Anda di halaman 1dari 12

ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH SOSIAL DAN BUDAYA DALAM

ILMU ARSITEKTUR DAN ISBD

Ilmu sosial budaya dasar adalah suatu rangkaian pengetahuan mengenai aspek-aspek yang paling
mendasar dan menonjol yang ada di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang
memiliki budaya dan permasalahan-permasalahan yang bersifat ada

Adapun mengenai ISBD itu sendiri terdiri dari dua komponen, yaitu sosial dan budaya.
Sosial berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat sekitar.

Komponen yang pertama, sosial. Sosial berasal dari kata society (bahasa latinnya societas),
yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang
berarti teman.

Sedangkan budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah (bentuk jamak dari buddhi),
yang artinya pikiran dan akal budi. Budaya juga diartikan sebagai segala hal yang dibuat manusia
berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta dan rasa.

A. Peranan ISBD Sebagai Alternatif Permasalahan Sosial dan Budaya


B. Selain itu, pendekatan dalam ISBD sebagai alternatif pemecahan masalah sosial dan
budaya lebih bersifat interdisiplin dan multidisiplin. Pendekatan dalam ISBD
bersumber dari dasar-dasar ilmu sosial dan budaya yang bersifat terintergrasi. ISBD
digunakan untuk mencari pemecahan masalah kemasyarakatan melalui pendekatan
interdisipliner atau multidisipliner ilmu-ilmu sosial dan budaya. Sedangkan
pendekatan dalam ilmu sosial lebih bersifat subject oriented, artinya berdasarkan
sudut pandang dari ilmu sosial tersebut. Demikian pula halnya dengan pendekatan
dalam ilmu-ilmu alam atau yang bersifat eksakta. Pendekatan ilmu-ilmu alam dalam
mengkaji gejala ilmiah juga bersifat subject oriented. Dengan demikian, ISBD ini
mempunyai kaitan dengan ilmu arsitektur terutama dan hal pemecahan masalah
sosial dan budaya.
lmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) mempunyai pokok yaitu hubungan timbal balik
individu dengan lingkungannya. Bila dikelompokkan, ISBD dibagi menjadi Ilmu
Sosial Dasar (ISD) dan Ilmu Budaya Dasar (IBD). Manusia sebagai makhluk sosial (
zoon politicon) artinya, manusia sebagai individu tidak akan mampu hidup sendiri
dan berkembang sempurna tanpa hidup bersama dengan individu manusia lainnya.
Manusia harus hidup bermasyarakat saling berhubungan dan berinteraksi satu sama
lain dalam kelompoknya dan juga dengan individu di luar kelompoknya guna
memperjuangkan dan memenuhi kepentingannya. Manusia sebagai makhluk
berbudaya (homo humanus artinya, manusia itu makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa yang paling sempurna, karena sejak lahir sudah di bekali dengan unsur akal
, rasa yang membedakannya dengan makhluk lainnya. Sebagai makhluk berbudaya,
manusia hanya mampu mengembangkan diri dan budayanya apabila berhubungan
dengan manusia lain.
Tujuan daripada ISBD adalah:
Menumbuhkan sikap kritis, peka, dan arif dalam memahami keragaman,
kesederajatan, dan kemartabatan manusia dengan landasan nilai estetika, etika,
dan moral dalam kehidupan bermasyaraka

Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Budaya

Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah kelompok atau individu.


Kelebihan manusia dibanding makhluk lain terletak pada akal budi.manusia mampu
menciptakan kebudayaan, mengkreasikan, memperlakukam, memperbarui, memperbaiki,
mengembangkan dan meningkatkan sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia,
baik dengan alam maupun manusia lainnya. Untuk itu manusia dapat dikatakan sebagai
pencipta kebudayaan dan makhluk berbudaya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa budaya adalah sebuah ide, gagasan
dan pemikiran manusia, sedangkan kebudayaan dapat diartikan sebagai hasil dari ide,
pemikiran manusia itu sendiri. Kedudukan manusia dalam kebudayaan adalah sebagai
sentral, kepadanyalah segala kegiatan diarahkan sebagai tujuan.
2 Apresiasi terhadap Kemanusiaan dan Kebudayaan

2.2.1 Manusia dan Kemanusiaan

Kemanusiaan berarti hakekat dan sifat-sifat khas manusia sebagai makhluk yang
tinggi harkat dan martabatnya. kemanusiaan menggambarkan ungkapan akan hakikat dan
sifat yang seharusnya dimiliki oleh makhluk yang bernama manusia. kemanusiaan
merupakan prinsip atau nilai yang berisi keharusan/tuntutan/ untuk berkesesuaian dengan
hakikat dari manusia.

