DI SUSUN OLEH :
NIM : A32019075
B. Jenis
Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga
diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa
syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetapi merasa
sebagai seseorang yang penting dan berharga.
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan
melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai oleh evaluasi
diri yang negatif membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri. Gangguan diri atau
harga diri rendah dapat terjadi secara :
a) Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,dicerai
suami, putus sekolah, putus hubungan kerja. Pada pasien yang dirawat dapat terjadi
harga diri rendah karena prifasi yang kurang diperhatikan. Pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan, harapan akan struktur, bentuk dan
fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang
tidak menghargai. (Makhripah D & Iskandar, 2012)
b) Kronik
Yaitu perasaan negativ terhadap diri telah berlangsung lama,yaitu sebelum
sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang negativ. Kejadian sakit dan
dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap dirinya. Kondisi ini
mengakibatkan respons yang maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada pasien
gangguan fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa. (Makhripah D &
Iskandar, 2012)
C. Tanda dan gejala
a. Data subyektif
- Klien mengatakan malu
- Klien mengatakan tidak mampu melakukannya
- Klien mengatakan tidak berguna
b. Data obyektif
- Sulit bergaul
- Menghindari kesenangan
- Merusak diri
- Pesimis
- Berpakaian tidak rapih
D. Penyebab
a. Faktor prediposisi
- Penolakan dari orang tua
- Kegagalan yang selalu berulang
- Selalu bergantung pada orang lain
- Orang tua selalu curiga kepada anaknya
- Tidak percaya
b. Faktor presipitasi
- Trauma
- Frustasi
- Depresi
- Penganiayaan seksual
E. Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjadi tidak mau ataupun tidak mampu
bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri, isolasi sosial
menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang
maladaptif, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES, RI 1998
: 336)
F. Pohon masalah
Isolasi sosial : menarik diri Effect
3) HALUSINASI
A. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra
tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melaluipanca indra tanpa stimullus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo, 2014 : 129)
Halusinasi adaah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan
internal (pikiran) dan rangsnagan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai
contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang
berbicara.(Kusumawati & Hartono, 2012:102)
B. Halusinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu, diantaranya:
a. Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama suara-suara
orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa
yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi Pengihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran cahaya, gambaraan
geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang luas dan komplesk. Bayangan
bias bisa menyenangkan atau menakutkan
c. Halusinasi Penghidung (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau busuk, amis,
dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhidu
bau harum. Biasnya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.
e. Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis, dan
menjijikkan.
f. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
(Yosep Iyus, 2007: 130)
g. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
a) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah
tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Sering pada skizofrenia dan sindrom obus parietalis. Misalnya sering
merasa diringa terpecah dua.
b) Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang tidak sesuai
dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu yang dialaminya seperti
dalam mimpi. (Damaiyanti, 2012 : 55-56)
C. Tanda dan gejala halusinasi antara lain :
1. Data subyektif
a) Mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus yang tidak nyata
b) Melihat gamgar tanpa ada stimulus tidak nyata
c) Mencium bau tanpa stimulus
d) Merasa ada sesuatu di kulitnya
e) Takut pada gambar yang di lihatnya dan suara yang di dengarnya
2. Data obyektif
a) Bicara dan tertawa sendiri
b) Melempari barang
c) Memukul sesuatu
d) Menangis tidak jelas
D. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu mislnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima di ingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabakan teraktivasinya neutransmitter otak.
4) Faktor Psikologi
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
padapenyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
pasien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Pasien
lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyataa menuju alam hayal.
5) Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwaanak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalamai skizofrenia. Hasil studi menunjukkan
bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh
padapenyakit ini. (Prabowo, 2014: 132-133)
b. Faktor presipitasi
1) Biologis
Gangguan dalam momunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterprestasikan.
2) Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap tress yang berinteraksi terhadap stresosor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menamggapi
stress.(Prabowo, 2014 : 133)
4) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan nyata dan tidak.
E. Akibat
Akibat dari hausinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan ingkungan. Ini
diakibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk
melakuka sesuatu hal diluar kesadarannya.( Prabowo, 2014: 134)
F. Pohon masalah
Resiko perilaku kekerasan Effect
Halusinasi cause
7) WAHAM
A. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta
dan keyakinan tersebut mungkin “aneh” (misalnya”saya adalah nabi yang menciptakan
biji mata manusia”) atau bisa pula “tidak aneh” (hanya sangat tidak mungkin, contoh
masyarakat di surge selalu menyertai saya kemanapun saya pergi”) dan tetap
dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk
mengoreksinya (Purba dkk, 2008).
Kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan dengan isi pikirannya padahal
tidak sesuai dengan kenyataan. Atau kepercayaan yang telah terpaku/terpancang kuat
dan tidak dapat dibenarkan berdasarkan fakta dan kenyataan tetapi tetap dipertahankan.
Jika disuruh membuktikan berdasar akal sehatnya, tidak bias. Atau disebut juga
kepercayaan yang palsu dan sudah tidak dapat dikoreksi (Baihaqi, 2007).
Menurut (Depkes RI, 2000) Waham adalah suatu keyakinan klien yang tidak sesuai
dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang
lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol (Direja,
2011).
B. Jenis
1. Waham kebesaran : Keyakinan secara berlebihan bahawa dirinya memiliki kekuatan
khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain, diucapkan berulang-ulang
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2. Waham agama : Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
3. Waham curiga : Keyakinan seseorang atau sekelompok orang yang mau merugikan
atau mencederai dirinya, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
4. Waham somatik : Keyakinan seseorang bahwa tubuh atau sebagian tubuhnya
terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
5. Waham nihilistik : Keyakinan seseorang bahwa dirinya sudah meninggal dunia,
diucapkan berulangulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
C. Tanda dan gejala
1) Data Subyektif
a) Waham kebesaran : saya ini titisan bung karno, mempunyai perusahaan dimana
mana dan uang yang berlimpah
b) Waham agama : tuhan telah menunjuk saya sebagai wali lewat mimpi maka
saya harus meneruskan amanah tuhan saya
c) Waham curiga : banyak orang yang ingin membunuh saya karena saya terlalu
cantik
d) Waham somatik : saya ini terserang penyakit kanker yang sudah sangat parah
e) Waham nihilistik : saya ini sebenarnya roh roh, kalian semua roh, orang yang
berada disini semuanya sudah mati.
2) Data obyektif
a) Perasaan malu terhadap diri sendiri
b) Tidak tepat menilai lingkungan
c) Curiga
d) Takut
e) Ekspresi wajah tegang
f) Mudah tersinggung
D. Penyebab
Gangguan orientasi realitas menyebar dalam lima kategori utama fungsi otak Menurut
Kusumawati, (2010) yaitu :
1) Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan menilai dan
menilik terganggu.
2) Gangguan fungsi emosi, motorik, dan sosial mengakibatkan kemampuan berespons
terganggu, tampak dari perilaku nonverbal (ekspresi dan gerakan tubuh) dan
perilaku verbal (penampilan hubungan sosial).
3) Gangguan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia.
4) Gejala primer skizofrenia (bluer) : 4a + 2a yaitu gangguan asosiasi, efek,
ambivalen, autistik, serta gangguan atensi dan aktivitas.
5) Gejala sekunder: halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat.
E. Akibat
Klien dengan waham dapat mencederai diri sendiri, prang lain dan lingkungan. Resiko
mencederai merupakan tindakan yang kemungkinan dapat melukai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan.
F. Pohon masalah
Perilaku kekerasan effect
8) Ansietas
A. Pengertian
Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman seakan-akan
akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman Ansietas berbeda dengan rasa
takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap ssuatu yang berbahaya,
sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat, 2012).
Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang spesifik
sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah ada sesuatu
yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala otonomik yang
berlangsung beberapa waktu (Stuart dan Laraia,1998) dalam buku (Pieter,dkk,2011).
Sedangkan menurut (Riyadi&Purwanto,2010) Ansietas adalah suatu perasaan takut
yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai gejala
fisiologis, sedangkan pada gangguan ansietas terkandung unsur penderitaan yang
bermakna dan gangguan fungsi yang disebabkan oleh kecemasan tersebut. Dari uraian
tersebut dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respon seseorang berupa rasa
khawatir , was-was dan tidak nyaman dalam menghadapi suatu hal tanpa objek yang
jelas.
