Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga


Auris (telinga) dibedakan atas bagian luar, tengah, dan dalam. Auris
berfungsi ganda : untuk keseimbangan dan untuk pendengaran. Membran timpani
memisahkan auris eksterna dari auris media atau kavum timpani. Tuba auditiva
(tuba Eustachius) menghubungkan telinga dengan nasofaring.

Gambar 1. Anatomi telinga

1. Telinga Luar1

Telinga luar terdiri aurikula, meatus akustikus eksernus, dan membran


timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar,

3
sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya
kira-kira 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak
kelenjar serumen dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang
telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.
Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang
di sebelah medial. Seringkali terdapat penyempitan liang telinga pada perbatasan
tulang dan tulang rawan tersebut. sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis
terletak di depan liang telinga, sementara prosesus mastoideus terletak
dibelakangnya. Saraf fasialis meninggalkan foramen stilomastoideus dan berjalan
ke lateral menuju prosesus stiloideus di posterior liang telinga, dan kemudian
berjalan di bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis. Rawan liang
telinga merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan untuk mencari
saraf fasialis; patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.
Batas-batas MAE antara lain;
Anterior : Fossa mandibular, parotis
Posterior : Mastoid
Superior : Resessus epitimpanikum, kranial
Inferior : Parotis

2. Telinga Tengah
Auris media terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis. Auris media
terdiri dari kavum timpani, yakni rongga yang terletak langsung di sebelah dalam
membran timpani, dan recessus epitimpanikus. Ke depan auris media
berhubungan dengan nasofaring melalui tuba auditiva. Ke arah posterosuperior
kavum timpani berhubungan dengan cellulae mastoidea melalui antrum
mastoideum. Kavum timpani dilapisi membran mukosa yang bersinambungan
dengan membran mukosa pelapis tuba auditiva, cellulae mastoidea, dan antrum
mastoideum.

4
a. Dinding-dinding Auris Media (Cavum Timpanica)

Auris media yang berbentuk seperti kotak sempit, memiliki sebuah atap,
sebuah dasar, dan empat dinding. Atapnya (dinding tegmental) dibentuk oleh
selembar tulang yang tipis, yaitu
tegmen timpani, yang
memisahkan cavum timpanica
dari dura pada dasar fossa cranii
media. Dasarnya (dinding
jugular) dibentuk oleh selapis
tulang yang memisahkan cavum
timpanica dari bulbus superior
vena jugularis interna. Dinding
lateral (bagian berupa selaput)
dibentuk hampir seluruhnya oleh
membrana timpanica; di sebelah
superior, dinding ini dibentuk
oleh dinding lateral recessus
Gambar 2. Kavum Timpani epitimpanicus yang berupa
tulang (manubrium mallei
terbaur dalam membrana timpanica, dan caput mallei menonjol ke dalam recessus
epitimpanicus).

Dinding medial atau dinding labirintal memisahkan kavum timpani dari


auris interna. Dinding anterior (dinding karotid) memisahkan kavum timpani dari
canalis carotis, pada bagian superior dinding ini terdapat ostium pharyngeum
tubae auditoriae dan terusan musculus tensor timpani. Dinding posterior (dinding
mastoid) dihubungkan dengan antrum mastoid melalui aditus dan selanjutnya
dengan cellulae mastoideus; ke arah anteroinferior antrum mastoideum
berhubungan dengan canalis facialis.

5
b. Tuba Auditiva (tuba Eustachius)

Tuba auditiva menghubungkan kavum timpani dengan nasopharynx;


muaranya disini terdapat di bagian belakang meatus nasalis inferior pada cavum
nasi. Bagian sepertiga posterior tuba auditiva terdiri dari tulang dan sisanya
berupa tulang rawan. Tuba auditiva dilapisi membran mukosa yang ke posterior
sinambung dengan membran mukosa nasopharynx. Tuba auditiva berfungsi
sebagai pemerata tekanan dalam auris media dan tekanan udara lingkungan, dan
dengan demikian menjamin bahwa membran timpani dapat bergerak secara bebas.
Dengan memungkinkan udara memasuki dan meninggalkan cavum timpani,
tekanan di kedua sisi membran timpani disamakan.

c. Ossicula Auditoria

Ossicula auditoria (malleus, incus, dan stapes) membentuk sebuah


rangkaian tulang yang teratur melintang di dalam kavum timpani, dari membranan
timpanica ke fenestra vestibuli. Malleus melekat pada membran timpani, dan
stapes menempati fenestra vestibuli. Incus terdapat di antara dua tulang tersebut
dan bersendi dengan keduanya. Ossicula auditoria dilapisi membran mukosa yang
juga melapisi cavum timpani.
Bagian superior malleus yang agak membulat, yakni caput mallei, terletak
di dalam recessus epitimpanicus. Collum mallei terdapat pada bagian membran
timpani yang kendur, dan manubrium mallei tertanam di dalam membran timpani
dan bergerak bersamanya. Caput mallei bersendi dengan incus, dan tendo
musculus tensor timpani berinsersi pada manubrium mallei. Chorda timpani
menyilang permukaan medial collum mallei.
Corpus incudis yang besar, terletak di dalam recessus epitimpanicus dan
disini bersendi dengan caput mallei. Crus longum incudis bersendi dengan stapes,
dan crus breve incudis berhubungan dengan dinding posterior cavum timpani
melalui sebuah ligamentum. Basis stapedis, tulang pendengar terkecil, menempati
fenestra vestibuli pada dinding medial cavum timpani. Capur stapedis yang
mengarah ke lateral, bersendi dengan incus.

6
Malleus berfungsi sebagai pengungkit yang lengan panjangnya melekat
pada membran timpani. Basis stapedis berukuran jauh lebih kecil daripada
membran timpani. Akibatnya ialah bahwa gaya getar stapes 10 kali gaya getar
membran timpani. Maka, ossicula auditoris meningkatkan gaya getaran, tetapi
menurunkan amplitudi getaran yang disalurkan dari membran timpani.
Terdapat dua otot menggerakkan ossicula auditoris dan dengan demikian
mempengaruhi membran timpani, yaitu : musculus tensor timpani dan musculus
stapedius. Musculus tensor timpani berinsersi di manubrium mallei dipersarafi
oleh nervus mandibullaris, menarik manubrium mallei ke medial, menegangkan
membran timpani, dan mempersempit amplitudo getarannya. Ini cenderung
mencegah terjadinya kerusakan pada auris interna sewaktu harus menerima bunyi
yang keras. Musculus stapedius berinsersi di collum stapedis dipersarafi oleh
nervus cranialis VII, menarik stapes ke posterior dan menjungkitkan basis
stapedis pada fenestra vestibuli, dan dengan demikian menarik ketat ligamentum
annulare stapediale dan memperkecil amplitudo getaran. Otot ini juga mencegah
terjadinya gerak stapes yang berlebih.

3. Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibulir yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.

7
Gambar 3. Organ telinga dalam

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan


membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus
koklearis) diantaranya.
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala media
berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah kalium,
sedangkan endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium. Hal ini penting
untuk pendengaran.
Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s
Membran) sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak organ corti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme
saraf perifer pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam
(3000) dan tiga baris sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat
lubang-lubang lengan horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-
sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel
rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada
suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular,
dikenal sebagai membran tektoria. Membran tektoria disekresi dan disokong oleh
suatu panggung yang terletak di medial disebut sebagai limbus.

8
Gambar 4. Skala vestibuli, skala media, dan skala timpani

2.2 Penyakit pada Telinga


Berdasarkan penyebabnya, penyakit pada telinga dapat diklasifikasikan
menjadi penyakit telinga kongenital, trauma, radang/infeksi, metabolik,
neoplasma, vaskuler, dan neurologis. Kelainan pada telinga dapat menyebabkan
tuli konduktif atau tuli sensorineural. Tuli konduktif disebabkan oleh kelainan
yang terdapat di telinga luar atau telinga tengah. Tuli sensorineural dibagi menjadi
tuli sensorineural koklea dan retrokoklea.

Kelainan di telinga tengah yang dapat menyebabkan tuli konduktif ialah


tuba datar/ sumbatan tuba Eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis,
hemotimpanum dan dislokasi tulang pendengaran. Salah satu kelainan telinga
tengah yang paling sering adalah otitis media. Otitis media adalah peradangan
sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid
dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis

9
media nonsupuratif (otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media
musinosa, otitis media efusi/OME). Masing-masing golongan mempunyai bentuk
akut dan kronis, yaitu otitis media supuratif akut (otitis media akut = OMA) dan
otitis media supuratif kronis (OMSK/ OMP). Bila OMA berlanjut dengan
keluarnya sekret dari telinga tengah lebih 3 minggu, maka keadaan ini disebut
otitis media supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih
dari satu setengah bulan atau dua bulan,maka keadaan ini otitis media supuratif
kronis (OMSK).

