Alasan translasi
Transaksi mata uang bisa terjadi langsung di pasar spot, pasar forward, atau pasar swap.
Kurs pasar spot dipengaruhi berbagai faktor, termasuk juga perbedaan tingkat
inflasi antar negara, perbedaan pada saham nasional, dan ekspektasi mengenai arah
tingkat mata uang selanjutnya. Kurs ini bersifat langsung atau tidak langsung.
Transaksi kurs swap melibatkan pembelian spot dan penjualan forward yang
simultan, atau penjualan spot dan pembelian forward mata uang
a. kurs kini (current) adalah kurs nilai tukar pada saat tanggal laporan keuangan.
b. Kurs historis (historical) adalah kurs nilai tukar pada saat suatu aktiva dalam mata uang
asing pertama kali diperoleh, atau ketika suatu kewajiban dalam mata uang asing pertama
kali terjadi.
c. Kurs rata-rata (average) adalah rata-rata sederhana dari kurs nilai tukar kini dan historis.
Harus dapat dibedakan antara keuntungan dan kerugian translasi (translation) dan
keuntungan dan kerugian transaksi (transaction) dimana keduanya merupakan keuntungan dan
kerugian akibat nilai tukar. Dari dua jenis penyesuaian transaksi, keuntungan dan kerugian atas
transaksi yang terselesaikan, timbul ketika nilai tukar yang digunakan untuk mencatat transaksi
pada awalnya berbeda dengan nilai tukar yang digunakan saat penyelesaian. Jenis dua
penyesuaian transaksi adalah keuntungan dan kerugian dari transaksi yang belum terselesaikan
timbul ketika laporan keuangan disusun sebelum suatu transaksi diselesaikan.Namun demikian
hingga utang mata uang asing tersebut benar-benar dilunasi, kerugian nilai tukar belum
direalisasi ini memiliki sifat yang sama dengan kerugian translasi karena berasal dari proses
penyajian ulang. Perbedaan dalam kurs nilai tukar yang timbul pada tanggal yang berbeda
menyebabkan berbagai jenis penyesuaian nilai tukar. Berikut ini adalah bagan yang menjelaskan
perbedaan antara keuntungan dan kerugian transaksi dan translasi.
. TRANSAKSI MATA UANG ASING
Transaksi mata uang asing terjadi pada saat suatu perusahaan memberi atau menjual
barang dengan pembayaran yang dilakukan dalam suatu mata uang asing atau ketika perusahaan
meminjam atau meminjamkan dalam mata uang asing.Berdasarkan konsep mata uang
fungsioanal yaitu, mata uang fungsional dari suatu entitas adalah mata uang yang berlaku di
wilayah operasional utama perusahaan dan menghasilkan arus kas. Dengan demikian suatu
transaksi mata uang asing dapat berdominasi dalam suatu mata uang, tetapi di ukur atau di catat
dalam mata uang yang lain.
FAS No. 52, pernyataan standar akuntansi untuk mata uang asing yang wajib diterapkan
di AS, mengharuskan perlakuan berikut ini untuk translasi mata uang asing :
1. Pada tanggal suatu transaksi diakui, setiap aktiva, kewajiban, pendapatan, beban,
keuntungan atau kerugian yang terjadi dari suatu transaksi harus diukur dan dicatat dalam
mata uang fungsional perusahaan yang melakukan pencatatan dengan menggunakan kurs nilai
tukar yang berlaku pada tanggal tersebut.
2. Pada setiap tanggal neraca, saldo-saldo yang berdenominasi dalam suatu mata uang harus
selain mata uang fungsional perusahaan yang melakukan pencatatan harus disesuaikan untuk
mencerminkan kurs nilai tukar terkini.
Penyesuaian kurs nilai tukar valuta asing (yaitu keuntungan atau kerugian atas transaksi
yang terjadi) perlu dibuat pada saat terjadi perubahan kurs nilai tukar di antara tanggal transaksi
dan tanggal penyelesaian. Apabila laporan keuangan disusun sebelum penyelesaian transaksi,
penyesuaian akuntansi (yaitu keuntungan atau kerugian atas transaksi yang belum diselesaikan)
akan sama dengan perbedaan antara jumlah yang awalnya dicatat dan jumlah yang disajikan
dalam laporan keuangan.
Dalam transaksi mata uang asing terdapat dua perlakuan akuntansi atau keuntungan dan
kerugian transaksi yang dapat diterapkan yaitu :
Perspektif Transaksi Tunggal: Penyesuaian nilai tukar (baik yang sudah diselesaikan maupun
yang belum diselesaikan ) diperlakukan sebagai penyesuaian terhadap akun–akun transaksi yang
awal berdasarkan premis bahwa suatu transaksi dan penyelesainnya merupakan peristiwa
tunggal.
Perspektif Dua Transaksi: Penagihan piutang dalam krona dianggap sebagai peristiwa terpisah
dari penjualan yang menyebabkan timbulnya piutang tersebut.
