah al-Yaman menyarankan kepada Amirul Mukminin untuk menyatukan


perbedaan bacaan di antara kaum muslimin, hal ini dimaksudkan agar tidak meyebabkan
perbedaan di antara kaum muslimin. Pada saat itu sudah mulai muncul fitnah dikarenakan
perbedaan dalam bacaan al-Qur’an, hal ini sebagaimana yang ditegaskan oleh Abi Qulabah :
‘bahwa telah terjadi percekcokan dan pertentangn antara kaum muda bahkan antara para
pengajar al-Quran sendiri’.

Kejadian ini terjadi tepat pada peperangan Armenia dan Azerbaijan di Iraq. Sayyidina
Utsman pun menyetujui saran tersebut, dan mengutus seorang utusan untuk meminta mushaf

7
al-Quran yang berada pada Sayyidatina Hafshah, dengan maksud sebagai rujukan penyalinan
mushaf. Kemudian beliau membentuk sebuah badan dalam penyalinan ini yang
beranggotakan empat orang Zaid Ibnu Tsabit al-Anshari, Abdullah Ibn Zubair al-Asadi, Said
Ibnu al-‘Ash al-Umawi, Abdurrahman Ibn al-Harist Ibnu Hisyam al-Makhzumi, selain Zaid
Ibn Tsabit semuanya adalahbangsa Quraisy. Alasan utama pemilihan ketiganya (Abdullah
Ibn Zubair, Said Ibnu al-‘Ash, Abdurrahman Ibn al-Harist) dari golongan Quraisy, adalah
menjaga kefasihan dialek Quraisy dalam penylinan Mushaf tersebut.

Setelah tim tersebut selesai menyalin, maka mereka mengembalikan mushaf tersebut
kepada Hafshah, dan menyerahkan salinan–salinan tersebut untuk disebar luaskan ke
beberapa negara, antara lain Kufah, Bashrah, Syam dan yang dipegangnya sendiri untuk di
sampaikan ke Madinah). Kemudian beliau memerintahkan semua mushaf selain yang
disebarkan untuk dibakar, karena memang pada saat itu ada beberapa mushaf yang terkenal
selain mushaf yang ada pada Sayyidatina Hafshah yaitu mushaf Ibnu Kaa’b dan Ibnu
Mas’ud.

Langkah yang dilakukan oleh Utsman ini sudah disepakati dan diterima oleh para
sahabat, sebagaimana ditegaskan oleh Sayyidina Ali r.a. dalam menanggapi sikap Ustman r.a.
beliau berkata : ‘janganlah kalian katakan apa yang dilakukan oleh Ustman kecuali benar
(khoiran)’.

E. Sejarah dan perkembangan ulumul-Qur’an

Sejarah perkembangan ulumul-Quran dimulai menjadi beberapa fase, dimana tiap-tiap


fase menjadi dasar bagi perkembangan menuju fase selanjutnya, hingga ulumul-Qquran
menjadi sebuah ilmu khusus yang dipelajari dan dibahas secara khusus pula. Berikut
beberapa fase / tahapan perkembangan ulumul-Quran.

1. Ulumul-Qur’an pada masa Rasulullah SAW.


Embrio awal ulumul quran pada masa ini berupa penafsiran ayat Al-Quran langsung
dari Rasulullah SAW kepada para sahabat, begitu pula dengan antusiasime para sahabat
dalam bertanya tentang makna suatu ayat, menghafalkan dan mempelajari hukum-hukumnya.
a. Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat.
Dari Uqbah bin Amir ia berkata : " aku pernah mendengar Rasulullah SAW berkata diatas
mimbar, "dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi (Anfal :60 ),
ingatlah bahwa kekuatan disini adalah memanah" (HR Muslim)

8
b. Antusiasme sahabat dalam menghafal dan mempelajari Al-Quran.

Diriwayatkan dari Abu Abdurrrahman as-sulami, ia mengatakan : " mereka yang


membacakan qur'an kepada kami, seperti Ustman bin Affan dan Abdullah bin Mas'ud serta
yang lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi sepuluh ayat mereka tidak
melanjutkannya, sebelum mengamalkan ilmu dan amal yang ada didalamnya, mereka
berkata 'kami mempelajari qur'an berikut ilmu dan amalnya sekaligus.'"

c. Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain qur'an, sebagai upaya menjaga kemurnian
AlQuran.
Dari Abu Saad al- Khudri, bahwa Rasulullah SAW berkata: Janganlah kamu tulis dari aku;
barang siapa menuliskan aku selain qur'an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa yang
dariku, dan itu tiada halangan baginya, dan barang siapa sengaja berdusta atas namaku, ia
akan menempati tempatnya di api neraka."(HR Muslim)

2. Ulumul-Qur’an pada masa khalifah

Pada masa khalifah, tahapan perkembangan awal (embrio) ulumul-Quran mulai


berkembang pesat, di antaranya dengan kebijakan-kebijakan para khalifah sebagaimana
berikut :

a. Khalifah Abu Bakar :dengan Kebijakan Pengumpulan/Penulisan Al-Quran yg pertama


yang diprakarsai oleh Umar bin Khottob dan dipegang oleh Zaid bin Tsabit

b. Kekhalifahan Usman Ra : dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada satu


mushaf, dan hal itupun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-salinan mushaf
ini juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan ar-Rosmul
'Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman, dan ini dianggap sebagai permulaan dari ilmu
Rasmil Qur'an.

c. kekalifahan Ali Ra :dengan kebijakan perintahnya kepada Abu 'aswad Ad-Du'ali


meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan memberikan
ketentuan harakat pada qur'an. Ini juga disebut sebagai permulaan Ilmu I'rabil Qur'an.

9
3. Ulumul-Qur’an pada masa sahabat dan tabi’in

a. Peranan Sahabat dalam Penafsiran Al-Quran dan Tokoh-tokohnya.


Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-
makna al-qur'an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka, sesuai dengan
kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama
dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW , hal demikian diteruskan oleh murid-
murid mereka , yaitu para tabi'in.
Diantara para Mufasir yang termashur dari para sahabat adalah:
Empat orang Khalifah ( Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali )
1. Ibnu Masud,
2. Ibnu Abbas,
3. Ubai bin Kaab,
4. Zaid bin sabit,
5. Abu Musa al-Asy'ari dan
6. Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin
Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti merupakan
sudah tafsir al-Quran yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat
dengan penafsiran apa yang masih samar dan penjelasan apa yang masih global.

b. Peranan Tabi'in dalam penafsiran Al-Quran dan Tokoh-tokohnya


Mengenai para tabi'in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil
ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan
ijtihad dalam menafsirkan ayat, yang terkenal di antara mereka , masing-masing sebagai
berikut :
a. Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah, Sa'id bin Jubair, Mujahid, 'iKrimah bekas
sahaya ( maula ) Ibnu Abbas, Tawus bin kisan al Yamani dan 'Ata' bin abu Rabah.
b. Murid Ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, abul Aliyah, dan Muhammad bin Ka'b
al Qurazi.
c. Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal : 'Alqamah bin Qais, Masruq al Aswad bin
Yazid, 'Amir as Sya'bi, Hasan Al Basyri dan Qatadah bin Di'amah as Sadusi.

10
Dan yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil Qur'an,
ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki wal madani dan imu Nasikh dan Mansukh, tetapi semua ini
tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan (imla).

4. Masa Pembukuan (tadwin)

Perkembangan selanjutnya dalam ulumul-Quran adalah masa pembukuan ulumul-


Quran, pembukuan ini melewati beberapa perkembangan sebagai berikut :
a. Pembukuan tafsir Al-Quran menurut riwayat dari hadits, Sahabat dan tabi'in
Pada abad kedua hijriah tiba masa pembukuan ( tadwin ) yang dumulai dengan
pembukuan hadist denga segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga menyangkut hal
yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir al-Qur'an yang
diriwayatkan dari Rasulullah SAW dari para sahabat atau dari para tabi'in.
Diantara mereka yang terkenal adalah Yazid bin Harun as Sulami, ( wafat 117 H ),
Syu'bah bin Hajjaj ( wafat 160 H ), Waqi' bin Jarrah ( wafat 197 H ), Sufyan bin 'uyainah (
wafat 198 H), dan Aburrazaq bin Hammam ( wafat 112 H ).
Mereka semua adalah para ahli hadits, sedangkan tafsir yang mereka susun
merupakan salah satu bagiannya, namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai
ketangan kita.

b. Pembukuan tafsir berdasarkan susunan ayat


Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh para ulama'. Mereka menyusun tafsir
Qur'an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang terkenal diantara mereka
ada Ibn Jarir at Tabari ( wafat 310 H ).
Demikianlah tafsir pada awal permulaanya dinukil (dipindahkan) melalui penerimaan
(dari mulut ke mulut) melalui riwatyat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadits,
selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at-Tafsir
bil Ma'tsur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-Tafsir bir Ra'yi (berdasarkan penalaran
).
c. Munculnya pembahasan cabang-cabang ulumul-Quran selain tafsir
Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-
pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan al-Quran, dan hal ini sangat
diperlukan oleh seorang mufasir, di antaranya :
11
1). Ulama abad ke-3 Hijri

a). Ali bin al Madini (wafat 234 H) guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai
asbabun nuzul
b). Abu 'Ubaid al Qasim bin Salam (wafat 224 H) menulis tentang Nasikh Mansukh
dan qira'at.
c). Ibn Qutaibah (wafat 276 H) menyusun tentang problematika al-Quran (musykilatul
quran).

2). Ulama Abad Ke-4 Hijri

a). Muhammad bin Khalaf bin Marzaban (wafat 309 H) menyusun al- Hawi fa 'Ulumil
Qur'an.
b). Abu muhammad bin Qasim al Anbari (wafat 751 H) juga menulis tentang ilmu-ilmu
Al-Qur'an.
c). Abu Bakar As Sijistani (wafat 330 H) menyusun Garibul Qur'an.
d). Muhammad bin Ali bin al-Adfawi (wafat 388 H) menyusun al Istigna' fi 'Ulumil Qur'an.

3). Ulama Abad Ke-5 dan setelahnya

a). Abu Bakar al Baqalani (wafat 403 H) menyusun i'jazul-Qur'an,


b). Ali bin Ibrahim bin Sa'id al Hufi (wafat 430 H) menulis mengenai i'rabul-Qur'an.
c). Al Mawardi (wafat 450 H) menegenai tamsil-tamsil dalam al-Qur'an (amsalul-
Qur'an).
d). Al Izz bin Abdussalam ( wafat 660 H ) tentang majaz dalam al-Qur'an.
e). Alamuddin Askhawi ( wafat 643 H ) menulis mengenai ilmu qra'at (cara membaca
al-Qur'an ) dan aqsamul-Qur'an.

4). Mulai pembukuan secara khusus ulumul-Quran dengan mengumpulkan cabang-


cabangnya.

Pada masa sebelumnya, ilmu-ilmu al-Quran dengan berbagai pembahasannya di tulis


secara khusus dan terserak, masing-masing dengan judul kitab tersendiri, kemudian, mulailah
12
masa pengumpulan dan penulisan ilmu-ilmu tersebut dalam pembahasan khusus yang
lengkap, yang dikenal kemudian dengan ulumul-Qur'an. Di antara ulama-ulama yang
menyusun secara khusus ulumul-Quran adalah sebagai berikut :

a). Ali bin Ibrohim Said (330 H) yang dikenal dengan al Hufi dianggap sebagai orang
pertama yang membukukan ulumul-Qur'an.

b). Ibnul Jauzi (wafat 597 H) mengikutinya dengan menulis sebuah kitab berjudul fununul
Afnan fi 'Aja'ibi 'ulumil Qur'an.

c). Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794 H) menulis sebuah kitab lengkap dengan judul Al-
Burhan fii ulumilQur`an .

d). Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H) memberikan beberapa tambahan atas Al-Burhan di
dalam kitabnya Mawaaqi`ul u`luum min mawaaqi`innujuum.

e). Jalaluddin As-Suyuti (wafat 911 H) juga kemudian menyusun sebuah kitab yang terkenal
al-itqaan fii u`luumil qur`an.

Kitab Al-Burhan (Zarkasyi) dan Al-Itqon (As-Suyuti) hingga hari ini masih dikenal
sebagai referensi induk / terlengkap dalam masalah ulumul-Qur'an. Tidak ada peneliti tentang
ulumul-Quran, kecuali pasti akan banyak menyandarkan tulisannya pada kedua kitab
tersebut.

