Anda di halaman 1dari 31

A.

Latar Belakang
Perdagangan atau aktivitas jual-beli telah dikenal umat manusia sejak
dahulu kala. Ajaran Islam secara tegas telah menghalalkan aktivitas jual-beli atau
perdagangan dan mengharamkan riba.
Jual beli (bisnis) dimasyarakat merupakan kegiatan rutinitas yang
dilakukan setiap waktu oleh semua manusia. Tetapi jual beli yang benar menurut
hukum Islam belum tentu semua orang muslim melaksanakannya. Bahkan ada
pula yang tidak tahu sama sekali tentang ketentutan-ketentuan yang di tetapkan
oleh hukum Islam dalam hal jual beli (bisnis).
Di dalam Al-Qur‟an dan Hadist yang merupakan sumber hukum Islam
banyak memberikan contoh atau mengatur bisnis yang benar menurut Islam.
Bukan hanya untuk penjual saja tetapi juga untuk pembeli. Sekarang ini lebih
banyak penjual yang lebih mengutamakan keuntungan individu tanpa berpedoman
pada ketentuan-ketentuan hukum Islam. Mereka cuma mencari keuntungan
duniawi saja tanpa mengharapkan barokah kerja dari apa yang sudah dikerjakan.
Para pelaku bisnis seharusnya mengetahui dan mengerti aspek-aspek
teologis dan filosofis serta batasan-batasan yang ada dalam ajaran agama Islam
sehingga terhindar dari praktek jual beli atau bisnis yang dapat merugikan pihak
lain, bahkan juga dapat merusak aqidah kita sebagai seorang muslim.
Pemahaman tersebut terdapat pada Al-Qur‟an dan Hadist yang oleh para
ulama lebih dalam dikaji dalam bab fiqih muamalah dengan mengkombinasikan
Ijma juga Qiyas dan fatwa-fatwa majelis ulama, sehingga dapat lebih mudah
dimengerti dan dipahami, yang kemudian para pelaku bisnis dapat terhindar dari
praktek-praktek bisnis yang dilarang oleh agama.

B. Pengertian Jual Beli


Kata jual beli terdiri dari dua kata, yaitu jual dan beli. Kata jual dalam
bahasa Arab dikenal dengan istilah al-bay‟ yaitu bentuk mashdar dari ba‟a –
yabi‟u – bay‟an yang artinya menjual.1 Adapun kata beli dalam bahasa Arab

1
Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemah Penafsir Al-Qur‟an, 1982), hal.75.

1
dikenal dengan istilah al-syira‟ yaitu mashdar dari kata syara yang artinya
membeli.2
Dalam istilah fiqih, jual beli disebut al-bay‟ yang berarti menjual,
mengganti, atau menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafadz al-bay‟ dalam
bahasa Arab kadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata a;-syira‟
(beli). Dengan demikian, kata al-bay‟ berarti jual, tetapi juga sekaligus berarti
beli.3 Kata jual menunjukkan adanya pebuatan menjual, sedangkan beli adanya
perbuatan membeli.4
Secara etimologi, jual beli diartikan sebagai pertikaran sesuatu dengan
yang lain.5 Atau memberikan sesuatu untuk menukarkan sesuatu yang lain. 6 Jual
beli juga diartikan dengan pertukaran harta dengan harta atau dengan gantinya
atau mengambil sesuatu yang digantikannya itu. 7
Adapun definisi jual beli secara istilah, menurut Taqi al-Din ibn Abi Bakr
ibn Muhammad al-Husayni, adalah pertukaran harta dengan harta yang diterima
dengan menggunakan ijab dan qabul dengan cara yang diizinkan oleh syara‟. 8
Menurut Sayyid Sabiq jual beli adalah pertukaran harta dengan harta atas dasar
saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.9
Menurut Abu Muhammad Mahmud al-Ayni, pada dasarnya jual beli merupakan
penukaran barang dengan barang yang dilakukan suka sama suka, sehingga
menurut syara‟, jual beli adalah tukar menukar barang atau harta secara suka sama
suka.10

2
Ibid, hal.197.
3
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000). hal. 111.
4
Rachmad Syafe‟I, Fiqh Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001). hal. 75.
5
Syekh Zain al-din, Fath Al-Mu‟in, (Beirut: daar al-Kutub al-Arabiyyah). hal.66
6
Taqi al-Din al-Nabhani al-Husayni, Transaksi Ekonomi Perspektif Hukum Islam,
(Surabaya: Risalah Gusti, 1999). hal.47.
7
Shalih Ibn Ghanim al-Sadlan, Risalah Fii al-Fiqh al-Muyassar, (Beirut: Daar el-Fikr,
2001). hal.88.
8
Taqi al-Din ibn Abi Bakr ibn Muhammad al-Husayni, Kifayah al-Akhyar fii Hill
Ghayah al-Ikhtishar, (Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2001). hal. 326
9
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid III (Beirut: Daar al Fikr, 2003). hal 149.
10
Abu Muhammad Mahmud al-Ayni, al-Bayyinah fii Syarh al-Hidayah, Juz VII. (Beirut:
Daar al-Fikr, 1990). hal.3

2
Dikalangan ulama terdapat perbedaan tentang definisi jual beli sekalipun
substansi dan tujuan masing-masing definisi adalah sama. Ulama Hanafiyah
mendefinisikan jual beli dengan dua definisi:

‫مبادلة مال مبال على وجو خمصوص‬


“Saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu”

‫مبادلة شيء مرغوب فيو مبثل على وجو مقيد خمصوص‬


“Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui
cara tertentu yang bermanfaat”
Definisi lain dikemukakan ulama Malikiyah, Syafiiyah dan Hanabilah.
Menurut mereka, jual beli adalah:

‫مبادلة املال متليكا و متلكا‬


“Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik
dan pemilikan”
Dalam hal ini mereka melakukan penekana kepada kata milik dan
pemilikan, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus dmiliki
seperti sewa menyewa.11 Jual beli juga diartikan dengan menukar barang dengan
barang atau barang dengan uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari
seseorang terhadap orang lainnya atas dasar kerelaan kedua belah pihak.12
Dari definisi diatas dapat dikatakan bahwa jual beli itu dapat terjadi
dengan cara pertukaran harta antara dua pihak atas dasar saling rela, dan
memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan yaitu berupa alat tukar
yang diakui sah dalam lalu lintas perdagangan. 13

11
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Hal.111-112.
12
Ibnu Mas‟ud dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi‟i. (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003), hal.22.
13
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjan Dalam Islam,
(Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal.33

3
C. Dasar Hukum Jual Beli
1. Al-Qur‟an14
Q.S. Al-Baqarah ayat 275

           

                

              

     

“Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan


seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu
terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu
adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

Penjelasan
a. Tafsir Al-Mukhtashar15

  

14
Al-Qur‟an Al-Karim
15
Jama‟ah min Ulama Tafsir, Al-Mukhtashar fii Tafsir Al-Qur‟an Al-Karim, (Riyadh:
Markaz Tafsir Lid Diraasatil Qur‟aniyyah, 2012), hal, 47

4
(Orang-orang yang makan (mengambil) riba) Mayoritas yang
dilakukan orang-orang pada masa Jahiliyah adalah apabila telah habis
batas waktu untuk melunasi hutang mereka berkata kepada pemilik
hutang: Apakah akan kamu lunasi atau kamu harus menambah? Dan
apabila tidak dibayar maka mereka akan menambah jumlah harta yang
menjadi hutang tersebut (bunga) dan memberi tenggang waktu untuk
melunasinya. Hal ini merupakan sesuatu yang haram sesuai kesepakatan
para ulama. Dalam ayat ini terdapat ancaman bagi orang yang memakan
bunga (riba) ini, dan bagi selain pemakan riba ini sebagaimana yang
disebutkan dalam hadist bahwa Rasulullah bersabda: Allah melaknat
pemakan riba, wakilnya, penulisnya, dan dua saksinya. Dan Rasulullah
bersabda: mereka semua sama.

 

(tidak dapat berdiri ).Yakni pada hari kiamat.

    

(orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila)


Seperti orang yang kejang. Para ulama berkata: dia akan dibangkitkan
dalam keadaan gila sebagai siksaan baginya dan kemurkaan ahli mahsyar
kepadanya yang disebabkan ketamakan dan kegigihannya dalam
mengumpulkan dunia menjadikan dia seperti orang gila.

Dan (‫ )اخلبط‬adalah gerakan yang tidak beraturan seperti garakan

orang yang kejang. Dan (‫ )املس‬adalah penyakit gila. Begitulah balasan atas

mereka disebabkan perkataan mereka:

   

5
(sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba) Yakni mereka
menjadikan kegiatan jual beli dan riba adalah sama saja karena seseorang
mendapat untung dalam riba sebagaimana mendapat untung dalam jual
beli.

    

(padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan


riba) Yakni ini adalah perbedaan antara keduanya, dan Allah
menghalalkan jual beli namun mengharamkan salah satu jenisnya yaitu
jual beli yang mengandung riba didalamnya.
Dan Allah menjawab perkataan mereka dengan jawaban ini adalah
sebagai pemotong kelicikan mereka dan pemutus percakapan dengan
mereka; karena urusan seorang mukmin adalah mentaati merintah Allah
dalam setiap perintah maupun larangan tanpa perdebatan karena
keburukan-keburukan riba dan kebaikan-kebaikan jual beli adalah sesuatu
yang jelas. Maka bagaimana bisa mereka berkata: jual beli itu layaknya
riba.

    

(Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari


Tuhannya ) Dan diantaranya adalah larangan terhadap riba yang ada dalam
ayat ini.



(lalu terus berhenti) Yakni lalu mentaati dan berhenti dari


mengambil riba.

  

6
(maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan)) Yakni tidak dihukum atas riba yang telah lalu karena ia
melakukannya sebelum turun ayat yang mengharamkan riba.

  

(dan urusannya (terserah) kepada Allah) Yakni dalam


pengampunannya dan penghapusan dosa akibat riba tersebut.

 

(Orang yang kembali (mengambil riba)) Yakni kembali memakan


riba dan bermuamalah dengan riba. Pendapat lain mengatakan: kembali
berkata bahwa jual beli itu seperti riba.

      

(maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di


dalamnya) Yakni dengan lamanya mereka didalamnya.

b. Tafsir Al-Wajiz16
Setelah Allah menyebutkan tentang kondisi orang-orang yang
berinfak dan apa-apa yang akan mereka dapatkan di sisi Allah dari segala
kebaikan dan digugurkannya kesalahan dan dosa-dosa mereka, lalu Allah
menyebutkan tentang orang-orang yang zhalim; para pemakan riba dan
yang memiliki muamalah yang licik. Allah mengabarkan bahwa mereka
akan diberi balasan menurut perbuatan mereka. Untuk itu, sebagaimana
mereka saat masih di dunia dalam mencari penghidupan yang keji seperti
orang-orang gila, mereka disiksa di alam barzakh dan pada Hari Kiamat,
bahwa mereka tidak akan bangkit dari kubur mereka hingga Hari
Kebangkitan dan hari berkumpulnya makhluk, “melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.”

16
Wahbah Zuhaili, At-Tafsir Al-Wajiz, (Damaskus: Daar Al-Fikr, 1996), hal, 48.

7
Maksudnya, dari kegilaan dan kerasukan. Itu adalah siksaan, penghinaan,
dan dipamerkannya segala dosanya, sebagai balasan untuk mereka atas
segala bentuk riba mereka dan kelancangan mereka dengan berkata,
“Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba.”
Mereka menyatukan (dengan kelancangan mereka) antara apa yang
dihalalkan oleh Allah dengan apa yang diharamkan olehNya hingga
mereka membolehkan riba dengan hal itu.
Allah kemudian menawarkan kepada orang-orang yang melakukan
praktik riba dan selain mereka untuk bertaubat dalam FirmanNya, “Orang-
orang yang telah sampai kepadanya nasihat (berupa larangan) dari
Rabbnya,” sebuah penjelasan yang disertai dengan janji dan ancaman,
“lalu berhenti (dari mengambil riba),” yakni dari apa yang mereka lakukan
pada praktik riba, “maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan),” dari perkara yang lancang ia lakukan, lalu ia
bertaubat darinya, “dan urusannya (terserah) kepada Allah,” pada masa
yang akan datang jika dia masih terus dalam taubatnya. Allah tidak akan
melalaikan pahala orang-orang yang berbuat kebajikan.
“Dan orang yang mengulangi (mengambil riba)” setelah penjelasan
Allah dan peringatanNya serta ancamanNya terhadap orang yang
memakan riba, “maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.” Di sini terkandung isyarat bahwa riba itu
berkonsekuensi masuk neraka dan kekal di dalamnya. Hal itu karena
kejelekannya, selama tidak ada yang menghalangi kekekalannya yaitu
keimanan. Ini antara sejumlah hukum-hukum yang tergantung kepada
terpenuhinya dan terbebasnya dari penghalang. Ayat ini bukan hujjah bagi
Khawarij atau lainnya dari ayat-ayat ancaman. Yang wajib adalah
meyakini semua nash-nash al-Quran maupun as-Sunnah, maka seorang
Mukmin harus percaya dengan nash-nash yang diriwayatkan secara
mutawatir yaitu akan keluarnya orang yang ada dalam hatinya keimanan
walaupun seberat biji sawi dari neraka, dan dari hal yang merupakan

8
perkara yang membinasakan yang memasukkan ke dalam neraka apabila ia
tidak bertaubat darinya.

Q.S. An-Nisa ayat 29

           

            

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.”

Penjelasan
a. Tafsir Al-Mukhtashar17

       

(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil), Cara yang bathil adalah
mengambil sesuatu dari pemiliknya dengan cara yang tidak diperbolehkan
oleh syari‟at. Inilah yang dimaksud dengan memakan secara bathil,
meskipun sang pemilik barang telah rela dengan itu; seperti upah yang
diberikan untuk pezina atau untuk dukun, atau uang dari hasil penjualan
khamr.

   

(kecuali dengan jalan perniagaan), Yakni mata pencaharian dengan


jual beli, Allah menyebutkan jual beli dan bukan kegiatan pertukaran

17
Jama‟ah min Ulama Tafsir, Al-Mukhtashar fii Tafsir Al-Qur‟an Al-Karim, (Riyadh:
Markaz Tafsir Lid Diraasatil Qur‟aniyyah, 2012), hal,83.

9
barang lainnya karena ia merupakan yang paling banyak dan paling
dominan.

  

(yang berlaku dengan suka sama-suka), Makna (‫ )الرتاضي‬atau suka


sama suka yakni kedua belah pihak yang bertransaksi mengetahui apa
yang diambilnya, tanpa ada kecurangan, penipuan, maupun
penyembunyian aib, yang kemudian saling berpisah dengan penuh rasa
rela. Dan pendapat lain mengatakan jika kedua belah pihak saling rela
setelah terjadinya akad maka perniagaan itu halal hukumnya, meski
keduanya belum berpisah.

  

(Dan janganlah kamu membunuh dirimu). Yakni wahai kaum


muslimin janganlah sebagian kalian saling membunuh sebagian lainnya
kecuali dengan sebab yang telah ditetapkan dalam Syariah; dan janganlah
seseorang membunuh dirinya sendiri.
b. Tafsir Al-Wajiz18

  

Allah menyeru kepada para hambanya yang beriman dengan gelar


iman.

    

Allah melarang mereka dari saling memakan harta mereka dengan


cara yang batil dengan cara pencurian, penipuan, judi, riba dan hal-hal
yang mengarah kepadanya dari berbagai jumlah perharaman yang lain.
Allah berfirman: “janganlah kalian mekakan harta diantara kalian dengan

18
Wahbah Zuhaili, At-Tafsir Al-Wajiz, (Damaskus: Daar Al-Fikr, 1996), hal.83.

10
cara batil”, yaitu tanpa diganti dengan yang baik atau kerelaan hati.
Kemudian adanya pengecualian harta jual beli yang dihasilkan di atas
prinsip suka rela dari dua jenis jual-beli berdasarkan hadis “jual-beli harus
dilandasi dengan suka rela” dan “Jual-beli dengan prisip khiyar sebelum si
penjual dan si pembeli berpisah”

      

“Kecuali jikalau jual-beli yang dilandasi prinsip suka rela” tidaklah


mengapa dikonsumsi, maka sesungguhnya itu adalah halal.

  

“Janganlah kalian saling membunuh”. Larangan mencangkup


bunuh diri ataupun membunuh orang mukmin yang lain. Karena kaum
muslimin seperti raga yang satu, oleh karenanya membunuh seorang
muslim adalah seperti membunuh dirinya sendiri. Allah menyebutkan
penjelasan keharamannya kepada kita.

    

“Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada diri kalian”. Sebab


itu Allah mengharamkan saling membunuh.

2. Hadits Nabi
ِ ‫َي الْ َكس‬
‫ب‬ ِ ِ
ْ ُّ ‫ أ‬: ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ُسئ َل‬ َّ ‫اع َة بْ ِن َرافِ ٍع َر ِضي اللَّوُ َعْنوُ { أ‬
َّ ِ‫َن الن‬
َ ‫َِّب‬ َ َ‫َع ْن ِرف‬
َ
‫ص َّ َ وُ ا ْاَاكِ ُم‬ ِِ
َ ‫ َوُك ُّل بَْي ٍع َمْب ُروٍر } َرَواهُ الْبَ َّ ُار َو‬، ‫الر ُج ِل بِيَده‬
َّ ‫ َع َم ُل‬: ‫ب ؟ قَ َال‬
ُ َ‫أَطْي‬

19
Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Atsqalani, Bulughul Maram min Adillati Al-Ahkam, (Beirut:
Daar Ihya Al-„Ulum, 1991) , hal,323.

11
Dari Rifa‟ah bin Rafi‟, Nabi pernah ditanya mengenai pekerjaan apa yang
paling baik. Jawaban Nabi, “Kerja dengan tangan dan semua jual beli yang
mabrur” (HR Bazzar dan dinilai shahih oleh al Hakim).

D. Rukun dan Syarat Jual Beli


Dalam kitab Minhajul Muslim ada lima rukun dan syarat jual beli, yaitu:20
1. Penjual
Penjual hendaknya sebagai pemilik dari barang terebut atau diberikan izin
atau kuasa dari pemiliknya untuk menjualnya, berakal sehat atau tidak gila.
2. Pembeli
Pembeli hendaknya mengerti apa yang dikerjakan dan tidak gila atau
lemah akal, juga bukan anak kecil yang tidak diberikan kuasa atasnya.
3. Barang yang dijual
Barang yang dijual adalah barang yang boleh dijual secara agama, barang
yang baik dan suci, juga dapat diserahterimakan, serta diketahui kadar dab
sifatnya oleh pembeli.
4. Bahasa aqad
Yaitu ijab dan qabul yang diucapkan pada saat transaksi.
5. Saling Ridho
Yaitu kerelaan antara penjual dan pembeli, karena tidak sah transaksinya
jika tidak ada keridhoan dikedua belah pihak.

E. Bentuk-bentuk Jual Beli


Ada beberapa bentuk jual beli yang dapat dilihat dari berbagai aspek:
Pertama, dilihat darisegi keabsahannya menurut syara‟ 21
1. Jual beli yang shahih, yaitu jual beli yang telah memenuhi rukun dan
syaratnya.
2. Jual beli yang tidak shahih, yaitu jual beli yang salah satu atau keseluruhan
rukun dan syaratnya tidak terpenuhi.

20
Abu Bakr Jabir Al-Jazairy, Minhaj Al-Muslim, (Madinah: Darussalam, 1964), hal, 283.
21
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid III (Beirut: Daar al Fikr, 2003). hal 160.

12
Kedua, dilihat dari objek jual beli,22
1. Jual beli umum, yaitu menukar barang dengan uang.
2. Jual beli As-sharf atau money changer, yaitu penukaran uang dengan uang.
3. Jual beli barter, yaitu menukar barang dengan barang.
Ketiga, dilihat dari standarisasi harga,
1. Jual beli tawar-menawar, yaitu jual beli dimana pihak penjual tidak
memberitahukan modal barang yang dijualnya.
2. Jual beli amanah, yaitu jual beli dimana penjual memberotahukan harga
modal jualannya.
3. Jual beli lelang, yaitu jual beli dengan cara penjual menawarkan barang
dagangannya, kemudian para pembeli saling menawar dengan menambah
jumlah pembyaran dari pembeli sebelumnya, kemudian si penjual akan
menjual dengn harga tertinggi dari para pembeli tersebut.
Keempat, dilihat dari cara pembayaran,
1. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayarannya secara langsung.
2. Jual beli dengan pembayaran tertunda.
3. Jual beli dengan penyerahan barang tertunta.
4. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda.

F. Khiyar Dalam Jual Beli


a. Pengertian Khiyar
Khiyar artinya boleh memilih antara dua, meneruskan „aqad jual beli, atau
diurungkan (ditarik kembali tidak jadi jual beli). Diadakan khiyar oleh
syara‟, agar kedua orang yang berjual beli dapat memikirkan kemaslahatan
masing-masing lebih jauh, supaya tidak akan terjadi penyesalan di
kemudian hari, lantaran merasa tertipu.23

22
Abu Bakr Muhammad, Terjemah Subulussalam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), hal. 11-
12
23
Al-Hafidz Ibn Hajar Al-Atsqalani, Bulughul Maram min Adillati Al-Ahkam, (Beirut:
Daar Ihya Al-„Ulum, 1991). hal.

13
Khiyar adalah meminta yang terbaik dari dua pilihan : melanjutkan atau
membatalkan transaksi jual-beli.24 Secara bahasa Khiyar artinya pilihan,
sedangkan secara istilah pengertian khiyar adalah hak pilih bagi salah satu
atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi jual beli untuk
melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati, disebabkan
hal-hal tertentu yang membuat masing-masing atau salah satu pihak
melakukan pilihan tersebut. pilihan ini dapat dilakukan dalam berbagai
macam sebab dan keadaan yang berbeda-beda.
b. Macam-macam Khiyar
a. Khiyar Majlis
Majlis secara bahasa adalah bentuk masdar mimi dari julus yang
berarti tempat duduk, dan maksud dari majlis akad menurut kalangan ahli
fiqih adalah tempat kedua orang yang berakad berada dari sejak mulai
berakad sampai sempurna, berlaku dan wajibnya akad. Dengan begitu
majlis akad merupakan tempat berkumpul dan terjadinya akad apapun
keadaan pihak yang berakad.25
Adapun menurut istilah khiyar majelis adalah khiyar yang
ditetapkan oleh syara‟ bagi setiap pihak yang melakukan transaksi, selama
para pihak masih berada di tempat transaksi. Khiyar majelis berlaku dalam
berbagai macam jual beli, seperti jual beli makanan dengan makanan, akad
pemesanan barang (salam), syirkah.26
Rasulullah SAW Bersabda:“Penjual dan pembeli boleh melakukan
khiyar selama keduanya belum berpisah, atau salah seorang mengatakan
kepada temannya: Pilihlah. Dan kadang-kadang beliau bersabda: atau
terjadi jual beli khiyar. (HR. Al-Bukhari)”.
b. Khiyar Syarat
Menurut Sayyid Sabiq khiyar syarat adalah suatu khiyar dimana
seseorang membeli sesuatu dari pihak lain dengan ketentuan dia boleh

24
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid III Beirut: Daar al Fikr, 2003
25
Abdul Aziz Muhammad Azzam. Fikih Muamalah, (Jakarta: Amzah). hlm. 177.
26
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqhu As-Syafi‟i Al-Muyassar, Terj. Muhammad Afifi, Abdul
Hafiz, “ Fiqih Imam Syafi‟i”, (Jakarta: Almahira, Cet. Ke-1, 2010), hlm. 676

14
melakukan khiyar pada masa atau waktu tertentu, walaupun waktu tersebut
lama, apabila ia menghendaki maka ia bisa melangsungkan jual beli dan
apabila ia mengendaki ia bisa membatalkannya.
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa khiyar syarat adalah
suatu bentuk khiyar dimana para pihak yang melakukan akad jual beli
memberikan persyaratan bahwa dalam waktu tertentu mereka berdua atau
salah satunya boleh memilih antara meneruskan jual beli atau
membatalkannya.
Rasulullah saw beliau bersabda: “Apabila dua orang melakukan
jual beli, maka masing-masing pihak berhak melakukan khiyar, baik
kedua-duanya maupun salah satunya. Apabila salah satu dari keduanya
melakukan khiyar terhadap yang lainnya, kemudian mereka berdua
melakukan jual beli atas dasar kesepakatan mereka, maka jual beli telah
wajib dilaksanakan. Apabila mereka berpisah setelah melakukan jual beli
dan salah satu pihak tidak meninggalkan jual beli, maka jual beli wajib
dilaksanakan”. (HR. Muttafaq „alaih, dan redaksi dari Muslim.
Khiyar syarat disyari‟atkan untuk menjaga kedua belah pihak yang
berakad, atau salah satunya dari konsekuensi satu akad yang kemungkinan
di dalamnya terdapat unsur penipuan dan dusta. Oleh karena itu, Allah
SWT memberi orang yang berakad dalam masa khiyar syarat dan waktu
yang telah ditentukan satu kesempatan untuk menunggu karena memang
diperlukan. Kalangan ulama fiqih sepakat bahwa khiyar syarat sah jika
waktunya diketahui dan tidak lebih dari tiga hari dan barang yang dijual
tidak termasuk barang yang cepat rusak dalam tempo ini.27
c. Khiyar „Aib
Khiyar aib termasuk dalam jenis khiyar naqishah (berkurangnya
nilai penawaran barang). Khiyar aib berhubungan dengan ketiadaan
kriteria yang diduga sebelumnya. Khiyar aib merupakan hak pembatalan
jual beli dan pengembalian barang akibat adanya cacat dalam suatu barang

27
Abdul Aziz Muhammad Azzam, op,cit,. hal. 111

15
yang belum diketahui, baik aib itu ada pada waktu transaksi atau baru
terlihat setelah transaksi selesai disepakati sebelum serah terima barang.
Rasulullah saw bersabda: Seorang muslim adalah saudaranya
muslim lainnya, tidak halal bagi seorang muslim apabila menjual barang
jualannya kepada muslim lain yang didalamnya ada cacat, melainkan ia
harus menjelaskan (aib atau cacatnya) itu kepadanya”. (HR. Al-Hakim
dari „Uqbah Ibnu Amir).
d. Khiyar Ru‟yah
Khiyar ru‟yah adalah hak pembeli untuk membatalkan akad atau
tetap melangsungkannya ketika ia melihat obyek akad dengan syarat ia
belum melihatnya ketika berlangsung akad atau sebelumnya ia pernah
melihatnya dalam batas waktu yang memungkinkan telah jadi batas
perubahan atasnya.
Konsep khiyar ini disampaikan oleh fuqoha Hanafiyah, Malikiyah,
Hanabilah dan Dhahiriyah dalam kasus jual beli benda yang ghaib (tidak
ada ditempat) atau benda yang belum pernah diperiksa. Sedangkan
menurut Imam Syafi‟i khiyar ru‟yah ini tidak sah dalam proses jual beli
karena menurutnya jual beli terhadap barang yang ghaib (tidak ada
ditempat) sejak semula dianggap tidak sah.
Syarat Khiyar Ru‟yah bagi yang membolehkannya antara lain:
1) Barang yang akan ditransaksikan berupa barang yang secara fisik
ada dan dapat dilihat berupa harta tetap atau harta bergerak.
2) Barang dagangan yang ditransaksikan dapat dibatalkan dengan
mengembalikan saat transaksi.
3) Tidak melihat barang dagangan ketika terjadi transaksi atau
sebelumnya, sedangkan barang dagangan tersebut tidak berubah.

G. Jual Beli Yang Dilarang


1. Jual Beli Dengan Penipuan
Disebutkan dalam Sahih Muslim dalam Kitab jual beli, tentang bathilnya
jual beli hashah dan jual beli yang didalamnya terdapat tipuan.

16
‫ُس َام َة َع ْن‬ ٍِ ِ ِ َِّ ِ ِ
َ ‫يس َوََْي ََي بْ ُن َسعيد َوأَبُو أ‬
َ ‫َحدَّثَنَا أَبُو بَ ْكر بْ ُن أَِب َشْيبَ َة َحدَّثَنَا َعْب ُد اللو بْ ُن إ ْدر‬
‫يد َع ْن عُبَ ْي ِد اللَِّو َح َّدثَِِن أَبُو‬
ٍ ِ‫ظ لَو حدَّثَنا ََيَي بن سع‬ ٍ ِ ِ
َ ُ ْ َ ْ َ َ ُ ُ ‫عُبَ ْيد اللَّو َح َّدثَِِن ُزَىْي ُر بْ ُن َح ْرب َواللَّ ْف‬
‫ص ِاة‬ ِ
َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َع ْن بَْي ِع ا ْا‬
ِ ُ ‫َعرِ عن أَِِب ىري رةَ قَ َال َهى رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ
ِ
َْ َ ُ ْ َ َ ْ ‫الَّْاد َع ْن ْاا‬
‫َو َع ْن بَْي ِع الْ ََرِر‬
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris dan Yahya bin Sa'id serta
Abu Usamah dari Ubaidillah. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah
menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb sedangkan lafazh darinya, telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari 'Ubaidillah telah
menceritakan kepadaku Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dia
berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan
cara hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang
mengandung unsur penipuan. (H.R. Muslim 2783)
Penipuan dapat merugikan orang lain dan melanggar hak-hak jual
beli yaitu suka sama suka. Orang yang tertipu jelas tidak akan suka karena
haknya dilanggar. Jual beli dengan tipuan adalah jual beli yang tidak
diketahui hasilnya, tidak bisa diserah terimakan atau tidak diketahui kadar
dan hakikatnya.
2. Jual Beli Hashah
Yaitu jual beli dengan menggunakan undian atau dengan adu ketangkasan,
agar mendapatkan barang yang dibeli sesuai dengan undian yang didapat.
Jual beli barang seperti ini tidak sah, karena mengandung unsure
ketidakjelasan atau penipuan.
3. Menyembunyikan Cacat Barang
Yaitu menjual barang yang sebenarnya cacat dan tidak layak untuk dijual,
tetapi penjual menjualnya dengan memanipulasi seakan-akan barang
tersebut sangat berharga dan berkualitas.

17
‫ّْث َع ْن َعْب ِد اللَِّو‬ ِ ْ ‫حدَّثَنا ب َد ُل بن الْم ََِّّب حدَّثَنا شعبةُ عن قَتادةَ قَ َال ََِسعت أَبا‬
ُ ‫اخلَل ِيل َُيَد‬ َ ُ ْ َ َ ْ َ َْ ُ َ َ َ ُ ُ ْ َ َ َ
ِ ‫ب ِن ا ْاا ِر ِث عن ح ِكي ِم ب ِن ِح ٍام ر ِضي اللَّو عْنو عن النَِِّب صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم قَ َال الْب يّْع‬
‫ان‬ ََ َ ََ َْ ُ َ ّْ ْ َ ُ َ ُ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ
‫ص َدقَا َوبَيَّنَا بُوِرَك ََلَُما ِِف بَْيعِ ِه َما َوإِ ْن َكتَ َما‬ ِْ ِ‫ب‬
َ ‫اخليَا ِر َما ََلْ يَتَ َفَّرقَا أ َْو قَ َال َح ََّّت يَتَ َفَّرقَا فَِإ ْن‬

َ‫ت بََرَكةُ بَْيعِ ِهما‬ ِ


ْ ‫َوَك َذبَا ُُم َق‬
Telah menceritakan kepada kami Badal bin Al Muhabbar telah
menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qatadah berkata, aku mendengar
Abu Al Khalil menceritakan dari 'Abdullah bin Al Harits dari Hakim bin
Hizam radhiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar (pilihan
untuk melangsungkan atau membatalkan jual beli) selama keduanya belum
berpisah", Atau sabda Beliau: "hingga keduanya berpisah. Jika keduanya
jujur dan menampakkan cacat dagangannya maka keduanya diberkahi
dalam jual belinya dan bila menyembunyikan cacat dan berdusta maka
akan dimusnahkan keberkahan jual belinya" (H.R. Bukhari 1940).
4. Menjual Barang yang Sudah Dibeli Orang Lain
Barang yang sudah dibeli orang lain tidak boleh dijual kembali kepada
orang lain lagi, karena barang yang sudah dijual menjadi milik pembeli,
sehingga penjual tidak boleh menjualnya kembali.

‫يد َحدَّثَنَا لَْي ٌ َحدَّثَنَا ابْ ُن ُرْم ٍ أَ ْ بَ َرَا اللَّْي ُ َع ْن َافِ ٍع َع ْن ابْ ِن عُ َمَر‬
ٍ ِ‫و حدَّثَنا قُت يبةُ بن سع‬
َ ُ ْ َْ َ َ َ
ِ
‫ض ُك ْم‬
ُ ‫ب بَ ْع‬
ْ ُ‫ض َوََل ََيْط‬ ُ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قَ َال ََل يَبِ ْع بَ ْع‬
ٍ ‫ض ُك ْم َعلَى بَْي ِع بَ ْع‬ ّْ ِ‫َع ْن الن‬
َ ‫َِّب‬
ٍ ‫َعلَى ِ طْبَ ِة بَ ْع‬
‫ض‬
Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah
menceritakan kepada kami Al Laits. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Rumh telah mengabarkan kepada kami Al
Laits dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
beliau bersabda: "Janganlah sebagian kalian membeli barang yang telah

18
ditawar, dan janganlah sebagian kalian meminang wanita yang telah
dipinang." (H.R. Muslim 2530).
5. Mencegat Barang Sebelum Sampai Pasar
Yaitu mencegat pedagang dalam perjalanannya sebelum sampai di pasar,
sehingga orang yang mencegatnya dapat membeli barang lebih murah dari
harga di pasar dan bisa mendapatkan keuntungan yang lebih banyak.
Rasulullah SAW Bersabda:
ِ ِ‫ي عن سع‬
ِ َّ‫يد بْ ِن الْمسي‬ ِ ِ ِ
‫ب َع ْن أَِِب ُىَريَْرَة‬ َُ َ ْ َ ُّ ‫َحدَّثَنَا َعل ُّي بْ ُن َعْبد اللَّو َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن َحدَّثَنَا الُّ ْى ِر‬
ٍ ِ ِ ِ ِ ُ ‫ر ِضي اللَّو عْنو قَ َال َهى رس‬
‫اج ُشوا‬ َ ِ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم أَ ْن يَب‬
َ َ‫يع َحاضٌر لبَاد َوََل تَن‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ َُ ُ َ َ
‫ب َعلَى ِ طْبَ ِة أَ ِ ِيو َوََل تَ ْسأ َُل الْ َم ْرأَةُ طَََل َق أُ ْ تِ َها‬ ِِ
ُ ُ‫الر ُج ُل َعلَى بَْي ِع أَ يو َوََل ََيْط‬ ُ ِ‫َوََل يَب‬
َّ ‫يع‬

‫لِتَ ْك َفأَ َما ِِف إَِائِ َها‬


Telah menceritakan kepada kami 'Ali bin 'Abdullah telah
menceritakan kepada kami Sufyan telah menceritakan kepada kami Az-
Zuhriy dari Sa'id bin Al Musayyab dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu
berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang orang kota
menjual untuk orang desa, dan melarang meninggikan penawaran barang
(yang sedang ditawar orang lain dengan maksud menipu), dan melarang
seseorang membeli apa yang dibeli (sedang ditawar) oleh saudaranya,
melarang pula seseorang meminang (wanita) pinangan saudaranya dan
melarang seorang wanita meminta suaminya agar menceraikan isteri
lainnya (madunya) dengan maksud periuknya sajalah yang dipenuhi (agar
belanja dirinya lebih banyak).” (Muttafaq „Alaihi)
6. Jual Beli Curang (najsyi‟)
Yaitu penjual bekerjasama dengan orang lain yang tugasnya menawar
dagangan penjual tersebut dengan harga tinggi untuk menipu pengunjung

28
Ahmad bin Ali As-Syafii, Bulughul Maram min Adillati Al-Ahkam, (Jakarta: Daar Al-
Kutub Al-Islamiyah, 2002).hal.148.

19
lainnya. Hal ini bertujuan untuk menaikkan harga barang dan menambah
jumlah keuntungan namun dengan cara menipu.

‫َحدَّثَنَا َعْب ُد اللَِّو بْ ُن َم ْسلَ َم َة َحدَّثَنَا َمالِ ٌ َع ْن َافِ ٍع َع ْن ابْ ِن عُ َمَر َر ِض َي اللَّوُ َعْن ُه َما قَ َال َ َهى‬

ِ ْ َّ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َع ْن الن‬ ُّ ِ‫الن‬


َ ‫َِّب‬
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah telah
menceritakan kepada kami Malik dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radhiyallahu
'anhuma berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari
menambahkan harga barang dagangan yang menganudng unsur penipuan
terhadap orang lain. (Muttafaq Alaihi).
7. Jual Beli Dengan Memaksa
Jika seseorang dipaksa untuk melakukan jual beli, maka jual beli tersebut
tidak sah. Rasulullah SAW Bersabda:
ِ ِ ‫َحدَّثَنَا ُى َشْي ٌم أَْبَأََا أَبُو َع ِام ٍر الْ ُمَِ ُّ َحدَّثَنَا َشْي ٌ ِم ْن بَِِن َمتِي ٍم قَ َال‬
ُ‫َ طَبَ نَا َعل ّّي َرض َي اللَّو‬
ِ ِ ُّ ‫َّاس زما ٌن عضوض ي ع‬ ِ
ْ‫ض الْ ُموس ُر َعلَى َما ِِف يَ َديْو قَ َال َوََل‬ َ َ ٌ ُ َ ََ ِ ‫َعْنوُ أ َْو قَ َال قَ َال َعل ّّي يَأِِْت َعلَى الن‬

ْ ‫يُ ْ َم ْر بِ َذلِ َ قَ َال اللَّوُ َعَّ َو َج َّل{ َوََل تَ ْن َس ْوا الْ َف‬
‫ض َل بَْي نَ ُك ْم} َويَْن َه ُد ْااَ ْشَر ُار َويُ ْستَ َذ ُّل ْااَ ْ يَ ُار‬

‫ين َو َع ْن‬ ْ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َع ْن بَْي ِع الْ ُم‬


َ ‫ضطَّْر‬
ِ ُ ‫ضطَُّرو َن قَ َال وقَ ْد َهى رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ َ ْ ‫َويُبَايِ ُع الْ ُم‬

‫بَْي ِع الْ ََرِر َو َع ْن بَْي ِع الث ََّمَرِة قَ ْب َل أَ ْن تُ ْد ِرَك‬


Telah menceritakan kepada kami Husyaim telah menceritakan
kepada kami Abu 'Amir Al Muzani telah menceritakan kepada kami
seorang syaikh dari Bani Tamim berkata; Ali Radliallah 'anhu
menyampaikan hutbah di hadapan kami, atau Ali Radliallah 'anhu berkata;
"Akan datang suatu masa yang keras lagi penuh kezaliman, orang orang
yang bakhil akan menahan apa yang ada di tangannya, padahal mereka
tidak diperintahkan demikian, karena Allah 'azza wajalla berfirman: (Dan

29
Ibid, hal. 147.

20
janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu.) Orang-orang yang
jahat akan bangkit, orang-orang pilihan akan dihinakan, dan orang-orang
yang dalam kesempitan terpaksa untuk berjual beli." Ali Radliallah 'anhu
berkata; "Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang hal itu,
yaitu jual beli bagi orang yang terpaksa dan jual beli yang mengandung
unsur penipuan serta jual beli buah sebelum layak panen." (H.R. Ahmad
893).
8. Jual Beli Mukhadarah
Yaitu jual beli buah yang belum nampak atau jelas buahnya. Rasulullah
melarang jual beli buah sebelum diketahui keberadaan buah tersebut
seperti apa. Jual beli seperti ini dilarang karena mengandung unsur
penipuan dan dapat merugikan pihak tertentu. Jual beli buah-buahan yang
belum masak atau masih ada pada pohonnya dilarang karena belum tentu
kemungkinan buah-buahan tersebut bisa saja ditiup angin kencang atau
tidak masak karena tangkainya mati. Rasulullah SAW Bersabda:

‫ت ابْ َن عُ َمَر َر ِض َي اللَّوُ َعْن ُه َما‬ ِ ِ ِ


ُ ‫َحدَّثَنَا َح َّ ا ٌ َحدَّثَنَا ُش ْعبَةُ أَ ْ بَ َرِ َعْب ُد اللَّو بْ ُن دينَا ٍر ََس ْع‬
‫ص ََل ُح َها َوَكا َن إِ َذا ُسئِ َل َع ْن‬ ِ
َ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َع ْن بَْي ِع الث ََّمَرِة َح ََّّت يَْب ُد َو‬ ُّ ِ‫َ َهى الن‬
َ ‫َِّب‬
ِ
ُ‫اىتُو‬
َ ‫ب َع‬
َ ‫ص ََلح َها قَ َال َح ََّّت تَ ْذ َى‬
َ
Telah menceritakan kepada kami Hajjaj telah menceritakan kepada
kami Syu'bah telah mengabarkan kepada saya 'Abdullah bin Dinar; Aku
mendengar Ibnu'Umar radhiyallahu 'anhuma (berkata,): Nabi shallallahu
'alaihi wasallam melarang menjual kurma sampai nampak kebaikannya
(matang) dan bila ditanya tentang kebaikannya Beliau menjawab bila
hama (suatu yang nampak sebagai resiko) sudah hilang". (H.R. Bukhari
1391).
9. Jual Beli Barang Yang Diharamkan
Jual beli barang yang diharamkan seperti darah, bangkai, babi, khamar dan
sebagainya. Barang-barang ini diharamkan berdasarkan Firman Allah
SWT, misalnya dalam surat An-Nahl ayat 115

21
              

        

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan)


bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut
nama selain Allah; tetapi Barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan
tidak Menganiaya dan tidak pula melampaui batas, Maka Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Rasulullah SAW Bersabda:

ٍ َ‫يب َع ْن َعطَ ِاء بْ ِن أَِِب َرب‬


‫اح َع ْن َجابِ ِر بْ ِن َعْب ِد‬ ٍ ِ‫َحدَّثَنَا قُتَ ْيبَةُ َحدَّثَنَا اللَّْي ُ َع ْن يَِ َيد بْ ِن أَِِب َحب‬

ُ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُق‬


َ‫ول َع َام الْ َفتْ ِ َو ُى َو ِمبَ َّكة‬ ِ َ ‫اللَِّو ر ِضي اللَّو عنْ هما أََّو ََِسع رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ ُ َُ َ ُ َ َ
ْ ‫إِ َّن اللَّ َو َوَر ُسولَوُ َحَّرَم بَْي َع‬
‫اخلَ ْم ِر‬
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah Telah menceritakan
kepada kami Al Laits dari Yazid bin Abu Habib dari 'Atha' bin Abu Rabah
dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhuma, ia mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda pada tahun penaklukan Makkah yang
ketika itu beliau di Makkah: "Allah dan Rasulnya mengharamkan jual beli
Khamar (minuman keras). (H.R. Bukhari).
10. Jual Beli Barang Yang Tidak Dimiliki atau Tidak Ada Wujudnya
Misalnya, seorang pembeli dating kepada seorang pedagang mencari
barang tertentu. Adapun barang yang dicari tidak ada pada pedagang itu.
Kemudian antara pedagang dan pembeli saling sepakat untuk melakukan
akad dan menentukan harga dengan dibayar sekarang ataupun nanti,
sementara barang belum menjadi hak milik pedagang atau penjual.
Pedagang tadi kemudian pergi membeli barang yang dimaksud dan
menyerahkan kepada pembeli. Rasulullah SAW Bersabda:

22
‫اى َ َع ْن َح ِكي ِم بْ ِن ِحَ ٍام قَ َال‬ ِ
ُ ُ‫َّد َحدَّثَنَا أَبُو َع َوا ََة َع ْن أَِِب ب ْش ٍر َع ْن ي‬
َ ‫وس َ بْ ِن َم‬ ٌ ‫َحدَّثَنَا ُم َسد‬

‫وق فَ َق َال ََل تَبِ ْع‬ ُّ ‫س ِعْن ِدي أَفَأَبْتَاعُوُ لَوُ ِم ْن‬
ِ ‫الس‬ ِ ُ ‫الرجل فَ ُِي‬
َ ‫يد م ِّْن الْبَ ْي َع لَْي‬
ِ ِ َ ‫يا رس‬
ُ ُ ُ َّ ‫ول اللَّو يَأْت ِيِن‬ َُ َ
‫س ِعْن َد َك‬
َ ‫َما لَْي‬
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami Abu 'Awanah dari Abu Bisyr dari Yusuf bin Mahik dari
Hakim bin Hizam ia berkata, "Wahai Rasulullah, seorang laki-laki datang
kepadaku ingin membeli sesuatu yang tidak aku miliki, apakah boleh aku
membelikan untuknya dari pasar? Beliau bersabda: "Janganlah engkau
menjual apa yang tidak engkau miliki!". (H.R. Abu Daud).
11. Jual Beli „Inah
Yaitu seseorang menjual barang kepada orang lain dengan pembayaran
dibelakang, kemudian orang tersebut membeli barang itu lagi dari pembeli
tadi dengan harga yang lebih murah tetapi dengan pembayaran kontan
yang diserahkan kepada pembeli. Ketika sudah jatuh tempo pembayaran,
dia meminta pembeli membayar penuh sesuai harga yang ditentukan saat
dia membeli barang. Rasulullah melarang hal demikian, disebutkan dalam
sabdanya:
ٍ ‫ي أَ ْ بَ رَا ابْن و ْى‬
‫ب أَ ْ بَ َرِ َحْي َوةُ بْ ُن ُشَريْ ٍ ح و َحدَّثَنَا‬ َ ُ َ ُّ ‫َحدَّثَنَا ُسلَْي َما ُن بْ ُن َد ُاوَد الْ َم ْه ِر‬
ِ ‫جع َفر بن مسافِ ٍر التّْن‬
‫ّْيس ُّي َحدَّثَنَا َعْب ُد اللَِّو بْ ُن ََْي ََي الْبُ ُرلُّ ِس ُّي َحدَّثَنَا َحْي َوةُ بْ ُن ُشَريْ ٍ َع ْن‬ َ ُ ُْ ُ َْ

ُ‫اساِ َّ َح َّدثَو‬ َّ ‫اساِ ّْ أ‬


َ ‫َن َعطَاءً ا ْخلَُر‬ َّ ‫الر ْْحَ ِن قَ َال ُسلَْي َما ُن َع ْن أَِِب َعْب ِد‬
َ ‫الر ْْحَ ِن ا ْخلَُر‬ َّ ‫إِ ْس َ َق أَِِب َعْب ِد‬

ُ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُق‬


‫ول إِ َذا تَبَايَ ْعتُ ْم‬ ِ َ ‫َن َافِعا ح َّدثَو عن اب ِن عمر قَ َال ََِسعت رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ ُ ْ َ َ ُ ْ ْ َ ُ َ ً َّ ‫أ‬
ِ ِ ِ ِ ِ
ُ‫اب الْبَ َق ِر َوَرضيتُ ْم بِالَّ ْرِع َوتََرْكتُ ْم ا ْْل َه َاد َسلَّ َط اللَّوُ َعلَْي ُك ْم ذَُِّل ََل يَْن ِعُو‬
َ َ ‫بالْعينَة َوأَ َ ْذ ُُْت أَ ْذ‬
ِ ِْ ‫َح ََّّت تَ ْرِجعُوا إِ َ ِدينِ ُك ْم َق َال أَبُو َد ُاود‬
ُ‫اا ْ بَ ُار ْلَ ْع َف ٍر َوَى َذا لَ ْف ُو‬

23
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Daud Al Mahri
telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku
Haiwah bin Syuraih. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan
kepada kami Ja'far bin Musafir At Tinnisi telah menceritakan kepada kami
Abdullah bin Yahya Al Burullussi telah menceritakan kepada kami
Haiwah bin Syuraih dari Ishaq bin Abu Abdurrahman dan Sulaiman
berkata dari Abu Abdurrahman Al Khurasani bahwa 'Atha Al Khurasani
menceritakan kepadanya bahwa Nafi' telah menceritakan kepadanya dari
Ibnu Umar ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Jika kalian berjual beli secara cara 'inah, mengikuti
ekor sapi, ridha dengan bercocok tanam dan meninggalkan jihad, maka
Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan
mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian."
Abu Daud berkata, "Ini adalah riwayat Ja'far, dan hadits ini adalah
lafadznya." (H.R. Abu Daud)
12. Jual Beli Muhaqalah
Yaitu jual beli tanaman yang masih ada di ladang atau sawah. Jual beli
seperti ini dilarang Rasulullah SAW.

‫س قَ َال َح َّدثَِِن أَِِب قَ َال َح َّدثَِِن إِ ْس َ ا ُق بْ ُن أَِِب‬ ٍ ُ َ ‫َحدَّثَنَا إِ ْس‬


َ ُ‫اق بْ ُن َو ْىب َحدَّثَنَا عُ َم ُر بْ ُن يُو‬
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو‬ ِ ُ ‫س ب ِن مالِ ٍ ر ِضي اللَّو عْنو أََّو قَ َال َهى رس‬ ُّ ‫صا ِر‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ ُ ُ َ ُ َ َ َ ْ ِ ََ‫ي َع ْن أ‬ َ ْ َ‫طَلْ َ َة ْاا‬
‫اضَرِة َوالْ ُم ََل َم َس ِة َوالْ ُمنَابَ َذ ِة َوالْ ُمَابَنَ ِة‬ ِ
َ َ ‫َو َسلَّ َم َع ْن الْ ُم َ اقَلَة َوالْ ُم‬
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Wahab telah
menceritakan kepada kami 'Umar bin Yunus berkata, telah menceritakan
kepada saya bapakku telah menceritakan kepada saya Ishaq bin Abi
Thalhah Al Anshari dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu bahwa dia
berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari Al
Muhaaqalah (jual beli buah yang masih ditangkai dengan gandum), Al
Mukhodharoh (jual beli buah atau biji-bijian sebelum matang), Al
Mulaamasah (terjadi jual beli jika calon pembeli memegang barang

24
dagangan), Al Munaabadzah (jual beli dengan melempar barang
dagangan) dan Al Muzaabanah (jual beli kurma yang masih dipohon
dengan kurma yang sudah dipetik). (H.R. Bukhari).
13. Jual Beli Muzabanah
Yaitu jual beli buah basah dengan harga buah yang sudah kering, atau
menjual padi yang masih basah dengan harga padi yang sudah kering. Hal
ini dilarang karena padi atau biji-bijian yang masih basah akan membuat
timbangan menjadi lebih berat dibandingkan dengan biji-bijian yang sudah
kering. Atau juga menjual kurma yang masih dipohon dengan kurma yang
sudah dipetik.

َّ ‫ااُلْ َواِ ُّ َحدَّثَنَا أَبُو تَ ْوبَةَ َحدَّثَنَا ُم َعا ِويَةُ َع ْن ََْي ََي بْ ِن أَِِب َكثِ ٍُي أ‬
‫َن يَِ َيد بْ َن‬ ْ ‫ااَ َس ُن‬
ْ ‫و َحدَّثَنَا‬

‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَنْ َهى َع ْن‬ ِ َ ‫َن جابِر بن عب ِد اللَِّو أَ ب رىأََّو ََِسع رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ ُ ُ ََ ْ ْ َ َ ْ َ َ َّ ‫ُ َعْي ٍم أَ ْ بَ َرهُ أ‬
‫ول كَِراءُ ْاا َْر‬ ْ ‫ااُُقولَِف َق َال َجابُِر بْ ُن َعْب ِد اللَِّو الْ ُمَابَنَةُ الث ََّم ُر بِالت َّْم ِر َو‬
ُ ‫ااُُق‬ ْ ‫الْ ُمَابَنَ ِة َو‬
Dan telah menceritakan kepada kami Al Hasan Al Hulwani telah
menceritakan kepada kami Abu Taubah telah menceritakan kepada kami
Mu'awiyah dari Yahya bin Abi Katsir bahwa Yazid bin Nu'aim telah
mengabarkan kepadanya, bahwa Jabir bin Abdullah telah mengabarkan,
bahwa dia pernah mendengar Rasulullah Shallallu 'alaihi wa sallam
melarang jual beli secara muzabanah dan huqul." Jabir bin Abdullah
menjelaskan; "Muzabanah adalah menjual kurma basah dengan kurma
kering, sedangkan huqul adalah menyewakan tanah (dengan memungut
hasil tanaman setelah dipanen). (H.R. Muslim)
14. Jual Beli Munabadzah
Yaitu jual beli dengan melempar barang yang akan dijual. Barang yang
dilempar oleh penjual kemudian ditangkap oleh pembeli, tanpa mengetahui
apa yang akan ditangkap itu. Jual beli seperti ini tidak sah karena akan
menimbulkan penipuan dan adanya ketidak tahuan juga dapat merugikan
pihak tertentu.

25
15. Jual Beli Mulamasah
Yaitu apabila sesorang mengusap baju atau kain tertentu maka diharuskan
membelinya. Mulamasah artinya adalah sentuhan. Maksudnya jika
seseorang berkata: “Pakaian yang sudah kamu sentuh maka sudah menjadi
milikmu dengan harga sekian”. atau “Barang yang sudah kamu buka berate
menjadi milikmu denga harga sekian”. Hal demikian dilarang karena tidak
ada kejelasan dari sifat barang yang harus diketahui oleh calon pembeli.
Dan didalamnya terdapat unsure pemaksaan.
16. Jual Beli Dengan Penimbunan Barang
Yaitu seseorang membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat kemudian
menyimpannya, sehingga barang tersebut berkurang dipasaran dan
mengakibatan peningkatan harga. Penimbunan seperti ini dilarang karena
dapat merugikan orang lain dengan kelangkaannya atau sulit didapat dan
harganya tinggi. Dengankata lain, penimbun mendapatkan keuntungan
yang besar dibawah penderitaan orang lain. Rasulullah melarang
penimbunan sebagaimana sabdanya:
ٍ َ‫َحدَّثَنَا َعْب ُد اللَِّو بْن َمسلَمةَ بْ ِن قَ ْعن‬
‫ب َحدَّثَنَا ُسلَْي َما ُن يَ ْع ِِن ابْ َن بََِل ٍل َع ْن ََْي ََي َو ُى َو ابْ ُن‬ َ ْ ُ
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو‬ ِ ُ ‫َن معمرا قَ َال قَ َال رس‬ ِ َّ‫يد بْن الْمسي‬ِ ٍِ
َ ‫ول اللَّو‬ َُ ً َ ْ َ َّ ‫ّْث أ‬
ُ ‫ب َُيَد‬ َ ُ ُ ُ ‫َسعيد قَ َال َكا َن َسع‬
‫يد فَِإ َّ َ ََْتتَ ِك ُر قَ َال َسعِي ٌد إِ َّن َم ْع َمًرا الَّ ِذي َكا َن‬
ٍ ِ‫اط فَ ِقيل لِسع‬
ِ
ْ ‫َو َسلَّ َم َم ْن‬
َ َ ٌ َ ‫احتَ َكَر فَ ُه َو‬
‫ااَ ِدي َ َكا َن ََْيتَ ِك ُر‬
ْ ‫ّْث َى َذا‬
ُ ‫َُيَد‬
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah bin
Qa'nab telah menceritakan kepada kami Sulaiman -yaitu Ibnu Bilal- dari
Yahya -yaitu Ibnu Sa'id- dia berkata, " Sa'id bin Musayyab menceritakan
bahwa Ma'mar berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa menimbun barang, maka dia berdosa." (H.R. Muslim).
17. Jual Beli Sperma Binatang Jantan
Rasulullah SAW melarang seseorang menjual sperma binatang jantan yang
digunakan untuk membuahi binatang betina. Sebagaimana sabdanya:

26
‫يم َع ْن َعلِ ّْي بْ ِن ا ْاَ َك ِم َع ْن َافِ ٍع َع ْن‬ ِ ِ
َ ‫يل بْ ُن إبَْراى‬
ِ ِ ِِ
ُ ‫َّد َحدَّثَنَا َعْب ُد الْ َوارث َوإ َْسَاع‬
ٌ ‫َحدَّثَنَا ُم َسد‬
ِ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو و َسلَّم َع ْن َعس‬
‫ب الْ َف ْ ِل‬ ِ
ُّ ِ‫ابْ ِن عُ َمَر َرض َي اللَّوُ َعْن ُه َما قَالَنَ َهى الن‬
َ ‫َِّب‬
ْ َ َ
Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami 'Abdul Warits dan Isma'il bin Ibrahim dari 'Ali bin Al Hakam
dari Nafi' dari Ibnu'Umar radhiyallahu 'anhuma berkata; Nabi shallallahu
'alaihi wasallam telah melarang uang bayaran Sperma hewan jantan. (H.R.
Bukhari).

H. Prinsip-prinsip Jual Beli


Berbagai penjelasan tentang jual beli diatas dimaksudkan agar aktivitas jual
beli sesuai dengan prinsip-prinsip jual beli dalam Islam. Secara garis besar
prinsip-prinsip itu adalah:
1. Prinsip Keridhoan atau suka sama suka. Prinsip ini menunjukkan bahwa
segala bentuk aktivitas perdagangan dan jual beli tidak boleh dilakukan
dengan paksaan, penipuan, kecurangan, intimidasi dan praktik-praktik
yang dapat menghilangkan kebebasan, kebenaran dan kejujuran dalam
transaksi ekonomi. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa
ayat 29.

           

   

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
2. Takaran dan timbangan yang benar. Dalam perdagangan nilai timbangan dan
ukuran yang tepat dan standar benar-benar harus diutamakan. Padahal Islam telah
meletakkan penekanan penting dari faedah memberikan timbangan dan ukuran

27
yang benar. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat Al-Muthafifin
ayat 1-7.

            

             

          

Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-


orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain,
mereka mengurangi. tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa
Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar,
(yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?
sekali-kali jangan curang, karena Sesungguhnya kitab orang yang durhaka
tersimpan dalam sijjin.
3. I‟tikad Baik. Islam tidak hanya menekankan agar memberikan timbangan
dan ukuran yang penuh, tapi juga dapat menunjukkan I‟tikad yang baik
dalam transaksi bisnis, karena hal ini dianggap sebagai hakikat bisnis. 30
Mengenai masalah ini terdapat perintah dalam Al-Qur‟an untuk membina
hubungan baik dalam usaha, semua perjanjian harus dinyatakan tertulis,
karena yang demikian itu dapat menguatkan persaksian serta encegah
timbulnya keragu-raguan. Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. Al-Baqarah ayat
282:

            

             

30
M. Abdul Mannan, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, hal.288.

28
               

             

            

            

               

            

               

               

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak


secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia
menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa
yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya,
dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang
berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia
sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi
dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka
(boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang

29
kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang
mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan)
apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu,
baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang
demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan
lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah
mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika)
kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan
(yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada
dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah
Maha mengetahui segala sesuatu.

I. Kesimpulan
Umat Muslim memang dianjurkan untuk menjadi kaya, salah satunya yaitu
dengan cara berdagang atau praktek jual beli, seperti yang disebutkan dalam Al-
Qur‟an bahwasanya Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Namun, bukan berarti seorang muslim hanya mementingkan kekayaan secara
materi di dunia saja, sehingga dalam mencari materi tidak mengetahui batasan-
batasan yang ada dalam ajaran Islam.
Islam memberikan pondasi pada kehidupan ummatnya, yaitu segala
aktivitas di dunia ini harus sesuai ajaran agama Islam. Ada beberapa pondasi
dalam jual beli yang harus dipahami yaitu: Tauhid, bahwa segala aktivitas jual
beli semata-mata untuk ibadah kepada Allah. Dalam berbisnis kita juga
diwajibkan terhindar dari riba.
Selain rukun dan syarat dalam jual beli yang harus dipenuhi, ada beberapa
macam jual beli yang dilarang dalam Islam, yaitu: jual beli dengan penipuan, jual
beli hashah, jual beli dengan menyembunyikan cacat barang, muzabanah,
munabadzah, mukhadarah, dll.

30
J. Daftar Pustaka

Al-Asqalani, Al-Hafidz Ibn Hajar, Bulughul Maram min Adillati Al-Ahkam,


Beirut: Daar Ihya Al-„Ulum, 1991
Al-Ayni, Abu Muhammad Mahmud, al-Bayyinah fii Syarh al-Hidayah, Juz VII.
Beirut: Daar al-Fikr, 1990
Al-Husayni, Taqi al-Din al-Nabhani, Transaksi Ekonomi Perspektif Hukum Islam,
Surabaya: Risalah Gusti, 1999
Al-Jazairy , Abu Bakr Jabir, Minhaj Al-Muslim, Madinah: Darussalam, 1964
Al-Sadlan, Shalih Ibn Ghanim, Risalah Fii al-Fiqh al-Muyassar, Beirut: Daar el-
Fikr, 2001
Azzam, Abdul Aziz Muhammad, Fikih Muamalah, Jakarta: Amzah, 2010
Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000
Jama‟ah min Ulama Tafsir, Al-Mukhtashar fii Tafsir Al-Qur’an Al-Karim,
Riyadh: Markaz Tafsir Lid Diraasatil Qur‟aniyyah, 2012
Mannan, M. Abdul, Teori dan Praktik Ekonomi Islam,
Mas‟ud, Ibnu, dan Zainal Abidin, Fiqih Madzhab Syafi’i. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003
Muhammad, Abu Bakr, Terjemah Subulussalam, Surabaya: Al-Ikhlas, 1995
Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjan Dalam Islam,
Jakarta: Sinar Grafika, 1994
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah, Jilid III Beirut: Daar al Fikr, 2003
Syafe‟I, Rachmad, Fiqh Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001
Yunus, Mahmud, Kamus Bahasa Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penerjemah Penafsir Al-Qur‟an, 1982
Zainuddin, Fath Al-Mu’in, Beirut: daar al-Kutub al-Arabiyyah
Zuhaili, Wahbah, At-Tafsir Al-Wajiz, Damaskus: Daar Al-Fikr, 1996
Afifi, Muhammad, Abdul Hafiz, Fiqih Imam Syafi‟I , Jakarta: Almahira, Cet. Ke-
1, 2010

31

Anda mungkin juga menyukai