FAS no 52 mengharuskan penggunaan metode dua transaksi untuk mencatat transaksi
dalam mata uang asing. Keuntungan dan kerugian dari transaksi yang sudah selesai dan belum
diselesaikan dimasukkan dalam penentuan laba.Pengecualian utama terhadap ketentuan ini
terjadi apabila :
1. Penyesuaian nilai tukar berkaitan dengan transaksi antar perusahaan jangka panjang tertentu.
2. Transaksi tersebut dimaksudkan dan berfungsi efektif sebagai lindung nilai atas investasi
(yaitu lindung nilai terhadap posisi aktiva/kewajiban bersih operasi luar negeri) dan komitmen
mata uang asing.
Evaluasi dan pemilihan metode translasi mata uang asing. Metode konversi mata uang
Diseluruh dunia setidaknya dikenal 4 jenis metode konversi mata uang, yaitu :
Metode ini merupakan metode yang paling tua di antara metode konversi mata uang.
Dengan metode ini, semua asset dan kewajiban lancer dari cabang-cabang perusahaan
dikonversikan dalam mata uang Negara asal dengan kurs saat ini, yaitu kurs pada saat
neraca disusun. Sedang asset dan kewajiban yang tidak lancar (noncurrent),seperti
biaya depresiasi, dikonversikan pada kurs histories, yaitu kurs pada saat asset
diperoleh ataupun pada saat kewajiban terjadi. Oleh karena itu, cabang perusahaan di
luar negeri yang memiliki modal kerja yang dinilai positif dalam mata uang local akan
meningkatkan resiko rugi (translation loss) akibat devaluasi dengan metode current/non
current. Sebaliknya bila modal kerja ternyata negative dinilai dalam mata uang local
berarti terdapat keuntungan (translation gain) akibat revaluasi dengan metode tersebut.
Asset moneter (terutama kas, surat-surat berharga, piutang, dan piutang jangka
panjang) dan kewajiban moneter (terutama utang lancar dan utang jangka panjang)
dikonversi pada kurs saat ini. Sedang pos-pos nonmoneter, seperti stock barang, asset
tetap, dan investasi jangka panjang, dikonversi pada kurs histories.
Pos-pos dalam laporan laba/rugi dikonversi pada kurs rata-rata pada periode tersebut,
kecuali untuk pos penerimaan dan biaya yang berkaitan dengan asset dan kewajiban
non moneter. Biaya depresiasi dan biaya penjualan dikonversi pada kurs yang sama
dengan pos dalam neraca. Akibatnya, biaya penjualan bisa saja dikonversi dengan kurs
yang berlainan dengan kurs yang digunakan untuk mengkonversi penjualan. Perlu
diperhatikan bahwa metode moneter-non moneter bergantung pada klasifikasi skema
neraca untuk menentukan kurs translasi yang tepat. Hal ini dapat menghasilkan hasil
yang kurang tepat. Metode ini juga akan mendistorsikan marjin laba karena
menandingkan penjualan berdasarkan harga dan kurs translasi kini dengan biaya
penjualan yang diukur sebesar biaya perolehan dan kurs translasi histories.
3. Metode temporal
Metode ini merupakan metode yang paling mudah karena semua pos neraca dan
laba/rugi dikonversi dengan kurs saat ini. Metode ini direkomendasi oleh Ikatan Akuntan
Inggris, Skotlandia, dan Wales, serta secara luas digunakan oleh perusahaan-
perusahaan Inggris. Dengan metode ini, bila asset yang didenominasi dalam valas
melebihi kewajiban dalam valas, suatu devalusai akan menghasilkan kerugian. Variasi
dari metode ini adalah mengkonversi semua asset dan kewajiban, kecuali asset tetap
bersih yang dinyatakan dengan kurs saat ini
.
MODEL TRANSLASI MANA YANG TERBAIK ?
Keadaan yang mendasari proses translasi mata uang asing sangat berbeda. Translasi
akun-akun dari mata uang yang stabil ke dalam mata uang yang tidak stabil tidaklah sama
dengan melakukan translasi dari mata uang yang tidak stabil ke dalam mata uang yang stabil.
Hanya ada sedikit kesamaan antara translasi untuk transaksi jenis ekspor-impor dan transaksi
yang melibatkan perusahaan afiliasi yang secara tetap didirikan atau anak perusahaan di Negara
lain yang menanamkan kembali laba lokalnya dan tidak bermaksud untuk mengirimkan kembali
dana apapun kepada induk perusahaan dalam waktu dekat. Kedua, translasi dilakukan untuk
tujuan yang berbeda. Melakukan translasi akun-akun suatu anak perusahaan luar negeri dalam
rangka konsolidasi akun-akun dengan induk perusahaan tidak sama dengan melakukan translasi
akun-akun perusahaan yang independent dengan maksud untuk memenuhi kepentingan para
pihak luar negeri. Ada tiga pertanyaan yang harus diperhatikan:
1. Apakah menggunakan lebih dari satu metode translasi diperbolehkan ?
2. Jika ya, metode manakah yang dapat digunakan dan dalam kondisi apakah metode tersebut
diterapkan ?
3. Apakah terdapat situasi di mana translasi sama sekali tidak boleh dilakukan ?
Terkait dengan pertanyaan pertama, jelas terlihat bahwa satu metode translasi saja tidak
dapat memenuhi dengan sama translasi yang dilakukan berdasarkan kondisi yang berbeda dan
tujuan yang berbeda. Jadi lebih dari satu metode translasi yang diperlukan.
