Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Krisis ekonomi merupakan mimpi buruk setiap negara. Dalam hal penanggulangan
krisis ekonomi pemerintah biasanya menerapkan kebijakan-kebijakan untuk menjaga
keadaan perekonomiannya tetap stabil dan terhindar dari krisis. Berdasarkan perjalanan
sejarah perekonomian, Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi hebat pada tahun 1998
yang menyebabkan harga barang mengalami kenaikan hingga tidak tergapai oleh
masyarakat dan ikut memengaruhi keadaan sosial-politik saat itu (Riyandi, 2013).
Inflasi merupakan salah satu dampak paling nyata dari krisis ekonomi berupa
kenaikan harga barang secara umum. Secara sederhana inflasi diartikan sebagai
meningkatnya harga-harga secara terus menerus. Inflasi mengakibatkan pertumbuhan
ekonomi menjadi terhambat karena inflasi menyebabkan penurunan nilai tabungan sehingga
masyarakat cenderung berinvestasi dalam bentuk aktiva lain, serta dunia perbankan
mengalami kesulitan likuiditas (Nugroho, 2012). Untuk membendung dampak-dampak
inflasi yang berakibat pada terganggunya stabilitas perekonomian, pemerintah menjalankan
beberapa kebijakan yang bertujuan untuk menjaga jumlah uang yang beredar di masyarakat.
Upaya pemerintah dalam menjaga kestabilan perekonomian diwujudkan melalui
kebijakan yang digunakan pemerintah untuk menangani ancaman krisis ekonomi yakni
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan
penting dalam suatu negara karena berguna untuk mengendalikan kestabilan perekonomian
dengan mengatur penerimaan (dalam bentuk pajak) dan pengeluaran negara. Meski
memiliki tujuan yang sama dengan kebijakan fiskal, kebijakan moneter berguna untuk
mengendalikan jumlah uang yang beredar melalaui bidang perbankan seperti penetapan
tingkat suku bunga.
Ketika dikaji lebih dalam, kebijakan fiskal dan moneter terdiri atas berbagai macam
bentuk yang memiliki dasar yang berbeda-beda. Macam-macam bentuk dari kebijakan
tersebut memiliki dampak yang berbeda terkait dengan penerapannya dalam menanggulangi
masalah inflasi. Melalui kebijakan-kebijakan di atas, pemerintah dapat memilih kebijakan
mana yang paling tepat digunakan sesuai dengan fenomena-fenomena pemicu inflasi yang
terjadi dewasa ini, seperti inflasi oleh peningkatan jumlah uang yang beredar, permintaan
pasar terhadap barang dan jasa, serta kenaikan biaya produksi.

1
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang dapat dibuatkan beberapa rumusan masalah:
1. Bagaimana pengertian inflasi, kebijakan fiskal,dan moneter ?
2. Bagaimana pengaruh beberapa pengaplikasian kebijakan fiskal dan moneter terhadap
inflasi ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Agar Lebih memahami tentang pengertian inflasi, kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
2. Agar menambah wawasan kita tentang masalah yang terjadi dalam 2 kebijakan tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Inflasi, Kebijakan Fiskal, dan Moneter