OMSK Benigna

OMSK Maligna

Gambar 5. Klasifikasi Otitis media

OMSK didahului OMA, maka penjelasan tentang patofisiologi OMSK,


akan dijelaskan dengan patofisiologi terjadinya OMA. OMA biasanya disebabkan
oleh infeksi di saluran nafas atas (ISPA), umumnya terjadi pada anak karena
keadaan tuba Eustachius pada anak berbeda dengan orang dewasa. Tuba eustakius
pada anak lebih pendek, lebih horizontal dan relatif lebih lebar daripada dewasa.

10
Gambar 6. Patofisiologi Otitis media

Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut Otitis media


perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari adalah congek. Otitis media
supuratif kronik ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran
timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus-menerus atau hilang
timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis OMSK
terbagi atas 2 jenis:
a. OMSK tipe Benigna
Proses peradangannya terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak
mengenai tulang. Perforasi terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe benigna
jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benigna tidak
terdapat kolesteatoma.
b. OMSK tipe Maligna
Merupakan OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Kolesteatoma
adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Kolesteatom
dapat dibagi atas 2 tipe yaitu kongenital dan didapat. OMSK tipe maligna dikenal

11
juga dengan OMSK tipe berbahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK
tipe maligna letaknya di atik atau marginal, kadang-

kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi yang


berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe maligna.

Tabel 1. Perbedaan OMSK benigna dan OMSK maligna

2.3 Kolesteatoma

2.3.1 Definisi
Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel
(keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma
bertambah besar. Istilah kolesteatoma mulai diperkenalkan oleh Johannes Muller
pada tahun 1838 karena disangka kolesteatoma merupakan suatu tumor, yang
kemudian ternyata bukan.
Kolesteatoma terdiri dari epitel skuamosa yang terperangkap di dalam
basis cranii. Epitel skuamosa yang terperangkap di dalam tulang temporal, telinga
tengah, atau tulang mastoid hanya dapat memperluas diri dengan mengorbankan
tulang yang mengelilinginya. Akibatnya, komplikasi yang terkait dengan semakin
membesarnya kolesteatoma adalah termasuk cedera dari struktur-struktur yang
terdapat di dalam tulang temporal. Kadang-kadang, kolesteatomas juga dapat
keluar dari batas-batas tulang temporal dan basis cranii.

12
2.3.2 Epidemiologi
Insiden kolesteatoma tidak diketahui, tetapi kolesteatoma merupakan
indikasi yang relatif sering pada pembedahan otologi. Insidens tertinggi
kolesteatoma pada telinga tengah dijumpai pada usia kurang dari 50 tahun, dan
insidens kolesteatom pada telinga luar umumnya dijumpai pada usia 40-70
tahun.Akan tetapi kolesteatoma tetap menjadi penyebab umum relatif tuli
konduktif sedang pada anak-anak dan orang dewasa.

2.3.3 Patogenesis dan Klasifikasi


Banyak teori dikemukakan oleh para ahli tentang patogenesis
kolesteatoma, antara lain teori invaginasi, teori migrasi, teori metaplasi dan teori
implantasi. Teori tersebut akan lebih mudah dipahami bila diperhatikan definisi
kolesteatoma menurut Gray (1964) yang mengatakan bahwa kolesteatoma adalah
epitel kulit yang berada pada tempat yang salah. Epitel kulit liang telinga
merupakan suatu daerah cul-de-sac sehingga apabila terdapat serumen padat di
liang telinga dalam waktu yang lama, maka dari epitel kulit yang berada medial
dari serumen tersebut seakan terperangkap sehingga membentuk kolesteatoma.
Kolesteatoma dapat dibagi atas dua jenis menurut etiologinya :

1. Kolesteatoma kongenital

Gambar. Kolesteatoma kongenital.