Terdapat tiga pendekatan translasi yang berbeda yang dapat diterima yaitu :
1. Metode historis
Objek translasi adalah untuk mengubah unit pengukuran laporan keuangan anak
perusahaan luar negeri kedalam mata uang domestik dan untuk membuat laporan keuangan anak
perusahaan luar negeri sesuai dengan prinsip - prinsip akuntansi yang diterima secara umum
dinegara asal induk perusahaan maka tujuan ini dapat dicapai dengan menggunakan kurs nilai
tukar historis. Prinsip temporal lebih disukai karena secara umum mempertahankan prinsip
akuntansi yang digunakan untuk mengukur aktiva dan kewajiban yang awalnya dinyatakan
dalam mata uang asing.
2. Metode kini
Merupakan translasi (penyajian ulang) secara langsung dari satu jenis mata uang kedalam
mata uang lainnya. Metode kurs kini lebih tepat digunakan apabila akun-akun anak perusahaan
luar negeri yang ditranslasika tetap mempertahankan mata uang lokal sebagai unit pengukuran
:yaitu jika entitas asing dipandang dari sudut pandang perusahaan lokal. Translasi berdasarkan
kurs kini tidak mengubah segala bentuk hunbungan awal dalam laporan keuangan mata uan
asing, karena seluruh saldo akun hanya perlu dikalikan dengan suatu konstanta. Pendekatan ini
berguna jika akun-akun perusahaan independen ditranslasikan untuk kepentingan pemegang
saham luar negeri atau kelompok pengguna eksternal lainnya.
3. Tidak dilakukan translasi sama sekali
Dilakukan apabila tidak ada translasi yang memadai jika dilakukan antara mata uang
yang sangat tidak stabil dan sangat stabil. Translasi dari satu mata uang itu ke yang lainnya tidak
akan menghasilkan informasi yang bermakna meski menggunakan metode yang manapun. Jika
suatu mata uang cukup tidak stabil sehingga membuat translasi akun tidak dapat dilakukan,
konsolidasi laporan keuangan juga tidak dapat dilakukan. Translasi tidak diperlukan jika laporan
keuangan perusahaan independen dikeluarkan diterbitkan benar-benar untuk tujuan pemberian
informasi bagi para penduduk di negara lain yang berada dalam tingkat perkembangan ekonomi
yang dapat dibandingkan dan memiliki situasi mata uang nasional yang dapat dibandingkan.
Manajer internasional yang efektif harus mampu mengevaluasi situasi dan mengambil keputusan
yang menyangkut lebih dari satu mata uang.
Sebelum 1965
Accounting Research Bulletin (ARB) NO. 4 kemudian diperbaharui dengan ARB NO. 43
mendorong penggunaan metode kini-non kini. Keuntungan atau kerugian transaksi langsung
dimasukan kedalam laba. Keuntungan atau kerugian transaksi bersih disaling hapuskan selama
periode berjalan. Sedangkan untuk kerugian transaksi bersih ditangguhkan dalam penundaan
neraca dan digunakan untuk menghapuskan kerugian translasi pada masa mendatang.
1965 - 1975
Bab 12 ARB no 43 memperbolehkan pengecualian tertentu atas metode kini-non kini dalam
keadaan tertentu. Persediaan dapat ditranslasikaan berdasarkan kurs historis. Utang jangka
panjang yang timbul karena pembelian aktiva jangka panjang dapat ditranslasikan berdasarkan
kurs kini. Setiap perbedaan akuntansi yang disebabkan oleh penyajian ulang utang diberlakukan
sebagai bagian dari biaya perolehan aktiva. Mentranslasikan seluruh utang dan piutang dalam
mata uang asing berdasarkan kurs kini diperbolehkan setelah Accounting Principle Board
Opinion No. 6 dikeluarkan pada tahun 1965.
1975 - 1981
FASB mengeluarkan FAS No.8 yang kontroversial pada tahun 1975, mengubah praktik di AS
dan praktik sejumlah perusahaan asing yang menggunakan GAAP AS karena mengharuskan
penggunaan metode translasi temporal. Penangguhan keuntungan dan kerugian translasi tidak
diperbolehkan lagi dan harus diakui dalam laba selama periode perubaahan kurs nilai tukar.
Reaksi perusahaan terhadap FAS No. 8 beraneka ragam. Beberapa pihak mendukung dasar teori
yang digunakan, sedangkan yang lain mengecam karena distorsi yang dapat ditimbulkan dalam
laba perusahaan yang dilaporkan. FAS No.8 menyebabkan hasil akuntansi yang tidak sesuai
dengan kenyataan ekonomi. Pengaruh yo-yo FAS No.8 terhadap laba perusahaan menimbulkan
perhatian di kalangan eksekutif sejumlah perusahaan multinasional. Mereka mengkhawatirkan
laba perusahaan yang dilaporkan akan terlihat lebih fluktuatif bila dibandingkan dengan laba
perusahaan domestik dan dengan demikian akan menekan harga saham perusahaan,.
1981 - hingga kini
FASB mempertimbangkan kembali FAS no 8 dan setelah melalui banyak pertemuan publik dan
dua draft sementara, menerbitkan Statement Of Financial Accounting Standars No.52 pada
tahun 1981.
