Anda di halaman 1dari 13

Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.

1, Maret 2013

SKOR MUKOSITIS PADA ANAK DENGAN KANKER YANG SEDANG MENJALANI


KEMOTERAPI DI RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

Ikeu Nurhidayah1, Tetti Sholehati2, Aan Nuraeni3


1,2,3Bagian Keperawatan Klinik Fakultas Keperawatan Universitas Padjadjaran

ABSTRACT
Cancer is known as a one of serious disease that threat health in children. Cancer in children
should be managed appropriately. Chemotherapy is one of effective interventions in managing
children with cancer. Chemotherapy shown high effectiveness, but it has harmful side effects
and required further intervention. Mucositis is known as a one common of side effects of
chemotherapy. This study aimed to identify the difference of mucositis scor in children with
cancer undergoing chemotherapy in Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung. The study was
descriptive exploration. A consecutive sampling was used with 21 patients were observation.
Mucositis score was evaluated by using an Oral Assessment Guide (OAG). Data were
analyzed using mean and distributive frecuencies. The result of this study showed that there
was an 3,83 increases in the average of mucositis scor after chemotherapy. Based on the
findings, it is recommended to do appropriate assessment and intervention managing
chemotherapy induces mucositis to reduce overall morbidity and improve the quality of life in
children with cancer.

Key words : mucositis, chemotherapy, Oral Assessment Guide, children.

ABSTRAK
Kanker merupakan salah satu penyakit serius yang mengancam kehidupan anak dan harus
ditangani dengan baik.Kemoterapi merupakan intervensi yang efektif untuk menangani anak
dengan kanker.Kemoterapi menunjukkan efektifitas tinggi, namun juga memiliki efek samping
yang memerlukan intervensi lebih lanjut.Mukositis merupakan salah satu efek kemoterapi.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui selisih skor mukositis pada anak dengan kanker yang
menjalani kemoterapi di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dengan jenis penelitian desktiptif
eksploratif. Jumlah sampel adalah 21 orang yang diambil dengan consecutive sampling.
Mukositis dievauasi dengan Oral Assessment Guide (OAG). Data dianalisis menggunakan
distribusi frekuensi dan rerata. Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan skor
mukositis sebesar 3,83 ssetelah dilakukan kemoterapi. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti
merekomendasikan perawat perlun mengkaji mukositis secara berkala untuk merancang
asuhan keperawatan yang tepat sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada anak
kanker.

Kata Kunci: mukositis, kemoterapi, Oral Assessment Guide, anak

1
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

PENDAHULUAN Menurut Gatot (2008), prevalensi


Kanker merupakan kumpulan sel kanker anak di Indonesia mencapai empat
abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang (4) %, artinya dari seluruh angka kelahiran
tumbuh secara terus-menerus, tidak hidup anak Indonesia, empat (4) %
terbatas, tidak terkoordinasi dengan diantaranya akan mengalami kanker. Saat
jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi ini kanker menjadi sepuluh besar penyakit
secara fisiologis (Price & Wilson, utama yang menyebabkan kematian anak
2005).Kanker terjadi karena adanya sel di Indonesia (Depkes RI, 2012).
yang bersifat mutagenik. Sel kanker dapat Penanganan kanker pada anak bertujuan
menjadi sel mutagenik karena adanya untuk mengendalikan jumlah dan
mutasi genetik pada sel germinal maupun penyebaran sel-sel kanker. Menurut NCI
pada sel somatik.Hal tersebut terjadi (2009), penanganan kanker pada anak
karena berbagai faktor, baik faktor meliputi kemoterapi, terapi biologi, terapi
keturunan maupun faktor lingkungan radiasi, cryotherapy, transplantasi sumsum
(Baggot, et al. 2002).Sel mutagenik tulang dan transplantasi sel darah perifer
memiliki sifat infiltratif (menginfiltrasi (peripheral blood stem cell). Berdasarkan
jaringan sekitarnya) serta destruktif literatur, kemoterapi merupakan salah satu
(merusak jaringan sekitar). Hal ini terapi yang memperlihatkan efektivitas
menyebabkan sel tersebut membelah yang tinggi.
secara tidak terkendali dan akhirnya akan Kemoterapi adalah pemberian
menyerang sel lainnya. Selanjutnya hal ini segolongan obat-obatan yang bersifat
akan menyebabkan serangkaian sitotoksik. Hockenberry dan Wilson (2009)
perubahan metabolisme sel yang pada mengatakan bahwa kemoterapi sangat
akhirnya akan mengganggu fungsi-fungsi efektif dalam penanganan kanker pada
fisiologis tubuh (Price & Wilson, 2005). anak, terutama leukemia. Kemoterapi juga
Saat ini, kanker menjadi penyakit memperlihatkan efektivitas yang tinggi
serius yang mengancam kesehatan anak untuk menghambat pertumbuhan kanker
di dunia.Ancaman kanker di seluruh dunia jenis lainnya, misalnya kanker nasofaring,
sangat besar, karena setiap tahun terjadi rhabdomyosarkoma, lymphoma dan jenis
peningkatan jumlah penderita baru kanker lainnya (Bowden, Dickey &
penyakit kanker.Menurut National Cancer Greenberg, 1998). Selain memiliki efek
Institute atau NCI (2009), diperkirakan terapeutik yang menghambat pertumbuhan
terdapat lebih dari enam juta penderita sel kanker, kemoterapi juga memiliki efek
baru penyakit kanker setiap tahun.NCI samping yang berbahaya dan memerlukan
(2009) juga memperkirakan dalam dekade penanganan.
ini terjadi sembilan juta kematian akibat Efek samping yang banyak
kanker per tahun. Dari seluruh kasus ditemukan pada anak yang mendapat
kanker yang ada, NCI (2009) kemoterapi adalah depresi sumsum tulang,
memperkirakan empat persen (4%) diare, kehilangan rambut, masalah-
diantaranya adalah kanker pada anak. masalah kulit, mual muntah, serta
Pada tahun 2009 saja diperkirakan terjadi gangguan kesehatan mulut.Komplikasi
10.730 kasus baru kanker pada anak usia kesehatan mulut akibat kemoterapi
0-14 tahun di Amerika Serikat (NCI, 2009). biasanya sangat sering terjadi.Hal tersebut
2
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