Tampak massa putih di belakang
membran timpani yang intak

Kolesteatoma kongenital terbentuk sebagai akibat dari epitel skuamosa


terperangkap di dalam tulang temporal selama embriogenesis, ditemukan pada

13
telinga dengan membran timpani utuh tanpa ada tanda-tanda infeksi. Lokasi
kolesteatoma biasanya di mesotimpanum anterior, daerah petrosus mastoid atau di
cerebellopontin angle. Kolesteatoma di cerebellopontin angle sering ditemukan
secara tidak sengaja oleh ahli bedah saraf.
Penderita sering tidak memiliki riwayat otitis media supuratif kronis yang
berulang, riwayat pembedahan otologi sebelumnya, atau perforasi membran
timpani. Kolesteatoma kongenital paling sering diidentifikasi pada anak usia dini
(6 bulan – 5 tahun). Saat berkembang, kolesteatoma dapat menghalangi tuba
Eustachius dan menyebabkan cairan telinga tengah kronis dan gangguan
pendengaran konduktif. Kolesteatoma juga dapat meluas ke posterior hingga
meliputi tulang-tulang pendengaran dengan mekanisme ini dapat menyebabkan
tuli konduktif.

2. Kolesteatoma akuisital
a. Kolesteatoma akuisital primer
Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani. Kolesteatoma timbul akibat proses invaginasi dari membran tymphani
pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan
tuba (Teori Invaginasi).
Kolesteatoma akuisital primer timbul sebagai akibat dari retraksi membran
timpani. Kolesteatoma akuisital primer klasik berawal dari retraksi pars flaksida
di bagian medial membran timpani yang terlalu dalam sehingga mencapai
epitimpanum. Saat proses ini berlanjut, dinding lateral dari epitimpani (disebut
juga skutum) secara perlahan terkikis, menghasilkan defek pada dinding lateral
epitimpanum yang perlahan meluas. Membran timpani terus yang mengalami
retraksi di bagian medial sampai melewati pangkal dari tulang-tulang
pendengaran hingga ke epitimpanum posterior. Destruksi tulang-tulang
pendengaran umum terjadi. Jika kolesteatoma meluas ke posterior sampai ke
aditus ad antrum dan tulang mastoid itu sendiri, erosi tegmen mastoid dengan
eksposur dura dan/atau erosi kanalis semisirkularis lateralis dapat terjadi dan
mengakibatkan ketulian dan vertigo.

14
Gambar. Kolesteatoma pada daerah
atik. Merupakan kolesteatoma akuisital
primer pada stadium paling awal.

Kolesteatoma akuisital primer tipe kedua terjadi apabila kuadran posterior


dari membran timpani mengalami retraksi ke bagian posterior telinga tengah.
Apabila retraksi meluas ke medial dan posterior, epitel skuamosa akan
menyelubungi bangunan-atas stapes dan membran timpani terteraik hingga ke
dalam sinus timpani. Kolesteatoma primer yang berasal dari membran timpani
posterior cenderung mengakibatkan eksposur saraf wajah (dan kadang-kadang
kelumpuhan) dan kehancuran struktur stapes.

b. Kolesteatoma akuisital sekunder


Merupakan kolesteatoma yang terbentuk setelah adanya perforasi
membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat masuknya epitel kulit
dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah
(Teori Migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum tymphani karena
iritasi infeksi yang berlangsung lama ( Teori Implantasi).
Kolesteatoma akuisital sekunder terjadi sebagai akibat langsung dari
beberapa jenis cedera pada membran timpani. Cedera ini dapat berupa perforasi
yang timbul sebagai akibat dari otitis media akut atau trauma, atau mungkin
karena manipulasi bedah pada gendang telinga. Suatu prosedur yang sederhana
seperti insersi tympanostomy tube dapat mengimplan epitel skuamosa ke telinga
tengah, yang akhirnya menghasilkan kolesteatoma. Perforasi marginal di bagian
posterior adalah yang paling mungkin menyebabkan pembentukan kolesteatoma.

15
Retraksi yang mendalam dapat menghasilkan pembentukan kolesteatoma jika
retraksi menjadi cukup dalam sehingga menjebak epitel deskuamasi.