J. ISI STANDAR NO 52
Tujuan FAS No.52 berbeda dengan FAS No.8. FAS No. 8 menggunakan sudut pandang
induk perusahaan dengan mengharuskan laporan keuangan dalam mata uang asing disajikan
seakan-akan seluruh transaksinya terjadi dalam mata uang dolar AS. Standar No. 52 mengakui
bahwa baik sudut pandang induk perusahaan dan anak perusahaan merupakan kerangka dasar
pelaporan yang sah.
Tujuan ini didasarkan pada konsep mata uang fungsional. Penentuan mata uang
fungsional menentukan pilihan metode translasi yang digunakan untuk keperluan konsolidasi dan
perlakuan terhadap keuntungan dan kerugian kurs yaitu : Translasi apabila mata uang lokal
merupakan mata uang fungsional.
Jika mata uang fungsional merupakan mata uang asing yang digunakan dalam catatan
entitas asing,laporan keuangan ditranslasikan kedalam dolar dengan menggunakan metode kurs
kini.Keuntungan atau kerugian translasi yang timbul diungkapkan sebagai komponen yang
terpisah.
Prosedur kurs kini yang digunakan adalah :
1. Seluruh aktiva dan kewajiban dalam mata uang asing ditranslasikan ke dalam doalr dengan
menggunakan kurs nilai tukar per tanggal neraca, akun modal ditranslasikan berdasarkan kurs
historis.
2. Pendapatan dan beban ditranslasikan dengan menggunakan kurs nilai tukar pada tanggal
transasksi, meskipun kurs rata-rata tertimbang dapat digunakan untuk kepraktisan.
3. Keuntungan dan kerugian translasi dilaporkan terpisah dalam ekuitas pemegang saham
konsolidasi. Penyesuaian nilai tukar ini tidak akan masuk ke dalam laporan laba rugi hingga
operasi luar negeri tersebut dijual atau nilai investasinya dianggap telah hilang secara permanen.
Translasi apabila dolar AS merupakan mata uang fungsional. Apabila dolar AS
merupakan mata uang fungsional suatu entitas asing, maka laporan keuangan dalam mata uang
asing diukur ulang kedalam dolar dengan menggunakan metode temporal. Seluruh keuntungan
dan kerugian translasi yang berasal dari proses translasi dimasukkan dalam penentuan laba
periode berjalan. Secara khusus :
1. Aktiva dan kewajiban moneter dan aktiva non-moneter dinilai berdasarkan harga pasar terkini
ditranslasikan dengan menggunakan kurs nilai tukar per tanggal laporan keuangan, pos non
moneter lainnya dan akun modal ditranslasikan berdasarkan kurs historis.
2. Pendapatan dan beban ditranslasikan dengan menggunakan rata-rata kurs nilai tukar selama
periode berjalan , pos-pos nonmoneter (seperti HPP dan beban depresiasi) yang ditranslasikan
dengan menggunakan kurs historis.
3. Keuntungan dan kerugian translasi tercermin dalam laba periode berjalan.
Translasi apabila mata uang asing merupakan mata uang fungsional. Apabila mata uang
fungsionalnya adalah mata uang asing lainnya. Dalam situasi ini laporan keuangan pertama -
tama disajikan ulang dari mata uang lokal kedalam mata uang fungsionalnya (metode temporal)
dan kemudian ditranslasikan kedalam dolar AS dengan menggunkan metode kurs kini.
Pengecualian dalam metode kurs kini adalah untuk anak perusahaan yang berlokasi di tempat-
tempat yang memiliki tingkat inflasi kumulatif selam 3 tahun berturut-turut.Dalam kondisi
hiperinflasi seperti itu nilai dolar dianggap sebagai mata uang fungsional, sehingga
menggunakan metode translasi temporal. Jika suatu entitas memiliki lebih dari satu operasi yang
terpisah dan dapat dipisahkan,setiap operasi dapat dianggap sebagai entitas terpisah dengan mata
uang fungsionalnya sendiri. Mata uang asing berarti semua mata uang selain mata uang negara
yang bersangkutan atau semua mata uang selain mata uang fungsional dari suatu entitas. Mata
uang lokal adalah mata uang dari negara tertentu atau mata uang yang dinyatakan dalam kegiatan
domestik maupun luar negeri dari negara yang bersangkutan. Mata uang fungsional adalah mata
uang yang berlaku di wilayah utama perusahaan. Sekali mata uang fungsional untuk sebuah
entitas asing telah ditetapkan FAS No. 52 mengharuskan mata uang tersebut digunakan secara
konsisten kecuali jika terjadi perubahan dalam keadaan ekonomi mengindikasikan bahwa mata
uang fungsional telah berubah.
1.Penggunaan kurs nilai tukar historis melindungi laporan keuangan dari keuntungan dan kerungian
translasi mata uang asing
2.Penggunaan kurs kini menimbulkan terjadinya keuntungan atau kerugian translasi.