Kenaikan harga barang secara umum disebut sebagai inflasi. Apabila kenaikan terjadi
hanya pada beberapa barang tertentu saja maka peristiwa tersebut tidak dapat dikategorikan
sebagai inflasi (Direktorat Penyusunan APBN, 2014:78). Menurut Nugroho (2012) inflasi
terjadi akibat kelebihan jumlah uang ya ng beredar di masyarakat sehingga harga barang
mengalami kenaikan dan daya beli masyarakat menurun karena berkurangnya pendapatan
riil masyarakat.
Inflasi disebabkan oleh kenaikan permintaan, bertambahnya biaya produksi, dan
berlebihnya jumlah uang yang beredar di masyarakat. Hal-hal tersebut dapat bersumber dari
dalam Indonesia sendiri atau pun dari luar Indonesia (inflasi kiriman). Untuk menanggulangi
permasalahan ekonomi yang disebabkan oleh inflasi, pemerintah menerapkan kebijakan-
kebijakan untuk menekan laju inflasi yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter.
Menurut Kurniawan (2010) kebijakan fiskal merupakan tindakan pemerintah dalam
bidang anggaran belanja negara untuk memengaruhi jalannya perekonomian yang meliputi
penerimaan atas pajak, pengeluaran pemerintah, dan transfer pemerintah. Pengertian serupa
juga dikemukakan oleh Salmon (2015) Ia berpendapat bahwa kebijakan fiskal (fiscal
policy) adalah kebijakan atau pemilihan instrumen yang digunakan untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan dalam bidang penerimaan serta pengeluaran pemerintah. Dari pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan fiskal merupakan pemilihan instrumen yang
diambil pemerintah dalam bidang penerimaan dan pengeluaran negara meliputi penerimaan
pajak, pengeluaran pemerintah, dan transfer pemerintah.
Secara garis besar kebijakan fiskal memiliki 3 fungsi, yaitu fungsi alokasi, distribusi
2
dan fungsi stabilitas (Putrapradhana, 2012). Fungsi alokasi bertujuan untuk mengalokasikan
dan mengatur faktor-faktor produksi yang telah ada agar dapat digunakan secara maksimal .
Fungi distribusi mengatur pemerataan pendapatan negara, sedangkan fungsi stabilitas
berfungsi untuk menjaga kestabilan tingkat harga barang kebutuhan pokok, pertumbuhan
ekonomi, dan kesempatan kerja. Dalam hubungannya dengan tingkat inflasi, fungsi
stabilitas merupakan fungsi utama untuk menekan tingginya inflasi.
Selain kebijakan fiskal, kebijakan lain yang bertujuan untuk mengendalikan tingkat
inflasi adalah kebijakan moneter. Kebijakan moneter adalah kebijaksanaan pemerintah
melalui Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral untuk mengawasi jumlah uang beredar
dalam mendorong, memelihara, dan menciptakan serta mempertahankan tingkat kegiatan
ekonomi yang tinggi, perluasan kesempatan kerja, dan tingkat harga-harga yang stabil
(Kurniawan, 2010:8). Dalam rangka mencapai stabilitas keuangan, BI sebagai penggerak
kebijakan moneter memiliki beberapa peran, yakni (www.bi.go.id:)
1) Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui
instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka.
2) Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang
sehat, khususnya perbankan .
3) Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran.
4) Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses
informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan.
5) Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistem keuangan melalui
fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR).

