Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Setiap sistem organ pula merupakan suatu kesatuan dari sistem yang lain, yang
saling berkaitan. Apabila satu organ dalam tubuh kita mengalami kerusakan maka ia
tidak dapat bekerja secara normal atau seperti biasanya.
Syok didefenisikan sebagai kondisi kompleks yang mengancam jiwa, yang di
tandai dengan tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan dan sel-sel tubuh (Rice, 1991).
Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama yaitu curah jantung,
volume darah, dan tonus vasomotor perifer. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu
ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok.
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan suatu sindrom
klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan berbagai manifestasi
hemodinamik. Tetapi , petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan.
Keadan hipoperfusi ini memburuk hantaran oksigen dan nutrisi, serta pembuangan sisa-
sisa metabolik pada tingkat jaringan. Hipoksia jaringan akan menggeser metabolisme
dari jalur oksiditif ke jalur anaerob yang mengakibatkan pembentukan asam laktat.
Kekacauan metabolisme yang progresif menyebabkan syok berlarut-larut yang pada
puncaknya dapat menyebabkan kemunduran sel dan keruskan multi sistem.
Asuhan keperawatan bagi pasien syok membutuhkan pengkajian pasien yang
berkelanjutan dan sistematik. Banyak tindakan keperawatan yang diperlukan dalam
merawat pasien dengan syok membutuhkan kolaborasi erat dengan anggota tim
kesehatan perawatan lainnya dan pesanan dokter

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimanakah definisi syok septik?
2. Bagaimanakah etiologi atau penyebab syok septik?
3. Bagaimanakah patofisiologi syok septik?
4. Bagaimanakh manifestasi klinis syok septik
5. Bagaimanakah kompikasi syok septik?
6. Bagaimanakah peeriksaan diagnostiknya?
7. Bagaimanakah penatalaksanaan syok septik?

1.3 TUJUAN
1
1. Mengetahui tentang definisi syok septik
2. Mengetahui tentang etiologi atau penyebab syok septik
3. Mengetahui tentang patofisiologi syok septik
4. Mengetahui tentang manifestasi klinis syok septik
5. Mengetahui tentang kompikasi syok septik
6. Mengetahui tentang peeriksaan diagnostiknya
7. Mengetahui tentang penatalaksanaan syok septik

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak
adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang
adekuat tergantung pada 3 faktor utama yaitu curah jantung, volume darah, dan tonus
vasomotor perifer. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain
tidak dapat melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah
arteri normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika
syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokonstriksi perifer meningkat. Jika
hipotensi menetap dan vasokonstruksi berlanjut, hipoperfusi mengakibatkan asidosis
laktat, oliguria, dan ileus. Jika tekanan arteri cukup rendah, terjadi disfungsi otak dan
otot jantung (Mansjoer, 1999).
Syok septic adalah kondisi medis yang berpotensi fatal yang terjadi ketika
sepsis yang merupakan cedera atau kerusakan organ sebagai respons terhadap infeksi,

2
menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya dan kelainan pada metabolism
seluler.

Syok septik adalah syok yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas
yang merupakan bentuk paling umum syok distributif. Pada kasus trauma, syok
septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Syok
septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan
kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.

2.2 ETIOLOGi

Syok dapat terjadi karena kehilangan cairan dalam waktu singkat dari ruang
intravascular (syok hipovolemik), kegagalan pompa jantung (syok kardiogenik),
infeksi sistemik berat (syok septic), reaksi imun yang berlebihan (syok anafilaksis),
dan reaksi vasavagai (syok neurologic). (Wim de Jong et al, 2005)

Jenis dan Penyebab syok

JENIS PENYEBAB
Hipovolemik Kekurangan cairan intravascular
Kardiogenik Kegagalan fungsi pompa jantung
Septic Infeksi sistemik berat
Anafilaksis Reaksi imun berlebih
Neurogenik Reaksi vasovagal berlebihan

Syok septic terjadi akibat infeksi luka atau jaringan lunak, abses, peritonitis,
infeksi traktus urogenitis, infeksi paru/pneumonia, luka bakar infeksi dan merupakan
keadaan dimana terjadi penurunan tekanan darah (tekanan darah sistolik kurang dari
90 mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 40 mmHg) disertai tanda
kegagalan sirkulasi, meskipun telah dilakukan resusitasi cairan secara adekuat atau
memerlukan vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ.

Shock sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif


70% (pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus). Infeksi
bakteri gram positif 20-40% (stafilokokus aureus, stretokokus, pneumokokus),

3
infeksi jamur dan virus 2-3% (dengue hemorrhagic fever, herpes viruses), protozoa
(malaria falciparum). Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah
pseudomonas, disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus. Shock sepsis
yang terjadi karena infeksi gram negatif adalah 40% dari kasus, sedangkan
gram positif adalah 5-15% dari kasus (Root, 1991). Penyebab terbesar sepsis adalah
bakteri gram (-) yang memproduksi endotoksin glikoprotein kompleks sedangkan
bakteri gram (+) memproduksi eksotoksin yang merupakan komponen utama
membran terluar dari bakteri menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi
sel imun. Sel tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Produk
yang berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS
merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang
terinfeksi. Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi
dalam tubuh penderita. LPS endotoksin gram (-) dinyatakan sebagai
penyebab sepsis terbanyak, dia dapat langsung mengaktifkan sistme imun selular
dan humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. LPS
sendiri tidak mempunyai sifat toksik tetapi merangsang pengeluaran mediator
inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag mengeluarkan
polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor necrosis factor /TNF) dan
interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan mediator kunci dan sering
meningkat sangat tinggi pada immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis.

2.3 PATOFISIOLOGI

Respon inflamasi sistemik timbul bila benda asing di dalam darah atau
jaringan diketahui oleh tuan rumah. Respon ini bertujuan untuk menetralisir
mikroorganisme dan produknya sampai bersih, tetapi dapat terjadi efek
negative pada tuan rumah, terutama kerusakan jaringan. Sitokin proinflamasi
dan antiinflamasi yang diaktifkan di ruang intravascular melalui kehadiran
material mikroba mempunyai efek merusak. Respon inflamasi yang berlebihan
berperan terhadap gangguan hemodinamik dan iskemia jaringan dan berakhir sebagai
multiple organ dysfunction.
Patofisiologi sepsis adalah complex karena memberikan efek pada
hemodinamik. Faktor koagulasi, respon kekebalan, dan proses metabolik berkaitan
dengan serangkaian reaksi biokimia yang distimulasi mediator endogen. Produksi

4
mediator endogen dirangsang oleh endotoksin, suatu lipopolisakarida yang
merupakan bagian dari dinding sel bakteri gram-negatif.
Endotoksin dilepaskan dan memulai kegiatannya setelah bakteri telah
dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh inang atau dengan terapi antibodi.
Oleh karena itu, sepsis dapat terjadi meskipun bakteri tidak lagi beredar
pada sirkulasi intravaskular. Bakteri Gram positif tidak menghasilkan endotoksin.
Namun, mediator kimia endogen dari respon sepsis diaktifkan dalam gram sepsis
positif. bakteri Gram positif, jamur dan virus dapat menghasilkan respon inflamasi
sistemik yang mirip dengan sepsis gram negatif, walaupun biasanya tidak parah.
Meskipun tidak adanya endotoksin dalam beberapa bentuk sepsis, efek
endotoksin dapat digunakan sebagai model untuk menjelaskan perubahan
physiologyc terlihat pada SIRS, sepsis dan syok septik.
2.4 MANIFESTASI KLINIS

Gejala:

