Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)

A. TINJAUAN TEORI

1. PENGERTIAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)


1) Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh (kulit) yang disebabkan oleh
berbagai hal antara lain jilatan api, air panas dan zat kimia (Dr. Med. A.
Ramlidan Pamoentjah, 1996 ).
2) Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi, juga dapat disebabkan
oleh kontak suhu rendah (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, 2000)
3) Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh atau cidera traumatic yang
sisebabkan oleh panas (air panas, api, uap panas) aliran listrik, bahan kimia,
radiasi (agen radioaktif).
4) Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih
dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
5) Luka bakar adalah kerusakan jaringan permukaan tubuh disebabkan oleh
panas pada suhu tinggi yang menimbulkan reaksi pada seluruh sistem
metabolisme (Buku Penuntun Diet edisi baru)

2. ETIOLOGI
Penyebab luka dari luka bakar adalah :
1) Panas (api, air panas, uap panas)secara langsung maupun tidak langsung.
2) Aliran listrik
Arus listrik menimbulkan gangguan karena rangsangan terhadap
saraf dan otot. Energi panas yang timbul akibat tahanan yang dilalui arus
menyebabkan luka bakar pada jaringan tersebut. Energi panas dari loncatan
arus listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan menimbulkan luka
bakaryang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai 25000 C.
Arus bolak balik menimbulkan rangsangan otot yang hebat berupa
kejang-kejang. Bila arus timbul mengenai jantung, fibrilasi dapat terjadi oleh
arus sebesar 1/10 miliamper. Kejang tetanik yang kuat pada otot skelet dapat
menimbulkan fraktur kompresi vertebra. Bila kawat arus listrik terpegang
tangan, maka pegangan akan sulit dilepaskan akibat kontraksi otot flekson jari
lebih kuat daripada otot esekson jari, sehingga korban terus teraliri arus. Pada
otot dada keadaan ini dapat menyebabkan gerakan nafas terhenti, sehingga
penderita dapat mengalami asfiksia. Pada tegangan rendah, arus searah tidak
berbahaya dibanding arus bolak balik dengan amper yang sama. Sebaliknya
pada tegangan tinggi, arus searah lebih berbahaya, panas timbul karena
tahanan yang dijumpai waktu arus mengalir dan dampaknya tergantung dari
jenis jaringan dan keadaan kulit.
Urutan tahanan jaringan dimulai dari paling rendah yaitu saraf,
pembuluh darah, otot, kulit, tendon dan tulang. Pada jaringan yang tekanannya
tinggi akan lebih banyak arus yang melewatinya, maka panas yang timbul
lebih tinggi. Karena epidermisnya lebih tebal, telapak tangan dan kaki
mempunyai tahanan listrik lebih tinggi sehingga luka bakar terjadi bila daerah
ini terkena arus listrik juga lebih berat. Kelancaran arus masuk ke tubuh juga
bergantung pada basah atau keringnya kulit yang kontak dengan arus. Bila
keadaan kulit basah atau lembab maka arus akan mudah sekali masuk. Di
tempat masuk atau tempat luka masuk yang berapa luka bakar dengan kulit
lebih rendah dari sekelilingnya. Sedangkan ditempat arus keluar, yaitu luka
keluar,terkesan loncatan arus keluar.
Panas yang timbul pada pembuluh darah akan merusak intima
sehingga terjadi trobosis yang timbul pelan-pelan. Hal ini menerangkan
mengapa kematian jaringan pada luka bakar listrik seakan akan progresif dan
banyak kerusakan yang baru terjasi kemudian ekstremitas yang semula tempat
urtal , mungkin setelah beberapa menunjukkan nekrosis otot sistemik,
beberapa jam setelah kecelakaan listrik dapat terjadi sindrom kompartmen
karena odem dan trombosis.
Pada kecelakaan tersengat arus listrik didaerah kepala, penderita
dapat mengalami pingsan lama dan mengalami henti nafas. Dapat juga terjadi
odem otak. Akibat samping yang lama baru timbul adalah katarak. Destruksi
jaringan paling berat terjadi dekat luka masuk dan keluar karena disanalah
arus listrik paling kuat.
1) Bahan kimia (liosil, kriolin)
2) Radiasi
3) Pancaran suhu tinggi dari matahari

Fase Luka Bakar


1) Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat
terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi
obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca
trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase
akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
2) Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
1. Proses inflamasi dan infeksi.
2. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau
tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ
fungsional.
3. Keadaan hipermetabolisme.
3) Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.

