2014-2-01473-BL Bab4001

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 19

BAB IV

PEMBAHASAN

1.1 Sekilas Tentang Koperasi Citra Karya Guna Persada (KCKGP)


KCKGP pada dasarnya merupakan koperasi keluarga. Dalam perkembangannya
KCKGP dapat menjadi koperasi besar yang sudah berkiprah dalam dunia bisnis di
Indonesia. Koperasi yang berpusat di Bandung ini memiliki dengan terobosan tiga
pilar bisnis yaitu, bidang Property, Otojasa dan Sewa alat berat serta pertambangan.
Bisnis-bisnis ini merupakan sumberdaya kekuatan ekonomi. Hal ini dikarenakan
KCKGP telah menjadikan Cipaganti Group mitra usaha koperasi nasional. Diawal
kegiatan usahanya dalam menerapkan proses modal penyertaan yang memberikan
bagi hasil sebesar 1,5 – 2% dari modal yang di setorkan. Modal minimum yang harus
disetorkan sebesar Rp. 100.000.000,-. Posisi strategis ini menjadikan KCKGP dapat
menarik sekitar 8.700 mitra sampai tahun 2014. Begitu banyak kegiatan yang
dilakukan oleh KCKGP dari tahun 2002 sampai dengan sekarang. Secara visual,
kronologis KCKGP dapat dijelaskan dengan tabel berikut:

Tabel 4.1: Kronologi Kasus KCKGP

Waktu Keterangan

2002-2012 Koperasi Cipaganti menjalankan kegiatan usaha

2002-2012 Koperasi merubah sistem pembayaran bagi hasil, pada mulanya 12


giro/tahun. Dirubah menjadi transfer ke rekening.
Jan-12 Stabilitas dan perkembangan bisnis KCKGP mulai terganggu,
menyebabkan KCKGP mengalami kesulitan likuiditas dan berdampak pada
pembayaran bagi hasil bulanan kepada mitra menjadi terlambat bahkan
tertunda
Des-13 Sejak 2004 sampai 2013 baru pada tahun ini dilakukan laporan keuangan
oleh KCKGP
Des-13 Salah satu mitra usaha menanamkan modal penyertaannya

Mar-14 Gagal bayar bagi hasil mitra usaha KCKGP

Apr-14 Mitra usaha protes dan Komplain terhadap gagal bayar

Apr-14 Dinas koperasi kota Bandung memberikan penghargaan sebagai koperasi


terbaik
Apr-14 KCKGP masih membuka kegiatan penyertaan modal

55
Apr-14 30 Calon Anggota atau Mitra berhasil di melakukan penyertaan modal
pada bulan ini.
56

Mei-14 Dua orang mitra upaya hukum mengajukan permohonan pailit ke PN


Jakpus
Jun-14 Rapat di GOR Pajajaran Bandung guna mempersatukan langkah mitra

Juni-juli Penetapan PKPU-S


2014
Jun-14 Penahanan 3 Tokoh Utama KCKGP, Andianto Setiabudi, Yulia Sri rejeki,
Yulinda Tjendrawati Setiawan atas gugatan atas penipuan dan penggelapan
Jun-14 Rangkaian sidang PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

Jul-14 Voting atas Proposal Perdamaian

Jul-14 Homologasi1 Perdamaian antara koperasi dengan mitra usaha

Jul-14 Pembentukan KIMU-S (Komite Investasi Mitra Usaha Sementara) guna


menindaklanjuti hasil dari PKPU
Agust-14 RUPS LB PT CCG Tbk.

Sep-14 KIMU melakukan rapat yang dihadiri PT-PT yang telah diserahkan kepada
mitra guna membentuk holding dari PT tersebut.
Sep-14 Dialog KIMU dengan mitra usaha Bandung-Jakarta

Sep-14 Audiensi KIMU dengan Polda Jabar


Sept-Okt Audiensi KIMU Dengan Andianto Setiabudi di Tahanan
2014
Des-14 Pengajuan gugatan TPPU

Feb-2015 Forum Silaturahmi Mitra Usaha Cipaganti dibentuk

Juli- Investigasi aspek legal dan bisnis aset-aset lain


sekarang
Diolah: Juli 20152

Badan hukum koperasi layaknya badan usaha lain yang memiliki kegiatan usaha
tidak selamanya berjalan baik. Setiap badan usaha pasti memiliki kendala-kendala
yang timbul dari kegiatan usaha tersebut. Semua dipengaruhi oleh pasar yang tidak
berpihak pada badan usaha koperasi. Hal ini terjadi pada KCKGP sebagai koperasi
yang berbadan hukum dan melakukan kegiatan usahanya di Indonesia. KCKGP
dipandang baik oleh masyarakat Indonesia dari bisnis travelnya. Suatu saat KCKGP
ini memiliki kendala-kendala dalam melakukan kegiatan usahanya. Hal ini yang
menyebabkan terjadinya gagal bayar pada badan hukum KCKGP. Dapat dilihat dari

1
Homologasi adalah pengesahan hakim atas persetujuan antara debitur dan kreditur konkuren untuk
mengakhiri penundaan kewajiban pembayaran utang PKPU Sementara
2
Eva Marbun, Forum Silaturahmi Wilayah Jakarta, wawancara dengan penulis, Dunkin Donuts
Buaran, 11 Juni 2015 . lihat juga pada, Relawan, “Kronologis Kasus Koperasi Cipaganti,”
<http://kimu.koperasicipaganti.co.id/kronologi.html> diaksess tanggal 25 Juni 2015
57

tabel di atas bahwa terjadi kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh pengurus


KCKGP.
Pada awal 2012, stabilitas dan perkembangan bisnis KCKGP mulai terganggu
yang menyebabkan KCKGP mengalami kesulitan likuiditas dan berdampak pada
pembayaran bagi hasil bulanan kepada mitra menjadi terlambat bahkan tertunda. Di
tahun ini juga KCKGP merubah sistem pembayaran yang dilakukan oleh koperasi
kepada para mitra. Pada mulanya mitra diberikan 12 (dua belas) buah giro selama 1
(satu) tahun, dengan kata lain perbulan 1 (satu giro) selama setahun. Akan tetapi
proses mekanisme ini berubah menjadi transfer ke rekening BCA yang dimiliki oleh
para mitra. Hal ini dibenarkan oleh salah satu perwakilan dari forum silaturahmi
wilayah jakarta yang mengatakan bahwa:3
“Pada waktu diawal, saat mitra menaruh uangnya di KCKGP, mitra akan
menerima 12 buah giro yang akan jatuh tempo setiap bulan sebagai bagi hasil.
Akan tetapi, di tahun 2012 sistem tersebut dirubah”