B. Jenis
1. Ansietas ringan
Respons-respons fisiologis orang yang mengalami ansietas ringan adalah
sesekali mengalami napas pendek, naiknya tekanan darah dan nadi, muka berkerut,
bibir bergetar, dan mengalami gejala pada lambung. Respons kognitif orang yang
mengalami ansietas ringan adalah lapang persepsi yang melebar, dapat menerima
rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan dapat menjelaskan
masalah secara efektif. Adapun respons perilaku dan emosi dari orang yang
mengalami ansietas adalah tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan,
suara kadang-kadang meninggi.
2. Ansietas sedang
Respon kognitif orang yang mengalami ansietas sedang adalah lapang
persepsi yang menyempit, rangsangan luar sulit diterima, berfokus pada apa yang
menjadi perhatian. Adapun respons perilaku dan emosi adalah gerakan yang
tersentak-sentak, meremas tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak aman .
3. Ansietas berat
Respons-respons fisiologis ansietas berat adalah napas pendek, nadi dan
tekanan darah darah naik, banyak berkeringat, rasa sakit kepala, penglihatan kabur,
dan mengalami ketegangan. Respon kognitif pada orang yang mengalami ansietas
berat adalah lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu untuk menyelesaikan
masalah. Adapun respons perilaku dan emosinya terlihat dari perasaan tidak aman,
verbalisasi yang cepat, dan blocking.
4. Panik
Respons-respons fisiologis panik adalah napas pendek, rasa tercekik, sakit
dada, pucat, hipotensi dan koordinasi motorik yang sangat rendah. Sementara
respons-respons kognitif penderita panik adalah lapang persepsi yang sangat
pendek sekali dan tidak mampu berpikir logis. Adapun respons perilaku dan
emosinya terlihat agitasi, mengamuk dan marah-marah, ketakutan dan berteriak-
teriak, blocking, kehilangan kontrol diri dan memiliki persepsi yang kacau (Herry
Zan Pieter, 2011)
C. Tanda dan gejala
1. Cemas
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang
4. Gangguan pola tidur
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
6. Keluhan somatik ( rasa sakit pada obat dan tulang, pendengaran berdenging,
berdebar-debar, sesak napas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit
kepala dan sebaginya).
D. Penyebab (Presipitasi dan Predisposisi)
1. Faktor Predisposisi
a) Biologis
1) Latar belakang genetik : riwayat ansietas dalam keluarga, sensitivitas laktat,
kembar monozigot 5 x > dizigot, sindrom kromosom 13 terkait dengan
gangguan panik, sakit kepala berat, hipotiroid
2) Status nutrisi : BB kurang (terlalu kurus) atau lebih dari BB ideal (overweight)
b) Kondisi kesehatan secara umum : memiliki riwayat penyakit fisik
1) Riwayat penyakit kanker (semua jenis kanker)
2) Riwayat gangguan pada paru-paru : (seperti ada pada penyakit paru obstruksif
kronik, oedema paru, sumbatan jalan nafas, asma, embolus)
3) Riwayat gangguan jantung (Penyakit jantung bawaan atau demam rhematik,
riwayat serangan jantung, dan hipertensi, kondisi arteriosclerosis)
4) Riwayat penyakit endokrin (Hipertiroid, hipoglikemi, hipotiroid,
premenstrual sindrom, menopause)
5) Riwayat penyakit neurologis (Epilepsi, Huntington’s disease, Multiple
Sclerosis, Organic Brain Syndrome)
6) Riwayat penyakit gastrointestinal : Gastritis, Ulkus Peptik, CH
7) Riwayat penyakit integumen : Herpes, Varisela, Eskoriasis
8) Riwayat penyakit muskuloskletal : Fraktur dengan Amputasi
9) Riwayat penyakit reproduksi : Impoten, Frigid, Infertil
10) Riwayat penyakit kelamin : Gonorhoe, Sipilis
11) Riwayat penyakit imunologi : HIV/AIDS, Sindrom Steven Johnson
c) Riwayat penggunaan zat: intoksikasi : obat antikolinergik, aspirin, kafein, kokain,
halusinogen termasuk phenchiclidine, steroid dan simpatomimetik
d) Riwayat putus zat : alkohol, narkotik, sedatif-hipnotik
2. Faktor Presipitasi
a) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang
akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
b) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri
dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
E. Akibat
Ansietas dapat berakibat pada penarikan diri dari lingkungan sekitar yang
mengakibatkan sering menyendiri dan harga diri rendah.