2.2.2 Manusia dan Kebudayaannya

Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu budhayah yang merupakan bentuk
jamak dari budhi (budhi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi
dan akal. ada pendapat lain mengetakan budaya berasal dari kata budi dan daya. budi
merupakan unsure rohani, sedangkan daya adalah unsure jasmani manusia. dengan
demikian, budaya merupakan hasil budi dan daya dari manusia.

Kebudayaan sebagai system pengetahuan yang meliputi system idea tau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan bersifat
abstrak. sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa prilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social,religi,seni, dan
lain-lain,

ETIKA DAN ESTETIKA BERBUDAYA SERTA


PROBLEMATIKA KEBUDAYAAN DALAM ILMU

Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik buruk, yang diterima umum tentang
sikap, perubahan, kewajiban, dan sebagainya. Etika biasa disamakan artinya dengan moral
(mores dalam bahasa latin) yaitu akhlak atau kesusilaan.
Etika berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan
masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai susila atau tidak susila, baik dan
buruk. Dalam hal ini, etika termasuk dalam kawasan nilai, sedangkan nilai etika itu sendiri
berkaitan dengan baik buruk perbuatan manusia.
Namun, etika memiliki makna yang bervariasi. Bertens menyebutkan ada tiga jenis
makna etika sebagai berikut :

1. Etika dalam arti nilai–nilai atau norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
kelompok orang dalam mengatur tingkah laku.
2. Etika dalam arti kumpulan asas atau nilai moral (yang dimaksud disini adalah kode
etik)
3. Etika dalam arti ilmu atau ajaran tentang yang baik dan yang buruk . Disini etika sama
artinya dengan filsafat moral.

Norma etik atau norma moral menjadi acuan manusia dalam berperilaku. Dengan norma
etik, manusia bisa membedakan mana perilaku yang baik dan juga mana perilaku yang
buruk. Norma etik menjadi semacam das sollen untuk berperilaku baik. Manusia yang
beretika berarti perilaku manusia itu baik sesuai dengan norma–norma etik.
Etika berbudaya mengandung tuntutan atau keharusan bahwa budaya yang diciptakan
manusia mengandung nilai–nilai etik yang kurang lebih bersifat universal atau diterima
sebagian besar orang. Budaya yang memiliki nilai–nilai etik adalah budaya yang mampu
menjaga, mempertahankan, bahkan mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia itu
sendiri. Sebaliknya, budaya tidak beretika adalah kebudayaan yang akan merendahkan
atau bahkan menghancurkan martabat kemanusiaan.
Namun demikian, menentukan apakah suatu budaya yang dihasilkan manusia itu
memenuhi nilai–nilai etik ataukah menyimpang dari nilai etika adalah bergantung dari
paham atau ideologi yang diyakini masyarakat pendukung kebudayaan . Hal ini
dikarenakan berlakunya nilai–nilai etik bersifat universal, namun amat dipengaruhi oleh
ideologi masyarakatnya.
Contohnya, budaya perilaku berduaan dijalan antara sepasang muda mudi, bahkan
bermesraan di hadapan umum. Masyarakat individual menyatakan hal demikian bukanlah
perilaku yang etis, tetapi akan ada sebagian orang atau masyarakat yang berpandangan hal
tersebut merupakan suatu penyimpangan etik.
ESTETIKA BERBUDAYA
Estetika merupakan teori yang mempelajari tentang keindahan. Nilai estetika
manusia dalam berbudaya berarti merupakan nilai keindahan dalam lingkup budaya
manusia.

Jika estetika dibandingkan dengan etika, maka etika berkaitan dengan nilai tentang
baik–buruk, sedangkan estetika berkaitan dengan hal yang indah–jelek. Sesuatu yang
estetik berarti memenuhi unsur keindahan (secara estetik murni maupun secara sempit,
baik dalam bentuk, warna, garis, kata, ataupun nada). Budaya yang estetik berarti budaya
tersebut memiliki unsur keindahan.

Apabila nilai etik bersifat relatif universal, dalam arti bisa diterima banyak orang,
namun nilai estetik amat subjektif dan partikular. Sesuatu yang indah bagi seseorang belum
tentu indah bagi orang lain. Oleh karena subjektif, nilai estetik tidak bisa dipaksakan pada
orang lain. Nilai–nilai estetik lebih bersifat perasaan, bukan pernyataan.

Budaya sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan untuk memenuhi unsur
keindahan. Manusia sendiri memang suka akan keindahan. Di sinilah manusia berusaha
berestetika dalam berbudaya. Semua kebudayaan pastilah dipandang memiliki nilai–nilai
estetik bagi masyarakat pendukung budaya tersebut. Hal–hal yang indah dan kesukaannya
pada keindahan diwujudkan dengan menciptakan aneka ragam budaya.

Namun sekali lagi, bahwa suatu produk budaya yang dipandang indah oleh masyarakat
pemiliknya belum tentu indah bagi masyarakat budaya lain. Contohnya, budaya suku–suku
bangsa Indonesia. Tarian suatu suku berikut penari dan pakaiannya mungkin dilihat tidak
ada nilai estetikanya, bahkan dipandang aneh oleh warga dari suku lain, demikian pula
sebaliknya.
Oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata–mata dalam berbudaya harus
memenuhi nilai–nilai keindahan. Lebih dari itu, estetika berbudaya menyiratkan perlunya
manusia (individu atau masyarakat) untuk menghargai keindahan budaya yang dihasilkan
manusia lainnya. Keindahan adalah subjektif, tetapi kita dapat melepas subjektivitas kita
untuk melihat adanya estetika dari budaya lain. Estetika berbudaya yang demikian akan
mampu memecah sekat-sekat kebekuan, ketidak percayaan, kecurigaan, dan rasa
inferioritas antar budaya.

Bahwa dalam rangka ini adanya beberapa dinamika yang menjadi berkaitan dengan hal
tersebut ada tiga yaitu:
1. Pewaris kebudayaan yaitu proses pemindahan, penerusan, pemilikan dan pemakaian
dari generasi ke generasi
2. Perubahan kebudayaan yaitu perubahan yang terjadi karena ketidaksesuaian
diantara unsur-unsur budaya
3. Penyebaran kebudayaan atau difusi adalah proses menyebarnya unsur-unsur
kebudayaan dari suatu kelompok ke kelompok yang lain atau dari masyarakat ke
masyarakat yang lainnya.

A. Pewarisan kebudayaan
Pewarisan kebudayaan dapat dilakukan melalui ekulturasi dan sosialisasi, enkulturasi,
atau pembudayaan adalah proses mempelajari dan menyesuaikan pikiran dan
sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan hidup dalam
kebudayaan.

Dalam hal pewarisan budaya bisa muncul masalah antara lain: sesuai atau tidaknya
budaya barisan tersebut dengan dinamika masyarakat saat sekarang, penolakan antar
generasi penerima terhadap warisan budaya tersebut, dan munculnya budaya baru yang
tidak lagi sesuai dengan budaya warisan.

Dalam suatu waktu, ditemukan generasi muda menolak budaya yang hendak diwariskan
oleh generasi pendahulunya. Budaya itu dianggap tidak lagi sesuai dengan kepentingan
hidup generasi tersebut, bahkan dianggap bertolak belakang dengan nilai-nilai budaya
baru yang diterima sekarang ini.

B. Perubahan Kebudayaan
Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian di
antara unsur-unsur budaya yang saling berbeda sehingga terjadi keadaan yang fungsinya
tidak serasi bagi kehidupan. Perubahan kebudayaan mencakup banyak aspek, baik
bentuk, sifat perubahan, dampak perubahan, dan mekanisme yang dilaluinya. Perubahan
kebudayaan di dalamnya mencakup perkembangan kebudayaan. Pembangunan dan
modernisasi termasuk pula perubahan kebudayaan.

Perubahan kebudayaan yang terjadi bisa memunculkan masalah, antara lain perubahan
akan merugikan manusia jika perubahan itu bersifat regres (kemunduran)
bukan progres (kemajuan) perubahan bisa berdampak buruk atau menjadi bencana jika
dilakukan melalui revolusi, berlangsung cepat, dan diluar kendali manusia.

C. Penyebaran kebudayaan
Penyebaran kebudayaan atau difuusi adalah proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan
dari suatu kelompok ke kelompok lain atau suatu masyarakat ke masyarakat lain.
Kebudayaan kelompok masyarakat di suatu wilayah bisa menyebar ke masyarakat yang
lain. Misalnya, kebudayaan dari masyarakat barat (Negara-Negara Eropa) masuk dan
mempengaruhi kebudayaan timur (bangsa Asia dan Afrika). Globalisasi budaya bisa
dikatakan pula sebagai penyebaran suatu kebudayaan secara meluas.

Penyebaran kebudayaan (difusi) bisa menimbulkan masalah. Masyarakat penerima akan


kehilangan nilai-nilai budaya local sebagai akibat kuatnya budaya asing yang masuk.
Contoh globalisasi budaya yang bersumber dari kebudayaan Barat pada era sekarang ini
adalah masuknya nilai-nilai budaya global yang dapat memberi dapat negatif bagi
perilaku sebagian masyarakat Indonesia. Misalnya, pola hidup konsumtif, hedonism,
pragmatis, dan individualistic. Akibatnya, nilai budaya bangsa seperti rasa kebersamaan
dan kekeluargaan lambat laun bisa hilang dari masyarakat Indonesia.

Pada dasarnya, difusi merupakan bentuk kontak antar kebudayaan. Selain difusi, kontak
kebudayaan dapat pula berupa akulturasi dan asimilasi. Akulturasi berarti pertemuan
antara dua kebudayaan atau lebih yang berbeda. Akulturasi merupakan kontak antar
kebudayaan, namun masing-masing memperlihatkan unsure-unsur budayanya.
Asimilasi berarti peleburan antar kebudayaan yang bertemu. Asimilasi terjadi karna
proses yang berlangsung lama dan intensiif antara mereka yang berlainan latar belakang
ras, suku, bangsa, dan kebudayaan. Pada umumnya, asimilasi menghasilkan kebudayaan
baru.

Beberapa Problematika Antara lain :


1. Hambatan budaya yang berkaitan dengan pandangan hidup dan sitem kepercayaan.
Keterkaitan orang jawa terhadap tanah yang mereka tempati secara turun-temurun di
yakini sebagai peberi berkah kehidupan. Mereka enggan meninggalakan kampong
halamannya atau beralih pola hidup hidup sebagai petani , padahal hidup mereka
umumnya miskin.
2. Hambatan budaya berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang.
Hambatan budaya yang berkaitan dengan perbedaan persepsi atau sudut pandang ini
dapat terjadi antara masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Contohnya: Program
keluarga KB semula di tolak masyarakat, mereka beranggapan banyak anak banyak
rezeki.
3. Hambatan budaya yang berkaitan dengan faktor psikologo atau kejiwaan. Upaya
untuk mentransmigrasikan penduduk dari daerah yang terkena bencana alam banyak
mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran penduduk
bahwa di tempat yang baru hidup mereka lebih sengsara di bandingkan dengan hidup
mereka di tempat yang lama.
4. Masyarakat yang tersaingi dan kurang komunikasi dengan masyarakat luas.
Masyarakat daerah-daerah terpencil yang kurang komunikasi dengan masyarakat
luas, karena pengetahuan serba terbatas, seolah-olah tertutup untuk menerima
program pembangunan.

HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK INDIVIDU DAN SOSIAL

Manusia, mahluk dan individu secara etimologi diartikan sebagai berikut:

Manusia berarti mahluk yang berakal budi dan mampu menguasai mahluk lain.

Mahluk yaitu sesuatu yang diciptakan oleh Tuhan.

Individu mengandung arti orang seorang, pribadi, organisme yang hidupnya berdiri sendiri. Secara
fisiologis ia bersifat bebas, tidak mempunyai hubungan organik dengan sesama.

Jadi pengertian manusia sebagai makhluk individu mengandung arti bahwa unsur yang ada
dalam diri individu tidak terbagi,merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jadi sebutan
individu hanya tepat bagi manusia yang memiliki keutuhan jasmani dan rohaninya, keutuhan fisik
dan psikisnya, keutuhan raga dan jiwanya.

sebagai individu yang sudah dewasa memiliki konsekuensi tertentu, antara lain:
1. Merawat diri bersih, rapi, sehat dan kuat
2. Hidup mandiri
3. Berkepribadian baik dan luhur
4. Mempertanggungjawabkan perbuatannya