3. PATOFISIOLOGI
Luka bakar diakibatkan oleh bahan kimia, radiasi, termis, listrik/ petir. Luka
bakar akan mengakibatkan kerusakan pada kulit, kulit yang rusak akan
mengakibatkan penguapan tubuh meningkat dan meningkatkan pembuluh darah
kapiler sehingga terjadi ekstravasasi cairan (H 2O, elektrolit, protein). Terjadi
penurunan tekanan onkotik dan tekanan hidrostatik meningkat sehingga
menyebabkan volume cairan intra vaskuler menurun dan kemudian menyebabkan
hipovolemi. Akan menyebabkan gangguan sirkulasi makro yang akan menyebabkan
gangguan perfusi organ-organ penting dan gangguan sirkulasi seluler. Gangguan
perfusi organ-organ penting akan menyebabkn multi sistem organ failure. Pada
gangguan sirkulasi selulerdapat menyebabkan gangguan perfusi kemudian
mengakibatkan terjadinya peningkatan laju metabolisme. Peningkatan laju
metabolisme tersebut mengakibatkan terjadinya glukoneogenesis dan glikogenolisis.
Apabila luka bakar terjadi pada bagian wajah dan sampai merusak lapisan
mukosa akan menyebabkan oedema pada laring sehingga terjadi obstruksi pada jalan
nafas. Apabila hal tersebut tidak ditangani dapat mengakibatkan gagal nafas.

4. MANIFESTASI KLINIS
1) Nyeri (drajat I & II)
2) Kesemutan
3) Kehausan
4) Tubuh terasa panas
5) Sesak
6) Edema
7) Takikardi
8) Tarcypnea
9) Kulit terbakar atau melepuh
10) Mual muntah
a. Klasifikasi luka bakar
Luka bakar dapat dibagi menjadi, berdasarkan:
1) Kedalaman luka bakar
a) Derajat I ( parsial, thickness burn)
Kerusakan pada lapisan epidermis, ditandai dengan kemerahan pada kulit.
Setelah 24 jam terjadi gelembung, kulit mengelupas,. Awalnya nyeri
kemudian gatal (stimulasi reseptor sensori) kulit sembuh tanpa cacat
dalam waktu satu minggu.
b) Derajat II ( deep dermal parsial thickness burn )
Terjadi kerusakan pada lapisan epidermis dan sebagian dermis ditandai
dengan adanya bula yang berisi cairan, luka ini tampak lebih pucat dan
lebih nyeri dibandingkan dengan derajat I tergantung kedalaman luka akan
sembuh 3-35 hari atau 3-7 minggu.
c) Derajat III ( fallthickness burn )
Mengenai lapisan epidermis, seluruh dermis dan mengenai lapisan lemak.
Secara klinis luka tampak lebih rendah dari permukaan kulit, tampak kaku,
berwarna putih, merah, coklat, atau hitam tidak terasa nyeri jika ditusuk
dan tidak ada bula. Bila luka cukup luas dapat dilakukan skin graf.
2) Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor
antara lain :
a) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
b) Kedalaman luka bakar.
c) Anatomi lokasi luka bakar.
d) Umur klien.
e) Riwayat pengobatan yang lalu.
f) Trauma yang menyertai atau bersamaan.

American college of surgeon membagi dalam:


a) Parah – critical:
1. Tingkat II : 30% atau lebih.
2. Tingkat III : 10% atau lebih.
3. Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
4. Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fractura, soft tissue
yang luas.
b) Sedang – moderate:
1. Tingkat II : 15 – 30%
2. Tingkat III : 1 – 10%
c) Ringan – minor:
1. Tingkat II : kurang 15%
2. Tingkat III : kurang 1%
3) Ukuran luka bakar
Ukuran luka bakar ( persentase cidera pada kulit ) ditentukan dengan salah
satu dari dua metode:
a. Rule of nine
Kepala 9%
Ekstremitas ats kanan 9%
Ekstremitas atas kiri 9%
Dada 9%
Perut 9%
Punggung 9%
Bokong 9%
Ekstremitas bawah kanan 18%
Ekstremitas bawah kiri 18%
Genital 1%
TOTAL 100%
b. Diagram bagan lund and browder
Untuk menghitung LPT luka bakar sesuai dengan golongan usia :
Baru lahir 1 th 5 th 10 th 15 th Dewasa
Setengah 9,5% 8,5% 6,5% 5,5% 4,5% 3,5%
kepala
Setengah 3 1 4% 1 1 3
2 % 3 % 4 % 4 % 4 %
4 4 4 2 4
paha
Setengah 2,5% 2,5% 3 3% 1 3,5%
2 % 3 %
4 4
tungkai
bawah

b. Pemeriksaan diagnostik
Laboratorium meliputi :

Hemoglobin meningkat karena kehilangan volume cairan

Hematokrit meningkat karena kehilangan volume cairan

Nitrogen urea meningkat karena kehilangan volume cairan

Glukosa meningkat karena respon stres

PO2 normalnya 80-100 mmHg


PCO2 normalnya 32-45 mmHg

Ph rendah asidosis metabolik

Karboksi hemoglobin meningkat karena inhalasi asap

Protein total rendah karena kehilangan protein dengan keluar melalui


luka

Albumin rendah karena kehilangan protein melalui luka dan


memberan vaskuler karena peningkatan permeabilitas.

Rontgen

Foto thorax

EKG

c. Penatalaksanaan medis
Prioritas pertama perhatikan ABC (airway, breathing & circulation ) untuk cidera
paru yang ringan udara pernafasan dilembabkan dan pasien didorong supaya
batuk sehingga sekret di saluran nafas dapat dikeluarkan dengan pengisapan untuk
situasi yang lebih parah diperlukan pengeluaran sekret dengan penghisapan
bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta mukolitik. Pembilasan luka
bakar kimia dengan air diteruskan kateter urin indwelling dipasang untuk
memungkinkan pemantauan haluaran urin dan faal ginjal yang lebih adekuat /
akurat.

d. Penatalaksanaan luka
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu penyembuhan luka, infeksi dan
penanganan luka, yaitu :
1) Penyembuhan
Terbagi dalam 3 fase :
 Fase inflamasi : fase yang berentang dari terjadinya luka bakar
sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Daerah luka mengeluarkan
serotonin dan timbul epitelisasi.
 Fase fibroblastik : fase yang dimulai pada hari ke 4-20 pasca
luka bakar sampai timbul fibroblast yang membentuk kolagen
berwarna kemerahan
 Fase maturasi : terjadi proses pematangan kolagen berlangsung 8
bulan sampai lebih dari satu tahun dan berakhir jika tidak ada tanda-
tanda radang.
2) Infeksi
Didefinisikan sebagai pertumbuhan dan organisme pada luka yang
berhubungan dengan reaksi jaringan dan tergantung pada banyak
mikroorganisme patogen dan mengikat dengan virulensi dan resistensi dari
pasien. Infeksi beda dengan kolonisasi, kolonisasi merupakan pertumbuhan
jaringan luka tetapi tidak ada tanda-tanda infeksi.

3) Penanganan luka
 Pendinginan luka : dilakukan untuk mengurangi perluasan
kerusakan fisik sel, mencegah dehidrasi dan membersihkan luka
sekaligus mengurangi nyeri.
 Debridemen :membersihkan luka dari jaringan nekrosis atau
bahan lain yang menempel pada luka, mencegah terjadinya infeksi
luka mempercepat proses penyembuhan.
 Pembedahan : dilakukan tindakan ekskaratomi merupakan
tindakan pembedahan utama untuk mengatasi perfusi jaringan yang
tidak adekuat karena adanya eschar yang menekan vaskuler dan
dapat dilakukan eksisi tangensial yaitu tindakan membuang jaringan
sampai tepat diatas fasia dimana tahap fleksus pembuluh darah
sehingga bisa dilakukan operasi fandus kulit ( skin graf ).
 Terapi isolasi dan manipulasi lingkungan : karena luka bakar
mengakibatkan imunosupresi tubuh dalam tahap awal cedera.
Pasien memerlukan ruangan khusus serta terpisah dengan pasien
yang lain yang bisa menimbulkan infeksi silang.