1. Menggigil hebat,

2. Suhu tubuh yang naik sangat cepat,

3. Kulit hangat dan kemerahan,

4. Denyut nadi yang lemah dan tekanan darah yang turun-naik.

5. Penurunan urine output

6. Pada stadium lanjut, suhu tubuh sering turun sampai dibawah normal.

7. Perubahan persepsi sensori

8. Penurunan PaCo2 <32mmhg

5
6
Faktor – Faktor resiko untuk syok septik yaitu

1) factor pejamu
a) Malnutrisi
b) Kondisi lemah secara umum
c) Penyakit kronis
d) Penyalahgunaan obat dan alcohol
e) Kegagalan fungsi organ
2) Peralatan yang berhubungan dengan sumber infeksi
a) Kateter intravascular
b) Kateter urin indwelling
c) Drainase luka operasi
d) Selang NGT
3) Mediator yang berkaitan dengan syok septik
a) Prostaglandin
b) Endotoksin/eksotoksin
c) Endorphin
d) Histamine dan
e) Factor depresan miokardial

2.4 KOMPLIKASI
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari. Potensi
komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
1. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi
respirasi akut (acute respiratory distress syndrome)
2. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
3. Gagal Jantung
4. Gangguan fungsi hati
5. Gagal ginjal
6. Sindrom disfungsi multiorgan

2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Biakan: dari darah, sputum, urine, luka operasi atau non operasi dan
aliran invasif (selang atau kateter) hasil positip tidak perlu untuk
diagnosis.
2. Lekositosis atau lekopenia, trombositopenis, granulosit toksik, CRP
(+), LED meningkat dan hasil biakan kuman penyebab dapat (+) atau
(-).
3. Gas-gas darah arteri: alkalosis respiratorik terjadi pada sepsis (PH >
7,45, PCO2 < 35) dengan hipoksemia ringan (PO2 < 80)

2.6 PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan

7
tindakan resusitasi yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi
dilakukan secara intensif dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba
di unit gawat darurat. Tindakan mencakup airway: a) breathing; b)
circulation; c) oksigenasi, terapi cairan, vasopresor/inotropik, dan
transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter vena sentral
sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-12
mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin
>0,5 ml/kgBB/jam.

2.7.1 Terapi-terapi definiktif


1. Identifikasi dan tindakan terhadap infeksi
Mengidentifikasi dan membasmi sumber infeksi
merupakan suatu hal yang paling penting. Adalah penting untuk
mulai melaksakan terapi antibiotik empiris sebelum sumber atau
tipe organisme diketahui dengan pasti. Pasien akan memerlukan
sebagai antibiotik untuk memberikan cakupan spektrum luas
terhadap bakteri gram-negatif dan gram-positif dan bakteri anaerob.
Banyak dokter secara empiris akan menggunakan antibiotik
spektrum luas, seperti sepotaksin dan suatu aminoglikosiden seperti
gentamisin atau amikasin. Tindakan-tindakan lainya untuk
mengisolasi dan menyingkirkan penyebab Septik.
2.7.2 Terapi suportif
1. Pemulihan volume intravaskuler
Penggantian volume yang cukup adalah penting untuk
memulihkan hipotensi, dan pasien akan memerlukan beberapa liter
cairan atau lebih. Penggantian zat cair harus dipandu dengan
parameter-parameter hemodinamik: oleh karena itu pasien akan
memerlukan kateterisasi arteri dan arterial pulmonal untuk
pemantauan yang ketat.
2. Pemeliharaan curah jantung
Pada fase hiperdinamik dari syok septik, curah jantung bisa
normal atau meninggi, namun karena penurunan TVS dan
vasodilatasi perifer,
3. Pemeliharaan ventilasi dan oksigenase

8
Mempertahankan patensi jalan nafas, memperbanyak
ventilasi, serta menjamin oksigenasi yang cukup pada pasien
dengan syok septik biasanya mengharuskan dilakukan intubasi
endotrakeal dan ventilasi mekanis. Tekanan akhir ekspirasi positif
sering di perlukan untuk membantu oksigenasi.
4. Pemeliharaan kesesuaian lingkungan metabolik
Banyak gangguan metabolik yang berkaitan dengan syok
septik mengharuskan seringnya pemantauan fungsi hematologik,
ginjal dan hepar. Secara bersamaan terjadi penipisan cadangan
nutrisi pada waktu syok dan pasien akan memerlukan nutrisi
tambahan untuk mencegah malnutrisi serta mengoptimalkan funsi
seluler.
2.7.3 Terapi-terapi penelitian
1. Antihistamin
2. Antibodi monoklonal untuk :
a. Endotiksin dan eksotoksin
b. Faktor nekrosis tumor
c. Faktor komplemen
3. Nalokson
4. Inhibitor prostagladin ( obat-obat anti inflamatori non-steroidal)
Obat-obatan ini ditujukan langsung pada toksin bakteri dan
mediator-mediator yang terlibat dalam resppon imunologik yang tampak
pada keadaan Septik.

9
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian
1. Pengkjian Primer
a. Airway
Jalan nafas dan prenafasan tetap merupakan prioritas pertama,
untuk mendapatkan oksigenasi yang cukup. Tambahan oksigen
diberikan bila perlu untuk menjaga tekanan O2 antara 80 – 100
mmHg. Berikan alat bantu napas jika perlu seperti
nasopharyngeal dan jika terjadi penurunan fungsi pernapasan
dimungkinkan ke ICU
b. Breathing
frekuensi napas biasanya lebih dari 24 x permenit, apakah ada
penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dinding dada, adanya
sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas,
kaji adanya suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan
kaji adanya trauma pada dada melalui pemeriksaan foto thoraks.
Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi
c. Circulation
Biasanya ditandai dengan denyut jantung > 100 kali per menit.
Hal yang perlu disiapkan adalah pemeriksaan kultur, catat
temperature, pemeriksaan urin dan sputum serta pemberian
antibiotic spectrum luas
d. Disability – Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah
menentukan tingkat kesadaran, pergerakkan bola mata dan reaksi
pupil, fungsi motorik dan sensorik. Data ini diperlukan untuk
menilai perfusi otak
e. Eksposure
Cari adanya cidera, luka pada bagian tubuh seperti kaki terutama
pada bagian tulang belakang atau leher belakang

10
2. Pengkajian Sekunder
a. Identitas pasien
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara
sehingga riwayat sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga,
atau orang yang mengetahui kejadiannya
b. Keluhan utama
Klien dengan syok mengeluh sulit bernafas, mengeluh muntah
dan mual, kejang-kejang.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Riwayat trauma (banyak perdarahan)
2) Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
3) Riwayat infeksi (suhu tinggi)
4) Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah
memakan obat)
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sbelumnya pernah mengalami penyakit yang sama
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah kelarga ada yang pernah mengalami sakit yang sama
seperti klien sebelumnya.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kulit: suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya
bersifat sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi
hipovolemia), Warna pucat, kemerahan dan Basah pada
fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
2) Tekanan darah: Hipotensi dengan tekanan sistole < 80
mmHg (lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya
mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal
syok septik)
3) Status jantung : Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
4) Status respirasi : Respirasi meningkat, dan dangkal (pada
fase kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok
septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
5) Status Mental: Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan.
Kesadaran dan orientasi menurun, sopor sampai koma.
6) Fungsi Ginjal: Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam,
kritis)
7) Fungsi Metabolik: Asidosis akibat timbunan asam laktat di
jaringan (pada awal syok septik dijumpai alkalosis

11
metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi
akibat takipnea
8) Sirkulasi: Tekanan vena sentral menurun pada syok
hipovolemik, meninggi pada syok kardiogenik
9) Keseimbangan Asam Basa : Pada awal syok pO2 dan
pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea,
penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru)
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar
elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah.
2) Analisa gas darah arteri
3) Pemeriksaan kultur (luka, sputum, urin) untuk
mengidentifikasi organisme penyebab septik.
4) EKG
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas
ditandai dengan sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri,
cardiac out put menurun, sianosis, edema (vena).
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa
No Tujuan / Out come Intervensi
keperawatan

1. Pola nafas tidak Setelah diberikan Mandiri


efektif askep selama 3x24
berhubunga jam diharapkan
n pola
dengan gangguan nafas efektif dengan 1. Evaluasi frekuensi pernapasan
pertukaran gas out come : dan kedalaman.
ditandai dengan  Klien tidak 2. Catat upaya pernapasan,
sesak nafas, sesak nafas contoh adanya dispnea,
gangguan  Frekuensi penggunaan obat bantu napas,
frekuensi pernapasan pelebaran nasal.
pernapasan, batu- normal 3. Auskultasi bunyi napas. Catat

12
batuk  Tidak ada area yang menurun atau tidak
batuk- batuk adanya bunyi napas dan
adanya bunyi napas tambahan,
contoh krekels atau ronki
4. Pasang nasopharyngeal jika
perlu
5. Catat adanya sputum(jumlah,
warna,aroma)
6. Kaji status saturasi oksigen
7. Berikan posisi syok
(trendelenberg)
Kolaborasi

8. Berikan tambahan oksigen


dengan kanula atau masker
sesuai indikasi

9. Pemberian tranfusi PRC jika


saturasi oksigen <70%

10. Pemberian obat inhalasi


2. Perfusi perifer Setelah diberikan Mandiri :
tidak efektif askep selama 3x24 1. Lihat pucat, sianosis, belang,
berhubungan jam diharapkan kulit dingin/lembab.
dengan gangguan perfusi jaringan 2. Catat kekuatan nadi perifer.
aliran darah perifer efektif. 3. Monitor status cardiopulmonal
sekunder akibat Dengan out come : (frekuensi dan kekuatan nadi,
gangguan vaskuler frekuensi napas)
 Cardiac out
ditandai dengan 4. Monitor tingkat kesadaran
put normal
nyeri, cardiac out 5. Monitor kultur (urin,sputum)
 Tidak
put menurun, 6. Pasang kateter urin
terdapat
sianosis, edema 7. Parsiapkan pemeriksaan uji
sianosis
(vena) laboratorium
 Tidak ada
8. Kaji pada seluruh tubuh
edema (vena)
adanya DOTS(deformitas

13
open wound, tendeness dan
swelling)
9. Beri obat sesuai indikasi:
Heparin/natrium warfarin
(Coumadin)

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan
rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keparawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang
teramati dan tujuan atau criteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN

Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi
jaringan yang adekuat tergantung pada tiga faktor utama yaitu: curah
jantung, volume darah, dan tonus vasomotor perifer. (Mansjoer, 1999).
Syok mempengaruhi semua sistem tubuh. Syok dapat berlangsung
secara cepat atau lambat tergantung dari penyebab yang mendasarinya.
Selama proses syok, tubuh berjuang mengatasi syok dengan cara
meaktifkan semua mekanisme homeostatis untuk mengembalikan aliran
darah dan perfusi jaringan. Syok dapar terjadi sebagai akibat dari berbagai
komplikasi penyakit dan oleh karena itu semua pasien mepunyai potensi
unutk mengalami syok (Rice, 1991).

4.2 SARAN

Penulis menyarankan agar tenaga medis, khususnya perawat dapat


melakukan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien syok, dengan
mempelajari dan meningkatkan pemahaman tentang syok. Setelah
mempelajari makalah ini, pembaca lebih mengerti bagaimana cara yang

14
tepat untuk menangani pasien dengan syok, sehingga membantu
penyembuhan dan pemulihan pada pasien.

15
16

Anda mungkin juga menyukai