F. Pohon masalah
Stressor
G. Diagnose Keperawatan
Ansietas
H. Tujuan : SP 1 Individu
Pengkajian ansietas dam melath teknik relaksasi (Tarik nafas dalam dan distraksi)
I. Strategi Pelaksanaan
1) Fase orientasi
a) Salam teraupetik
“assalamualaikum/selamat pagi ibu, perkenalkan saya perawat A, dengan ibu
siapa? Senang di panggil apa?
b) Evaluasi
“bagaimana perasaan ibu hari ini?” saya akan menemani ibu dari jam 08.00-
14.00, nanti akan ada perawat yang lain untuk menemani ibu”
c) Validasi
“bagaimana kalau kita bercakap cakap tentang apa yang ibu rasakan?”
d) Kontrak waktu
“berapa lama kita akan bercakap cakap? Bagaimana kalau 30 menit?tempatnya
mau disini atau di luar?”
2) Fase kerja
”Coba Mbak ceritakan apa yang mbak rasakan?”
”Oh, jadi Mbak merasa gelisah, cemas karena harus dirawat di RS?”
”Apakah sebelumnya Mbak pernah mengalami sakit sehingga perlu dirawat di RS?”
“Selama ini, bila Mbak punya masalah yang mengganggu, apa yang Mbak lakukan?”
”Jadi kalau Mbak punya masalah, Mbak akan memikirkan terus masalah itu sehingga
Mbak merasa gelisah, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan?”
“Apakah sebelumnya Mbak pernah mengalami masalah yang Mbak anggap cukup
berat?”
“Wah, baik sekali, berarti dulu Mbak pernah mampu menyelesaikan masalah yang
cukup berat, saya yakin sekali Mbak sekarang juga akan mampu menyelesaikan
kecemasan yang Mbak rasakan”
“Baiklah Mbak, bagaimana kalau sekarang kita coba latihan relaksasi dengan cara
tarik nafas dalam, ini merupakan salah satu cara yang cukup mampu untuk
mengurangi kecemasan yang mbak rasakan. Bagaimana kalau kita latihan sekarang,
Saya akan lakukan, mbak perhatikan saya, lalu mbak bisa mengikuti cara yang sudah
saya ajarkan. Kita mulai ya mbak.”
“Mbak silakan duduk dengan posisi seperti saya. Pertama-tama, mbak tarik nafas
dalam perlahan-lahan, setelah itu tahan nafas dalam hitungan tiga setelah itu bapak
hembuskan udara melalui mulut dengan meniup udara perlahan-lahan. Nah,
sekarang coba mbak praktikkan. Wah bagus sekali, mbak sudah mampu
melakukannya. Mbak bisa melakukan latihan ini selama 5 sampai 10 kali sampai
mbak merasa relaks atau santai”
3) Fase terminasi
a) Evaluasi subyektif
“bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap cakap?”
b) Evaluasi obyektif
“apa saja tadi yang telah di bicarakan? Wah bagus sekali bu...”
c) Rencana tindak lanjut
“bagaimana kalau jadwal ini ibu coba lakukan, setuju bu? Sehari mau berapa
kali? 3 kali ya? Jam berapa? Baik ibu, kita tulis dijadwal harian ibu ya….”
d) Kontrak waktu yang akan datang
“kapan kita akan bertemu lagi? Besok, mau dimana? Disini, jam 08.00 besok
kita akan membahas kegiatan selanjuntnya ya bu.., saya rasa cukup untuk
kegiatan hari ini, selamat pagi selamat beristirahat”.
9) Ketidakberdayaan
A. Pengertian
Ketidakberdayaan adalah persepsi bahwa tindakan seseorang secara signifikan
tidak akan mempengaruhi hasil, persepsi kurang kendali terhadap situasi saat ini atau
situasi yang akan segera terjadi (NANDA Internasional 2012).
Menurut Carpenito (2009), ketidakberdayaan adalah kondisi ketika individu atau
kelompok merasakan kurangnya kontrol personal terhadap sejumlah kejadian atau
situasi tertentu akan mempengaruhi tujuan dan gaya hidupnya.
Ketidakberdayaan adalah keadaan dimana individu dengan kondisi depresi, apatis
dan kehilangan kontrol yang diekspresikan oleh individu baik verbal maupun non
verbal. Kondisi depresi merupakan salah satu masalah yang berakibat pada kondisi
psikososial dengan ketidakberdayaan. Kondisi ketidakberdayaan pada individu terjadi
bila individu tidak dapat mengatasi solusi dari masalahnya, sehingga individu percaya
hal tersebut diluar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut (Townsend, 2010).