5. KOMPLIKASI
1) Hipertropi jaringan parut:
Pembentukan jaringan parut terjadi pada 6 bulan post luka bakar dengan
warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal. Pertumbuhan jaringan
perut tidak dapat dicegah tetapi dengan tindakan konserpatif dapat diantisipasi
sejak minggu awal fase penyembuhan luka.
2) Kontraktur
Komplikasi yang hampir selalu menyertai luka bakar dan menimbulkan
gangguan fungsi pergerakan. untuk mencegahan dapat dilakukan dengan
cara :
a) Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini
b) Ambulasi dilakukan 2-3 kali sehari sesegera mungkin. Jika terpasang alat-
alat perlu dihisapkan atau dibantu (ambulasi pasif)
c) Preasure garment adalah pakaian yang dapat memberikan tekanan yang
bertujuan menekan terjadinya hipertropi tetapi mendukung terjadinya
kontraktur.
KONSEP DASAR ASKEP

PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR


(COMBUSTIO)

I. PENGKAJIAN
Data Subjektif :
 Pasien mengeluh sesak
 Pasien mengatakan kulitnya terasa kering
 Pasien mengatakan tidak ingin minum
 Pasien mengatakan kesulitan dalam bernafas
 Pasien mengeluh panas didaerah luka
 Pasien mengeluh nyeri
 Pasien mengatakan nyeri-nya seperti terbakar dan tertusuk-tusuk
 Keluarga pasien mengatakan kulit tangannya dan kaki teraba dingin
 Pasien mengeluh kesemutan
 Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan
 Pasien mengatakan kesulitan dalam menelan
 Pasien mengatakan tidak mampu menghabiskan makanannya
 Pasien mengatakan mengalami keterbatasan dalam bergerak
 Pasien mengatakan ADL-nya dibantu oleh keluarga
 Pasien mengatakan terdapat luka bakar pada tubuhnya
 Pasien mengatakan belum bisa menerima kondisinya
 Pasien dan keluarga mengatakan belum paham dalam pengobatan dan penyakitnya.

Data Objektif :
 Pasien tampak pucat
 Takipnea
 Dispnea
 Kulit pasien kering
 Mukosa bibir kering
 Pasien tampak dehidrasi
 Terdapat luka bakar pada tubuh pasien
 Luka pasien kurang terawat
 Pasien tampak meringis
 Skala nyeri 5-6 dari 0-10 skala yang diberikan
 N= >100x/menit
 RR=>24x/menit
 Sianosis
 Kulit teraba dingin
 CRT >3detik
 Pasien tampak lemas
 Pasien terlihat kurus
 Pasien tampak hanya menghabiskan ½ porsi makanannya
 Pasien tampak terbatas dalam bergerak
 Pasien tampak dibantu keluarga dalam ADL
 Pasien tampak menarik diri
 Pasien tampak bingung dan bertanya-tanya

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko timggi bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi
trakeabronkial;edema mukosa dan hilangnya kerja silia. Luka bakar daerah leher;
kompresi jalan nafas thorak dan dada atau keterbatasan pengembangan dada.

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan


melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status hypermetabolik, ketidak
cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
3. Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan cedera inhalasi asap atau
sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada
atau leher.

4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat;


kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Pertahanan sekunder tidak
adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi.

5. Nyeri akut berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema.


Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.

6. Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler


perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena, contoh
luka bakar seputar ekstremitas dengan edema.

7. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status


hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada cedera
berat) atau katabolisme protein.

8. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri/tak


nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.

9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan permukaan


kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).

10. Gangguan citra tubuh (penampilan peran) berhubungan dengan krisis situasi;
kejadian traumatik peran klien tergantung, kecacatan dan nyeri.

11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan Salah interpretasi informasi Tidak mengenal sumber
informasi.
III.Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah dibuat,
dimana tindakan yang dilakukan mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi.

IV. Evaluasi
1. Bersihan jalan nafas tetap efektif.
2. Pasien menunjukan perbaikan keseimbangan cairan.
3. Kebutuhan oksigenasi pasien adekuat.
4. Pasien bebas dari infeksi/ infeksi tidak terjadi.
5. Nyeri pasien berkurang atau terkontrol.
6. Pasien menunjukkan sirkulasi tetap adekuat.
7. Nutrisi pasien terpenuhi.
8. Pasien dapat memenuhi adlnya secara bertahap.
9. Terjadi regenerasi jaringan.
10. Pasien dapat menerima situasi diri.
11. Pasien paham terhadap kondisinya.

Anda mungkin juga menyukai