Dalam faktanya, ternyata pihak KCKGP telah memiliki masalah dengan bank.
Sehingga, rekening mereka ditutup. Alasan ini tidak di informasikan kepada mitra
mengapa terjadi perubahan sistem. Pada kejadian ini belum ada kecurigaan dari
pihak para mitra.
Salah satu mitra menyerahkan sejumlah uang untuk menyertakan modalnya pada
KCKGP. Tepatnya pada tanggal 30 Desember 2013, mitra usaha hanya mendapatkan
dua kali bagi hasil. Mekanisme dari perjanjian penyertaan modal bermacam-macam
kepada para mitra. Dengan cara bertemu bagian marketing di kantor cipaganti
ataupun marketing-nya datang ke rumah calon mitra beserta notarisnya. Dihadapan
notaris, dibuatlah perjanjian perjanjian kerjasama modal penyertaan dan pengelolaan
modal usaha. Didalam perjanjian tersebut terdapat klausul-klausul yang salah
satunya klausul jaminan pihak pertama. Klausul yang dimaksud pada pasal 8 sebagai
berikut:
Ayat (1)
Pihak pertama menjamin dan bertanggung jawab atas modal pernyetaan yang di
maksud dalam akta ini yang dikelolanya, sehingga perjanjian ini berlangsung
pihak kedua tidak akan mendapat tuntutan dan/atau gangguan dari pihak
manapun yang berkenaan dengan hal tersebut.

Ayat (2)
Modal penyertaan dari pihak kedua akan dikelola untung pengembangan usaha
koperasi serta sesuai dengan kehendak dari peruntungan yang diperjanjikan
3
Eva Marbun, Forum Silaturahmi Wilayah Jakarta, Op.cit., 11 Juni 2015.
58

dengan pihak kedua dalam akta ini dan tidak akan digunakan untuk usaha-usaha
yang dapat mengakibatkan kerugian pada pihak kedua.

Ayat (3)
Pihak pertama menjamin dan bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian yang
timbul sebagai akibat dari usaha yang dikelolanya sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam akta ini dengan tidak membebankan kerugian
kepada pihak kedua.

Ayat (4)
Pihak pertama berjanji serta mengikatkan diri untuk mewajibkan dirinya
mengembalikan modal penyertaan yang dimaksud dalam akta ini sesuai dengan
pasal 5 tersebut di atas pada saat perjanjian berakhir.4
Koperasi memiliki kewajiban memberikan laporan keuangan tahunan setiap
tahunnya. Akan tetapi, pada kenyataannya di tahun 2004 sampai dengan tahun 2012
belum ada laporan keuangan yang diberikan kepada dinas koperasi. Laporan
keuangan baru diberikan pada saat tahun 2013 akhir. Pada saat mengetahui kejadiaan
ini para mitra mulai merasakan adanya kejanggalan dari adanya pengelolaan dari
KCKGP.
Puncaknya pada bulan Maret 2014, KCKGP tidak dapat memberikan bagi
hasil kepada para mitra dari modal penyertaan yang di tanamkan. Penanggung jawab
utama yaitu, Andianto Setiabudi (“AS”), memberikan penjelasan mengenai gagal
bayar bagi hasil koperasi dan penyebab serta dampaknya. Penjelasan yang dilakukan
oleh AS ini bertempat di kantor pusat KCKGP Bandung. Sampai April 2014, para
mitra melakukan aksi protes dan komplain terhadap gagal bayar bagi hasil.
Pertemuan dengan AS ini guna merespon keterlambatan dan penundaan pembayaran
bagi hasil yang seharusnya sudah diterima mitra KCKGP.
Pada bulan April ini juga, KCKGP masih melakukan kegiatan penyertaan pada
calon anggota atau mitra yang ingin bergabung. Faktanya terdapat sekitar 30 mitra
melakukan penanaman penyertaan modal. Sampai saat ini 30 mitra tersebut tidak
mendapatkan bagi hasil sama sekali. Terindikasi bahwa AS tidak beritikad baik
dikarenakan masih membuka penyertaan modal bagi calon anggota atau mitra yang
ingin menanamkan modal penyertaannya disaat kondisi KCKGP yang sudah
mengalami gagal bayar kepada para mitra terdahulunya.
Menanggapi ketidakpastian penanganan permasalahan gagal bayar KCKGP ini,
pada akhirnya dua mitra mengajukan permohonan pailit ke Pengadilan Niaga Jakarta.

