BPH
BPH
PEMBAHASAN
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada
pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan
pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 67).
BPH atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan yang berlebihan dari sel-
sel prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat
memperbanyak diri melebihi kondisi normal, biasanya dialami laki-laki berusia di atas
50 tahun.
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen.
Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa
factor kemungkinan penyebab antara lain :
2.2.1 Dihydrotestosteron
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .
2.2.2 Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
2.2.3 Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma
dan epitel.
2.2.4 Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat.
2.2.5 Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger
Kirby, 1994 : 38 ).
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (>50 tahun) dimana fungsi testis sudah
menurun, akibat penurunan fungsi testis ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan
hormon testosteron dan dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan atau
pembesaran prostat. Maskrokospik dapat mencapai 60-100 gram dan kadang-kadang
mencapai 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak
mengenai bagian posterior lobus medialis. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral
sehingga lumen uretra menyerupai celah atau menekan dari bagian tengah, kadang-
kadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen
uretra.
Pada penampang, tonjolan dapat dibedakan dengan jelas antara jaringan prostat yang
masih baik. Warna tonjolan tergantung pada unsur yang bertambah, jika tonjolan tersebut
pada kelenjer maka warna tonjolannya kuning kemerahan dengan konsistensi lunak dan
berbatas tegas dengan jaringan prostat. Jika pembesaran atau penonjolan terjadi pada
jaringan prostat yang terdesak maka warnanya putih keabu-abuan dan konsistensinya
padat dan apabila tonjolan ditekan maka akan keluar cairan seperti susu.
Apabila unsur fibromuskular yang bertambah maka tonjolan berwarna abu-abu dan
padat serta tidak mengeluarkan cairan seperti jaringan prostat yang terdesak sehingga
batasnya tidak jelas. Gambaran mikroskopiknya juga bermacam-macam tergantung pada
unsur yang berpoliferasi, biasanya yang lebih banyak berpoliferasi adalah unsur kelenjer
sehingga terjadi penambahan kelenjer dan terbentuk kista-kista yang dilapisi epitel
koboid selapis dimana pada beberapa tempat membentuk papil-papil ke dalam lumen
membran basalis yang masih utuh dan terkadang terjadi penambahan kelenjer yang kecil-
kecil sehingga menyerupai karsinoma..
2.4.1 Stadium I
2.4.2 Stadium II
Pada stadium ini terjadi retensi urin namun vesika urinari masih mampu
mengeluarkan urin walau tidak sampai habis, masih tersisa sekitar 60-150 cc dan
pada stadium ini terjadi disuria dan nocturia.
Pada stadium ini urin setiap berkemih urin tersisa dalam vesika urinari sekitar ≥
150 cc.
2.4.4 Stadium IV
Pada stadium ini terjadi retensi urin total, vesika urinari penuh sehingga pasien
terlihat kesakitan dan pada stadium ini urin menetes secara periodik ( over flow
inkontinen ).
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya.
c. Nokturia yaitu terbangun pada malam hari untuk miksi.
a. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing
a. Urinary traktusinfection
b. Retensi urin akut
c. Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi ginjal.
Bila operasi bisa terjadi:
a. Impotensi (kerusakan nervus pudenden)
b. Hemoragic pasca bedah
c. Fistula
d. Striktur pasca bedah
e. Inkontinensi urin
Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan
berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari: phitoterapi
(misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dan lain-lain), gelombang alfa
blocker dan golongan supresor androgen.
2.9.3 Pembedahan
a. Prostatektomi Suprapubis
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.
Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat
diangkat dari atas.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara
ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi
terbuka.
c. Prostatektomi Retropubik.
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini
cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis.
d. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan
instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan
kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi
kontriksi uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil
( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini
dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih
rendah di banding cara lainnya.
e. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop. TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi
serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi
ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram,
kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus
dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi,
penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra parsprostatika
(Anonim,FKUI,1995), karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH,
maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS BENIGNA PROSTAT HIPERPLASI
(BPH)
3.1 Pengkajian
Meliputi nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pendidikan, tanggal masuk ke rumah sakit, nomor register dan
diagnosa keperawatan.
Bapak datang dengan mengeluh tidak bisa buang air keci, nyeri pada pinggang
dan pada saat BAK harus mengejan.
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Dorong klien untuk berkemih Untuk meminimalkan
tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba retensi urin distensi
dirasakan. berlebihan pada vesika
urinari.
2. Observasi aliran urin, perhatian Untuk mengevaluasi
jumlah urin dan kekuatan obstruksi dan pilihan
pancarannya. intervensi
3. Awasi dan catat waktu serta Retensi urine
jumlah setiap kali berkemih meningkatkan tekanan
dalam saluran perkemihan
yang dapat mempengaruhi
fungsi ginjal
4. Berikan cairan sampai 3000 ml Untuk meningkatkan
sehari dalam toleransi jantung. aliran cairan,
meningkatkan perfusi
ginjal serta membersihkan
ginjal, vesika urinari dari
pertumbuhan bakteri.
5. Berikan obat sesuai indikasi Untuk mengurangi spasme
(antispamodik) vesika urinari dan
mempercepat
penyembuhan
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji nyeri, perhatikan lokasi dan Untuk menentukan intervensi
intensitas nyeri (1-10). selanjutnya
2. Berikan tindakan kenyamanan Untuk menurunkan tegangan
(sentuhan terapeutik, otot, memfokusksn kembali
pengubahan posisi, pijatan perhatian dan dapat
punggung ) dan aktivitas meningkatkan kemampuan
terapeutik. koping.
3. Pertahankan tirah baring jika Diperlukan selama fase awal
diindikasikan dan fase akut
4. Pertahankan patensi kateter dan Mempertahankan fungsi
sistem drainase. Pertahankan kateter dan drainase sistem,
selang bebas dari lekukan dan menurunkan resiko distensi /
bekuan spasme buli - buli.
5. Kolaborasi dalam pemberian Untuk Menghilangkan
antispasmodik spasme
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau keluaran urin tiap jam Diuresisi yang cepat dapat
bila diindikasikan. Perhatikan mengurangkan volume
keluaran 100-200 ml/. total karena
ketidakcukupan jumlah
natrium diabsorbsi tubulus
ginjal
2. Pantau masukan dan kaluaran Indikator keseimangan
cairan. cairan dan kebutuhan
penggantian.
3. Awasi tanda-tanda vital, Deteksi dini terhadap
perhatikan peningkatan nadi hipovolemik sistemik.
dan pernapasan, penurunan
tekanan darah, diaforesis dan
pucat.
4. Tingkatkan tirah baring dengan Menurunkan kerja jantung
kepala lebih tinggi. memudahkan hemeostatis
sirkulasi.
5. Kolaborasi dalam memantau Berguna dalam evaluasi
pemeriksaan laboratorium kehilangan darah /
sesuai indikasi. kebutuhan penggantian.
contoh: Hb / Ht, jumlah sel Serta dapat
darah merah. Pemeriksaan mengindikasikan
koagulasi, jumlah trombosit. terjadinya komplikasi
misalnya penurunan
faktor pembekuan darah,
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Dampingi klien dan bina Menunjukka perhatian dan
hubungan saling percaya. keinginan untuk
membantu.
2. Memberikan informasi tentang Membantu klien dalam
prosedur tindakan yang akan memahami tujuan dari
dilakukan. suatu tindakan.
3. Dorong klien atau orang terdekat Memberikan kesempatan
untuk menyatakan masalah atau pada klien dan konsep
perasaan. solusi pemecahan masalah.
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Dorong klien menyatakan rasa Membantu klien
takut persaan dan perhatian. dalam mengalami
perasaan.
2. Kaji ulang proses penyakit, dan Memberikan dasar
pengalaman klien. pengetahuan dimana
klien dapat membuat
pilihan informasi
terapi.
3.3.2 Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada
TUR-P.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang.
Ekspresi wajah klien tenang.
Klien menunjukkan ketrampilan relaksasi
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan pada klien tentang Kien dapat mendeteksi gajala
gejala dini spasmus kandung dini spasmus kandung
kemih. kemih.
2. Pemantauan klien pada Menentukan terdapatnya
interval yang teratur selama 48 spasmus sehingga obat –
jam, untuk mengenal gejala – obatan bisa diberikan.
gejala dini dari spasmus
kandung kemih.
3. Jelaskan pada klien bahwa Memberitahu klien bahwa
intensitas nyeri dan ketidaknyamanan hanya
frekuensinya akan berkurang temporer.
dalam 24 sampai 48 jam.
4. Beri penyuluhan pada klien Mengurang kemungkinan
agar tidak berkemih ke seputar spasmus.
kateter.
5. Ajarkan penggunaan teknik Menurunkan tegangan otot,
relaksasi, termasuk latihan memfokuskan kembali
nafas dalam dan imajinasi. perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan
koping.
6. Menjaga selang drainase urine Sumbatan pada selang
tetap aman dipaha untuk kateter oleh bekuan darah
mencegah peningkatan dapat menyebabkan distensi
tekanan pada kandung kemih. kandung kemih dengan
Irigasi kateter jika terlihat peningkatan spasme.
bekuan pada selang.
7. Anjurkan pada klien untuk Mengurangi tekanan pada
tidak duduk dalam waktu yang luka insisi.
lama sesudah tindakan TUR-P.
8. Kolaborasi dengan dokter Menghilangkan nyeri dan
untuk memberi obat – obatan mencegah spasmus kandung
(analgesik atau anti spasmodik kemih.
)
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan pada klien tentang Menurunkan kecemasan klien
sebab terjadi perdarahan dan mengetahui tanda – tanda
setelah pembedahan dan perdarahan
tanda – tanda perdarahan
2. Irigasi aliran kateter jika Gumpalan dapat menyumbat
terdeteksi gumpalan dalm kateter, menyebabkan
saluran kateter peregangan dan perdarahan
kandung kemih
3. Sediakan diet makanan Dengan peningkatan tekanan
tinggi serat dan memberi pada fosa prostatik yang akan
obat untuk memudahkan mengendapkan perdarahan .
defekasi .
4. Mencegah pemakaian Dapat menimbulkan
termometer rektal, perdarahan prostat .
pemeriksaan rektal atau
huknah, untuk sekurang –
kurangnya satu minggu .
5. Pantau traksi kateter: catat Traksi kateter menyebabkan
waktu traksi di pasang dan pengembangan balon ke sisi
kapan traksi dilepas . fosa prostatik, menurunkan
perdarahan. Umumnya dilepas
3 – 6 jam setelah pembedahan
.
6. Observasi: Tanda – tanda Deteksi awal terhadap
vital tiap 4 jam, pemasukan komplikasi, dengan intervensi
dan pengeluaran dan warna yang tepat mencegah
urin. kerusakan jaringan yang
permanen .
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Beri kesempatan pada Untuk mengetahui masalah klien.
klien untuk
memperbincangkan
tentang pengaruh TUR
– P terhadap seksual.
2. Jelaskan tentang : Kurang pengetahuan dapat
kemungkinan kembali membangkitkan cemas dan
ketingkat tinggi seperti berdampak disfungsi seksual.
semula dan kejadian
ejakulasi retrograd (air
kemih seperti susu).
3. Mencegah hubungan Bisa terjadi perdarahan dan
seksual 3-4 minggu ketidaknyamanan.
setelah operasi .
4. Dorong klien untuk Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan
menanyakan kedokter memberikan akses kepada penjelasan
salama di rawat di yang spesifik.
rumah sakit dan
kunjungan lanjutan .
NO INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan pada klien dan meningkatkan pengetahuan klien
keluarga penyebab sehingga mau kooperatif dalam
gangguan tidur dan tindakan perawatan .
kemungkinan cara untuk
menghindari.
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan
: Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sjamsuhidayat. R dan Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta, EGC : 2002
Uliyah, Musrifatul dan Alimun, Aziz, 2008. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik.
Jakarta: Selemba Medika