menyebabkan berbagai gangguan. Menurut Eilers (2004), mukositis


Gangguan tersebut diantaranya adalah menyebabkan berbagai gangguan,
mukositis, kesulitan mengunyah, menelan, diantaranya adalah gangguan fisiologis
berbicara, perdarahan, mulut kering dan gangguan fungsional. Gangguan
(xerostomia) dan hilangnya sensasi rasa fisiologis antara lain terjadinya lesi,
(hypogeusia dan ageusia) (Eilers, 2004). ulserasi, inflamasi berlebihan, nyeri dan
Bila gangguan ini tidak ditangani segera, infeksi. Lesi dan ulserasi akibat mukositis
maka akan terjadi gangguan lebih lanjut, dapat menjadi predisposisi terjadinya
yaitu gangguan keseimbangan nutrisi dan infeksi bakteri, jamur dan virus.Hal ini
pada akhirnya akan menyebabkan mengancam kehidupan anak karena dapat
penurunan kualitas hidup anak penderita menjadi infeksi yang sistemik.Sementara
kanker (UKCCSG-PONF, 2006; Ariffin, gangguan fungsional akibat mukositis
2002; Kaplow, 2001). adalah kesulitan mengunyah, menelan dan
Salah satu gangguan kesehatan berbicara.
mulut akibat kemoterapi adalah mukositis. Mukositis akibat kemoterapi
Mukositis merupakan inflamasi dan menyebabkan terjadinya berbagai
ulserasi pada membran mukosa konsekuensi. Eilers (2004) mengatakan
oral.Mukosa oral terdiri dari sel-sel mukosa anak dengan mukositis memerlukan
yang terus membelah secara cepat. penyesuaian dosis kemoterapi. Hal
Gangguan dalam pembelahan sel mukosa tersebut akan memperpanjang
akibat kemoterapi akan mencetuskan penatalaksanaan kanker. Konsekuensinya,
mukositis. Selanjutnya mukositis akan proses perawatan menjadi lebih lama,
memberikan berbagai dampak negatif sehingga akan meningkatkan biaya dan
pada anak (Cancer Care Nova pada akhirnya akan menurunkan kualitas
Stovia/CCNS, 2008). hidup anak (Eilers, 2004).
Prevalensi mengenai mukositis Perawat sebagai tenaga
akibat kemoterapi pada anak masih kesehatan profesional bertanggungjawab
menjadi perdebatan, karena saat ini belum untuk memberikan pelayanan keperawatan
ada konsensus mengenai angka insidensi yang berkualitas untuk menangani
mukositis akibat kemoterapi. Namun mukositis akibat kemoterapi. Mukositis
demikian, menurut studi United Kingdom perlu ditangani secara komprehensif.
Children’s Cancer Study Group dan Perawat berperan melakukan serangkaian
Paediatric Oncology Nurses Forum atau proses keperawatan mulai dari fase
UKCCSG-PONF tahun 2006, prevalensi pengkajian, perencanaan dan diagnosa,
terjadinya mukositis akibat kemoterapi intervensi dan implementasi serta evaluasi.
diperkirakan mencapai 30-4% dalam Perawat berperan untuk melakukan
setiap siklusnya. Literatur lain dari Cancer pengkajian mengenai skor atau tingkat
Care Nova Stovia (CCNS) tahun 2008, mukositis yang terjadi pada anak akibat
mengatakan bahwa angka prevalensi kemoterapi. Selanjutnya hal tersebut akan
mukositis lebih besar lagi, yaitu sekitar 45- menjadi data dasar dalam merencanakan
80%. Mukositis akibat kemoterapi dapat intervensi keperawatan secara tepat.
bersifat sangat berat. Pengkajian tingkat mukositis
akibat kemoterapi pada anak merupakan
3
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