TRANSLASI VERSUS PENGUKURAN KEMBALI LAPORAN KEUANGAN
ASING
Mata uang fungsional adalah mata uang utama yang dicerminkan dalam
kegiatanoperasi perusahaan. Suatu mata uang bisa dikatakan sebagai mata uang
fungsionalapabila memenuhi kriteria sebagai berikut :Indikator Arus Kas: arus
kas yang berhubungan dengan kegiatan utamaperusahaan didominasi oleh mata
uang tertentu. Disini berarti apabila suatuperusahaan penerimaan dan pengeluaran
kasnya didominasi olehmata uangtertentu maka mata uang tersebut boleh dikatakan
sebagai mata uangfungsional bagi perusahaan tersebut. Contoh: sebuah hotel
penerimaan kas daripendapatan kamar diterima dalam mata uang USD,
pengeluaran-pengeluaransebagian besar juga dalam mata uang USD maka hotel
tersebut apabilasebelumnya menggunakan mata uang rupiah dapat menggunakan
mata uangUSD sebagai mata uang pelaporannyaIndikator Harga Jual: harga jual
produk perusahaan dalam periode jangkapendek sangat dipengaruhi oleh
pergerakan nilai tukar mata uang tertentu, atauproduk perusahaan secara dominan
dipasarkan untuk ekspor. Dalam hal iniapabila PT "A" sebagian besar produknya
diekspor ke Jepang dan penjualannyadinyatakan dalam mata uang Yen Jepang
maka PT "A" tersebut dapatmenggunakan mata uang Yen Jepang sebagai mata
uang pelaporannya.Indikator Biaya: biaya-biaya perusahaan secara dominan sangat
dipengaruhioleh pergerakan mata uang tertentu.
Suatu entitas tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan yaitu ketika entitas tidak
termasuk dalam salah satu dari dua kategori berikut ini, yaitu:
Namun demikian entitas yang termasuk dalam dua kategori tersebut dapat menerapkan
SAK-ETAP sebagai basis penyusunan laporan keuangan ketika otoritas yang
berwenang membuat regulasi yang mengizinkan penggunaan SAK-ETAP. Pilihan untuk
menerapkan SAK-ETAP sebagai basis penyusunan laporan keuangan bersifat
voluntary.
Entitas yang memilih untuk tidak menggunakan SAK-ETAP dalam penyusunan laporan
keuangan maka entitas tersebut harus menggunakan SAK yang berbasis IFRS.
Demikian juga entitas yang memiliki akuntabilitas publik signifikan (entitas yang
termasuk dalam dua kategori diatas) harus menggunakan SAK sebagai basis
penyusunan laporan keuangan.
Pengaturan Mata Uang Dalam SAK-ETAP
Dalam SAK-ETAP Bab 25 Mata Uang Pelaporan diperkenalkan beberapa istilah terkait
dengan mata uang, yaitu mata uang fungsional, mata uang pelaporan, dan mata uang
pencatatan. Mata uang fungsional adalah mata uang utama dalam arti substansi
ekonomi, yaitu mata uang utama yang dicerminkan dalam kegiatan operasi entitas.
Mata uang pelaporan adalah mata uang yang digunakan dalam menyajikan laporan
keuangan. Sedangkan mata uang pencatatan adalah mata uang yang digunakan oleh
entitas untuk membukukan transaksi.
Dalam Bab tersebut diatur bahwa mata uang pelaporan yang digunakan entitas di
Indonesia untuk menyusun laporan keuangan adalah mata uang Rupiah. Entitas dapat
menggunakan mata uang selain Rupiah sebagai mata uang pelaporan hanya jika mata
uang tersebut memenuhi kriteria sebagai mata uang fungsional. Sedangkan untuk
pencatatan transaksi diatur bahwa mata uang yang digunakan sebagai mata uang
pencatatan harus sama dengan mata uang pelaporan. Dengan kata lain bahwa pada
umumnya laporan keuangan entitas di Indonesia disajikan dalam mata uang Rupiah.
Demikian pula pencatatan transaksi juga dilakukan dalam mata uang Rupiah. Entitas
dapat menggunakan mata uang selain Rupiah (misal Dollar Amerika Serikat) sebagai
mata uang pelaporan dan mata uang pencatatan hanya jika mata uang Dollar Amerika
Serikat tersebut memenuhi kriteria sebagai mata uang fungsional.
Oleh karena itu, mata uang fungsional dapat merupakan mata uang Rupiah atau selain
Rupiah, bergantung pada fakta substansi ekonominya. Suatu mata uang dikategorikan
sebagai mata uang fungsional menurut SAK-ETAP apabila memenuhi seluruh indikator
yaitu:
(i) indikator arus kas, yaitu arus kas yang berhubungan dengan kegiatan utama entitas
didominasi oleh mata uang tertentu;
(ii) indikator harga jual, yaitu harga jual produk entitas dalam periode jangka pendek
sangat dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar mata uang tertentu atau produk entitas
secara dominan dipasarkan untuk ekspor; dan
(iii) indikator biaya, yaitu biaya-biaya entitas secara dominan sangat dipengaruhi oleh
pergerakan mata uang tertentu.
Implikasi atas pengaturan mata uang pelaporan dan mata uang pencatatan adalah
dampak selisih kurs akibat transaksi yang didenominasikan pada mata uang selain
mata uang pelaporan dan pencatatan. Mata uang fungsional dianggap sebagai mata
uang dasar dalam menentukan nilai tukar atau dalam perhitungan selisih kurs.
Oleh karena itu, setiap entitas harus mengevaluasi dan menentukan apa mata uang
fungsionalnya. Transaksi yang dilakukan dalam valuta asing (valuta selain dalam mata
uang fungsional) harus dijabarkan ke dalam mata uang fungsional dengan
menggunakan kurs spot pada tanggal transaksi.
Pada akhir periode pelaporan, saldo-saldo pos moneter dalam valuta asing dinilai ulang
ke dalam mata uang fungsional dengan menggunakan kurs penutup pada tanggal
pelaporan. Sedangkan pos nonmoneter dalam valuta asing dijabarkan dengan
menggunakan kurs pada tanggal transaksi (saldo tercatat). Selisih kurs yang terjadi
diakui dalam laporan laba rugi.
Dalam hal entitas melaksanakan pembukuan dan pencatatan dalam mata uang selain
mata uang fungsionalnya, maka pada saat menyiapkan laporan keuangan entitas
menjabarkan semua jumlah-jumlah dalam pembukuan ke dalam mata uang fungsional
dengan menggunakan prosedur:
(i) pos moneter menggunakan kurs penutup dan
(ii) pos nonmoneter menggunakan kurs pada tanggal transaksi.
Sehingga saldo yang dihasilkan setelah prosedur tersebut dilakukan akan sama dengan
saldo pembukuan ketika dilakukan dalam mata uang fungsional. Kemudian, PSAK 10
menyatakan bahwa pada umumnya laporan keuangan entitas di Indonesia disusun
dalam mata uang Rupiah. PSAK 10 juga mengatur bahwa setiap entitas dapat
menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsional atau mata uang yang
berbeda.
Perbedaan mata uang tersebut terjadi karena berbagai sebab diantaranya karena :
(i) untuk tujuan konsolidasi bagi entitas induknya di luar negeri yang mata uang
penyajiannya berbeda dengan entitas lokal,
(ii) mata uang fungsional entitas tersebut ternyata berbeda dengan mata uang
pembukuan dan/atau penyajian laporan keuangan yang diizinkan oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
(iii) untuk tujuan memenuhi kebutuhan kelompok investor tertentu, atau
(iv) sebab lainya.
Ketika laporan keuangan disajikan dalam mata uang yang berbeda dengan mata uang
fungsional maka entitas menjabarkan saldo-saldo pembukuan dalam mata uang
fungsional ke dalam mata uang penyajian dengan menggunakan kurs sebagai berikut:
(i) asset dan liabilitas untuk setiap laporan posisi keuangan yang disajikan (termasuk
komparatif) dijabarkan dengan menggunakan kurs penutup pada tanggal laporan posisi
keuangan tersebut,
(ii) penghasilan dan beban untuk setiap laporan laba rugi komprehensif dijabarkan
dengan menggunakan kurs pada tanggal transaksi, dan
(iii) semua selisih kurs yang dihasilkan diakui dalam pendapatan komprehensif lain.
Prosedur ini hanya berlaku dalam kondisi ketika mata uang fungsional entitas bukan
suatu mata uang dari kondisi ekonomi hiperinflasi (yaitu kondisi ekonomi ketika
akumulasi tingkat inflasi dalam tiga tahun terakhir melebihi 100%).
Dalam PSAK 10, mata uang fungsional didefinisikan sebagai mata uang pada
lingkungan ekonomi utama dimana entitas beroperasi, yaitu lingkungan entitas dimana
menghasilkan dan mengeluarkan kas. Dalam menentukan mata uang fungsional entitas
mempertimbangkan factor berikut ini sebagai faktor utama, yaitu:
(a) mata uang yang paling berpengaruh terhadap harga jual barang dan jasa dan dari
Negara yang kekuatan persaingan dan peraturannya sebagian besar menentukan
harga jual barang dan jasa entitas,
(b) mata uang yang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, bahan baku, dan biaya
lain dari pengadaan barang dan jasa.
Selain itu, entitas juga dapat menambahkan faktor-faktor berikut ini sebagai factor
tambahan dalam menentukan mata uang fungsional, yaitu:
(a) mata uang yang mana dari aktivitas pendanaan dihasilkan atau
(b) mata uang yang mana penerimaan dari aktivitas operasi pada umumnya ditahan.
Demikian juga dalam hal entitas memiliki kegiatan usaha luar negeri, maka dalam
menentukan mata uang fungsional juga perlu mempertimbangkan sifat dan karakteristik
dari kegiatan usaha luar negeri. Apabila berbagai indikator tersebut bercampur dan
mata uang fungsional tidak jelas, maka manajemen menggunakan pertimbangannya
untuk menentukan mata uang fungsional yang paling tepat menggambarkan pengaruh
ekonomi dari transaksi, peristiwa dan kondisi yang mendasari.
Oleh karena itu, mata uang fungsional tidak berubah hingga kemudian terdapat
perubahan pada transaksi, peristiwa dan kondisi yang mendasari tersebut.
Transaksi dalam mata uang asing, dalam konteks ini, adalah suatu transaksi yang nilainya
didenominasi (dinyatakan) dalam mata uang asing, atau suatu transaksi yang memerlukan
pe-nyelesaian dalam mata uang asing. Transaksi ini meliputi :
(a) transaksi meminjam dan meminjamkan dana yang memerlukan penyelesaian dalam
mata uang asing.
