Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI

A. KONSEP DASAR TEORI


I. Definisi

Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan
di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter,
fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik. Bangkitan
epilepsy adalah manifestasi gangguan otak dengan berbagai gejala klinis, disebabkan oleh
lepasnya muatan listrik dari neuron-neuron otak secara berlebihan dan berkala tetapi reversible
dengan berbagai etiologi (Tjahjadi, dkk, 1996).
Epilepsy adalah kompleks gejala dari beberapa kelainan fungsi otak yang ditandai
dengan terjadinya kejang secara berulang. Dapat berkaitan dengan kehilangan kesadaran,
gerakan yang berlebihan, atau kehilangan tonus atau gerakan otot, dan gangguan prilaku suasana
hati, sensasi dan persepsi (Brunner dan suddarth, 2000).
Kejang adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan
suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang besifat sementara. Istilah epilepsy
biasanya merupakan suatu kelaianan yang bersifat kronik yang timbul sebagai suatu bentuk
kejang berulang (Hudak dan Gallo, 1996).

II. Etiologi
1.Idiopatik.
2. Acquerit : kerusakan otak, keracunan obat, metabolik, bakteri.
-Trauma Lahir
- Trauma Kepala (5-50%)
- Tumor Otak
- Stroke
- Cerebral Edema (bekuan darah pada otak)
- Hypoxia
- Keracunan
- Gangguan Metabolik
- Infeksi. (Meningitis)
III. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya serangan epilepsi ialah :
 Adanya focus yang bersifat hipersensitif (focus epilesi) dan timbulnya keadaan
depolarisasi parsial di jaringan otak
 Meningkatnya permeabilitas membran.
 Meningkatnya senstitif terhadap asetilkolin, L-glutamate dan GABA (gama-amino-
butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps.
Fokus epilepsy dapat menjalar ke tempat lain dengan lepasnya muatan listrik
sehingga terjadi ekstasi, perubahan medan listrik dan penurunan ambang rangasang yang
kemudian menimbulkan letupan listrik masal. Bila focus tidak menjalar kesekitarnya atau hanya
menjalar sampai jarak tertentu atau tidak melibatkan seluruh otak, maka akan terjadi bangkitan
epilepsy lokal (parsial).
Menurut para penyelidik bahwa sebagian besar bangkitan epilepsi berasal dari
sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan
hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik
mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang lokal (parsial). Lepas muatan
listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan
daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh letaknya di otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mencetuskan bangkitan epilepsi klinik,
walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang
otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan,
namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi. Sampai saat
ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk
melepas muatan secara sinkron dan berlebihan (mekanisme terjadinya epilepsi).
Mekanisme yang pasti dari aktivitas kejang pada otak tidak semuanya dapat
dipahami. Beberapa pemicu menyebabkan letupan abnormal mendadak stimulasi listrik,
menganggu konduksi syaraf normal otak. Pada otak yang tidak rentan terhadap kejang, terdapat
keseimbangan antar sinaptik eksitatori dan inhibitori yang mempengaruhi neuron postsinaptik.
Pada otak yang rentan terhadap kejang, keseimbangan ini mengalami gangguan, menyebabkan
pola ketidakseimbangan konduksi listrik yang disebut perpindahan depolarisasi paroksismal.
Perpindahan ini dapat terlihat baik ketika terdapat pengaruh eksitatori yang berlebihan atau
pengaruh inhibitori yang tidak mencukupi (Hudak dan Gallo, 1996).
Ketidakseimbangan asetilkolin dan GABA. Asetilkolin dalam jumlah yang berlebihan
menimbulkan bangkitan kejang, sedangkan GABA menurunkan eksitabilitas dan menekan
timbulnya kejang. (dikutip dari Hudak dan Gallo, 1996)