Berdasarkan uraian definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ketidaberdayaan
adalah suatu keadaan dimana seorang individu merasa kurang kontrol terhadap suatu
kejadian atau situasi yang diekspresikan baik verbal maupun non verbal.
B. Jenis
Stephenson (1979) dalam Carpenito (2009) menggambarkan dua jenis
ketidakberdayaan yaitu:
1) Ketidakberdayaan Situasional
Ketidakberdayaan yang muncul pada sebuah peristiwa spesifik dan mungkin
berlangsung singkat.
2) Ketidakberdayaan Dasar (trait powerlessness)
Ketidakberdayaan yang bersifat menyebar, mempengaruhi pandangan, tujuan, gaya
hidup dan hubungan.
C. Tanda dan gejala
1) Data Subjektif :
a) Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai kemampuan
mengendalikan atau mempengaruhi situasi
b) Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu
c) Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk
melakukan tugas atau aktivitas sebelumnya
d) Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran
e) Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri
2) Data Objektif :
a) Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang perawatan
b) Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat diberikan kesempatan
c) Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya
d) Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat mengakibatkan iritabilitas,
ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah
e) Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan orang lain ketika
mendapat perlawanan
f) Apatis dan pasif
g) Eksprsi uka murung
h) Bicara dan gerakan lambat
i) Tidak berlebihan
j) Nafsu makan tidak ada atau berlebihan
k) Menghindari orang lain
D. Penyebab
1) Faktor Predisposisi
a) Biologis
i) Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang tua menderita
gangguan jiwa)
ii) Gaya hidup (tidak merokok, alkhohol, obat dan zat adiktif) dan Pengalaman
penggunaan zat terlarang
iii) Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general chek up, tanggal
terakhir periksa)
iv) Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang mengganggu
pelaksanaan aktivitas harian pasien
v) Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan balita sampai kejang-
kejang atau pernah mengalami riwayat trauma kepala yang menimbulkan
lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic.
vi) Riwayat menderita penyakit yang secara progresif menimbulkan
ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS
b) Psikologis
i) Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan tempat tinggal
ii) Ketidakmampuan mengambil keputusan dan mempunyai kemampuan
komunikasi verbal yang kurang atau kurang dapat mengekspresikan
perasaan terkait dengan penyakitnya atau kondisi dirinya
iii) Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang secara progresif
menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis multipel, kanker
terminal atau AIDS
iv) Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang sudah dicapai)
v) Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan kehidupannya yang
sekarang
vi) Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja yang terlalu otoriter
atau terlalu melindungi/menyayangi
vii) Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten selama tahap
perkembangan balita hingga remaja, kurang minat dalam mengembangkan
hobi dan aktivitas sehari-hari
viii) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban maupun sebagai
saksi
ix) Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan emosi, mudah cemas,
rasa takut akan tidak diakui, gaya hidup tidak berdaya
x) Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.
c) Sosial budaya
i) Usia 30-meninggal berpotensi mengalami ketidakberdayaan
ii) Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai kecenderungan
yang sama untuk mengalami ketidakberdayaan tergantung dari peran yang
dijalankan dalam kehidupannya
iii) Pendidikan rendah
iv) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung lebih dari 6 bulan)
v) Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai kontrol
(misalnya kontrol lokus internal)
vi) Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan dengan orang lain,
tidak mampu berpartisipasi dalam sosial kemasyarakatan secara aktif,
enggan bergaul dan kadang menghindar dari orang lain
vii) Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di masyarakat
viii) Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif maupun secara
pasif.
2) Faktor Presipitasi
Faktor ppresipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada kondisi
ketidakberdyaan dipengaruhi oleh kondisi internal dan eksternal. Kondisi internal
dimana pasien kurang dapat menerima perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.
Kondisi eksternal biasanya keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau
mengakui keberadaannya yang sekarang terkait dengan perubahan fisik dan
perannya. Sedangkan durasi stressor terjadi kurang lebih 6 bulan terakhir, dan
waktu terjadinya dapat bersamaan, silih berganti atau hampir bersamaan, dengan
jumlah stressor lebih dari satu dan mempunyai kualitas yang berat. Hal tersebut
dapat menstimulasi ketidakberdayaan bahkan memperberat kondisi
ketidakberdayaan yang dialami oleh klien. Faktor-faktor lain yang berhubungan
dengan faktor presiptasi timbulnya ketidakberdayaan adalah sebagai berikut:
1) Biologis
i) Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi tertentu, Program
pengobatan yang terkait dengan penyakitnya (misalnya jangka panjang,
sulit dan kompeks) (proses intoksifikasi dan rehabilitasi).
ii) Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
iii) Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang menimbulkan
kejang atau trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus frontal,
temporal dan limbic
iv) Terdapat gangguan sistem endokrin
v) Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau
vi) Mengalami gangguan tidur atau istirahat
vii) Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras, etnik dan gender
viii) Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan keseimbangan
2) Psikologis
i) Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
ii) Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan aktivitas sosial
yang berdampak pada keputusasaan.
iii) Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari akibat tremor, nyeri, kehilangan pekerjaan.
iv) Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena ketidakmampuan
melakukan tanggungjawab peran.
v) Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan dengan orang lain.
3) Sosial budaya
i) Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi kesehatan atau
kehidupannya yang sekarang.
ii) Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga (berada dalam
lingkungan perawatan kesehatan).
iii) Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya maupun penyebab
yang lain
iv) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses penuaan
(misalnya: pensiun, defisit memori, defisit motorik, status finansial atau
orang terdekat yang berlangsung dalam 6 bulan terakhir)
v) Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status paliatif.
vi) Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan keyakinannya dan
ketidakmampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial di masyarakat.
E. Akibat
Ketidakberdayaan disebabkan dari berbagai hal yang dapat menyebabkan :
1) Cenderung menyendiri dan menarik diri
2) Upaya yang rendah
3) Berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan
4) Berisiko mencederai diri sendiri
F. Pohon masalah
Harga Diri
Effect
Rendah
G. Diagnose Keperawatan
Ketidakberdayaan
H. Tujuan : SP 1 Individu
I. Strategi Pelaksanaan
1) Fase orientasi
a) Salam terapeutik
“assalamualaikum/selamat pagi ibu, perkenalkan saya perawat A, dengan ibu
siapa? Senang di panggil apa?
b) Evaluasi
“bagaimana perasaan ibu hari ini?” saya akan menemani ibu dari jam 08.00-
14.00, nanti akan ada perawat yang lain untuk menemani ibu”
c) Validasi
“bagaimana kalau kita bercakap cakap tentang apa yang ibu rasakan?”
d) Kontrak waktu
“berapa lama kita akan bercakap cakap? Bagaimana kalau 30 menit?tempatnya
mau disini atau di luar?”
2) Fase kerja
“Saya perhatikan tadi ibu terlihat sedih dan merenung, memangnya apa yang
dirasakan ibu saat ini? O begitu ya bu, jadi ibu merasa tidak mampu. Pada saat apa
biasanya ibu merasa tidak mampu dengan diri sendiri? Bagaimana dengan
lingkungan sekitar ibu, misalnya dari keluarga ibu, adakah hal-hal yang ibu sukai
dari mereka? Baiklah kalau begitu, sekarang bisakah ibu sebutkan kepada saya hal
apa saja yang ibu sukai dalam diri ibu? Coba ibu ingat-ingat kembali kemampuan
apa saja yang dapat ibu lakukan?”
“Sekarang bagaimana kalau saya membantu ibu untuk membuat daftar hal-hal
positif dan kemampuan apa saja yang ibu miliki. Baiklah, tadi ibu sudah
menuliskan dan menyebutkan hal positif dan kemampuan yang dimiliki. Iya bagus
sekali bu. Di sini ibu dapat melihat sendiri ibu memiliki kelebihan seperti orang
lain, tapi tergantung ibu juga, apakah ingin mengembangkan kemmapuan-
kemampuan tersebut atau tidak. Menurut ibu, kemampuan-kemampuan tersebut
perlu dikembangkan atau tidak?”
“Nah, setelah tadi kita menuliskan hal positif dan kemampuan yang ibu miliki,
menurut ibu kemampuan yang mana yang mampu untuk ibu lakukan saat ini? Wah
iya bagus sekali merapikan taman.
3) Fase terminasi
e) Evaluasi subyektif
“bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap cakap?”
f) Evaluasi obyektif
“apa saja tadi yang telah di bicarakan? Wah bagus sekali bu...”
g) Rencana tindak lanjut
“bagaimana kalau jadwal ini ibu coba lakukan, setuju bu? Sehari mau berapa
kali? 3 kali ya? Jam berapa? Baik ibu, kita tulis dijadwal harian ibu ya….”
h) Kontrak waktu yang akan datang
Nah, untuk hari ini sampai disini dulu. Besok kita akan bertemu lagi dan
membicarakan tentang kemampuan positif lain yang ibu miliki. Bagaimana,
apakah ibu bersedia? kapan kita akan bertemu lagi? Besok, mau dimana? Disini,
jam 08.00 besok kita akan membahas kegiatan selanjuntnya ya bu.., saya rasa
cukup untuk kegiatan hari ini, selamat pagi selamat beristirahat”.
10) Kehilangan
A. Pengertian
Kehilangan adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami
individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik sebagian atau
keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi perasaan kehilangan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama
rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami kehilangan dan
cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda. Setiap
individu bereaksi terhadap kehilangan. Respon terakhir terhadap kehilangan sangat
dipengaruhi oleh respons individu terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2009).
Kehilangan adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu selama
rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung
akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda (Yosep, 2011).
Kehilangan adalah situasi aktual atau potensial ketika sesuatu (orang atau objek)
yang dihargai telah berubah, tidak ada lagi, atau menghilang. Seseorang dapat
kehilangan citra tubuh, orang terdekat, perasaan sejahtera, pekerjaan, barang milik
pribadi, keyakinan, atau sense of self baik sebagian ataupun keseluruhan. Peristiwa
kehilangan dapat terjadi secara tiba-tiba atau bertahap sebagai sebuah pengalaman
traumatik. Kehilangan sendiri dianggap sebagai kondisi krisis, baik krisis situasional
ataupun krisis perkembangan (Mubarak & Chayatin, 2007).
Berdasarkan uraian definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan adalah
suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari
sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu
keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang dulunya ada menjadi tidak ada, baik
sebagian ataupun seluruhnya.
B. Jenis
1) Kehilangan objek eksternal (misalnya pencurian atau kehancuran akibat bencana
alam).
2) Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah, dirawat di rumah
sakit, atau berpindah pekerjaan).
3) Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan, kepergian
anggota keluarga dan teman dekat, perawat yang dipercaya, atau binatang
peliharaan).
4) Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis atau
fisik).
5) Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat, atau diri
sendiri).
C. Tanda dan gejala
Menurut Prabowo (2014), tanda dan gejala kehilangan diantaranya:
1) Perasaan sedih, menangis
2) Perasaan putus asa, kesepian
3) Mengingkari kehilangan
4) Kesulitan mengekspresikan perasaan
5) Konsentrasi menurun
6) Kemarahan yang berlebihan
7) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
8) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
9) Reaksi emosional yang lambat
10) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
D. Penyebab
1) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah :
a) Faktor Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
b) Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
c) Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya, pesimis, selalu dibayangi
oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan.
d) Pengalaman kehilangan di masa lalu
Kehilangan atau berpisah dengan orang yang berarti pada masa kanak-kanak
akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa
dewasa.
e) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah diri akan menyebabkan
rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
2) Faktor Presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan. Kehilangan
kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti : Kehilangan sifat bio-
psiko-sosial antara lain meliputi:
a) Kehilangan kesehatan
b) Kehilangan fungsi seksualitas
c) Kehilangan peran dalam keluarga
d) Kehilangan posisi di masyarakat
e) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
f) Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2014).
E. Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan adalah
pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan (husnudzon) dan
kompensasi yang positif (konstruktur). Apabila kondisi tersebut tidak tercapai, maka
akan berdampak pada terjadinya depresi. Pada saat individu depresi sering
menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau
bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri,
dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain: menolak makan, susah tidur, menolak
makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun (Prabowo, 2014).
F. Pohon masalah
Isolasi sosial:
menarik diri Core Problem
Koping individu
inefektif Causa
Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Mukhripah Damayanti, Iskandar . (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama.
Wijayaningsih, K. s. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta
Timur: TIM.
Herdman. (2011). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Iskandar, M. D. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
Keliat. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa : edisi 2. Jakarta: EGC.
Keliat, C. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Yogyakarta: EGC.
Sundeen, S. &. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Farida Kusumawati & Yudi Hartono. (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Mukhripah Damaiyanti & Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika
Aditama.