(b) transaksi membeli atau menjual barang dan jasa yang harganya didenominasi dalam
mata uang asing.
(c) perusahaan menjadi suatu pihak dalam suatu perjanjian yang berkaitan dengan valuta
asing, misalnya untuk tujuan hedging.
(d) transaksi memperoleh atau melepaskan aktiva, yang nilainya didenominasi dalam
mata uang asing.
3. PENJABARAN TRANSAKSI
DAN POS-POS DALAM MATA UANG ASING
(1) Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan -- dalam mata uang Rupiah --
dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat terjadinya transaksi (spot rate).
(2) Pos-pos dalam valuta asing yang saldonya terbawa ke tanggal neraca, terutama pos
ak-tiva dan kewajiban moneter, harus dijabarkan kembali ke dalam mata uang Rupiah de-ngan
menggunakan kurs yang berlaku pada tanggal neraca.
Pos Moneter adalah pos-pos yang memerlukan penyelesaian dalam jumlah yang sudah pasti,
misalnya pos “utang” dan “piutang”
(3) Laba-rugi yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing karena adanya
perbedaan kurs, atau selisih penjabaran pos-pos moneter dalam valuta asing pada
tanggal neraca tersebut di atas, diakui sebagai “laba/rugi selisih kurs” dan
dilaporkan sebagai pendapatan atau beban pada laporan laba-rugi periode berjalan.
TRANSAKSI HEDGE
Transaksi dalam valuta asing, terutama yang berkaitan dengan penyelesaian kewajiban,
sa-ngat terbuka kemungkinannya untuk menghadapi risiko kerugian, apabila nilai tukar
Rupiah terhadap suatu mata uang asing cenderung mengalami penurunan. Untuk
mengurangi atau menghindari risiko kerugian ini, perusahaan dapat melakukan hedging.
Hedging adalah tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengurangi atau
menghin-dari risiko kerugian akibat fluktuasi kurs valuta asing. Hedging dapat dilakukan
dengan cara: (1) Forward Contract, dan (2) SWAP.
Forward Contract
Forward Contract adalah perjanjian untuk melakukan transaksi pembelian atau penjualan
suatu mata uang asing dengan menggunakan forward rate. Forward rate adalah kurs
yang ditetapkan sekarang, tetapi diberlakukan untuk waktu yang akan datang.
Swap
Swap adalah transaksi pertukaran valuta asing melalui: (1) pembelian tunai dengan spot
rate yang diikuti kontrak penjualan kembali dengan forward rate; atau sebaliknya, (2)
penjualan tunai dengan spot rate yang diikuti kontrak pembelian kembali dengan forward
rate.
Secara umum, transaksi swap merupakan kombinasi antara transaksi spot dan transaksi
forward, karena transaksi swap merupakan suatu transaksi pembelian atau penjualan
valuta asing dengan spot rate yang diikuti dengan kontrak pembelian atau penjualan
valuta asing yang sama dengan forward rate.
Tujuan dari swap pada hakikatnya sama dengan forward contract, yaitu untuk
mengindari atau mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi kurs valuta asing.
PSAK No.10 mengatur perlakuan akuntansi transaksi valuta berjangka yang dilakukan
untuk tujuan hedging utang sebagai berikut :
(1). Selisih antara spot rate dengan forward rate harus dicatat sebagai “diskonto”
atau “premium” yang harus diamortisasi selama jangka waktu kontrak valuta
berjangka
(2). Setiap akhir periode harus dihitung selisih kurs untuk utang dalam valuta asing (yang
diproteksi melalui hedging), forward receivable maupun forward payable dalam mata uang asing.
Selisih kurs yang timbul sebagai akibat perbedaan kurs tanggal neraca dengan kurs pada saat
terjadinya transaksi (spot rate), diakui sebagai keuntungan atau kerugian kurs periode berjalan.
(3). Dalam neraca, forward receivable atau forward payable, serta diskonto atau premi
yang belum diamortisasi yang timbul dari kontrak berjangka yang berhubungan, harus dijadikan
satu di bagian aktiva atau kewajiban, tergantung pada posisi neto dari seluruh pos tersebut.
Telah disebutkan di muka bahwa laba/rugi selisih kurs, baik yang timbul dari transaksi
mata uang asing maupun yang timbul karena penjabaran pos-pos moneter dalam valuta
asing pada tanggal neraca, harus dilaporkan sebagai pendapatan atau beban dalam
laporan laba-rugi tahun berjalan.
Dalam keadaan yang tidak normal (keadaan luar biasa), PSAK No.10 mengijinkan peru-
sahaan untuk mengunakan perlakuan alternatif atas selisih kurs tersebut. Perlakuan
alternatif yang diijinkan tersebut adalah sebagai berikut :
(1) Selisih kurs dapat disebabkan oleh suatu devaluasi atau depresiasi Rupiah yang luar
biasa. Jika perusahaan membeli aktiva dengan menimbulkan utang yang harus
dibayar dengan valuta asing, maka devaluasi atau depresiasi tersebut menimbulkan
rugi selisih kurs yang sangat besar dan kemungkinan kewajiban tidak dapat
diselesaikan. Hal ini dapat terjadi jika perusahaan tidak melakukan transaksi
hedging.