IV. Klasifikasi International Kejang Epilepsi.


1) Kejang Parsial
a) Parsial sederhana (kesadaran klien baik)
a) Motorik
b) Sensorik
c) Otonomi
d) Fisik
b) Parsial kompleks (kerusakan kesadaran)
a) Parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran
b) Kerusakan kesadaran saat awitan
c) Kejang parsial generalisasi sekund
2) Kejang Umum
a) Non kejang
b) Tonik-klonik umum
c) Tonik
d) Klonik
e) Mioklonik
f) Atonik
3) Kejang Tidak terklasifikasi
Ditinjau dari penyebabnya, epilepsy dibagi menjadi 2, yaitu :

a) Epilepsi Primer (Idiopatik)


Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak
ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga bahwa terdapat
kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf
pada area jaringan otak yang abnormal.

b) Epilepsi Sekunder (Simtomatik)


Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada
jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawah sejak
lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada
waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala
(termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan
metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU),
defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia),
ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
V. Manifestasi
1) Kejang Parsial Sederhana:
Hanya jari atau tangan yang bergetar; atau mulut yang bergergerak tak terkontrol;
bicara tidak dapat dimengerti; mungkin pening; dapat mengalami perubahan
penglihatan, suara, bau atau pengecapan yang tak lazim atau tak menyenangkan.
2) Kejang Parsial Kompleks:
Masih dalam keadaan sedikit bergerak atau gerakan secara otomatis tetapi tidak
bertujuan; dapat mengalami perubahan emosi, ketakutan, marah, kegirangan, atau
peka rangsang yang berlebihan; tidak mengingat periode tersebut ketika sudah
berlalu.
3) Kejang Umum (kejang grand Mal):
Mengenai kedua hemisfer otak, kekuatan yang kuat dari seluruh tubuh diikuti
dengan perubahan kedutan dari relaksasi otot dan kontraksi (kontraksi tonik
klonik umum)

VI. Fase Serangan Kejang


1) Fase Prodromal:
Beberapa jam/hari sebelum serangan kejang. Berupa perubahan alam rasa
(mood), tingkah laku
2) Fase Aura:
Merupakan fase awal munculnya serangan. Berupa gangguan perasaan,
pendengaran, penglihatan, halusinasi, reaksi emosi afektif yang tidak
menentu.
3) Fase Iktal:
Merupakan fase serangan kejang, disertai gangguan muskuloskletal.
Tanda lain : hipertensi, nadi meningkat, cyanosis, tekanan vu meningkat,
tonus spinkter ani meningkat, tubuh rigid-tegang-kaku, dilatasi pupil, stridor,
hipersalivasi, lidah resiko tergigit, kesadaran menurun.
4) Fase Post Iktal:
Merupakan fase setelah serangan. Ditandai dengan : confuse lama, lemah,
sakit kepala, nyeri otot, tidur lama, amnesia retrograd, mual, isolasi diri.

Status Epileptikus
Serangan kejang yang terjadi berulang, merupakan keadaan darurat. Berakibat
kerusakan otak permanen, dapat disebabkan karena : peningkatan suhu yang tinggi, penghentian
obat epileptik, kurang tidur, intoksikasi obat, trauma otak, infeksi otak.

VII. Pemerikasaan Diagnostik


1). Elektroensefalografi (EEG) membantu dalam mengklasifikasikan tipe kejang.
2). CT Scan untuk mendeteksi lesi, abnormalitas fokal, abnormalitas vaskuler cerebral,
dan perubahan degeneratif serebral.
VIII. Penatalaksanaan
 Penatalaksaan epilepsy direncanakan sesuai dengan program jangka panjang dan
dibuat untuk memenuhi kebutuhan khusus masing-masing klien.
 Tujuan dari pengobatan adalah untuk menghentikan kejang sesegera mungkin, untuk
menjamin oksigenasi serebral yang adekuat, dan untuk mempertahankan klien dalam
status bebas kejang.
IX. Pengobatan Farmakologis:
1. Pengobatan biasanya dimulai dengan dosis tunggal.
2. Pengobatan anti konvulsan utama termasuk karbamazepin, primidon,
fenitoin, fenobarbital, etosuksimidin, dan valproate.
3. Lakukan pemeriksaan fisik secara periodic dan pemeriksaan laboratorium
untuk klien yang mendapatkan obat yang diketahui mempunyai efek
samping toksik.
4. Cegah terjadinya hiperplasi gingival dengan hygiene oral yang
menyeluruh, perawatan gigi teratur, dan masase gusi teratur untuk klien
yang mendapatkan fenitoin (Dilantin)
5. Pembedahan:
a) Diindikasikan bila epilepsy diakibatkan oleh tumor intrakranial,
abses, kista, atau anomaly vaskuler.
b) Pengangkatan secara pembedahan pada focus epileptogenik
dilakukan untuk kejang yang berasal dari area otak yang
terkelilingi dengan baik yang dapat dieksisi tanpa menghasilkan
kelainan neurologis yang signifika

B. PROSES KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN
1. Pengkajian kondisi/kesan umum:
Kondisi umum Klien nampak sakit berat
2. Pengkajian kesadaran
Setelah melakukan pengkajian kesan umum, kaji status mental pasien dengan
berbicara padanya. Kenalkan diri, dan tanya nama pasien. Perhatikan respon pasien. Bila
terjadi penurunan kesadaran, lakukan pengkajian selanjutnya.
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
a. Alert (A) : Klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya.
b. Respon velbal (V) : klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
c. Respon nyeri (P) : klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
d. Tidak berespon (U): klien tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri
ketika dicubit dan ditepuk wajahnya.

1) Pengkajian Primer
Pengkajian primer adalah pengkajian cepat (30 detik) untuk mengidentifikasi dengan
segera masalah aktual dari kondisi life treatening (mengancam kehidupan). Pengkajian
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal memugkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan:
A. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal.
Ditujukan untuk mengkaji sumbatan total atau sebagian dan gangguan servikal :
a) Ada/tidaknya sumbatan jalan nafas
b) Distres pernafasan
c) Adanya kemungkinan fraktur cervical
Pada fase iktal, biasanya ditemukan klien mengatupkan giginya sehingga
menghalangi jalan napas, klien menggigit lidah, mulut berbusa, dan pada fase posiktal,
biasanya ditemukan perlukaan pada lidah dan gusi akibat gigitan tersebut
B. Breathing
Pada fase iktal, pernapasan klien menurun/cepat, peningkatan sekresi mukus, dan
kulit tampak pucat bahkan sianosis. Pada fase post iktal, klien mengalami apneu
C. Circulation
Pada fase iktal terjadi peningkatan nadi dan sianosis, klien biasanya dalam keadaan
tidak sadar.
D. Disability
Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan atau karakteristik dari
epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa bingung, dan tidak teringat kejadian saat
kejang
E. Exposure
Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks, apakah ada cedera
tambahan akibat kejang
2) Pengkajian sekunder
A. Identitas klien meliputi :
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit,
nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
B. Keluhan utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
C. Riwayat penyakit:
Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-spiritual. Kapan klien mulai
serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan, ada faktor presipitasi seperti suhu
tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil. Apakah pernah menderita sakit berat yang
disertai hilangnya kesadaran, kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa
menggunakan obat-obat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol.
Klien mengalami gangguan interaksi dengan orang lain / keluarga karena malu
,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu
waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
- Riwayat kesehatan
- Riwayat keluarga dengan kejang
- Riwayat kejang demam
- Tumor intrakranial
- Trauma kepala terbuka, stroke
D. Riwayat kejang :
- Bagaimana frekwensi kejang.
- Gambaran kejang seperti apa
- Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
- Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
- Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
- Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.

E. Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan leher:
Sakit kepala, leher terasa kaku
b) Thoraks:
Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu napas
c) Ekstermitas:
Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam beraktivitas, perubahan tonus
otot, gerakan involunter/kontraksi otot
d) Eliminasi:
Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Pada post iktal terjadi
inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
e) Sistem pencernaan:
Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan epilepsi adalah:
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, peningkatan
sekresi mucus
2. Resiko tinggi injuri b.d perubahann kesadaran , kerusakan kognitif,selama kejang atau
kerusakan perlindungan diri.
3. Gangguan harga diri/identitas pribadi berhubungan dengan stigma berkenaan dengan
kondisi, persepsi tidak terkontrol ditandai dengan pengungkapan tentang perubahan gaya
hidup, takut penolakan; perasaan negative tentang tubuh
4. Kurang pengetahuan keluarga tentang proses perjalanan penyakit berhubungan dengan
kurangnya informasi
III. RENCANA KEPERAWATAN

Dx. Perencanaan
No Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Pola napas tidak Mempertahankan pola - Anjurkan klien untuk - Menurunkan resiko
efektif pernapasan efektif mengosongkan mulut aspirasi atau
berhubungan dengan jalan napas dari benda/zat masuknya benda
dengan paten tertentu/gigi palsu atau asing ke faring
kerusakan alat lainnya jika fase
neuromuskuler, aura terjadi dan untuk
peningkatan menghindari rahang
sekresi mucus mengatup jika kejang
terjadi tanpa ditandai
gejala awal

- Letakkan klien pada - Meningkatkan


posisi miring, aliran (drainase)
permukaan datar, secret, mencegah
miringkan kepala lidah jatuh sehingga
selama serangan kejang menyumbat jalan
nafas.

- Tanggalkan pakaian - Untuk


pada daerah leher, memfasilitasi usaha
dada, dan abdomen bernapas.

- Lakukan penghisapan - Menurunkan


sesuai indikasi. resiko aspirasi atau
asfiksia.

- Berikan tambahan - Dapat menurunkan


oksigen/ ventilasi hipoksia serebral
manual sesuai sebagai akobat dari
kebutuhan pada fase sirkulasi yang
posiktal. menurun atau
oksigen sekunder
terhadap spasme
vaskuler selama
serangan kejang.

- Siapkan/bantu - Munculnya apneu


melakukan intubasi jika yang
ada indikasi. berkepanjangan pada
fase posiktal
membutuhkan
dukungan ventilator
mekanik.

2 Resiko tinggi Mengurangi resiko - Kaji karakteristik - Untuk mngetahui


injuri b.d injuri pada pasien. kejang. seberapa besar
perubahann tingkatan kejang
kesadaran , yang dialami pasien
kerusakan sehingga pemberian
kognitif,selama intervensi berjalan
kejang atau lebih baik
kerusakan
perlindungan
diri. - Benda tajam dapat
melukai dan
mencederai fisik
pasien

- Dengan
meletakkan spatel
lidah diantara rahang
atas dan rahang
bawah, maka resiko
pasien menggigit
lidahnya tidak
terjadi dan jalan
nafas pasien menjadi
lebih lancer
- Jauhkan pasien
dari benda benda tajam
/ membahayakan bagi
pasien
- Obat anti kejang
dapat mengurangi
derajat kejang yang
dialami pasien,
sehingga resiko
untuk cidera pun
berkurang
- Masukkan spatel
lidah/jalan napas
buatan atau gulungan
benda lunak sesuai
indikasi