5. Ulumul-Qur’an pada masa modern (kontemporer)

Sebagaimana pada periode sebelumnya, perkembangan ulumul-Quran pada masa


kontemporer ini juga berlanjut seputar penulisan sebuah metode atau cabang ilmu al-Quran
secara khusus dan terpisah, sebagaimana ada pula yang kembali membali menyusun atau
menyatukan cabang-cabang ulumul-Quran dalam kitab tersendiri dengan penulisan yang
lebih sederhana dan sistematis dari kitab-kitab klasik terdahulu.

13
a). Kitab yang terbit membahas khusus tentang cabang-cabang ilmu Quran atau
pembahasan khusus tentang metode penafsiran Al-Quran di antaranya :

1). Kitab i`jaazul quran yang ditulis oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi`i,
2). Kitab At-Tashwirul fanni fiil qu`an dan masyaahidul qiyaamah fil qur`an oleh Sayyid
Qutb,
3). Tarjamatul qur`an oleh syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang salah satu
pembahasannya ditulis oleh Muhibuddin al-hatib,
4). Masalatu tarjamatil qur`an oleh Musthafa Sabri,
5). An-naba`ul adziim oleh DR Muhammad Abdullah Daraz dan
6). Muqaddimah tafsir Mahaasilu ta`wil oleh Jamaluddin Al-qasimi.

b). Kitab yang membahas secara umum ulumul quran dengan sistematis, diantaranya :

1). Syaikh Thahir Al-jazaairy menyusun sebuah kitab dengan judul At-tibyaan fii u`luumil
qur`an.
2). Syaikh Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhajul furqan fii u`luumil qur`an yang
berisi pembahasan yang sudah ditentukan untuk fakultas ushuluddin di Mesir dengan
spesialisasi da`wah dan bimbingan masyarakat dan diikuti oleh muridnya,
3). Muhammad Abdul a`dzim az-zarqani yang menyusun Manaahilul i`rfaan fii u`lumil
qur`an.
4). Syaikh Ahmad Ali menulis muzakkiraat u`lumil qur`an yang disampaikan kepada
mahasiswanya di fakultas ushuluddin jurusan dakwah dan bimbingan masyarakat.
5). Kitab Mahaabisu fii u`lumil qur`an oleh DR Subhi As-Shalih.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Qur’an adalah petunjuk utama sebagai panduan hidup (way of life) bagi umat
manusia (hudan linnas), al-Qur’an merupakan petunjuk ke jalan yang lurus bagi segenap
umat manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat. Di dalamnya
terkandung ragam dasar aturan (qaidah) hukum yang mengatur tatanan kehidupan umat
manusia.

Kandungan isinya sangat penting dan memadai untuk mengungkap sains dan fustur
manusia. Memang tidak semuanya disebut secara eksplisit, namun banyak hal tersirat secara
implisit. Dalam al-Quran ilmu pengetahuan tidak dijelaskan secara rinci, karena al-Qur’an
bukan kamus atau ensiklopedia. Al-Qur’an hanya menggambarkan secara global (ijmal) dan
tugas manusialah untuk mengurai dan menganalisisnya, menemukan dan mempertajam
spesifikasinya secara detail dari ilmu-ilmu tersebut.

B. Saran

Ulumul Qur’an adalah merupakan ilmu yang dapat digunakan sebagai metode dalam
mempelajari al-Quran dengan berbagai perspektif dan cabang-cabangnya.Diturunkannya al-
Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. adalah sebagai tadabbur, direnungkan maknaya,
dipikirkan dan diamalkan, bukan sekadar dibaca tanpa pengamalan dari isi dan maknanya,
dan wajib hukumnya bagi umat Islam untuk mempelajari, memahami dan menerapkannya
dalam sendi-sendi kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Al-‘Azami, M.M, The History The Qur’anic Text : From Relevation to Compilation (Sejarah
Teks Al-Qur’an dari Wahyu sampai kompilasi), Penerbit Gema Insani, Jakarta, 2005.

Hatta Syamsuddin, Modul Mata kuliah : Ulumul Quran 1, Pesantren Mahasiswa Arroyan,
Surakarta, 2008.

Rosihon Anwar, Ulum Al-Qur’an, Penerbit Pustaka Setia, Bandung, 2007.

TALHAS, T.H, Fokus Isi dan Makna Al-Qur’an : Jalan Pintas Memahami Substansi Global
Al-Qur’an, Penerbit Galura Pase, Jakarta, 2008.

15

Anda mungkin juga menyukai