Dalam keadaan ini, selisih kurs tersebut dapat dimasukkan dalam nilai tercatat
aktiva atau dikapitalisasi sebagai biaya perolehan (cost), dengan syarat : (a) nilai
tercatat atau biaya perolehan aktiva yang telah disesuaikan itu tidak melebihi nilai
terendah antara biaya pengganti (replacement cost) dan jumlah yang dapat diperoleh
kembali (amount recoverable) jika aktiva tersebut dijual, (b) perolehan aktiva
tersebut baru saja dilaku-kan. (Catatan : PSAK No.10 tidak memberikan penjelasan
lebih lanjut tentang pengertian istilah “baru saja dilakukan”)
(2) Jika utang dalam valuta asing yang timbul karena pembelian aktiva tersebut di atas
di-proteksi dengan fasilitas hedging, maka selisih kurs sebagaimana dimaksud di
atas tidak boleh dikapitalisasi sebagai biaya perolehan aktiva.
Sehubungan dengan berita yang masih hangat akhir-akhir ini terkait isu pelemahan rupiah
terhadap dollar, atau nilai rupiah yang sedang terdepresiasi oleh dollar maka saya tertarik untuk
membahas mengenai Kurs Valuta Asing, tapi bukan untuk mendeskripsikan pengaruh dollar
yang semakin kuat terhadap rupiah, tapi bagaimana penerapan Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 10 yang diterbitkan DSAK- Ikatan Akuntan Indonesia, yaitu pengukuran
dan penerapan perubahan kurs valuta asing pada laporan keuangan. Kita ketahui bahwa
Perusahaan di Indonesia banyak yang membeli kebutuhan-kebutuhan perusahaan dari impor,
maka dari itu perusahaan akan menukarkan mata uang fungsionalnya yaitu rupiah dengan dollar.
Intinya semua aktivitas ekspor-impor yang melakukan transaksi dengan menukarkan mata
uangnya dengan mata uang Negara lain.
Sebelum masuk ke topic pembahasan, kita harus tahu apa itu Kurs Valuta Asing?
Kurs Valuta Asing adalah nilai suatu mata uang ditentukan oleh nilai tukar mata uang tersebut
terhadap mata uang lainnya. Kurs adalah harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dengan
mata uang negara lain.
Menurut PSAK 10, pada dasarnya mata uang fungsional (mata uang pengukuran) adalah mata
uang yang digunakan dalam transaksi pengukuran. Sedangkan mata uang pelaporan adalah
matauang yang digunakan dalam menyajikan laporan keuangan.
Mata uang utama yang memengaruhi harga jual barang dan jasa
Mata uang utama yang memengaruhi biaya tenaga kerja, nahan baku, dan biaya lainnya
dalam penjualan barang dan jasa.
Faktor lainnya yaitu: Pertimbangan penanam modal yang menaruh modalnya pada suatu
perusahaan.
Apabila indikator-indikator diatas kurang relevan, Manajemen harus menentukan mata uang
fungsionalnya yaitu dari penilaian yang paling berpangaruh pada transaksi, peristiwa dan
kondisi.
Contoh:
PT ABC merupakan entitas yang didirikan di Indonesia, Sebagian persediaanya dibeli dari Japan,
maka dalam menentukan harga jualnya menggunakan USD, walaupun harga jualnya dicatat
dalam Rupiah dan membayar operasionalnya dalam rupiah. Manajemen menentukan mata uang
fungsionalnya dengan USD.
Tentang kurs valuta asing yang digunakan untuk menyaji ulang mata uang asing ke dalam mata
uang fungsional, PSAK 10 menyatakan bahwa:
Transaksi dalam mata uang asing harus disaji ulang ke dalam mata uang fungsional
menggunakan kurs tanggal transaksi atau nilai tukar spot, Namun dalam PSAK ini juga
penggunaan kurs tidak berdasarkan tanggal terjadinya transaksi saja, boleh juga
menggunakan kurs rata-rata BI dalam satu bulan atau juga single rate (kurs bulan
sebelumnya), dengan catatan pada saat pengakuan awalnya harus menggunakan kurs
tersebut (konsisten)
o Aset dan liabilitas ditranslasi dengan kurs penutup atau kurs pada tanggal
pelaporan
o Transaksi pada ekuitas dengan menggunakan kurs transaksi
o Pendapatan dan beban dengan menggunakan kurs pada tanggal transaksi, namun
juga dapat menggunakan kurs rata-rata BI.
o Perbedaan yang timbul dari translasi diakui sebagai penghasilan konprehensif
lain.
Notes: untuk pendapatan dan beban dengan menggunakan kurs rata-rata boleh digunakan
apabila fluktuasi perbedaan kurs masih stabil (tidak terlalu signifikan perbedaanya).
o Untuk selisih kurs diakui dalam laporan laba rugi dan penghasilan konprehensif
lain, kecuali selisih kurs akibat instrument laporan keuangan yang diukur pada
nilai wajar melalui laporan laba rugi berdasarkan PSAK 55.
o Selisih kurs neto diakui langsung pada ekuitas.