- Kolaborasi dalam
pemberian obat anti
kejang
3 Gangguan harga Mengidentifikasi - Diskusikan - Reaksi yang ada
diri/identitas perasaan dan metode perasaan pasien bervariasi diantara
pribadi untuk koping dengan mengenai diagnostic, individu dan
berhubungan persepsi negative pada persepsi diri terrhadap pengetahuan/
dengan stigma diri sendiri penanganan yang pengalaman awal
berkenaan dilakukannya. dengan keadaan
dengan kondisi, penyakitnya akan
persepsi tentang mempengaruhi
tidak terkontrol penerimaan
ditandai dengan
pengungkapan - Adanya keluhan
tentang merasa takut, marah
perubahan gaya dan sangat
hidup, takut memperhatikan
penolakan; tentang implikasinya
perasaan di masaa yang akan
negative tentang datang dapat
tubuh mempengaruhi
pasien untuk
menerima keadaanya
- Anjurkan untuk
mengungkapkan/
mengekspresikan
perasaannya
- Memberikan
kesempatan untuk
berespon pada
proses pemecahan
masalah dan
memberikan
tindakan control
terhadap situasi yang
dihadapi

- Memfokuskan
pada aspek yang
positif dapat
membantu untuk
menghilangkan
perasaan dari
kegagalan atau
kesadaran terhadap
diri sendiri dan
membentuk pasien
mulai menerima
penangan terhadap
penyakitnya

- Pandangan
negative dari orang
terdekat dapat
berpengaruh
terhadap perasaan
kemampuan/ harga
diri klien dan
mengurangi
dukungan yang
diterima dari orang
terdekat tersebut
yang mempunyai
resiko membatasi
penanganan yang
optimal
-
Identifikasi/antisipasi
kemungkinan reaksi
orang pada keadaan
penyakitnya. Anjurkan
klien untuk tidak
merahasiakan
masalahnya
- Ansietas dari
pemberi asuhan
adalah menjalar dan
bila sampai pada
pasien dapat
meningkatkan
persepsi negative
terhadap keadaan
lingkungan/diri
sendiri

- Gali bersama
pasien mengenai
keberhasilan yang telah
diperoleh atau yang
akan dicapai
selanjutnya dan
kekuatan yang
dimilikinya

- Tentukan
sikap/kecakapan orang
terdekat. Bantu
menyadari perasaan
tersebut adalah normal,
sedangkan merasa
bersalah dan
menyalahkan diri
sendiri tidak ada
gunanya
- Tekankan
pentingnya orang
terdekat untuk tetap
dalam keadaan tenang
selama kejang
4 Kurang pengetahuan keluarga - Kaji tingkat - pendidikan
pengetahuan meningkat, keluarga pendidikan keluarga merupakan salah
keluarga tentan mengerti dengan proses klien. satu faktor penentu
proses perjalanan penyakit epilepsy, tingkat pengetahuan
penyakit keluarga klien tidak seseorang
berhubungan bertanya lagi tentang
dengan penyakit, perawatan - untuk mengetahui
kurangnya dan kondisi klien. seberapa jauh
informasi informasi yang telah
mereka
ketahui,sehingga
pengetahuan yang
nantinya akan
diberikan dapat
sesuai dengan
kebutuhan keluarga
- Kaji tingkat
pengetahuan keluarga
klien.
- untuk
meningkatkan
pengetahuan

- untuk mengetahui
seberapa jauh
informasi yang
sudah dipahami

- Jelaskan pada - agar keluarga


keluarga klien tentang dapat memberikan
penyakit kejang demam penanngan yang
melalui penyuluhan. tepat jika suatu-
waktu klien
mengalami kejang
berikutnnya.
- Beri kesempatan
pada keluarga untuk
menanyakan hal yang
belum dimengerti.

- Libatkan keluarga
dalam setiap tindakan
pada klien.
. Evaluasi
Evaluasi merupakan bagian akhir dari proses keperawatan. Evaluasi dilakukan untuk
mengetahui tingkat keberhasilan tindakan yang telah dilakukan. Disamping itu evaluasi dapat
dijadikan sebagai bahan pengkajian untuk proses berikutnya.
Pada kasus epilepsi evaluasi dilakukan atas tindakan yang dilakukan sesuai dengan
diagnosa dan tujuan yang sudah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai