Anda di halaman 1dari 16

PEMBENTUKAN MINERAL STRUVITE DARI URINE SAPI DENGAN

PENGARUH PH DAN RATE UDARA

ALIFIA RIZKY FITRIA SARI


17031010066
PARALEL B

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL


"VETERAN" JAWA TIMUR
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
JAWA TIMUR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Populasi sapi di Indonesia terus meningkat dan limbah yang dihasilkan pun
akan semakin banyak. Satu ekor sapi dengan bobot badan 400–500 kg dapat
menghasilkan limbah padat dan cair sebesar 27,5-30 kg/ekor/hari.
(Hidayatullah,2005). Limbah peternakan umumnya meliputi semua kotoran yang
dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan, baik berupa limbah padat dan
cairan, gas. (Soehadji ,1992). Urine sapi merupakan salah satu limbah cair dari
peternakan sapi.
Pengelolaan limbah urine sapi yang kurang baik menjadi masalah bagi
lingkungan yang berada disekitar peternakan sapi. (Rinekso, 2015). Limbah urine
sapi sendiri mengandung beberapa mineral seperti magnesium dan amonium.
Kandungan amonium dan magnesium ini sangat di perlukan untuk tumbuhan
sebagai nutrisi untuk pertumbuhan tanaman. (Hasan, 2013). Kandungan
magnesium dan amonium didalam limbah urine sapi ini dapat direcovery menjadi
struvite dengan rumus kimia MgNH4PO4.6H2O dengan menggunakan Reaktor
kolom bersekat.
Struvite (MgNH4PO4.6H2O) merupakan sejenis kristal putih yang
mengandung unsur magnesium, ammonium dan fosfat. (Griffith, 1978). Struvite
digunakan sebagai pupuk dengan kandungan logam yang rendah. Selain itu struvite
menjadi sumber N, Mg2+, dan P yang sangat efektif untuk tanaman dan dapat
digunakan sebagai pupuk slow release tanpa merusak akar tanaman. (Fitriana,
2016).
Sari pada tahun 2016 melakukan penelitian tentang pengaruh kecepatan
pengadukan dan perbandingan molar reaktan Mg:PO4 pada pembentukan struvite
kristal dari urine manusia. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pada
kecepatan pengadukan 60 menit pada temperatur 25°C, pH 9, Rasio Mg:P04 1:3
diperoleh hasil yang maksimum adalah 75,49% kristal struvite.
Jimenez pada tahun 2017 melakukan penelitian tentang peningkatan
produksi daya MFC dan pemulihan struvite dengan penambahan garam laut ke urin.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penambahan SeaMix dengan
penambahan garam laut yang tersedia secara komersial, menunjukkan peningkatan
pemulihan struvite mencapai 94% dan meningkatkan kinerja daya dari MFC lebih
dari 10%.
Jukka Poranen pada tahun 2018, melakukan studi pembentukan
pengendapan struvite dari limbah organik. Ada sedikit perbedaan dalam efisiensi
penghilangan fosfor antara MgCl2 dan MgSO4 yang ditemukan. PH optimal untuk
endapan fosfor ditemukan berada pada kisaran 9,5-10,5.
Limbah urine sapi sendiri dinilai kurang ekonomis jika dibuang begitu saja.
Maka dari itu, kami melakukan pengembangan dari penelitian tentang struvite yang
telah dijalankan sebelumnya dengan memanfaatkan limbah urine sapi untuk
memperoleh kristal struvite menggunakan reactor kolom bersekat .

I.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mendapatkan kristal struvite
dari urine sapi dengan menggunakan reactor kolom bersekat dengan pengaruh pH
dan rate udara.

III.3 Manfaat
1. Menambah wawasan mengenai cara penggunaan reactor kolom bersekat
untuk memperoleh kristal struvite
2. Mengetahui pengaruh kecepatan laju alir udara dan derajat keasaman (pH)
dalam pembentukan kristal struvite dari limbah urine sapi
3. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam proses kristalisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Secara umum


II. 1.1. Struvite
Struvite adalah kristal putih secara kimia dikenal sebagai magnesium
amonium fosfor hexahydrate (MgNH4PO4.6H2O). Proses pembentukan struvite
adalah dengan mereaksikan Mg2+, NH4+ dan PO43- sesuai dengan reaksi umum.
Reaksi pembentukan struvite Kristal terjadi apabila konsentrasi magnesium,
amonium dan phospate dalam larutan melebihi solubility product (KSP). (Eko
Ariyanto, dkk. 2014)
Mg2+ + NH4+ + PO43- + 6H2O → MgNH4PO4.6H2O (1)
Struvite
Struvite adalah kristal yang dibentuk dengan konsentrasi molar yang sama
magnesium, amonium, dan phospate direaksikan dengan enam molekul air
(MgNH4PO4.6H2O). struvite memiliki berat molekul 243,43 g/mol dan larut
sebagian didalam PH netral dan basa tapi larut sepenuhnya pada PH asam.
Kelarutannya 0,018 g/100 ml pada air dengan suhu 25oC. kristalisasi struvite
terbentuk pada keadaan PH basa. Struvite digambarkan sebagai soft mineral dengan
specific gravity kecil (1,7). Struvite murni yang terbentuk seperti bubuk Kristal
berwarna putih namun ada beberapa yang berbentuk Kristal besar atau Kristal yang
sangat kecil dengan morfologi orthorhombic. Orthorhombic adalah struktur
kompleks yang menunjukkan bahwa PO43- octahedral, Mg(H2O)62+ octahedral
terdistorsi, dan NH4 disatukan dalam ikatan hidrogen. (Rahman. 2014).
II.1.2 Beberapa faktor mempengaruhi pembentukan struvite :
1. pH
pH netral mendukung pembentukan struvite murni, tetapi tingkat presipitasi
berkurang secara signifikan, menjadikannya sebagai trade-off. Untuk mendapatkan
struvite dengan kemurnian tinggi, kisaran pH yang disarankan adalah 8.0-10.5
(Zhang et al., 2012), sedangkan pH optimum tergantung pada komposisi air limbah.
Namun, rekomendasi pH spesifik untuk berbagai komposisi limbah masih terbatas
dalam literatur. Selanjutnya, pH mempengaruhi laju pertumbuhan kristal struvite
dan ukuran partikel produk. Ini sama-sama sangat penting karena laju pertumbuhan
kristal menentukan throughput proses, dan ukuran partikel menentukan kualitas
produk. PH tinggi meningkatkan rasio jenuh, yang bertanggung jawab atas 30%
perbedaan laju pertumbuhan antara tanpa pencampuran dan kondisi pencampuran
sedang (sekitar 100 rpm).
2. Temperatur dan Pengadukan
Suhu operasi antara 15 dan 35 ° C untuk mengoptimalkan proses siklisasi struvite.
Suhu yang lebih tinggi mendorong pertumbuhan kristal dan mengubah struktur
kristal. Sebuah studi pada sistem pencernaan anaerob menunjukkan bahwa
kelarutan struvite meningkat ketika suhu meningkat dari 0 hingga 20 ° C.
Pengadukan meningkatkan transfer massa zat terlarut ke kristal nukleasi struvite
dan dengan demikian meningkatkan laju pertumbuhan kristal. Seperti dilansir Le
Corre et al. (2007), kristalisasi struvite diangkut secara terkontrol, tetapi dapat
diubah menjadi terkendali reaksi ketika larutan N: P rasio molar di atas satu
(Capdevielle et al., 2014). Karena itu, pengadukan yang memadai selalu diperlukan.
3. Penambahan Magnesium