Supaya konsekuensi tersebut di atas dapat direalisasikan dalam suatu kenyataan, maka
masing-masing individu harus senantiasa:
1. Selalu bersih, rapi, sehat, dan kuat
2. Berhati nurani yang bersih
3. Memiliki semangat hidup yang tinggi
4. Memiliki prinsip hidup yang tangguh
5. Memiliki cita-cita yang tinggi
6. Kreatif dan gesit dalam memanfaatkan potensi alam
7. Berjiwa besar dan penuh optimis
8. Mengembangkan rasa perikemanusiaan
9. Selalu berniat baik dalam hati
10. Menghindari sikap statis, pesimis, pasif, maupun egois
Interaksi merupakan aktivitas timbal balik antar individu dalam suatu pergaulan hidup bersama.
Interaksi dimaksud, berproses sesuai dengan perkembangan jiwa dan fisik manusia masing-masing
serta sesuai dengan masanya. Jika tingkah laku timbal balik (interaksi sosial) itu berlangsung
berulang kali dan terus menerus, maka interaksi ini akan berkembang menjadi interelasi sosial.
Interelasi sosial dalam masyarakat akan tampak dalam bentuk sense of belonging yaitu suatu
perasaan hidup bersama, sepergaulan, dan selingkungan yang dilandasi oleh rasa kemanusiaan yang
beradab, kekeluargaan yang harmonis dan kebersatuan yang mantap.

Peranan Manusia Sebagai Makhluk Individu

Sebagai makhluk individu manusia berperan untuk mewujudkan hal-hal berikut:

Mewujudkan harkat dan martabat yang mulia. Manusia diciptakan oleh tuhan dengan memiliki
harkat dan martabat yang mulia jika dibandingkan dengan makhluk lainnya. Harkat dan martabat
yang mulia itu harus diakui dan dihargai oleh satu manusia kepada manusia lainnya.

Mengupayakan terpenuhinya hak-hak dasarnya sebagai manusia. Sebagai individu yang memiliki
harkat dan martabat mulia, manusia menuntut pengakuan akan adanya hak asasi dalam dirinya.
seperti hak untuk hidup, hak untuk berkarya , hak untuk mengembangkan diri, dan hak asasi
lainnya. Manusia tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang yang bertujuan untuk menindas
haknya sebagai manusia.

Merealisasikan segenap potensi dirinya untuk kesejahtraan hidup. Manusia diciptakan tuhan dengan
dibekali bakat atau potensi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Potensi ini harus digali, diasah,
dikembangkan dan diaplikasikan.

Menuntut ilmu pengetahuan, merekayasa tekhnologi serta memanfaatkannya untuk kemakmuran


dan kesejahtraan. Kesadaran tersebut mendorongnya untuk tetap belajar.

Dengan melakukan peranan diatas, maka kehidupan manusia sebagai makhluk individu akan
terjamin. Manusia akan memperoleh penghormatan akan harkat dan martabatnya. Disisi lain, dalam
melakukan peranannya tersebut, kadang kala manusia mampu bertindak negatif, antara lain: untuk
memenuhi kebutuhan pribadi, individu cenderung memiliki sifat individualisme dan egois,
sehiingga memunculkan kosep homo homini lupus (manusia adala serigala bagi manusia lainnya),
dimana manusia akan menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya.

2.2.2 Peranan Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Sebagai makhluk sosial manusia berperaan untuk mewujudkan hal berikut:

Melakukan interaksi dan menciptakan kehidupan berkelompok. Manusia sebagai pribadi adalah
berhakikat sosial. Manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan dari manusia
lain. Dengan demikian, untuk memenuhikebutuhan hidupnya manusia akan berinteraksi dengan
sesama manusia.

Menciptakan norma yang mengatur kehidupan sosial. Dalam kehidupan berkelompok, jika manusia
tidak mampu berbuat adil dan menjaga harkat serta martabat manusia lainnya, akan tercipta ketidak
aturan. Oleh karena itu, dalam kehidupan berkelompok dan bermasyarakat, manusia membutuhkan
norma-norma sosial sebagai patokan dalam bertingkah laku. Norma yang dibutuhkan yaitu: Norma
agama, Norma kesusilaan atau moral, Norma kesopanan atau adat, dan Norma hukum.

Mengupayakan terlaksananya kewajiban. Kewajiban manusia sebagai dasar untuk menghargai hak
orang lain serta mentaati norma yang berlaku dalam masyarakat. Manusia tidak bisa menuntut hak
tanpa melaksanakan kewajiban. sebaliknya manusia juga tidak melulu memikirkan dan melakukan
kewajiban serta mengabaikan haknya. Artinya, antara hak dan kewajiban manusia, baik sebagai
makhluk individu maupun sosial harus seimbang.

Anda mungkin juga menyukai