2.3.4 Gejala Klinis


Gejala khas dari kolesteatoma adalah otorrhea tanpa rasa nyeri, yang
terus-menerus atau sering berulang. Ketika kolesteatoma terinfeksi, kemungkinan
besar infeksi tersebut sulit dihilangkan. Karena kolesteatoma tidak memiliki
suplai darah (vaskularisasi), maka antibiotik sistemik tidak dapat sampai ke pusat
infeksi pada kolesteatoma. Antibiotik topikal biasanya dapat diletakkan
mengelilingi kolesteatoma sehingga menekan infeksi dan menembus beberapa
milimeter menuju pusatnya, akan tetapi, pada kolestatoma terinfeksi yang besar
biasanya resisten terhadap semua jenis terapi antimikroba. Akibatnya, otorrhea
akan tetap timbul ataupun berulang meskipun dengan pengobatan antibiotik yang
agresif.
Gangguan pendengaran juga merupakan gejala yang umum pada
kolesteatoma. Kolesteatoma yang besar akan mengisi ruang telinga tengah dengan
epitel deskuamasi dengan atau tanpa sekret mukopurulen sehingga menyebabkan
kerusakan osikular yang akhirnya menyebabkan terjadinya tuli konduktif yang
berat.
Pusing adalah gejala umum relatif pada kolesteatoma, tetapi tidak akan
terjadi apabila tidak ada fistula labirin akibat erosi tulang atau jika kolesteatoma
mendesak langsung pada stapes footplate. Pusing adalah gejala yang
mengkhawatirkan karena merupakan pertanda dari perkembangan komplikasi
yang lebih serius.

Pada pemeriksaan fisik, tanda yang paling umum dari kolesteatoma adalah
drainase dan jaringan granulasi di liang telinga dan telinga tengah tidak responsif
terhadap terapi antimikroba. Suatu perforasi membran timpani ditemukan pada
lebih dari 90% kasus.

Seringkali satu-satunya temuan pada pemeriksaan fisik adalah sebuah


kanalis akustikus eksternus yang penuh terisi pus mukopurulen dan jaringan

16
granulasi. Kadangkala menghilangkan infeksi dan perbaikan jaringan granulasi
baik dengan antibiotik sistemik maupun tetes antibiotik ototopikal sangat sulit
dilakukan. Apabila terapi ototopikal berhasil, maka akan tampak retraksi pada
membran timpani pada pars flaksida atau kuadaran posterior.

2.3.5 Pemeriksaan Pencitraan


CT scan merupakan modalitas pencitraan pilihan karena CT scan dapat
mendeteksi cacat tulang yang halus sekalipun. Namun, CT scan tidak selalu bisa
membedakan antara jaringan granulasi dan kolesteatoma. Densitas kolesteatoma
dengan cairan serebrospinal hampir sama, yaitu kurang-lebih -2 sampai +10
Hounsfield Unit, sehingga efek dari desakan massa itu sendirilah yang lebih
penting dalam mendiagnosis kolesteatoma.7 Gaurano (2004) telah menunjukkan
bahwa perluasan antrum mastoid dapat dilihat pada 92% dari kolesteatoma
telinga tengah dan 92% pulalah hasil CT scan yang membuktikan erosi halus
tulang-tulang pendengaran. Defek yang dapat dideteksi dengan menggunakan CT
scan adalah sebagai berikut:

a. Erosi skutum
b. Fistula labirin
c. Cacat di tegmen
d. Keterlibatan tulang-tulang pendengaran
e. Erosi tulang-tulang pendengaran atau diskontinuitas
f. Anomali atau invasi dari saluran tuba

17
Gambar. CT scan yang menggambarkan erosi tulang dan kolesteatoma

MRI digunakan apabila ada masalah sangat spesifik yang diperkiraka


dapat melibatkan jaringan lunak sekitarnya. Masalah-masalah ini termasuk yang
berikut:
a. Keterlibatan atau invasi dural
b. Abses epidural atau subdural
c. Herniasi otak ke rongga mastoid
d. Peradangan pada labirin membran atau saraf fasialis
e. Trombosis sinus sigmoid.

2.3.6 Penatalaksanaan

a. Terapi Medis
Terapi goal standard pada kolesteatoma ialah dengan menghilangkan
aktfitas inflamasi dan infeksi pada telinga Terapi medis bukanlah pengobatan
yang sesuai untuk kolesteatoma. Pasien yang menolak pembedahan atau karena
kondisi medis yang tidak memungkinkan untuk anestesi umum harus
membersihkan telinga mereka secara teratur. Pembersihan secara teratur dapat
membantu mengontrol infeksi dan dapat memperlambat pertumbuhan
kolesteatom, tapi tidak dapat menghentikan ekspansi lebih lanjut dan tidak
menghilangkan risiko komplikasi. Terapi antimikroba yang utama adalah terapi
topikal, akan tetapi terapi sistemik juga dapat membantu sebagai terapi tambahan.

18
Antibiotik oral bersama pembersihan telinga atau bersama dengan tetes
telinga lebih baik hasilnya daripada masing-masing diberikan tersendiri.
Diperlukan antibiotik pada setiap fase aktif dan dapat disesuaikan dengan kuman
penyebab. Antibiotik sistemik pertama dapat langsung dipilih yang sesuai dengan
keadaan klinis, penampilan sekret yang keluar serta riwayat pengobatan
sebelumnya. Sekret hijau kebiruan menandakan Pseudomonas , sekret kuning
pekat seringkali disebabkan oleh Staphylococcus, sekret berbau busuk seringkali
disebabkan oleh golongan anaerob.
Kotrimokasazol, Siprofloksasin atau ampisilin-sulbaktam dapat dipakai
apabila curiga Pseudomonas sebagai kuman penyebab. Bila ada kecurigaan
terhadap kuman anaerob, dapat dipakai metronidazol, klindamisin, atau
kloramfenikol. Bila sukar mentukan kuman penyebab, dapat dipakai campuran
trimetoprim-sulfametoksazol atau amoksisillin-klavulanat. Antibitotik topikal
yang aman dipakai adalah golongan quinolon. Karena efek samping terhadap
pertumbuhan tulang usia anak belum dapat disingkirkan, penggunaan ofloksasin
harus sangat hati-hati pada anak kurang dari 12 tahun.
Pembersihan liang telinga dapat menggunakan larutan antiseptik seperti
Asam Asetat 1-2%, hidrogen peroksisa 3%, povidon-iodine 5%, atau larutan
garam fisiologis. Larutan harus dihangatkan dulu sesuai dengan suhu tubuh agar
tidak mengiritasi labirin setelah itu dikeringkan dengan lidi kapas.

b. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan bertujuan untuk mengeluarkan kolesteatoma.
Mastoidektomi adalah prosedur pembedahan untuk menghilangkan proses infeksi
pada tulang mastoid. Tujuan mastoidektomi adalah menghindari kerusakan lebih
lanjut terhadap organ telinga dan sekitarnya. Dalam keadaan tertentu, ahli bedah
dapat membuat keputusan untuk menggunakan teknik canal wall up atau canal
wall down.

Mastoidektomi canal wall up bertujuan membersihkan kolesteatoma atau


jaringan patologik di daerah kavum timpani dan rongga mastoid dengan
mempertahankan keutuhan dinding belakang liang telinga. Mastoidektomi canal
wall down adalah teknik pembedahan yang dilakukan dengan meruntuhkan

19
dinding posterior liang telinga menjadi rongga terbuka. Rongga terbuka tersebut
dapat ditutup dengan jaringan kulit atau tulang, atau fasia, atau tidak ditutup. Luas
ukuran rongga sesuai dengan luas sel yang akan dibuang dan dibersihkan, sesuai
dengan area luas pandang yang dibutuhkan dan margin bedah yang diinginkan.

 Mastoidektomi Radikal dengan Timpanoplasti Dinding Runtuh (Canal


Wall Down)
Mastoidektomi radikal klasik adalah tindakan membuang seluruh sel-sel
mastoid di rongga mastoid, meruntuhkan seluruh dinding kanalis akustikus
eksternus posterior, pembersihan total sel-sel mastoid yang memiliki drainase ke
kavum timpani. Inkus dan malleus dibuang, hanya stapes yang dipertahankan.
Begitu pula seluruh mukosa kavum timpani.
Timpanoplasti dinding runtuh merupakan modifikasi dari mastoidektomi
radikal, bedanya adalah mukosa kavum timpani dan sisa tulang-tulang
pendengaran dipertahankan setelah proses patologis dibersihkan. Tuba eustachius
tetap dipertahankan dan dibersihkan agar terbuka. Kemudian kavitas operasi
ditutup dengan fasia m.temporalis baik berupa free fascia graft maupun berupa
jabir fasia m.temporalis, dilakukan juga rekonstruksi tulang-tulang pendengaran.

 Mastoidektomi Radikal dengan Timpanoplasti Dinding Utuh (Canal Wall


Up)6

Prosedur mastoidektomi radikal dengan timpanoplasti dinding utuh


dilakukan untuk menghindari masalah perawatan yang ditemui pada tindakan
operasi dengan teknik canal wall down. Tindakan ini mempertahankan tulang
posterior dinding kanalis akustikus eksterna melalui mastoidektomi sederhana
dengan atau tanpa timpanotomi posterior. Prosedur yang bertahap sering kali
diperlukan dengan operasi sekunder pada 6 hingga 18 bulan setelah operasi
pertama untuk membuang kolesteatoma residual dan rekonstruksi rantai osikula.
Pendekatan ini diindikasikan pada pasien dengan mastoid besar dan ruang telinga
tengah yang beraerasi dengan baik yang menunjukkan fungsi tuba Eustachius
yang baik. Tindakan ini dikontraindikasikan pada pasien dengan fistula labirin,
penyakit telinga yang lama, atau pasien dengan fungsi tuba Eustachius yang
buruk.

20
Keuntungan tindakan canal wall up dibandingkan mastoidektomi dinding
runtuh adalah penyembuhan yang lebih cepat, perawatn jangka panjang yang
lebih mudah, alat bantu dengar lebih mudah digunakan jika dibutuhkan.
Kelemahan dari prosedur ini adalah teknik yang lebih sulit sehingga memerlukan
waktu operasi yang lebih lama, penyakit residual yang lebih sulit dideteksi,
kemungkinan adanya kantung retraksi yang menyebabkan kekambuhan dan
proses operasi yang bertahap sehingga memakan waktu dan biaya.

2.3.7 Komplikasi
Komplikasi operasi pada mastoidektomi dan timpanoplasti dibagi
berdasarkan komplikasi segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera
termasuk parese nervus fasialis, kerusakan korda timpani, tuli saraf, gangguan
keseimbangan, fistel labirin, trauma pada sinus sigmoid, bulbus jugularis, likuor
serebrospinal. Infeksi pasca-operasi juga dapat dimasukkan sebagai komplikasi
segera.
Komplikasi lambat termasuk kolesteatoma rekuren, reperforasi, lateralisasi
tandur, stenosis liangg telinga luar, displasi atau lepasnya prostesis tulang
pendengaran yang dipasang. Pada kebanyakan, kasus trauma nervus fasialis tidak
disadari pada waktu operasi. Trauma nervus fasialis yang paling sering terjadi
adalah pada pars vertikalis waktu melakukan mastoidektomi, bisa juga terjadi
pada pars horizontal waktu manipulasi daerah di dekat stapes atau mengorek
daerah bawah inkus baik dari arah mastoid ataupun dari arah kavum timpani.
Trauma dapat lebih mudah terjadi bila tipografi daerah sekitarnya sudah tidak
dikenali dengan baik, misalnya pada kelainan letak kongenital, jaringan parut
karena operasi sebelumnya, destruksi kanalis fasialis karean kolesteatoma.
Trauma terhadap tulang pendengaran diperkirakan akan memperbuuk
sistem konduksi telinga tengah sedapat mungkin langsung rekonstruksi. Trauma
terhadap dinding sinus dan duramater sehingga terjadi perdarahan dan bocornya
cairan otak, bila tidak luas dapat ditungggu sebentar dan langsung ditutup dengan
tandu komposit sampai kebocoran berhenti. Trauma pada sinus lateralis, sinus

21
sigmoid, bulbus jugularis, dan vena emissari dapat menyebabkan perdarahan
besar.

2.3.8 Prognosis
Mengeliminasi kolesteatoma hampir selalu berhasil, namun mungkin
memerlukan beberapa kali pembedahan. Karena pada umumnya pembedahan
berhasil, komplikasi dari pertumbuhan tidak terkendali dari kolesteatoma
sekarang ini jarang terjadi.
Timpanoplasti dinding runtuh menjanjikan tingkat kekambuhan yang
sangat rendah dari kolesteatoma. Pembedahan ulang pada kolesteatoma terjadi
pada 5% kasus, yang cukup menguntungkan bila dibandingkan tingkat
kekambuhan timpanoplasti dinding utuh yang 20-40%.
Meskipun demikian, karena rantai osikular dan/atau membran timpani
tidak selalu dapat sepenuhnya direstorasi kembali normal, maka kolesteatoma
tetaplah menjadi penyebab umum relatif tuli konduktif permanen.

22

Anda mungkin juga menyukai