Karena konsentrasi magnesium yang rendah di sebagian besar aliran air limbah,
penambahan magnesium selalu diperlukan untuk kristalisasi struvite. Davis et al.
(2015) melaporkan bahwa magnesium bersaing dengan kalsium untuk fosfor, dan
mempromosikan pembentukan struvite dibandingkan ACP. Shin et al. (1998) dan
Acelas et al. (2015) mendokumentasikan bahwa rasio Mg: Ca di bawah 0,2
menunda pembentukan HAP, dan rasio Mg: Ca di atas 2 mengimbangi efek negatif
kalsium selama kristalisasi struvite.
Rasio magnesium terhadap fosfat memainkan peran penting selama kristalisasi
struvite dan rasio Mg: P lebih dari satu selalu wajib. Namun sulit menentukan rasio
Mg: P yang optimal di bawah berbagai komposisi air limbah, dan sulit untuk
memperkirakan trade-off antara kemurnian produk tinggi dan biaya dosis kimia
rendah, karena ini menjadi pertimbangan ekonomi.
Konsentrasi ion penyusun tergantung pada karakteristik influen dan
jumlahnya pengolahan air sumber yang diterima. Sekunder tanaman perawatan,
magnesium biasanya ion pembatas dalam pembentukan struvite dalam sistem.
Namun sejak itu konsentrasi biasanya sangat rendah, tidak ada peningkatan yang
berarti mengembalikan magnesium (dalam centrate) diharapkan selama umur
pabrik pengolahan. Di sisi lain, amonium Konsentrasi biasanya jauh lebih tinggi
daripada kedua magnesiumdan fosfat, tetapi persentase peningkatannya dalam garis
kembali adalah rendah. Konsentrasi orto-fosfat dalam garis kembali adalah sangat
penting. Ketika limbah lumpur aktif dicernasecara anaerob, banyak fosfat, yang
dihilangkan kereta perawatan utama dirilis kembali di bawah anaerob kondisi.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa 26% hingga 90% dari total fosfor
memasuki kepala pabrik pengolahan karena umpan balik fosfor, yaitu fosfor dalam
cairan yang kembali. Beberapa tanaman bahkan telah melaporkan tambahan fosfor
beban hingga 100%.Akibatnya, fosfor bersirkulasi di dalam lingkaran sistem
pengolahan, sehingga meningkatkan beban P keseluruhan. Itu pH dapat
ditingkatkan secara lokal dengan penurunan tekanan mendadak, yang dapat
menghasilkan stripping karbon dioksida, dan karenanya meningkatkan pH. Suhu
tampaknya mempengaruhi suhu potensi pembentukan banyak sekali. (Fattah,2012)
II.1.3 Dampak yang ditimbulkan apabila menggunakan pupuk yang
komposisinya tidak setara atau salah satu komposisinya lebih bersifat
dominan.
NH4+ -N atau kompleks pembentuk fosfor dalam kondisi yang diperlukan.
Ini juga suara ekologisteknologi yang tidak hanya efektif dari segi biaya, tetapi juga
berkelanjutan dalam hal kemungkinan pemulihan yang dapat didaur
ulangkonstituen dari limbah industri yang kaya nutrisi. NH4+-N telah diidentifikasi
sebagai salah satu racun utama bagi mikroorganisme dalam sistem perawatan, dan
menunjukkan hal itu pra-perlakukan sebelum sistem perawatan biologis diperlukan
untuk mengurangi konsentrasi NH4+-N. Nitrogen kontaminasi sangat beracun dan
akan berdampak buruk bagi kehidupan akuatik jika dibuang di atas batas
berkelanjutan menyebabkan kematian ikan. Kandungan nitrogen amonia yang
tinggi adalah faktor utama yang mempengaruhi toksisitas air limbah. Sebagian
besar industri pembuatan pupuk dan pewarna memiliki NH4 tinggi NH4+-N konten
dalam limbah mereka. Oleh karena itu perawatan efluen untuk pembuangan,
pemulihan/daur ulang untuk nitrogen amonia sangat penting. Beberapa limbah
industri dicirikan oleh konsentrasi fosfor dan nitrogen yang relatif tinggi (Terutama
amonia). Air limbah yang dihasilkan dari industri susu dalam keju jika timbul
pencemaran lingkungan jika tidak ada unit daur ulang. Air limbah semi konduktor
umumnya mengandung amonia tingkat tinggi (NH4+-N) dan fosfat (PO4).
(Rafie,2013)
Fosfor adalah salah satu nutrisi yang paling membatasi untuk produksi
tanaman, terutama di daerah tropis dan sub-tropisdan produksi struvite dengan
demikian dapat menjadi sangat penting. Perhatian yang cukup telah diberikan
kepada produksi struvite dan optimalisasi proses. Nilai agronomi struvite juga telah
dievaluasi dan dipelajari telah menunjukkan bahwa struvite dapat sama efektifnya
dengan super fosfat komersial, dan dalam beberapa keadaan dapat mengungguli itu.
Uysal et al. (2010) telah menyarankan bahwa efektivitas struvite sebagai pupuk P
adalah disukai di tanah dengan pH asam. Meskipun sejumlah besar studi yang telah
dilakukan untuk menyelidiki nilai agronomi struvite, hanya ada informasi terbatas
sehubungan dengan peran sifat-sifat tanah pada efektivitas struvite. Itu oleh karena
itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki pengaruh sifat tanah terhadap
efektivitas struvite sebagai Pamandemen; untuk mengevaluasi potensi struvite
untuk memasok tanaman yang tersedia P menggunakan jagung sebagai tanaman uji
dan untuk membandingkan efektivitas struvite sebagai sumber P dengan pupuk P
konvensional (super fosfat tunggal). (Nongqwenga,2017)
II.1.4 Kristalisasi pada Struvite
Kristalisasi adalah proses pembentukan bahan padat dari pengendapan
larutan, melt (campuran leleh). Kristalisasi juga merupakan teknik pemisahan kimia
antara bahan padat cair, di mana terjadi perpindahan massa (mass transfer) dari
suatu zat terlarut (solute) dari cairan larutan ke fase kristal padat. Pemisahan dengan
teknik kristalisasi terjadi ketika zat terlarut dalam keadaan berlebih, maka sistem
akan mencapai kesetimbangan dengan cara mengkristalkan padatan terlarut. Proses
ini adalah salah satu teknik pemisahan padat-cair yang sangat penting dalam
industri, karena dapat menghasiikan kemurnian produk hingga 100%.
(McCabe,1985)
a. Pembentukan Inti Kristal (Nukleasi)
Nukleasi primer atau pembentukkan inti, Pada tahap pembentukan inti
dimana kristal-kristal mulai tumbuh namun belum mengendap. Tahap ini
membutuhkan keadaan supeijenuh dari zat terlarut. Saat larutan didinginkan,
pelarut tidak dapat "menahan" semua zat-zat terlarut, akibatnya molekul-molekul
yang lepas dari pelarut saling menempel, dan mulai tumbuh menjadi inti kristal.
Semakin banyak inti-inti yang bergabung, maka akan semakin cepat pula
pertumbuhan kristal tersebut
Nukleasi sekunder. Pada tahap ini petumbuhan kristal semakin cepat, yang
ditandai dengan saling menempelnya inti-inti menjadi kristal-kristal padat.
(Rismakafiles, 2009).
b. Pertumbuhan Kristal (Growth)
Fase ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dari larutan, suhu, energi yang
dipakai untuk berada pada tahap ini (misalnya kristalisasi) dan tambahan ekstemal.
Kristalisasi dari sebuah larutan dibagi menjadi dua langkah proses, yaitu:
1. Pemisahan fase atau pemumian kristal baru.
2. Pertumbuhan kristal kedalam ukuran yang lebih besar.
Pertumbuhan inti kristal dapat mempengaruhi ukuran kristal yang kita akan

peroleh. Laju pembentukan inti (nukleasi) dapat dinyatakan dengan jumlah inti
yang terbentuk dalam satuan waktu. Bila laju pembentukan inti tinggi, maka kristal
yang terbentuk akan semakin banyak. Laju pembentukan inti ini tergantung pada
derajat kejenuhan dari larutan. Semakin tinggi tingkat kejenuhan maka semakin
besar kemungkinan untuk membentuk inti baru sehingga semakin besar laju
pembentukan inti.
Pada proses kristalisasi pada kristal struvite larutan induk berada pada
waktu yang cukup lama sehingga mencapai kesetimbangan dan larutan induk itu
mencapai titik jenuh (saturated) pada akhir proses. Reaksi pembentukan struvite
kristal terjadi apabila konsentrasi magnesium, amonium dan fosfor dalam larutan
melebihi solubility product(KSP) (Ariyantodkk,2014, OhlingerdanScroeder, 1998).
II.1.5. Urine
Urin merupakan cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian
akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Ekskresi urin diperlukan
untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal
untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam satu hari, manusia dan hewan
mengeluarkan urin sampai beberapa kali (Utomo et al. 2010). Secara garis besar
ada tiga proses dalam pembentukan urin yaitu filtrasi glomerulus, reabsorpsi, dan
sekresi tubulus. Pada manusia sehat sekitar 1200 mL darah melalui jaringan
ekskresi ginjal yang berfungsi setiap menit, dan membentuk sekitar 125 mL filtrat
glomerulus. (Panjaitan et al 2014)
Komposisi urine adalah 96% air, Natrium, Pigmen Empedu, 1,5% garam,
Kalium, Toksin, 2,5% urea, kalsium, Bikarbonat, Kreatinin N, Magnesium,
Kreatini, Khlorida, Asam urat N, Sulfat anorganik, Asam urat, Fosfat anorganik,
Amino N, Sulfat, Amonia N dan Hormon (Sumarlin et al. 2009). Salah satu
komponen dalam urin yang dapat mengendap adalah struvite
[Mg(K,NH4)(PO4)6H2O], yang terbentuk dari magnesium dengan fosfat dalam
keberadaan ion amonium. Selama dalam penyimpanan, amonium urin terjadi
karena reaksi hidrolisis urea. Urin manusia mengandung ion amunium yang relatif
lebih banyak dari fosfat, tetapi lebih sedikit dibanding magnesium. Pada pH 4,8 –
6,6, sebagian besar fosfat dalam urin berada sebagai ion H2PO4- dan HPO42-.
Dengan penambahan MgO, pH akan meningkat dan kesetimbangan fosfat akan
bergeser ke arah pembentukan PO42-, sementara magnesium menyebabkan
terjadinya pengendapan struvite. Struvite juga dikenal sebagai pupuk yang
terbentuk secara perlahan-lahan, struvite sangat mungkin dibuat dari urin sebagai
material dasar dengan cara mereduksi kandungan N dan P dalam urin.
Gambar 1 Struktur komposisi urin.
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-
obatan dari dalam tubuh. Sifat fisik urin memiliki warna yang umumnya kuning
kecoklatan (tergantung dari konsentrasi urin). Semakin banyak minum akan
menyebabkan konsentrasi urin menurun sehingga warnanya menjadi lebih muda.
Bau dari urin dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesehatan seseorang. Urin
dari seorang penderita diabetes akan berbau agak manis karena keberadaan
senyawa organik yaitu keton. Urin yang baru saja diekskresikan biasanya berbau
tidak menyengat, tetapi yang sudah lama berbau menyengat seperti bau amonia.
Keasaman urin normal mempunyai kisaran pH 4,6–8. Umumnya pH urin sekitar 6.
Kerapatan urin normal memiliki kisaran densitas sebesar 0,001–0,0035 gram/cm3.
(Utomo et al. 2010)
II.2. Landasan Teori
II.2.1 Pembentukan Struvite
Pada penelitian (Ariyanto, 2014) disebutkan bahwa waktu pembentukan
kristal struvite sangat dipengaruhi oleh parameter fisik kimia, seperti pH larutan,
tingkat supersaturasi, pengadukan, ukuran kristal, suhu, dan adanya ion-ion
pengganggu dalam larutan. pH larutan adalah parameter yang penting pada proses
kristalisasi struvite. Presipitat struvite akan terjadi jika Ion Activity Product (IAP)
dari Mg 2+ , NH4 + , dan PO4 3− lebih besar dari kelarutan produk (KSP). Pada
penelitiannya juga dihasilkan efisiensi penyisihan PO4 meningkat dari 52,36%
sampai 83,6% seiring meningkatnya nilai pH larutan antar 7-9. Efisiensi terbaik
diperoleh pada pH 9 sebesar 84%. Doyle and Parsons (2002) menjelaskan bahwa
perbedaan dari Ksp mineral struvite disebabkan dari aktivitas dan molar dari ion
yang terkandung. Molar rasio minimun terjadinya presipitasi struvite
[Mg2+]:[NH4+]:[PO43-] adalah 1:1:1.
Tabel 1. XRPD komposisi endapan mineral yang terbentuk dari larutan

(Edahwati et al, 2016)


Menurut tabel XRPD komposisi endapan mineral yang terbentuk dari
larutan diatas dapat disimpulkan bahwa rasio pH dan MAP mengontrol presipitasi
kristal struvite dari air limbah.
II.2.2 Kristalisasi
Pada penelitian (Ariyanto, 2014) disebutkan bahwa proses kristalisasi yang
umum digunakan untuk merecovery fosfor adalah reactor unggun terfluidisasi
(Bhuiyandkk., 2008). Tetapi kristalisasi menggunakan reactor unggun terfluidisasi
memiliki kekurangan antara lain seed crystal yang digunakan dapat mengurangi
kemurnian produk dan meningkat kan biaya operasional. Proses kristalisasi
menggunakan reactor berpengaduk juga tidak menguntungkan karena struvite
Kristal dapat melekat pada pengaduknya. Sehingga penelitian ini diusulkan proses
kristalisasi menggunakan Aeration Column Crystallizer.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Bahan yang Digunakan


1. Urine sapi
2. Aquadest
3. KOH 1N
4. MgCl2
5. H3PO4
III.2 Rangkaian Alat
Keterangan :
a. tangki limbah biogas o. tangki penampung KOH
b. kran limbah biogas overflow
c. tangki limbah overflow p. pompa KOH
d. pompa limbah biogas q. termometer
e. tangki penampung r. reaktor kolom bersekat
H3PO4 s. tangki penampung
f. kran H3PO4 endapan
g. tangki H3PO4 overflow t. rotameter
h. pompa H3PO4 u. tangki penampung
i. tangki penampung larutan struvite
NH4OH v. kran MAP
j. kran NH4OH w. tangki penampung
k. tangki NH4OH overflow larutan overflow
l. pompa NH4OH x. pompa larutan overflow
m. tangki penampung KOH
n. kran KOH

III.3 Variabel
1. Variabel Tetap
a. Suhu : 25
b. Rasio Molar (MgCl2:NH4OH:H3PO43-) : 1:1:1
c. Konsentrasi KOH :1N
2. Variabel Berubah
a. Rate Udara : 0,25; 0,5; 0,75; 1; 1,25 liter menit -1
b. pH : 7; 8; 9; 10; 11
III.4 Prosedur Penelitian
1. Persiapan
Kristal struvite terbentuk dari magnesium, ammonium, fosfat hexahydrate
(MgNH4PO4.6H2O). Pada penelitian ini pembentukan kristal struvite
mengambil kandungan NH4OH dari limbah urine sapi, sedangkan untuk
MgCl2 dan H3PO4 diambil dari dari bahan kimia murni. Pada tahap
persiapan dilakukan penyaringan pada limbah biogas untuk mengurangi
tanah yang tercampur. Kemudian menghitung volume biogas, volume asam
fosfat, dan volume amonium hidroksida yang dibutuhkan pada
perbandingan rasio molar 1:1:1.
2. Proses
Limbah urine sapi dari atas reaktor mencapai tiga perempat dari ketinggian
kolom bersamaan dengan, MgCl2 dan H3PO4. Udara dimasukkan dari bawah
kolom dengan kecepatan yang ditentukan. KOH 1N dimasukkan sedikit
demi sedikit untuk mengatur pH yang ditentukan. Proses dijalankan hingga
mencapai kondisi steady. Endapan struvite yang terbentuk disaring dan
kemudian dikeringkan pada suhu kamar kurang lebih selama 48 jam.
Struvite kering dianalisis menggunakan metode XRD untuk menentukan
komposisi fase kristal.
III.5 Diagram Alir
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanto, Eko. Dkk. 2014. Penyisihan PO4 Dalam Air Limbah Rumah Sakit untuk
Produksi Pupuk Struvite. Palembang : jurnal Teknik Kimia Universitas
Muhammadiyah. Vol 20, No 20: 1-4
Doyle, J. D. dan Parsons, S. A. 2002. Struvite Formation, Control and Recovery.
Water Research. Vol. 36, No. 16. Hal. 3925-3940.
Fitriana, Aulia Rodia. 2016. “Penurunan Kadar Amonium dan Fosfat pada
Limbah Cair Industri Pupuk”. Jurnal teknik its vol. 5, no. 2, (2016) issn: 2337-
3539.
Griffith. Donald P, 1978, Struvite Stone, Kidney International, Vol. 13 (1978), PP.
372 —382.
Hassan, A A. 2013. “Cow Urine (TEI ORKEY) Uses by Ghulfun Tribe (ANCHO)
in Noba Mountains, State of Southern Kordofan, As Therapy and Food
Additive”. Journal of Science and Technology. Vol.3.NO.11. p. 1057 – 1058.

Jimenez, Irene Merino. 2016. “Enhanced MFC power production and struvite
recovery by the addition of sea salts to urine”. Water Research 109 (2017)
46-53.

Le Corre, K. S., Valsami-Jones, E., Hobbs. P., Parsons. S. A., 2007. Impact of
Calcium on Struvite Crystal Size, Shape and Purity, J. Cryst Growth 283,
514-522
Lestari, Widya Ayu. 2019. “Laporan Urinalisis”.
(https://www.academia.edu/36375213/LAPORAN_URINALISIS.docx).
Diakses pada tanggal 17 juli 2019 pukul 17.22 WIB.
Nongqwenga, N.dkk. 2017. “Possible use of struvite as an alternativephosphate
fertilizer”. Chile: J. Soil Sci. Plant Nutr. Vol 17. 2
Nuraini, Yulia., dan Rurin Eka Asgianingrum. 2017.” Peningkatan Kualitas Biourin
Sapi dengan Penambahan Pupuk Hayati dan Molase serta Pengaruhnya
terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas Pakchoy”. J. Hort. Indonesia
8(3):184
Panjaitan RGP, Bintang M. 2014. Peningkatan Kandungan Kalium Urin Setelah
Pemberian Ekstrak Sari Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola). J
Veteriner. 15(1): 108-113.
Poranen. Jukka, 2018, Biogas Production and Struvite Precipitation from Swine
Manure Sludge, Tampere University of Technology : Master’s Degree
Programme in Environmental and Energy Engineering.

Rahman, Mukhlesur., Mohamad Amran Mohd Salleh., Umer Rashid., Amimul


Ahsan., Mohammad Mojaffar Hossain., and Chang Six Ra. 2014.
“Production of slow release crystal fertilizer from wastewaters through
struvite crystallization – A review”. Arabian Journal of Chemistry 7, 139–
155.
Rinekso, Kun Budi., Endro Sutrisno dan Sri Sumiyati. 2015.” Studi Pembuatan
Pupuk Organik Cair dari Fermentasi Urine Sapi (Ferisa) dengan Variasi
Lokasi Peternakan yang Berbeda”. Jurnal Lingkungan. Vol 07. 3

Rismakafiles (2005). "Crystallization from Metastable Region with Different Types


of Seed Crystal." Journal of Non-equilibrium Thermodynamics 30(2): 95-
111.
Utomo PM, Widjajayanti E, Budiasih KS. 2010. Adsorpsi nitrogen dari urin dengan
zeolit. J Penelitian Saintek.15(1): 29-28.

Anda mungkin juga menyukai