2.2 Macam-Macam Kebijakan Fiskal dan Moneter


Kebijakan fiskal dan moneter yang digunakan untuk menekan laju inflasi terdiri dari
beberapa macam. Secara umum, kebijakan fiskal dan moneter untuk menstabilkan harga
terbagi atas kebijakan ekspansi dan kontraksi. Pada perkembangannya, kebijakan fiskal
dapat dibedakan atas empat macam dasar (Salmon, 2015).
1. Pembiayaan fungsional (functional expenditure)
Dasar kebijakan ini bertujuan untuk memperluas kesempatan kerja agar menurunkan
angka pengangguran dengan melihat langsung tingkat pendapatan nasional negara .
Kebijakan ini dicetuskan pertama kali oleh A.P Lerner. Dalam kebijakan ini, pengeluaran
pemerintah dan perpajakan dipertimbangkan sebagai suatu hal yang terpisah.
3
2. Pengelolaan anggaran (the managed budget approach).
Dasar kebijakan pengelolaan anggaran dicetuskan oleh Alvin Hansen. Kebijakan ini
lebih disambut dengan positif karena dalam kebijakan ini pengeluaran pemerintah dan
perpajakan selalu dipertahankan, tetapi penyesuaian dalam anggaran juga dibuat guna
memperkecil ketidakstabilan ekonomi.
3. Stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget).
Dasar kebijakan ini muncul pada tahun 1940-an dimana penerimaan dan pengeluaran
pemerintah terjadi tanpa adanya campur tangan pemerintah yang disengaja. Dengan kata
lain, dalam kebijakan ini pemerintah hampir tidak melakukan tindakan-tindakan yang
berhubungan langsung dalam hal stabilitas anggaran.
4. Anggaran belanja seimbang (balanced budget approach)
Dasar kebijakan ini merupakan modifikasi dari dasar pengelolaan anggaran yaitu
dengan menerapkan anggaran defisit dalam situasi depresi dan surplus pada inflasi.
Seperti halnya kebijakan fiskal, kebijakan moneter juga terbagi menjadi beberapa
macam. Macam-macam kebijakan moneter untuk menjaga kestabilan harga pada saat
terjadinya inflasi, adalah (Case, 2012:515-518:)
1. Kebijakan pasar terbuka (open market policy)
Kebijakan pasar terbuka adalah kebijakan dimana pemerintah menjual surat berharga
untuk mengurangi jumlah uang yang beredar atau menarik surat berharga yang beredar di
masyarakat untuk menambah jumlah uang yang beredar.
2. Kebijakan diskonto (discount rate policy)
Kebijakan diskonto adalah kebijakan dengan menaikkan suku bunga pada saat inflasi
dan sebaliknya menurunkan suku bunga saat terjadi deflasi. Dalam keadaan inflasi ,
jumlah uang yang beredar di masyarakat terlalu banyak, karena itu suku bunga dinaikkan
dan masyarakat akan memilih untuk menabung di bank atau berinvestasi sehingga
jumlah uang yang beredar bisa dikendalikan dan laju inflasi menurun.
3. Kebijakan cadangan kas (the required reserve ratio policy)
Kebijakan cadangan kas adalah kebijakan untuk mengatur jumlah cadangan kas bank-
bank umum. Jika terjadi inflasi maka cadangan kas akan dinaikkan. Apabila cadangan
kas dinaikkan maka bank-bank umum harus memiliki persediaan uang lebih banyak
sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat berkurang. Berkurangnya jumlah uang
yang beredar akan menurunkan inflasi yang terjadi di masyarakat.

4
2.3 Pengaruh Kebijakan Fiskal dan Moneter Terhadap Inflasi yang Disebabkan oleh
Peningkatan Jumlah Uang Yang Beredar

Bapak ekonomi makro, J.M Keynes (dalam Case dkk., 2012:545), mengemukakan
bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah atau pemotongan pajak dapat menggerakkan
perekonomian. Dalam kebijakan fiskal, pengeluaran pemerintah dan pemotongan pajak
menjadi pemicu bertambah atau berkurangnya jumlah uang beredar, sehingga dapat
digunakan untuk mengendalikan inflasi. Terdapat dua cara dalam mengendalikan inflasi yaitu
dengan kebijakan ekspansi dan kontraksi fiskal .
Kebijakan ekspansi fiskal dilakukan dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah
atau mengurangi pajak dalam rangka mencapai stabilitas perekonomian. Biasanya
kebijakan ekspansi akan dilakukan apabila keadaan perekonomian mengalami penurunan
atau dengan kata lain perekonomian sedang lesu. Dengan menaikkan pengeluaran
pemerintah, maka akan meningkatkan produktivitas sehingga pendapatan ikut meningkat.
Dalam teori Keynesian ,ketika pendapatan meningkat maka konsumsi juga akan ikut
meningkat, akan tetapi peningkatan konsumsi tidak akan sebesar peningkatan pendapatan.
Hal ini juga berlaku dalam kebijakan ekspansi fiskal. Ketika pendapatan meningkat akibat
pertambahan pengeluaran pemerintah, maka konsumsi masyarakat juga akan ikut bertambah.
Pertambahan konsumsi tentu akan diikuti dengan peningkatan permintaan uang oleh
masyarakat, sehingga jumlah uang yang beredar akan semakin banyak. Begitu juga bila
dilakukan pegurangan pajak, semakin sedikit pajak yang bayarkan maka masyarakat
cenderung mengkonsumsi lebih banyak dan mengakibatkan kenaikan jumlah uang yang
beredar.
Kebijakan kontraksi fiskal merupakan kebalikan dari ekspansi fiskal. Dalam
kebijakan kontraksi fiskal, pengeluaran pemerintah dikurangi sementara pajak dinaikkan .
Ketika hal tersebut dilakukan oleh pemerintah maka pendapatan akan menurun sehingga
jumlah permintaan uang di masyarakat akan berkurang. Pengurangan jumlah uang yang
beredar mengakibatkan tingkat inflasi dapat diturunkan.
Berkaitan dengan inflasi, bank sentral memiliki tujuan untuk mencapai stabilitas
harga (www.bi.go.id). Terkait dengan fungsi tersebut, kebijakan moneter dilaksanakan oleh
bank sentral. Seperti halnya kebijakan fiskal, kebijakan moneter juga dibagi menjadi
kebijakan ekspansi dan kontraksi dalam menambah dan mengurangi jumlah uang yang

5
beredar. Kebijakan ekspansi moneter dilakukan dengan cara merangsang peningkatan
jumlah penawaran uang yang beredar, baik dengan melakukan pencetakan uang mau pun
dengan menurunkan suku bunga sehingga jumlah uang yang diminta juga akan ikut
meningkat .Sebaliknya, kebijakan kontraksi moneter dilakukan untuk menurunkan jumlah
penawaran uang sehingga uang yang beredar di masyarakat berkurang.
Kedua kebijakan ini merupakan kebijakan yang tidak dapat diterapkan secara terus
menerus dalam jangka panjang. Kebijakan ini hanya digunakan dalam waktu yang singkat
dengan melihat kondisi perekonomian negara. Sebagai contohnya apabila terjadi inflasi
dimana jumlah uang yang beredar terlalu banyak, maka diterapkan kebijakan kontraksi agar
jumlah uang yang beredar berkurang sehingga terjadi kestabilan harga. Apabila setelah
kebijakan kontraksi dilakukan situasi perekonomian menjadi lesu yang mengakibatkan
jumlah uang yang beredar terlalu sedikit, maka kebijakan dapat diubah menjadi kebijakan
ekspansi untuk meningkatkan kembali jumlah uang yang beredar.

2.4 Pengaruh Kebijakan Fiskal dan Moneter Terhadap Inflasi yang Disebabkan oleh
Peningkatan Permintaan Barang dan Jasa

Inflasi juga dapat disebabkan oleh karena kelebihan permintaan barang atau jasa .
Ketika permintaan masyarakat tinggi, maka produsen akan menaikkan harga sehingga
potensi terjadinya inflasi akan semakin besar. Untuk mengatasi hal tersebut dalam kebijakan
fiskal ,pajak akan dinaikkan sehingga harga barang menjadi lebih tinggi dari yang
seharusnya .Kenaikan harga ini akan menyebabkan masyarakat cenderung menahan uangnya
dan tidak membelanjakannya. Kecenderungan inilah yang akan menurunkan jumlah barang
atau jasa yang diminta oleh masyarakat dan harga barang kembali stabil.
Dalam mengatasi kelebihan permintaan, peran kebijakan moneter adalah dengan
menaikkan suku bunga. Kenaikan suku bunga akan menyebabkan jumlah barang dan jasa
yang diminta akan berkurang karena masyarakat akan memilih untuk mendapatkan
keuntungan dari bunga dengan cara menabung atau berinvestasi (Ilmi, 2014).

2.5 Pengaruh Kebijakan Fiskal dan Moneter Terhadap Inflasi yang Disebabkan oleh
Peningkatan Biaya Produksi
Selain pengaruh jumlah uang yang beredar dan peningkatan permintaan, terdapat
faktor lain yang bisa menyebabkan terjadinya inflasi. Faktor tersebut adalah peningkatan
biaya produksi. Menurut Case, dkk (2012:61) hukum penawaran menunjukkan hubungan
6
positif antara harga dan jumlah barang yang ditawarkan. Hal ini berarti semakin tinggi harga
suatu barang, maka semakin banyak pula kuantitas barang yang akan ditawarkan oleh
produsen. Ketika terjadi kenaikan biaya produksi, maka harga barang juga akan ikut naik .
Kenaikan harga barang ini dapat menjadi faktor pemicu inflasi .
Kebijakan fiskal untuk mengatasi inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
produksi ini dilakukan dengan menurunkan tarif pajak. Salah satu faktor yang meningkatkan
biaya produksi adalah pajak, sehingga ketika bahan baku produksi lain mengalami kenaikan
harga maka biaya produksi akan semakin tinggi. Jalan yang dapat ditempuh pemerintah
untuk menstabilkan harga adalah dengan menurunkan tarif pajak. Dengan menurunkan tarif
pajak ,biaya produksi dapat diminimalisasikan sehingga tingkat inflasi dapat ditekan. Dalam
kasus ini, kebijakan moneter digunakan ketika kebijakan fiskal tidak mampu membendung
inflasi .Apabila inflasi terjadi, maka bank sentral dapat menggunakan kebijakan diskonto,
cadangan kas, atau pasar terbuka untuk mengembalikan kestabilan harga.

BAB III
3.1 KESIMPULAN
Studi ini memberikan simpulan penting yaitu inflasi dapat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti jumlah uang beredar yang berlebihan, kenaikan biaya produksi, dan
meningkatnya permintaan barang atau jasa dari masyarakat, sehingga inflasi tidak dapat
dihindari. Meski tidak dapat dihindari, pemerintah dapat mengambil langkah-langkah untuk
membendung inflasi yang berlebihan dengan mengambil kebijakan yang tepat dalam
menangani permasalahan inflasi di Indonesia. Studi ini juga menambah khazanah
pengetahuan kita mengenai kebijakan fiskal dan moneter yang berfungsi untuk menjaga
kestabilan perekonomian melalui berbagai metode dan contoh pengaplikasian kebijakan
secara sederhana.

DAFTAR PUSTAKA

Case, Karl E. dkk.. 2012. “Principles of Macroeconomics”. Edisi ke-10. USA: Pearson

Prentice Hall

Direktorat Penyusunan APBN, kementrian keuangan dan Direktorat Jenderal Anggaran .

“ .2014 Dasar-Dasar Praktek Penyusunan APBN di Indonesia Edisi II”. Jakarta :

Direktorat Penyusunan APBN

7
http://www.bi.go.id/id/. “Peran Bank Indonesia dalam Stabilitas Keuangan”. Diakses 14

Maret 2015 pukul 11:50 http://www.bi.go.id/id/. “Tujuan dan Tugas Bank Indonesia”.
Diakses Minggu, 15 Maret 2015 pukul 11:57

Ilmi, Darul. 2014. “Pengaruh Kebijakan Moneter dan Fiskal dalam Permintaan Agregat ”

dalam http://www.students.uii.ac.id diakses Minggu, 15 Maret 2015 pukul 12:03

Kurniawan, Dhani. 2010. “Domestic Resources Policies : Dukungan Kebijakan Fiskal dan

Moneter dalam Pembentukan Modal” dalam


http://journal.unisfat.ac.id/index.php/ge/article/download/92/18 diunduh Sabtu, 14

Maret 2015 pukul 09:30

Nugroho, Primawan.W. 2012. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di

Indonesia Periode 2000.1 – 2011.4”


http://eprints.undip.ac.id/36801/1/NUGROHO.pdf diunduh Sabtu, 14 Maret 2015
pukul 13:45

Putrapradhana, Indrawan I.. 2012. “Manajemen Keuangan Publik” dalam

https://www.academia.edu/4727782/Ekonomi_Pemerintahan diunduh Minggu, 15

Maret 2015 pukul 13:35

Riyandi, Saugy. 2013. “Kondisi Ekonomi Saat Ini Berbeda dengan Krisis 1998 dan 2008 ”?

dalam www.mereka.com/uang/kondisi-ekonomi-saat-ini-berbeda-dengan-krisis-
1998-dan-2008.html diakses Minggu, 15 Maret 2015 pukul 13:47

Salmon, Hendrik. 2015. “Tinjauan Terhadap Anggaran Negara dan Kebijakan Fiskal dalam

Penggelolaan Keuangan Negara” dalam http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/hukum-


tata-negara/291-tinjauan-terhadap-anggaran-negara-dan-kebijakan-fiskal-dalam-
penggelolaan-keuangan-negara diunduh Sabtu 14 Maret 2015 pukul 12:45

Anda mungkin juga menyukai