hal yang sangat penting. Menurut Royal sesuai dan mengembangkan intervensi
College of Nursing (RCN) (2008) perawat keperawatan yang tepat.
harus mampu melakukan pengkajian RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
mukositis akibat kemoterapi pada anak.Hal menjadi rujukan penatalaksanaan
tersebut dikarenakan, penentuan tingkat kemoterapi pada kanker anak. RSUP dr.
atau skor mukositis sangat penting Hasan Sadikin Bandung menerima pasien
diketahui oleh perawat untuk menentukan kemoterapi dengan berbagai kondisi
pilihan intervensi yang terkait, misalnya pasien, sehingga efek samping yang
pemilihan atau penentuan jalur pemberian ditimbulkan akibat kemoterapi pada pasien
nutrisi (RCN, 2008). Perawat juga perlu tersebur sangat bervariasi. Data tentang
untuk melakukan evaluasi dan pengkajian efek samping kemoterapi, termasuk
ulang terhadap mukositis yang dialami mukositis pada anak akibat kemoterapi
oleh anak dan progresivitas intervensi masih belum terinci secara jelas, Standard
yang telah diberikan. Operation Procedure (SOP) mengenai
Pengkajian mengenai tingkat pengkajian mukositis dan alur
mukositis juga sangat penting diketahui penatalaksanaan mukositis akibat
untuk mengembangkan intervensi kemoterapi juga belum dimiliki.
penanganannya.Saat ini terdapat berbagai Berdasarkan hasil studi pendahuluan
jenis intervensi untuk menangani didapatkan bahwa sebagian besar perawat
mukositis.Intervensi tersebut masih terus tidak mengetahui mengenai cara
diteliti dan dikembangkan (Eilers, 2004). pengkajian mukositis akibat kemoterapi
Berdasarkan systematic review yang pada anak dan sebagian besar tidak
dilakukan oleh Keefe, et al (2007) dan melakukan pengkajian mukositis pada
Eilers (2004), intervensi penanganan anak. Padahal, pengkajian mukositis
mukositis diantaranya adalah oral care adalah langkah awal yang sangat penting
yang berkualitas, pemberian agen anti dilakukan oleh perawat untuk
septik, pembersih mulut (multiagent merencanakan intervensi dan asuhan
mouthwashes), agen anti inflamasi, growth keperawatan yang tepat. Berdasarkan
factor, cytokine-like agent serta berbagai uraian diatas, penulis tertarik untuk
agen alamiah lain yaitu chamomile, meneliti mengenai skor mukositis pada
kamilosan cair dan madu. Keefe, et al anak dengan kanker yang sedang
(2007) merekomendasikan bahwa menjalani kemoterapi di Ruang Rawat
intervensi yang dilakukan harus Anak RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung.
disesuaikan dengan skor atau tingkat Penelitian ini bertujuan untuk
mukositis yang dialami oleh klien. Oleh mengidentifikasi “skor mukositis pada anak
karena itu, data dasar mengenai seberapa dengan kanker yang menjalani kemoterapi
besar peningkatan skor mukositis, tingkat di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung”.
mukositis yang terjadi akibat kemoterapi
dan prevalensi mukositis akibat kemoterapi METODE PENELITIAN
merupakan hal yang sangat penting Desain yang digunakan dalam
diketahui oleh perawat dalam penelitian ini adalah deskriptif. Tujuan
merencanakan asuhan keperawatan yang penelitian deskriptif dengan jenis numerik
adalah untuk mendeskripsikan variabel
4
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

dengan jenis numerik. Penelitian ini parameter pengkajian, yaitu pengkajian


bertujuan untuk mengetahui perbedaan objektif melihat status membran mukosa,
skor mukositis pada anak yang sedang kondisi bibir, lidah, gingiva dan gigi;
menjalani kemoterapi. Populasi dalam pengkajian fungsional dan subjektif
penelitian ini adalah semua anak yang mengkaji suara, fungsi kelenjar saliva dan
menderita penyakit kanker dan menjalani kemampuan menelan. Pengkajian tersebut
kemoterapi di ruang rawat inap anak dideskripsikan dalam skala numerik 1-3
RSUP dr.Hasan Sadikin Bandung. Sampel untuk setiap parameter. Nilai satu (1) jika
dalam penelitian ini dipilih dengan cara normal, nilai dua (2) jika terdapat
consecutive sampling. Jumlah sampel perubahan sedang dan nilai tiga (3) jika
dalam penelitian ini adalah sebanyak 42 terdapat perubahan berat. Cara pengkajian
orang. Kriteria pemilihan sampel dalam OAG dilakukan dengan observasi,
penelitian ini terdiri dari kriteria inklusi dan pemeriksaan visual, palpasi, dan auditory.
kriteria ekslusi. Nilai mukositis terendah adalah 8 dan nilai
Adapun kriteria inklusi sampel tertinggi adalah 24. Analisis data dalam
dalam penelitian ini adalah : anak yang penelitian ini dilakukan dengan analisis
sedang dirawat dan segera setelah univariat.
mendapatkan kemoterapi, berusia minimal Peneliti melakukan analisis
dua (2) tahun, tidak memiliki gangguan univariat dengan tujuan untuk
fungsi hepar dan renal, serta nilai-nilai menganalisis variabel penelitian secara
pemeriksaan hematologis dalam rentang deskriptif dan menguji normalitas data.
normal sesuai dengan standar nilai Analisis deksriptif dilakukan untuk
pemeriksaan laboratorium RSUP dr.Hasan menggambarkan karakteristik responden
Sadikin, anak kooperatif dan bersedia berdasarkan jenis kelamin, pengalaman
menjadi responden penelitian. Adapun mukositis akibat kemoterapi sebelumnya,
kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah jenis kemoterapi, status gizi dan jenis
anak dengan kanker mulut atau kanker keganasan, serta menggambarkan hasil
nasofaring stage 3-4, yang menyebabkan penelitian secara univariat yaitu mencakup
anak kesulitan membuka mulut sehingga data skor mukositis sebelum kemoterapi
sulit dilakukan pemeriksaan skor dan skor mukositis setelah kemoterapi.
mukositis. Data hasil analisis univariat untuk variabel
Data karakteristik responden kategorik digambarkan dalam bentuk
diperoleh melalui wawancara pada frekuensi dan persentase, sedangkan
responden. Wawancara pada responden untuk variabel numerik digambarkan
atau orangtua/wali berfokus pada sebagi rata-rata dan standar deviasi.
karakteristik responden, yaitu: jenis
kelamin, riwayat pernah mengalami HASIL DAN BAHASAN
mukositis atau tidak, jenis kanker, status Berdasarkan hasil penelitian
gizi dan obat kemoterapi yang diterima. didapatkan bahwa 76,2 % responden
Mukositis diukur dengan menggunakan memiliki riwayat pengalaman mukositis
kuesioner Oral Assessment Guide (OAG), pada kemoterapi sebelumnya, 80,9%
yang dirancang oleh Eilers, Berger dan responden mendapatkan jenis kemoterapi
Petersen (1988). OAG terdiri dari delapan dengan tingkat mukosatoksik tinggi, 61,9
5
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

% responden memiliki status gizi yang kanker darah (tabel 1).


baik, 57,2% memiliki jenis keganasan

Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan pengalaman mukositis pada kemoterapi


sebelumnya di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, Oktober-November 2012 (N=42)

Variabel Distribusi
f %
Pengalaman mukositis sebelumnya:
Ada riwayat 36 76, 2
Tidak ada riwayat 10 23,8

Jenis kemoterapi:
Mukosatoksik sedang 8 19,1
Mukosatoksik tinggi 34 80,9

Status Gizi:
Total Kategori Baik 26 61,9
Total Kategori Tidak Baik 16 38,1
Kurus 8 19
Sangat kurus 2 4,7
Overweight 4 9,5
Obesitas 2 4,7

Jenis Keganasan:
Kanker solid 18 42,8
Kanker darah 24 57,2

Berdasarkan data karakteristik Care Nova Stovia atau CCNS (2008),


pengalaman mukositis pada kemoterapi mukositis dapat terjadi pada 45-80 %
sebelumnya, dilihat dari total responden pasien yang menjalani kemoterapi. Hal
keseluruhan, hampir seluruh responden yang sama dinyatakan oleh United
(76,2%). Berdasarkan penelitian ini Kingdom Children’s Cancer Study Group-
didapatkan informasi bahwa hampir Paediatric Oncology Nurses Forum
seluruh responden pernah mengalami (UKCCSG-PONF) tahun 2007 yang
mukositis pada kemoterapi mengatakan bahwa prevalensi kejadian
sebelumnya.Hal ini sejalan dengan mukositis dalam setiap siklus kemoterapi
berbagai literatur sebelumnya yang adalah sekitar 30-75% pasien. Abdollahi,
menyatakan bahwa mukositis dapat terjadi Rahimi dan Radfar (2008) juga
pada sebagian besar pasien yang menyatakan bahwa 30-70% pasien yang
menjalani kemoterapi.Menurut Cancer mendapatkan kemoterapi akan mengalami

6
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

mukositis pada setiap siklus kemoterapi, tinggi seperti etoposide, methotrexate,


sedangkan pada pasien yang menjalani cyclophospahmide, ara-C (fludarabine),
transplantasi sumsum tulang 90%-nya daunorubicine dan adriamisine merupakan
akan mengalami mukositis. Oleh karena itu jenis agen kemoterapi yang diberikan
hasil penelitian ini sejalan dengan angka untuk pengobatan kanker darah, seperti
prevalensi mukositis pada setiap siklus AML, ALL, limfoma non-Hodgkin’s dan
kemoterapi menurut UKCCSG-PONF limfoma Hodgkin’s.Sedangkan cisplatine
(2007), CCNS (2008) serta Abdollahi, merupakan jenis kemoterapi potensi
Rahimi dan Radfar (2008). mukosatoksik tinggi yang diberikan untuk
Berdasarkan hasil penelitian osteosarkoma.Jenis kemoterapi dengan
terlihat bahwa secara keseluruhan hampir tingkat mukosatoksik potensi sedang yang
seluruh responden 80,9% mendapatkan digunakan oleh responden dalam
kemoterapi dengan tingkat mukosatoksik penelitian ini adalah kombinasi vincristine,
tinggi. Hasil ini sejalan dengan penelitian dan dactinomycine. Jenis kemoterapi
Recolons, et al. (2006) yang menunjukkan tersebut biasanya digunakan dalam
bahwa hampir seluruh responden yang pengobatan rhabdomiosarkoma dan
mendapatkan kemoterapi diberikan agen leimiosarkoma.
kemoterapi dengan potensi mukosatoksik Tingginya frekuensi pemberian
tinggi.Dalam penelitian Recolons, et al. jenis kemoterapi dengan potensi
(2006) tersebut didapatkan data bahwa mukosatoksik tinggi yang didapatkan oleh
agen kemoterapi dengan tingkat responden penelitian ini dikarenakan
mukosatoksik tinggi yang didapatkan oleh sebagian besar merupakan penderita
responden adalah daunorubicin, ara-C, kanker darah seperti ALL, AML, limfoma
etoposide, cyclophosphamide, doxoru- Hodgkin’s dan non-Hodgkin’s. Hal ini
bicine, idarubicine dan busulfhan/ sejalan dengan penelitian yang dilakukan
melphalan .Agen kemoterapi tersebut oleh Recolons, et al (2006) yang
merupakan agen yang sering digunakan menunjukkan bahwa regimen terapeutik
dalam protokol kemoterapi untuk pasien yang paling sering digunakan dalam
dengan keganasan. Pada penelitian ini, penanganan kanker darah adalah jenis
peneliti juga menemukan bahwa jenis kemoterapi dengan potensi mukosatoksik
agen kemoterapi dengan tingkat tinggi seperti protokol DAE (daunorubicin,
mukosatoksik tinggi yang paling sering ara-C dan etoposide), CHOP
digunakan pada pasien dalam penelitian (chyclophospamide, doxorubicine,
ini adalah jenis: etoposide, methotrexate, leucocristine dan prednison), IDICE
ifosfamide, cisplatine, ara-C, doxorubicine/ (idarubicine, chyclophos phamide,
adriamisine, daunorubicine dan etoposide) serta busulphan/melphalan.
cyclophosphamide. Jenis kemoterapi Dilihat dari karakteristik status gizi,
dalam penelitian ini memiliki kesamaan secara keseluruhan sebagian besar dari
dengan jenis kemoterapi yang dilakukan responden memiliki status gizi yang baik
dalam penelitian Recolons, et al. (61,9%) Berbagai penelitian telah
(2006).Jenis kemoterapi tersebut diberikan melaporkan hasil penelitian yang berbeda-
secara kombinasi.Sebagian besar jenis beda terkait dengan status gizi dan
kemoterapi dengan potensi mukosatoksik hubungannya dengan terjadinya mukositis.
7
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

Penelitian Robien, et al. (2004) mengenai akan memperberat mukositis Eilers


prediktor mukositis oral pada pasien (2004).
dengan chronic myelogenous leukemia Pendapat yang serupa
(CML) menemukan bahwa pasien dengan dikemukakan oleh peneliti lain yaitu Raber,
body mass index yang lebih tinggi Weijl dan Saris (2000) yang mengatakan
biasanya akan mendapatkan dosis bahwa status gizi kurus atau sangat kurus
kemoterapi yang lebih tinggi dibandingkan (BMI rendah) tidak memiliki hubungan
pasien dengan BMI yang lebih rendah yang signifikan untuk meningkatkan risiko
(Robien, et al. 2004). terjadinya mukositis. Namun, pendapat
Robien, et al. (2004) mengatakan yang berbeda diungkapkan oleh Peterson
bahwa pasien dengan BMI yang tinggi dan Carrielo (2004). Penelitian Peterson
seperti pada pasien dengan gizi normal dan Carrielo (2004) menyimpulkan bahwa
atau gizi lebih justru lebih berpotensi anak dengan status gizi kurang atau gizi
mendapatkan mukositis karena dosis obat buruk biasanya akan lebih rentan
kemoterapi yang diterima lebih banyak dari mengalami mukositis. Begitu juga literatur
pasien dengan BMI yang rendah seperti CCNS (2008) mengatakan pasien dengan
pasien yang kurus atau sangat kurus. Hal status gizi buruk biasanya akan
tersebut terjadi karena pada BMI tinggi, mendapatkan mukositis yang lebih berat
rasio jaringan adiposa dan berat badan karena sistem imun yang tidak bekerja
tubuh akan meningkat. Hal itu akan optimal dan kurangnya zat gizi yang
mempengaruhi distribusi obat kemoterapi diperlukan untuk penyembuhan mukositis.
dan farmakokinetiknya (Cheymol G, 2000 Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh
dalam Robien, et al. 2004). Lebih lanjut Avitscher, Cooksley dan Elting (2004)
Robien, et al (2004) menyimpulkan bahwa menunjukkan bahwa mukositis pasca
pasien-pasien dengan BMI yang lebih kemoterapi dapat terjadi baik pada pasien
besar seperti pada pasien gizi normal, dengan gizi normal, gizi kurang atau gizi
obesitas dan overweight memiliki risiko lebih.
untuk mendapatkan skor mukositis yang Berdasarkan jenis keganasan,
lebih tinggi dibandingkan pasien yang secara keseluruhan sebagian besar
kurus atau sangat kurus. responden (57,2%) menderita kanker
Selain itu, faktor lain yang darah. Jenis kanker darah yang diderita
menyebabkan pasien dengan overweight oleh responden dalam penelitian ini
dan obesitas juga dapat mengalami diantaranya adalah acute limphositic
mukositis karena biasanya pasien tersebut leukemia (ALL), acute myeloblastic
memerlukan waktu yang lebih lama untuk leukemia, limfoma Hodgkin’s dan limfoma
memperbaiki jaringan yang dirusak oleh non-Hodgkin’s, sedangkan jenis kanker
agen kemoterapi. Pendapat lain darah lainnya seperti chronic limfositik
menyatakan pasien yang sering leukemia, multiple myeloma dan medullary
mengkonsumsi gula berlebihan aplasia tidak ditemukan dalam penelitian
kemungkinan lebih berisiko mengalami ini.
mukositis karena konsumsi gula Menurut data dari National Cancer
menyebabkan kerusakan gigi dan Institute (NCI) tahun 2009, jenis kanker
menyebabkan akumulasi bakteri yang yang paling sering terjadi pada anak usia
8
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

0-14 tahun di Amerika Serikat adalah monograf dari NCI (2010).Jenis kanker
leukemia, tumor otak, tumor susunan saraf solid dalam penelitian ini yang terbanyak
pusat (central nervous system) dan adalah retinoblastoma.Pada penelitian ini
limfoma. Data yang lebih rinci didapatkan tidak terdapat responden dengan
dari monograf National Cancer Institute melanoma. Hal ini kemungkinan
(NCI) yang ditulis oleh Smith, Gurney dan disebabkan adanya perbedaan struktur
Ries (2010) menyatakan bahwa jenis genetik, geografis dan pola hidup.Negara
kanker darah yang paling sering terjadi Indonesia dengan mayoritas penduduk
pada anak usia 0-14 tahun yaitu ALL yang berkulit sawo matang memiliki
(37,1%), AML (6,6%), limfoma non- pigmen kulit yang lebih banyak
Hodgkin’s (12,5%) dan limfoma Hodgkin’s dibandingkan ras Hispanic, sehingga
(6,5%), sedangkan jenis kanker solid kemungkinan risiko terjadinya jenis kanker
adalah tumor otak dan susunan saraf kulit seperti melanoma lebih sedikit
pusat lainnya (33,0%), osteosarkoma dibandingkan anak dari ras Hispanic.
(3,8%), retinoblastoma (6,5%), Ewing’s Hasil penelitian menunjukkan
sarkoma (10,9%), tumor germinal (4,3%), bahwa skor mukositis sebelum kemoterapi
karsinoma tiroid (0,9%) dan melanoma pada responden memiliki rata-rata sebesar
(1,3%). 8,83 dengan nilai minimal 8, dan nilai
Hal tersebut sejalan dengan hasil maksimal 10 sedangkan skor mukositis
dalam penelitian ini, dimana sebagian setelah dilakukan kemoterapi rata-ratanya
besar jenis kanker yang diderita oleh adalah 12,67 dengan nilai minimal 10 dan
responden adalah kanker darah, terutama nilai maksimal 16. Hal tersebut
jenis leukemia yaitu ALL dan AML, disusul menunjukkan bahwa selisih skor mukositis
oleh limfoma Non-Hodgkin’s dan Limfoma setelah dilakukan kemoterapi adalah 3,83
Hodgkin’s.Jenis kanker solid yang paling artinya terdapat peningkatan skor
banyak ditemukan dalam penelitian ini mukositis sebesar 3,83 dibandingkan skor
sedikit berbeda dengan insidensi menurut sebelum kemoterapi (tabel 2).

Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan skor mukositis sesudah intervensi di RSUP Dr.
Hasan Sadikin, Bandung, Oktober-November 2012 (N=42)

Variabel Rata-rata Minimal-Maksimal


Skor mukositis sebelum kemoterapi 8,84 8-10
kemoterapi
Skor mukositis setelah kemoterapi 12,67 10-16
kemoterapi
Selisih skor mukositis 3,83

Berdasarkan hasil analisis, rata- peningkatan skor mukositis sebesar 3,83


rata skor mukositis sebelum kemoterapi dibandingkan skor sebelum kemoterapi.
adalah 8,83 dan sebelum kemoterapi Hasil penelitian ini sejalan dengan hampir
adalah 12,67 dengan rata-rata selisih skor seluruh penelitian mengenai mukositis
mukositis adalah 3,83, artinya terdapat akibat kemoterapi, dimana berbagai
9
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

penelitian tersebut menunjukkan bahwa dan mengancam kehidupan terdapat pada


sebelum kemoterapi hampir sebagian minggu keempat pasca kemo-radioterapi.
besar responden tidak mengalami Jika dibiarkan, mukositis yang terjadi dapat
mukositis. Penelitian tersebut adalah menyebabkan berbagai gangguan lain
penelitian dari Cheng, Chang dan Yuen seperti kesulitan makan yang pada
(2004) yang menunjukkan bahwa sebagian akhirnya akan menyebabkan gangguan
besar anak sebelum kemoterapi tidak nutrisi, rasa nyeri pada area oral yang
mengalami mukositis menurut skor OAG. akan sangat mengganggu kenyamanan
Penelitian lainnya yaitu Mottalebnejad, et anak dan pada akhirnya akan
al. (2008) mendapatkan data bahwa menyebabkan penurunan kualitas hidup
sebelum dilakukan kemoterapi, hampir anak secara keseluruhan.
seluruh responden tidak memiliki mukositis
menurut skor OMAS. Penelitian lain yang SIMPULAN DAN SARAN
mendukung penelitian ini adalah penelitian Rata-rata skor mukositis sebelum
Rashad, et al. (2008), Cheng, et al. (2004), kemoterapi adalah 8,83, rata-rata skor
Biswal dan Zakaria (2003), Dodd, et al. mukositis setelah kemoterapi adalah 12,67
(2000) dan berbagai penelitian lainnya. dengan rata-rata peningkatan selisih
Hasil penelitian ini juga mukositis adalah 3,83. Oleh sebab itu
menunjukkan bahwa terdapat peningkatan perawat anak perlu mempertimbangkan
skor sebesar 3,83 setelah dilakukan hasil penelitian ini sebagai rujukan atau
kemoterapi dengan rereta skor sebesar acuan untuk merancang asuhan
12,67. Hal ini menunjukkan bahwa setelah keperawatan pada anak dengan kanker
kemoterapi hampir sebagian besar khususnya dalam intervensi keperawatan
mengalami mukositis. Hasil ini sejalan berupa program/protokol oral care pada
dengan penelitian lain yang menyebutkan anak selama anak menjalani program
bahwa hampir sebagian besar anak kemoterapi di rumah sakit dan melakukan
mengalami mukositis setelah kemoterapi. diseminasi informasi hasil penelitian ini
Penelitian yang dilakukan oleh bagi keluarga yang memiliki anak yang
Mottalebnejad, et al. (2008) menunjukkan sedang menjalani program kemoterapi
bahwa pada akhir minggu pertama (hari untuk memberdayakan keluarga untuk
ketujuh pasca kemoterapi) terdapat mencegah dan medeteksi terjadinya
peningkatan skor mukositis sebesar 3,00. mukositis pada anak yang sedang
Hasil penelitian Rashad, et al. menjalani kemoterapi.
(2008) menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan proporsi pasien yang DAFTAR PUSTAKA
menderita mukositis grade 3 dan grade 4 Alligood, M.R., & Tomay, A.M.
setiap minggunya.Secara keseluruhan (2006).Nursing theory: Utilization
penelitian tersebut menunjukkan bahwa & application. St Louise: Mosby
pada kelompok kontrol setiap minggunya Ariffin, H. (2002). Long-term side effect of
terdapat peningkatan grade mukositis childhood cancer therapy.Journal
mulai dari minggu pertama setelah kemo- of Paediatric, Obstetric and
radioterapi sampai minggu ketujuh, Gynaecology, 2(1), 2-9.
dengan puncak terjadinya mukositis berat
10
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

Baggot, R.B., Kelly, K.P., Fochtman, D., & Oncology Supportive Care
Folley, G. (2001).Nursing care of Quarterly, 1, 31-42.
children and adolescent with Eilers, J., Berger, A.M., & Petersen, M.C.
cancer.(3rd edition). (1988). Development, testing and
Pennsylvania: W.B Saunders application of oral assessment
Company guide. Oncology Nursing Forum,
Cancer Care Nova Stovia. (2008). Best 15, 325-330.
practice guidelines for the Elting, L.S., Cooksley, C., & Chamber, N.
management of oral (2003). The burden of cancer
complications from cancer therapy: Clinical and economic
therapy. California: Nova Stovia outcome of chemotherapy-
Government. Diperoleh melalui induced mucositis. Cancer Care,
www.cancercare.ns.ca tanggal 98, 1531-1539.
10 Januari 2011. Emidio, T.C.S., Maeda, Y.C., Caldo-
Chang, A.M., Molassiotis, A., Chan, Teixeira, A.S., & Rontani, R.M.P.
C.W.H., & Lee, I.Y.M. (2010). Oral manifestations of
(2007).Nursing management of leukemia and antineoplastic
oral mucositis in cancer treatment-a literature review (part
patients.Hong Kong Med J, II). Brazilian Journal of Health,
13(1), 20-26. Diperoleh melalui 1(2): 136-149.
www.proquest.com tanggal 14 Epstein, J.B., Silverman, S., Piaggiarino,
April 2011. D.A., Crocket, S., Schubert,
Depkes RI. (2011). Press release hari M.M., Senzer, N., et al. (2001).
kanker anak sedunia.Diperoleh Benzydamine HCL for
dari prophylaxis of radiation-induced
http://www.tv1.com/press_releas mucositis. Cancer Care, 92(4),
e_hari_kanker_anak_sedunia_ht 875-885.
ml tanggal 26 Februari 2011. Gatot, D. (2008). Deteksi dini kanker
Dodd, M.J. (2004). The pathogenesis and anak.Diperoleh dari
characterization of oral mucositis http://www.dinkesjabar.go.id/info/
associated with cancer therapy. deteksi_dini_kanker_anak/html
Oncology Nursing Forum, 31(4), tanggal 12 Desember 2010.
5-12. Gibson, F., Cargil, J., Alisson, J., Begent,
Eilers, J. (2004). Nursing intervention and J., Cole, S., Stone, J., et al.
supportive car for the prevention (2006). Establishing content
and treatment of oral mucositis validity of oral assessment guide
associated with cancer in children and young
treatment. Oncology Nursing people.European Journal of
Forum, 31(4), 13-28. Cancer, 42(12), 1817-1825.
Eilers, J.(2001). When the mouth tell us Gralla, R.J., Houlihan, N.G., & Messner, C.
more than it says: The impact of (2010).Understanding and
mucositis on quality of life. managing chemotherapy side
effect. New York: Cancer Care
11
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

Connect. Diperoleh dari http://www.cancer.gov/cancerinfo


www.cancercare.org diakses /pdq/supportivecare tanggal 10
tanggal 20 Januari 2011. januari 2011.
Harris, J.D., & Knobf, M.T. PERSI.(2004). Deteksi dini kanker pada
(2004).Assesing and managing anak. Jakarta: Pusat Data dan
chemotherapy-induced mucositis Informasi PERSI.
pain.Clinical Journal of Oncology Polit, D.F., & Beck, C.T. (2008).Nursing
Nursing, 8(1), 234-240. research: Generating and
Hastono, S.P. (2007). Analisis data assessing evidence for nursing
kesehatan. Jakarta: Fakultas practice. ( 8th edition).
Kesehatan Masyarakat, Philadelphia: Lippincott Williams
Universitas Indonesia. & Wilkins.
Hockenberry, M.J., & Wilson, D. Potting C.M.J, Uitterhoeve, R., Reimer,
(2009).Wong’sessential of W.S., & Achterberg, T.V. (2006).
pediatric nursing.( 8th edition). The effectiveness of commonly
Missouri: Mosby Company. used mouthwashes for the
Kaplow, R. (2001). Special nursing prevention of chemotherapy-
consideration.Critical Care induced oral mucositis: A
Clinique, 17, 769-789. systematic review. European
Keefe, D.M., Schubert, M.M., Elting, L.S., Journal of Cancer Care, 15(1),
Sonis, S.T., Epstein, J.B., Raber- 431-439.
Durlacher, J., Migliorati, C.A., et Price, S.A., & Wilson, L.M.
al. (2007).Updated clinical (2005).Patofisiologi: Konsep
practices guidelines for the klinis proses-proses penyakit.
prevention and treatment of Jakarta: EGC.
mucositis.American Cancer Royal United Hospital Bath. 2006.
Society, 109(5), 24-73. Prevention and treatment of
National Cancer Institute. (2010). stomatitis-mucositis in patient
Surveillance, epidemiology and receiving chemotherapy.
end result (SEER). Diperoleh Thailand: NHS Trust
melalui Oncology/Hematology
www.seer.cancer.gov/canque/inc Department. Diakses melalui
idence.html tanggal 11 Mei 2011. www.nhstrust.com tanggal 5
National Cancer Institute (2009). A Maret 2011.
snapshot of pediatric RNAO. (2008). Oral health: Nursing
cancer.Diperoleh melalui assessment and intervention.
http://www.cancer.gov/aboutnci/s Diperoleh melalui
ervingpeople/cancer-snapshot www.rnao.org/bestpractice
tanggal 10 Januari 2011. tanggal 10 Januari 2011
National Cancer Institute.(2003). Oral Sabri, L., & Hastono, S.P. (2009).Statistik
complication of chemotherapy kesehatan. Jakarta: Rajawali
and head/neck Press.
radiation.Diperoleh dari
12
Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 8, No.1, Maret 2013

Sastroasmoro, S., & Ismael, S. based interventions to prevent,


(2010).Dasar-dasar metodologi manage and treat chemotherapy-
penelitian klinis. Jakarta: Sagung induced nausea and vomiting.
Seto Clinical Journal of Oncology
Sonis, S.T., Elting, L.S., Keefe, D., Nursing, 11(1), 69-78.
Schubert, M., Peterson, D.E., UKCCSG-PONF. (2006). Mouth care for
Hauer-Jensen, M., et al. (2004). children and young people with
Perspective on cancer therapy- cancer: evidence based
induced mucosal injury: guidelines. Mouth Care
Pathogenesis, measurement, Guidelines Report, Version 1,
epidemiology and consequences Feb 2006. Diperoleh melalui
for patients. Supplement to www.ukccsg.uk tanggal 10
Cancer American Cancer Januari 2011.
Society, 100(9), 95-120. United Kingdom Lymphoma
Sonis, S.T. (1998). Mucositis as a Association.(2010). Mouth care
biological process: A new during lymphoma
hypothesis for the development treatment.Diperoleh melalui
of chemotherapy-induced www.lymphomas.org.uk tanggal
stomatotoxicity. Oral Oncology, 20 Mei 2011.
34(1), 39-43. Western Concortium for Cancer Nursing
Sujudi, A. (2002). Kanker anak bisa Research. (1998). Assesing
disembuhkan.Diperoleh dari stomatitis: Refinement of western
www.republika.co.id tanggal 14 concortium for cancer nursing
Januari 2011. research stomatitis staging
Sugiyono.(2007). Statistika untuk system. Canadian Oncology
penelitian. Bandung: Alfabeta Nursing Journal, 8(3), 160-165.
The Royal Children’s Hospital.(2009). Wuensch, K.L. (2007). Inter-rater
Mouth care-oral hygiene for agreement. East Carolina: East
haematology oncology Carolina University. Diperoleh
children.Diperoleh melalui melalui
www.clinicalguidelines.au www.eastcarolinauniversity.ac.us
tanggal 12 Januari 2011. tanggal 5 April 201
Tipton, J., McDaniel, R., Barbour, L.,
Jhonston, M., Kayne, M., LeRoy,
P., & Ripple, M.L. (2007). Putting
evidence into practice: Evidence-

13

Anda mungkin juga menyukai