Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini korupsi sudah sampai pada tingkatan terendah sekalipun dan
akan selalu ada di suatu negara. Hal ini tidak bisa dijawab secara sederhana
mengapa korupsi terus berkembang demikian masif. Korupsi terjadi pada
semua aspek kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas.
Seperti benang kusut yang sulit diurai. Banyak strategi dan upaya dilakukan
untuk memberantas korupsi, tetapi perlu diingat bahwa strategi tersebut harus
disesuaikan dengan konteks masyarakat maupun organisasi yang dituju.
Dengan kata lain, setiap negara, masyarakat, maupun organisasi harus
mencari strategi yang tepat untuk mencari pemecahannya. Untuk melakukan
pemberantasan korupsi yang sangat penting sekali diingat adalah karakteristik
dari berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan tempat mereka bekerja.
Maka dari itu kementrian kesehatan mengadakan Strategi nasional
(Stranas) pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan Peraturan Presiden
No 55 Tahun 2012 tentang strategi nasional (strana) pencegahan dan
pemberantasan korupsi (PPK), diimplementasikan ke dalam 6 (enam) strategi
nasional. Pembangunan kesehatan nasional diarahkan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat
terwujud. Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan
pemeratan pelayanan kesehatan.

B. Rmusan Masalah
C. Tujuan

BAB II
PROGRAM KEMENTRIAN KESEHATAN DALAM UPAYA
PENCEGAHAN KORUPSI

A. Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi


Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional
(Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK),
diimplementasikan ke dalam 6 (enam) strategi nasional yang telah
dirumuskan, yakni:
1. Melaksanakan upaya upaya pencegahan
2. Melaksanakan langkah langkah strategis dibidang penegakan hukum
3. Melaksanakan upaya upaya harmonisasi penyusunan peraturan
perundangundangan di bidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait
lainnya
4. Melaksanakan kerja sama internasional dan penyelamatan aset hasil
tipikor
5. Meningkatkan upaya pendidikan dan bidaya anti korupsi
6. Meningkatkan koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan
pelaksanaan upaya pemberantasan korupsi.

Peraturan presiden republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2012 tentang strategi


nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang tahun 2012-
2025 dan jangka menengah tahun 2012-2014.
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka
Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 yang
selanjutnya disebut Stranas PPK adalah dokumen yang memuat visi,
misi, sasaran, strategi, dan fokus kegiatan prioritas.
2. pencegahan dan pemberantasan korupsi jangka panjang tahun 2012-
2025 dan jangka menengah tahun 2012-2014, serta peranti anti korupsi.
3. Aksi PPK adalah kegiatan atau program yang dijabarkan dari Stranas
PPK untuk dilakukan oleh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah
Daerah.
4. Peran serta masyarakat adalah peran aktif perorangan, organisasi
masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
5. Hasil pelaksanaan Stranas PPK meliputi hasil pemantauan, evaluasi, dan
laporan capaian Aksi PPK, serta hasil evaluasi Stranas PPK.

Pasal 2
Stranas PPK sebagaimana terlampir merupakan satu kesatuan dan bagian
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini.
Pasal 3
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah menjabarkan dan
melaksanakan Stranas PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, melalui
Aksi PPK yang ditetapkan setiap 1 (satu) tahun.
Pasal 4
Dalam menetapkan Aksi PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
Kementerian/Lembaga melakukan koordinasi dengan kementerian atau badan
yang membidangi urusan perencanaan pembangunan nasional.
Pasal 5
1. Dalam menetapkan Aksi PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3,
pemerintah daerah melakukan koordinasi dengan kementerian yang
membidangi urusan pemerintahan dalam negeri.
2. Dalam hal koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian
yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri didukung oleh
kementerian atau badan yang membidangi urusan perencanaan
pembangunan nasional.
Pasal 6
1. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Aksi PPK, dikoordinasikan oleh
kementerian atau badan yang membidangi urusan perencanaan
pembangunan nasional.
2. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Aksi PPK sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), didukung oleh instansi terkait lainnya.
3. Hasil pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Aksi PPK digunakan sebagai
bahan evaluasi Stranas PPK.
Pasal 7
1. Kementerian atau lembaga menyampaikan laporan capaian pelaksanaan
Aksi PPK sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada
Kementerian/Badan yang membidangi urusan perencanaan pembangunan
nasional.
2. Pemerintah daerah menyampaikan laporan capaian pelaksanaan Aksi
PPK sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada
Kementerian yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri dan
kementerian atau badan yang membidangi urusan perencanaan
pembangunan nasional.
Pasal 8
Kementerian atau badan yang membidangi urusan perencanaan pembangunan
nasional menyampaikan hasil pelaksanaan Stranas PPK kepada Presiden
setiap 1 (satu) tahun sekali atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
Pasal 9
1. Dalam melaksanakan Stranas PPK, Kementerian atau lembaga dan
Pemerintah Daerah melibatkan peran serta masyarakat.
2. Pelibatan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat dimulai dari tahap penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi,
dan pelaporan.
3. Mekanisme pelibatan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), disesuaikan dengan karakteristik masing-masing
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.
Pasal 10
1. Hasil pelaksanaan Stranas PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
menjadi bahan pelaporan pada forum Konferensi Negara-Negara Peserta
(Conference of the States Parties) Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Antikorupsi 2003.
2. Bahan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh
Kementerian atau badan yang membidangi urusan perencanaan
pembangunan nasional, kementerian yang membidangi urusan politik
dan hubungan luar negeri, dan instansi terkait lainnya.
Pasal 11
Biaya pelaksanaan Stranas PPK dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, dan sumber lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
Ketentuan mengenai tata cara koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan dalam Peraturan Presiden ini, diatur lebih lanjut oleh Kementerian
atau badan yang membidangi urusan perencanaan pembangunan nasional.
Pasal 13
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini
dengan penempatannya dalam lembaran negara Republik Indonesia.

B. Upaya Percepatan Reformasi Birokrasi


Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012
tentang Strategi Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
(PPK), Kementerian Kesehatan telah melaksanakan upaya percepatan
reformasi birokrasi melalui berbagai cara dan bentuk, antara lain:
1. Disiplin kehadiran menggunakan sistem fingerprint, ditetapkan
masuk pukul 8.30 dan pulang kantor pukul 17.00, untuk mencegah
pegawai melakukan korupsi waktu.
2. Setiap pegawai negeri Kemenkes harus mengisi Sasaran Kinerja
Pegawai (SKP), dan dievaluasi setiap tahunnya, agar setiap pegawai
mempunyai tugas pokok dan fungsi yang jelas, dapat diukur dan
dipertanggungjawabkan kinerjanya.
3. Melakukan pelayanan kepada masyarakat yang lebih efisien dan
efektif ramah dan santun, diwujudkan dalam pelayanan prima.
4. Penandatanganan pakta integritas bagi setiap pelantikan pejabat
dikementerian kesehatan. Hal ini untuk mewujudkan Wilayah Bebas
Korupsi (WBK), Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).
5. Terlaksananya Strategi Komunikasi pendidikan dan Budaya Anti-
Korupsi melalui sosialisasi dan kampanye antikorupsi di lingkungan
internal/seluruh Satker Kementerian Kesehatan.
6. Sosialisasi tentang larangan melakukan gratifikasi, sesuai dengan
Pasal 12 b Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999, menyatakan “Setiap
gratifikasi kepada pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya
dan yang berlawanan kewajiban atau tugasnya”.
7. Pemberlakuan Sistem Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara
Elektronik (LPSE).
8. Layanan Publik Berbasis Teknologi Informasi seperti seleksi
pendaftaran pegawai melalui online dalam rekrutmen Calon Pegawai
Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT).
9. Pelaksanaan LHKPN di lingkungan Kementerian Kesehatan
didukung dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
03.01/Menkes/066/I/2010, tanggal 13 Januari 2010
10. Membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi, berdasarkan Surat
Keputusan Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan
Nomor01.TPS.17.04.215.10.3445, tanggal 30 Juli 2010.
11. Korupsi Merampas Hak Masyarakat untuk Sehat, “Hari Gini Masih
Terima Suap”, dll.

Anda mungkin juga menyukai