4
Akta Perjanjian Kerja Sama Modal Penyertaan dan Pengelolaan Modal Usaha, Nomor 133
59

Permohonan tersebut telah dipublikasikan di 2 media massa pada tanggal 13 Mei


2014. Atas permohonan mitra usaha ini, berdasarkan SK Pengadilan Negeri No.
21/Pdt.Sus/PKPU/2014 PN Jakarta Pusat tertanggal 19 Mei 2014, Koperasi
Cipaganti dalam status hukum Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara
(“PKPU-S”). Status ini dipublikasikan di dua media nasional, dalam hal ini Pikiran
rakyat tanggal 21 Mei 2014 dan Kompas tanggal 21 Mei 2014. Publikasi tersebut
juga sekaligus merupakan panggilan kepada para mitra dan kreditur lainnya untuk
mendaftarkan tagihan/piutangnya kepada KCKGP melalui tim Pengurus dalam
rentang waktu dan lokasi yang ditentukan.
Di sela-sela jadwal persidangan PKPU sebagaimana ditetapkan oleh Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, serangkaian aktivitas telah dan terus dilakukan oleh Komite
dan Tim Relawan untuk menyatukan pemahaman tentang risk and benefit PKPU,
misi & visi perdamaian dan menstrukturkan langkah-langkah strategis dalam
penyelesaian PKPU-S dan memperjuangkan hak-hak mitra. Salah satu dari rangkaian
upaya komite & tim relawan adalah penyelenggaraan Rapat Akbar di GOR Pajajaran
Bandung pada tanggal 19 Juni 2014 yang melibatkan 2000 mitra usaha dan seluruh
frontliner/marketing KCKGP. Para mitra dituntut untuk mengambil keputusan PKPU
dengan alasan koperasi jika di pailitkan mitra tidak dapat mengetahui seutuhnya aset
koperasi dan harus memberikan fee kepada kurator cukup besar yang bisa
merugikan mitra Adapun hasil rapat akbar ini adalah tersosialisasinya informasi
terkait PKPU dan bersatunya langkah mitra untuk menyelamatkan KCKGP.
Keterpurukan kondisi dan posisi mitra usaha serta kesabaran mitra usaha dalam
menjalani prosedur PKPU semakin diuji dengan adanya penangkapan dan penahanan
3 tokoh utama KCKGP, Andianto Setiabudi (Chief Executive Officer) Cipaganti
Group dan Pengawas KCKGP), Yulia Sri Rejeki (Kakak Andianto dan Wakil Ketua
Koperasi), serta Yulinda Tjendrawati Setiawan (Istri Andianto & Bendahara
Koperasi) oleh Polda Provinsi Jawa Barat pada tanggal 23 Juni 2014. Ketiga tokoh
ini telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan pelaporan 6 mitra usaha yang
tidak sabar dengan prosedur PKPU-S dan melakukan gugatan pidana tuduhan
penipuan dan penggelapan modal penyertaan sekitar 8.700 mitra dengan kisaran nilai
3,2 triliun rupiah. Tentunya penangkapan dan penahanan ini menimbulkan kendala
penyelesaian proses PKPU-S karena ruang gerak AS semakin terbatas.
Selama status PKPU-S, KCKGP diberikan waktu 270 hari sejak penetapan
PKPU-S untuk merundingkan Composition Plan (Proposal Perdamaian). Di dalam
60

periode ini pula, semua tindakan kepengurusan KCKGP harus disetujui tim PKPU
dan seluruh mitra usaha maupun KCKGP diharuskan mengikuti sejumlah rangkaian
persidangan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat selanjutanya
disebut (“Pengadilan Niaga”), Jl. Gajah Mada, Jakarta Pusat yaitu: (a). Rapat
kreditur; (b). Rapat pencocokan piutang; (c). Rapat pembahasan proposal
perdamaian; (d). Rapat pembahasan proposal perdamaian; (e); Rapat pemungutan
suara dan Rapat permusyawaratan Majelis Hakim. Namun, hakim pengawas tidak
menjelaskan secara jelas bagaimana proses dari PKPU sebenarnya.5
Selain itu, pada bulan Juli dilaksanakan voting atas proposal perdamaian di GOR
Britama Kelapa Gading , Jakarta guna menjaring suara mitra usaha atas proposal
perdamaian KCKGP. Hasilnya satu kreditur separatis6 yaitu (Bank Bukopin) dan
97% mitra usaha yang hadir sendiri atau diwakilkan menyetujui proposal
perdamaian. Sejak itulah, KCKGP akan berada dalam status PKPU tetap. Dengan
demikian, KCKGP masih memiliki kewenangan menjalankan kegiatan perusahaan
dibawah pengawasan pengurus PKPU dan seluruh transaksi tagihan utang terhenti
sementara hingga tercapai perjanian damai (PKPU Tetap). KCKGP masih diberikan
kesempatan untuk melakukan restrukturisasi utang kepada kreditur. Setelah
dilakukan perjanjian perdamaian antara KCKGP dan mitra usaha, maka pembayaran
utang bisa dibayarkan sesuai dengan isi perjanjian perdamaian yang telah disahkan
oleh pengadilan.
Dari adanya perjanjian homologasi antara KCKGP dengan mitra usaha, harus
dilakukan pengesahan oleh Pengadilan Niaga Jakarta. Menegaskan voting damai dari
mitra usaha dan keputusan majelis hakim atas status PKPU KCKGP, maka pada
tanggal 23 Juli 2014, Pengadilan Niaga mengesahkan dokumen perjanjian
perdamaian (homologasi) No. 20/Pdt.Sus.PKPU/PN Niaga Jak-Pus. Dengan
pengesahan ini pada prinsipnya KCKGP dinyatakan TIDAK PAILIT serta
permasalah KCKGP dan para mitra diselesaikan diluar pengadilan dengan hasil
voting damai antara keduanya. Namun, hakim pengawas tidak menjelaskan secara
jelas bagaimana proses dari PKPU sebenarnya.7

5
Eva Marbun, Forum Silaturahmi Wilayah Jakarta, Op.cit., 11 Juni 2015.
6
Kreditur separatis adalah kreditur pemegang hak jaminan kebendaan, yang dapat bertindak sendiri.
Kreditur separatis tidak terkena akibat putusan pernyataan pailit, artinya hak-hak eksekusi mereka
tetap dapat dijalankan seperti tidak ada kepailitan debitur. Kreditur preferen adalah kreditur yang
memiliki hak istimewa atau hak prioritas. Kreditur konkuren adalah kreditur yang harus berbagi
dengan para kreditur lainnya secara proporsional (pari passu).
7
Eva Marbun, Forum Silaturahmi Wilayah Jakarta, Op.cit., 11 Juni 2015.
61

Untuk menindak lanjuti homologasi KCKGP dengan mitra usaha, PN Niaga


mensyaratkan adanya suatu badan hukum berbentuk komite yang mewakili seluruh
mitra, yakni KIMU yang bertugas mengawasi jalannya semua unit-unit usaha
KCKGP dan memberikan langkah serta keputusan strategis dalam
pengelolaan/penjualan aset-aset yang ada didalam Perjanjian Damai. Mengingat pada
saat awal terbentuknya KIMU ini belum memiliki modal dasar yang memadai, maka
dalam putusan pengadilan, telah dijelaskan bahwa KIMU pada saat awal adalah
KIMU Sementara yang bertugas selama 12 bulan untuk mengisi kekosongan
pengurus KIMU Tetap. Pada tanggal 30 Juli 2014, KIMU Sementara telah terbentuk
dengan komposisi personil diisi dari mantan anggota panitia kreditur, komite dan
beberapa relawan yang mengawal kasus ini sejak awal. Selanjutnya, KIMU
Sementara ini harus mengadakan pemilihan umum yang melibatkan mitra untuk
memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di KIMU Tetap.
Selain dari proses persidangan dan langkah-langkah yang harus dilakukan
setelah putusan. Diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB)
PT. CCG Tbk., KIMU menghadiri RUPSLB tersebut untuk menempatkan wakil para
mitra untuk dapat kepengurusan PT. CCG Tbk., agar dapat memantau kepentingan
seluruh mitra usaha. Namun, disayangkan, hasil voting RUPSLB tersebut, saham
para mitra usaha yang berasal dari KCKGP dan PT. Cipaganti Global Corporindo
(PT CGC), dikalahkam oleh mayoritas pemegang saham saat ini menguasai PT CCG
Tbk. tersebut. Atas dasar hasil RUPSLB tersebut, KIMU melayangkan surat kepada
jajaran pengurus PT. CCG Tbk. yang baru menyatakan mitra untuk keberatan dengan
jajaran pengurus PT.CCG yang baru, karena tidak dapat mengakomodir keterwakilan
mitra didalam jajaran pengurus. Melalui surat itu juga, KIMU mengusulkan 2
anggota KIMU untuk mewakili dalam kepengurusan PT. CCG Tbk. berdasarkan
perjanjian damai PKPU yang di delegasikan oleh PN Niaga Jakpus. Namun tetap
saja, PT. CCG Tbk. menolak permintaan tersebut.
Seiring berjalannya waktu, KIMU Sementara ini telah melakukan berbagai aksi.
Pada September dan Oktober, KIMU telah melakukan pembentukan PT. Pooling
Aset sebagai holding dari perusahaan perusahaan yang telah diserahkan kepada
mitra. PT Pooling Aset yang memiliki identitas resmi sebagai PT. Mitra Manunggal
Persada ini yang akan menjadi ujung tombak dalam menjalankan bisnis dari unit-unit
usaha koperasi yang telah diserahkan dengan pengawasan dan arahan dari KIMU.
Tindakan ini merupakan tindak lanjut dari perjanjian homologasi.
62

KIMU juga melakukan audiensi dengan Polda (“Polda”) Jawa Barat guna
menyampaikan hasil perdamaian secara langsung kepada pihak Polda untuk
memperoleh komitmen penuh jajaran Polda sebagai lembaga pelayanan publik yang
mengedepankan prinsip keadilan dan transparansi dalam penegakan hukum untuk
membantu setiap langkah strategi KIMU. Mengizinkan KIMU untuk secara
permanen melaksanakan rapat koordinasi secara berkala dengan AS selaku pengawas
KCKGP sekaligus direktur PT. CGC merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
homologasi. KIMU juga melakukan audiensi kepada AS di tahanan guna meminta
kejelasan komitmen AS atas penyelesaian para mitra dan konsolidasi aspek strategis
terkait keputusan pengelolaan/penjualan aset-aset yang tercantum dalam perjanjian
damai.
Mitra juga melakukan gugatan lain selain gugatan pidana diatas, hasil dari
penelaahan hukum pidana koperasi ini juga bisa diajukan dalam proses Tindak
Pidana Pencucian Uang (“TPPU”), sehingga kedua hal ini berjalan bersamaan.
Dalam proses TPPU ini sampai pada proses penyitaan aset yang ada di Bandung,
aset-aset di luar daerah Bandung juga masih ada. Seperti misalnya, kalimantan juga
masih banyak aset KCKGP yang ada disana. Proses penitaan atas aset masih
dilakukan sampai sekarang.
Para mitra merasa tidak ada komunikasi yang baik dengan KIMU Sementara
selaku produk dari PKPU. KIMU sebagai komite investor seharusnya ada pertemuan
yang rutin dilakukan untuk menyampaikan tindak lanjut dari putusan PN Niaga.
Akan tetapi, hal ini tidak terjadi. Sehingga sejauh ini, mitra tidak mengetahui apapun
yang telah dilakukan oleh KIMU Sementara. KIMU Sementara pun sulit untuk
ditemui dan keberadaannya tidak diketahui walaupun telah tercantum alamat yang
bertempat di Jl Cipaganti No. 82 (Sebelumnya travel cipaganti). KIMU sementara
berpendapat bahwa mereka hanya melakukan produk perjanjian damai dari PKPU.
Namun, Pengadilan Niaga pun tidak mengetahui keberadaan KIMU Sementara.
Oleh karena itu, mitra membuat Forum Silaturahmi Mitra Usaha Cipaganti.
Forum silaturahmi ini dibentuk guna mewujudkan pengembalian dana mitra
Cipaganti dalam waktu selambat-lambatnya satu tahun yang berarti tahun ini. Pada
dasarnya tujuan dari Forum Silaturahmi yaitu, (a) menyatukan dan mempererat
silaturahmi seluruh mitra cipaganti dalam kebersamaan. (b) melakukan upaya-upaya
dalam rangka percepatan pengemballian dana mitra cipaganti secara utuh. (c)
mendukung kegiatan yang dilakukan KIMU sepanjang untuk kepentingan mitra
63

cipaganti. (d) memonitor dan mengawasi semua kegiatan KIMU dalam proses
penyelesaian pengembalian dana mitra cipaganti.

1.2 Analisis Pertanggungjawaban Pengurus Koperasi Menurut UU


Perkoperasian
Pertanggungjawaban sebuah koperasi terdapat pada alat penggerak dari koperasi
itu sendiri. Alat penggerak yang dimaksud adalah rapat anggota, pengurus dan
pengawas. Organ koperasi memiliki hubungan yang berkaitan antara satu dengan
yang lainnya. Dalam hal pertanggungjawaban, masing-masing organ berperan aktif.
Segala pertanggungjawaban dari para organ diatur dalam UU Perkoperasian dan
peraturan perundangan di bawahnya. Dalam hal pengurus, telah jelas disebutkan
dalam pasal 31 UU Perkoperasian bahwa:
“Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan koperasi
dan usahanya kepada rapat anggota atau rapat anggota luar biasa”.
Sebuah pencerminan demokrasi dari suatu badan hukum koperasi terdapat pada
rapat anggota. Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
koperasi. Rapat anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam
anggaran dasar. Rapat anggota tidak dapat berjalan dengan sendirinya tanpa ada yang
mengatur jalannya rapat. Pengatur jalannya rapat dilakukan oleh pengurus rapat.
Pengurus rapat tidak dapat melakukan dengan sendirinya mekanisme dari rapat
anggota melainkan harus berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Walaupun rapat anggota dilakukan oleh pengurus rapat, akan tetapi rapat anggota
juga dapat meminta pertanggungjawaban pengurus dan pengawas mengenai
pengelolaan koperasi. Selain rapat anggota, koperasi dapat melakukan rapat anggota
luar biasa. Rapat anggota luar biasa dapat diadakan atas permintaan sejumlah
anggota koperasi atau atas keputusan pengurus yang pelaksanaannya.
Rapat anggota luar biasa merupakan rapat anggota yang bersifat accidental
yang mana proses berlangsungnya dilakukan sesuai kebutuhan. Rapat anggota luar
biasa dilakukan apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang
wewenangnya ada pada rapat anggota.
Rapat anggota merupakan hal yang fundamental dalam organ koperasi. Di dalam
rapat anggota terdapat beberapa hal penting dalam perkoperasian. Anggaran dasar
dibahas, dibentuk dan disahkan dalam rapat anggota. Struktur pengurus, dibentuk
dan disahkan dalam rapat anggota guna koperasi dapat menjalankan kegiatannya.
64

Penyerta modal pun diikutsertakan dalam rapat anggota mengenai pengawasan dari
kegiatan usaha yang dikelolanya. Sesuai dengan pasal 13 ayat (1) dan (2), Peraturan
Pemerintah No. 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi
mengatakan bahwa pengurus dapat mengundang pemodal untuk memberikan saran
dan pendapat mengenai usaha yang dibiayai oleh modal penyertaan. Namun,
pemodal tidak mempunyai hak suara dalam rapat anggota dan tidak turut
menentukan kebijaksanaan koperasi secara keseluruhan.
Dapat dikatakan oleh penulis bahwa, didalam pertanggungjawaban suatu badan
hukum koperasi yang dapat dimintakan pertanggungjawaban ialah pengurus. Hal ini
dikarenakan pengurs adalah organ yang melakukan pengelolaan kegiatan dan usaha
dari badan hukum koperasi. Terdapat dua sarana yang menjadi tempat bagi para
pengurus untuk memberikan pertanggungjawabannya kepada organ koperasi lainnya
maupun pihak-pihak yang terkait dengan hal tersebut. Yang pertama, pengurus dapat
memberikan pertanggungjawabannya melalui rapat anggota yang minimal
dilaksanakan satu tahun sekali dalam badan hukum koperasi tersebut. Pada saat ini
lah pengurus membahas semua kegiatan usaha yang dilakukan, dampak-dampak
yang timbul dari kegiatan usaha dan kinerja kegiatan usaha kedepannya. Kendala
dari rapat anggota tahunan ini adalah terjadi dalam kurun waktu setahun sekali. Akan
tetapi, hal tersebut dapat disiasati dengan adanya sarana lainnya. Yang kedua, melalui
rapat anggota luar biasa. Rapat anggota luar biasa dapat terselenggara sesuai kondisi
dan kebutuhan badan hukum koperasi tersebut. Disaat kebutuhan yang mendesak dan
harus dibicarakan oleh organ koperasi maupun pihak-pihak yang terkait rapat
anggota luar biasa ini dapat dilaksanakan. Dalam hal ini tidak terjadi kendala yang
mengharuskan permasalahan dibahas dalam rapat anggota tahunan sedangkan
permasalahan ini harus segera dibahas oleh pihak-pihak terkait.
Penulis beranggapan bahwa, organ koperasi rapat anggota ini adalah suatu
proses pencegahan dan penanggulangan. Pencegahan dalam arti, pengurus yang ingin
bertanggungjawab dapat melakukan pencegahan dengan cara membahas indikasi
permasalahan yang akan terjadi di suatu badan hukum koperasi dalam rapat anggota
maupun rapat anggota luar biasa. Hal tersebut lebih memungkinkan dalam
pelaksanaan rapat anggota luar biasa, karena dapat diselanggarakan dalam suatu
kondisi yang sangat mendesak atas permintaan pengurus maupun anggota. Proses
penanggulangan sebagai pertanggungjawaban oleh pengurus dapat dilakukan dalam
rapat anggota luar biasa, karena suatu badan hukum koperasi telah terjadi masalah
65

atas dasar perbuatan hukumnya. Akan tetapi, kedua hal tersebut tidak dapat
terlaksana apabila tidak terdapat itikad baik dari para pengurus maupun organ lain
yang terdapat didalam suatu badan hukum koperasi.

1.3 Analisis Pertanggungjawaban Pengurus KCKGP berdasarkan UU


Perkoperasian
Suatu badan hukum layaknya manusia sebagai subjek hukum dapat melakukan
pebuatan hukum. Perbuatan hukum tersebut memiliki dampak tersendiri sesuai
maksud dan tujuan dari perbuatan hukum tersebut. Dalam suatu badan hukum
koperasi, koperasi dapat melakukan perbuatan hukum yang dilakukan oleh alat
penggerak koperasi tersebut. Dalam hal ini, alat penggerak koperasi tersebut adalah
organ-organ koperasi. Organ-organ koperasi telah disebutkan dalam BAB II, adanya
rapat anggota, pengurus dan pengawas.
Rapat anggota memiliki tugas, wewenang dan fungsi. Rapat anggota memiliki
tugas untuk menyelesaikan masalah di dalam koperasi (Internal) maupun dengan di
diluar koperasi (eksternal). Rapat anggota memiliki kekuasaan tertingi dalam
memutus suatu keputusan. Terkait dengan perbuatan hukum yang dilakukan oleh
suatu badan hukum koperasi, dilaksanakan oleh pengurus. Pengurus bertanggung
jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan atas nama koperasi.
Pertanggungjawaban tersebut dilakukan dalam rapat anggota maupun rapat anggota
luar biasa.
Pengurus KCKGP dapat menyelesaikan permasalahan dengan para mitra usaha
melalui rapat anggota. Namun hal itu tidak terjadi, AS selaku pengurus dari KCKGP
hanya memberikan penjelasan penyebab terjadinya gagal bayar di kantor pusat
KCKGP tanpa membuahkan suatu solusi baik bagi mitra usaha. Didasari dari tidak
adanya solusi tersebut, para mitra melakukan aksi protes dan komplain terhadap
gagal bayar bagi hasil. Hal ini tidak sesuai dengan fungsi dari rapat anggota yang
bermusyawarah untuk mencapai mufakat. Rapat anggota bukan merupakan proses
dari penanggulangan dari adanya suatu masalah. Berdasarkan asas kekeluargaan,
seharusnya rapat anggota dapat dijadikan proses pencegahan yang dilakukan oleh AS
sebelum terjadinya gagal bayar. Namun, AS tidak melakukan rapat anggota sebelum
sengketa ini membesar dan terjadi gagal bayar.
Terlebih lagi, AS tidak mengambil tindakan untuk memberhentikan penarikan
dana dari masyarakat untuk penyertaan modal dikala permasalahan ini sampai pada
puncaknya. Dengan begitu, semakin banyak mitra yang terjebak dalam kasus ini dan
66

pihak KCKGP mendapatkan nominal gagal bayar yang lebih besar. Sesuai tabel
komparasi pengurus pada BAB I, AS dan pengurus lain adalah orang-orang yang
memiliki jabatan lain di kepengurusan PT CCG dan orang-orang tersebut adalah
orang terdekat dari AS. Struktur pengurus terakhir tercatat dalam anggaran dasar.
Pengesahan anggaran dasar terdapat pada dinas koperasi. Dinas koperasi tidak
mengambil tindakan apapun terhadap struktur kepengurusan yang dapat dikatakan
tidak semestinya terdapat dalam sebuah koperasi besar. Keterkaitan antara
kepengurusan AS di PT CCG dan di KCKGP memiliki kejanggalan tersendiri. Hal
ini dikarenakan dana mitra usaha sebagai modal penyertaan diperuntukkan kepada
PT CCG untuk kegiatan investasi. Penulis beranggapan bahwa dapat dikatakan juga
bahwa AS memiliki itikad tidak baik dalam pengelolaan KCKGP.
Berdasarkan dari tindakan AS, dapat dikatakan bahwa KCKGP yang di bawahi
oleh AS memiliki kejanggalan-kejanggalan peristiwa yang dilakukan oleh KCKGP
maupun kepada KCKGP. Diantaranya mengenai proses pelaksanaan kegiatan
penyertaan modal maupun proses pertanggungjawaban setelah adanya sengketa.
Keduanya diatur dalam UU Perkoperasian. Oleh karena itu, pengurus harus
bertanggung jawab sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Analisa penulis terhadap pertanggungjawaban pengurus KCKGP berdasarkan
UU Perkoperasian belum sesuai. Dikarenakan AS tidak membahas indikasi adanya
gagal bayar pada rapat anggota tahunan ataupun menyelenggarakan rapat anggota
luar biasa sebagai pengkhususan membahas indikasi gagal bayar yang akan terjadi
pada KCKGP. Terlebih lagi, didalam kegiatan KCKGP terdapat beberapa
penyimpangan yang menjadi faktor pendukung adanya gagal bayar di KCKGP dan
penyimpangan terhadap perundang-undangan yang terkait. Selanjutnya penulis akan
menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pengurus antara lain
sebagai berikut:

1.3.1 Problematika Penerapan Anggaran Dasar


Seperti yang telah dijelaskan pada BAB II dan BAB III, koperasi berdiri
atas dasar sekelompok orang yang memiliki kegiatan dan kepentingan ekonomi
yang sama. Wadah dari tujuan dan kepentingan tersebut ialah anggaran dasar.
Anggaran dasar yang menjadi pedoman dari pelaksanaan koperasi itu sendiri.
Dalam pembentukan koperasi dibutuhkan akta pendirian yang didalamnya
terdapat anggaran dasar. Akta pendirian KCKGP di sahkan oleh Dinas Koperasi
dan UKM Provinsi Jawa Barat (“Dinas Koperasi”).
67

Dalam proses pembuatan akta pendirian oleh notaris, dibutuhkan notaris


yang memiliki spesialisasi dalam pembuatan akta pendirian koperasi. Pengurus
memberikan semua data-data yang dibutuhkan untuk mendapatkan pengesahan
badan hukum oleh dinas koperasi. Posisi notaris sama hal nya dengan pengurus,
dikarenakan notaris diminta oleh pengurus untuk melakukan proses pengesahan
badan hukum koperasi ini. Jadi, apabila terdapat penyimpangan dari akta
pendirian yang dibuat oleh notaris, dinas koperasi berhak menindaklanjuti dari
adanya kesalahan dalam akta pendiran tersebut. Pelaporan atas notulensi dari
rapat anggota yang dilakukan oleh koperasi atau perubahan atas anggaran dasar
pun di buat pengesahan oleh notaris.
Dinas koperasi mengetahui seluruhnya anggaran dasar, perubahan atas
anggaran dasar, notulensi rapat anggota yang dimiliki KCKGP. Dinas koperasi
pun melakukan pengawasan atas kegiatan usaha KCKGP. Namun, Dinas
Koperasi tidak melakukan pengawasan secara mendetail terhadap anggaran
dasar KCKGP atas izin usaha yang tercantum dalam akta pendiriannya maupun
perubahan atas anggaran dasar. Hal ini lah menjadi celah bagi KCKGP untuk
melakukan penyimpangan atas UU Perkoperasian maupun peraturan
perundangan lain yang berlaku. Dari kepengurusan KCKGP sampai dengan
kegiatan usaha yang dilakukan KCKGP.

1.3.2 Problematika Pengurus


Sesuai dengan teori organ, badan hukum bukan suatu yang abstrak, tetapi
benar-benar ada, badan hukum itu organisme yang riil, badan hukum menjadi
kolektivitas, terlepas dari individu. Pengurus koperasi pada KCKGP terdiri dari
Ketua, Wakil Ketua, Bendahara, Sekertaris. Posisi-posisi yang ditempatkan oleh
para pengurus adalah orang terdekat dari AS yang masih dalam lingkup
keluarga. Koperasi sebagai badan hukum, merupakan suatu bentuk yang
didalamnya terdapat unsur-unsur kekayaan terpisah, tujuan tertentu, kepentingan
sendiri dan organisasi yang teratur. Dapat dilihat dari komposisi kepengurusan
dan fakta yang ada bahwa KCKGP tidak melakukan pemisahan harta yang jelas.
KCKGP suatu badan hukum koperasi, yang dijalankan pengelolaan
kegiatan dan usahanya oleh pengurus. Tidak dapat berbuat yang signifikan bagi
kelangsungan koperasi. Hal ini di karenakan, seluruh kekuasaan tertinggi
terdapat dalam rapat anggota. Segala permasalahan yang dibahas dalam rapat
anggota sifatnya sudah tidak bisa ditawar lagi. Semua tergantung dari keputusan
68

rapat anggota yang diselenggarakan oleh pengurus. Penulis beranggapan bahwa


KCKGP sebagai suatu badan hukum tindakannya selaras dengan keputusan yang
timbul dari adanya rapat anggota.
KCKGP memiliki tujuan tertentu, akan tetapi tujuan tersebut tidak sejalan
dengan tujuan koperasi pada umumnya. Hal ini dapat dikarenanakan adanya
itikad tidak baik dari para pengurus untuk menjalankan koperasi tersebut. Dapat
dilihat pada kegiatan usaha investasi yang dilakukan KCKGP terhadap PT yang
terafiliasi dengannya. KCKGP telah memiliki kepentingan sendiri, kepentingan
yang tidak baik. Badan hukum ini bertindak seperti manusia melalui organnya.
KCKGP dapat bertindak tidak hanya dalam anggaran dasar dan anggaran rumah
tangganya melainkan bertindak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

1.3.3 Problematika Perbuatan Hukum


Badan hukum koperasi dapat melakukan perbuatan hukum selayaknya
subjek hukum. Perbuatan hukum salah satunya yang dilakukan oleh KCKGP
adalah Perjanjian Kerjasama Modal Penyertaan dan Pengelolaan Modal Usaha
terlihat cacat hukum. Terdapat pada pasal Pasal 8 ayat (3), Perjanjian Kerjasama
Modal Penyertaan dan Pengelolaan Modal Usaha menyebutkan bahwa:
“Pihak pertama (KCKGP) menjamin dan bertanggung jawab sepenuhnya
atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari usaha yang dikelolanya sesuai
dengan ketentuan-ketntuan yang tercantum dalam akta ini dengan tidak
membebankan kerugian kepada pihak kedua (Mitra Usaha)”
Klausul ini berbanding terbalik dengan Pasal 7 Peraturan Pemerintah No.
9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam bahwa:
“Pemodal turut menanggung resiko dan bertanggung jawab terhadap
kerugian usaha yang dibiayai modal penyertaan sebatas nilai modal
penyertaan yang ditanamkannya dalam koperasi”.
Hal ini tidak berlaku apabila penyerta modal turut serta dalam
pengelolaan usaha yang dibiayai modal penyertaan dan atau turut menyebabkan
terjadinya kerugian usaha yang dibiayai modal penyertaan tersebut. Didalam
KUHPer Pasal 1320, terdapat syarat sah perjanjian yaitu, a) kesepakatan kedua
belah pihak, b) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, c) adanya objek
tertentu, d) suatu sebab yang tidak terlarang. Antara Pasal ini berbanding terbalik
dengan klausul yang ada pada Perjanjian Kerjasama Modal Penyertaan dan
Pengelolaan Modal Usaha. Dapat dikatakan clausul yang ada dalam perjanjian
69

melanggar pasal yang terdapat pada PP No. 33 Tahun 1998 sesuai dengan syarat
sah perjanjian suatu sebab yang tidak terlarang. Dengan demikian, terjadi cacat
hukum dalam perjanjian antara mitra usaha dengan KCKGP perjanjian tersebut
sebenarnya batal demi hukum.
Penulis beranggapan bahwa terlihat itikad tidak baik yang dilakukan oleh
AS selaku pengurus KCKGP dalam melakukan kegiatan usaha badan hukum
koperasi. Perjanjian ini dibuat bersama notaris dan notaris pun tidak mengetahui
adanya cacat hukum dalam perjanjian ini. Notaris yang memiliki integritas dan
kredibilitas yang baik, walaupun diberikan format tersebut oleh AS seharusnya
menolak akan hal itu dan paham atas adanya pasal ini karena notaris tersebut
memiliki spesialisasi di bidang perkoperasian sehingga tidak terjadi perjanjian
yang cacat hukum. Hal ini juga yang menjadi sarana untuk AS dalam
meningkatkan ekonomi dengan cara melakukan penyimpangan klausul dari
perjanjian agar para mitra usaha bersedia menyertakan modalnya tanpa harus
bertanggungjawab jika terjadi sesuatu.

1.3.4 Problematika Perubahan Status Calon Anggota


Didalam badan hukum koperasi, terdapat status keanggotaan. Anggota
koperasi merupakan pemilik dan sekaligus pengguna jasa koperasi. Mitra usaha
dalam kasus ini dapat dikatakan sebagai calon anggota. Calon anggota yang
menggunakan kegiatan usaha koperasi simpan pinjam karena statusnya hanya
sebagai calon anggota, mitra usaha hanya sebagai pengguna jasa koperasi. Oleh
karena itu, hal ini yang dimanfaatkan oleh AS selaku pengurus koperasi dalam
hal keanggotaan KCKGP.
KCKGP merupakan suatu badan hukum koperasi yang kegiatan usaha
koperasinya di bidang simpan pinjam. Kegiatan usaha simpan pinjam
dilaksanakan dari dan untuk anggota, calon anggotakoperasi yang bersangkutan,
koperasi lain dan atau anggotanya. Dalam PP No. 9 Tahun 1995 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam Oleh Koperasi, pada Pasal 18 ayat
(2), calon anggota koperasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah
melunasi simpanan pokok harus menjadi anggota. Terjadi penyimpangan
terhadap status calon anggota mitra usaha oleh KCKGP dibawah kendali
pengurus. Dalam kasus ini, KCKGP melakukan pelunasan simpanan pokok
(modal) paling lama 6 bulan.8 Hal ini tidak dilakukan oleh KCKGP. Bahkan
8
Abdul Wahab, Direktur Perencanaan Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin), Op.cit., 8 Juni 2015.
70

pelunasan dari simpanan pokok tersebut tidak terjadi, melainkan perpanjangan


kontrak yang dilakukan oleh KCKGP sampai kurun waktu 1 tahun atau 2 tahun.
Penulis beranggapan bahwa dengan kata lain, hak untuk menjadi anggota
dari mitra usaha menjadi gugur. Akibat dari tidak terjadinya perubahan status
calon anggota menjadi anggota oleh mitra usaha adalah kebebasan AS selaku
pengurus melakukan kegiatan usaha tanpa diawasi atau adanya campur tangan
mitra usaha yang menjadi anggota KCKGP. Bahkan sesuai dengan pengertian
anggota koperasi, mitra usaha yang menjadi anggota koperasi dapat memiliki
koperasi tersebut. Hal ini merupakan trik yang dimiliki oleh AS dalam
melangsungkan kegiatan usaha dari KCKGP ini dengan itikad tidak baik.

1.3.5 Problematika Modal Penyertaan


Menurut Meijers, Paul Scholtten, badan hukum itu adalah suatu realita,
konkret, rill walaupun tidak dapat dirapa bukan khayal tapi kenyataan yuridis
hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia hanya terbatas
badan hukum saja. Dengan arti lain, KCKGP ini merupakan bentuk nyata suatu
badan hukum yang bisa dipetanggungjawabkan layaknya manusia.
Sesuai dengan pasal 42 ayat (1) dan (2) UU Perkoperasian, , koperasi
dapat pula melakukan penanaman modal yang juga berasal dari Modal
Penyertaan. Ketentuan mengenai penanaman modal yang berasal dari modal
penyertaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah
No. 33 Tahun 1998 mengatur tentang modal penyertaan pada koperasi.Sesuai
dengan modal koperasi yang diantaranya modal sendiri, modal pinjaman dan
modal penyertaan. Pemupukan modal penyertaan dilakukan berdasarkan
perjanjian antara koperasi dengan pemodal atau mitra usaha.
Status dari modal penyertaan ini sebagai ekuitas, ekuitas merupakan unit
usaha atau proyek yang dibiayai dengan modal penyertaan ini. Dengan kata lain,
tanggungan resiko atau pembagian hasil usaha untuk modal penyertaan hanya
sebatas yang berhubungan dengan unit usaha atau proyek usaha yang dijalankan
bukan tanggungan resiko atau pembagian hasil dari koperasi secara keseluruhan.
Mitra telah melakukan penyertaan modal ke KCKGP yang diatur dalam peraturan
perundangan yang berlaku. Diawali dari adanya konsep modal penyertaan yang
dimana KCKGP memberikan bagi hasil yang flat. Hal ini bertentangan dengan
konsep koperasi yang melakukan kegiatan usahanya berdasarkan bagi hasil sesuai
unit usaha yang dijalankan. Seharusnya modal penyertaan tersebut memakai
konsep bagi hasil sesuai dasar koperasi. Sedangkan kegiatan usaha atau unit usaha
71

yang dijalankan oleh KCKGP yang sumber dananya berdasarkan modal


penyertaan adalah investasi yang kondisinya tidak selalu untung. Didukung juga
dengan masih diselenggarakannya penyertaan modal disaat hilang kemampuan
bayar dan sengketa KCKGP telah berlangsung. Tiga puluh mitra melakukan
penyertaan tanpa adanya bagi hasil.
Keikutsertaan mitra usaha sebagai penyerta modal dengan pengawasan
kegiatan usaha yang dibiayai modal penyertaan dapat terjadi sesuai perjanjian
yang disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam rapat anggota, pengurus pun dapat
mengundang mitra usaha untuk memberikan saran dan pendapat mengenai usaha
yang dibiayai oleh modal penyertaan. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi dalam
KCKGP dikarenakan KCKGP menutup diri dari pihak-pihak asing diluar
kekuasaan AS.
Penulis beranggapan bahwa tidak mungkin bisa terjadi untuk secara
jangka panjang bahwa modal penyertaan dijadikan sumber dana investasi dengan
bagi hasil yang flat setiap bulannya. Investasi adalah aspek bisnis yang tidak
selamanya mendapatkan keuntungan. Akan tetapi, KCKGP memberikan konsep
bagi hasil dari modal penyertaan yang tetap. Seakan-akan kegiatan usaha yang
didanai oleh modal penyertaan selalu untung. Terlihat jelas disini bahwa ada itikad
tidak baik yang dilakukan oleh AS selaku pengurus yang ingin mendapatkan
modal besar tanpa memikirkan bagi hasil secara jangka panjang untuk para mitra.

1.3.6 Problematika Kegiatan Usaha Koperasi Sebagai Badan Hukum


Koperasi sebagai badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum
selayaknya manusia sebagai subjek hukum. Badan hukum sebagai subjek hukum
tidak serta merta dapat melakukan segala perbuatan hukum tanpa ada batasan.
Perbuatan hukum oleh koperasi di fasilitasi oleh para pengurusnya. Oleh karena
itu, yang bertanggung jawab atas pengelolaan kegiatan dan usaha koperasi ialah
pengurus.
Konsep koperasi yang melakukan kegiatan usaha dan pembagian hasilnya
sesuai dengan keuntungan ini tidak berlaku pada KCKGP. Seperti yang
disebutkan sebelumnya bahwa investasi adalah aspek bisnis yang tidak selamanya
untung. Investasi yang dilakukan oleh KCKGP adalah pembelian saham terhadap
PT CCG yang telah terafiliasi oleh KCKGP. Dengan adanya hal itu, sangat tidak
relevan kegiatan investasi ini digunakan bagi suatu koperasi untuk menjalankan
kegiatan usaha. Penulis beranggapan bahwa, AS selaku pengurus dari KCKGP
72

telah menggunakan badan hukum koperasi nya yaitu KCKGP untuk menjadi
sarana penarikan modal yang besar tanpa memikirkan konsep bagi hasil yang
semestinya dan dana tersebut digunakan untuk kelangsungan ekonomi PT CCG.
Penyimpangan konsep dari koperasi pun menjadi tergeser dari adanya modal
penyertaan yang dimiliki KCKGP. Sangat disayangkan bahwa koperasi yang
seharusnya memiliki asas kekeluargaan akan tetapi dalam kasus ini asas tersebut
tidak terlihat sama sekali.
Dari adanya penyimpangan-penyimpanganyang dilakukan oleh AS selaku
pengurus KCKGP. Penulis beranggapan bahwa terlihat jelas adanya itikad tidak
baik dari AS, dari awal mula pembentukan badan hukum koperasi dengan
menyimpangi anggaran dasar yang seharusnya. Struktur organisasi yang tidak
teratur pembentukannya. Perbuatan hukum yang dilakukan atas nama KCKGP
dalam pembuatan Perjanjian Kerjasama Modal Penyertaan dan Pengelolaan
Modal Usaha yang bertentangan dengan PP No. 33 Tahun 1998. Pencegahan
perubahan atas status calon anggota agar mitra usaha tidak memiliki koperasi
tersebut. Konsep modal penyertaan yang dilakukan telah menyimpang, sampai
pada akhirnya kegiatan usaha yang dilakukan oleh suatu badan hukum koperasi
yang tidak seharusnya dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai