Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK SEDIAAN

LIKUID DAN SEMISOLID (NONSTERIL)

BETAMETASON DIPOPIONAT GEL


Disusun oleh:
Kelompok 4/E

Friska Aulia H idayat (10060316192)


Putri Nosa Dwiawanda (10060316193)
Sinta Nia Rahayu (10060316194)
Alleina Nurfitriani (10060316195)
Fatma Wati (10060316196)
Herlan Azzahra Salsabila (10060316197)

Asisten: Rifnie Raisya, S. Farm


Tanggal Praktikum: 25 Oktober 2018
Tanggal Pengumpulan: Oktober 2018

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT E


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1440H/2018M
“Betametason Dipropionat Gel”

I. Teori Dasar
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel
anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.
Gel kadang – kadang disebut jeli (Drijen POM, 1995: 7).

Pengolongan Gel (Lachman, 1994: 496)


1. Berdasarkan sifat fasa koloid :
a. Gel anorganik, contoh : bentonit magma
b. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer
2. Berdasarkan sifat pelarut :
a. Hidrogel (pelarut air)
Hidrogel pada umumnya terbentuk oleh molekul polimer hidrofilik yang
saling sambung silang melalui ikatan kimia atau gaya kohesi seperti interaksi ionik,
ikatan hidrogen atau interaksi hidrofobik. Hidrogel mempunyai biokompatibilitas
yang tinggi sebab hidrogel mempunyai tegangan permukaan yang rendah dengan
cairan biologi dan jaringan sehingga meminimalkan kekuatan adsorbsi protein dan
adhesi sel; hidrogel menstimulasi sifat hidrodinamik dari gel biological, sel dan
jaringan dengan berbagai cara; hidrogel bersifat lembut/lunak, elastis sehingga
meminimalkan iritasi karena friksi atau mekanik pada jaringan sekitarnya.
Kekurangan hidrogel yaitu memiliki kekuatan mekanik dan kekerasan yang rendah
setelah mengembang. Contoh : bentonit magma, gelatin
b. Organogel (pelarut bukan air/pelarut organik)
Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan BM rendah yang terlarut dalam minyak
mineral dan didinginkan secara shock cooled), dan dispersi logam stearat dalam
minyak.
c. Xerogel
Gel yang telah padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah diketahui
sebagai xerogel. Xerogel sering dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa – sisa
kerangka gel yang tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula
dengan penambahan agen yang mengimbibisi, dan mengembangkan matriks gel.
Contoh : gelatin kering, tragakan ribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan
polystyrene.
d. Emulgel
Emulgel adalah emulsi baik O/W maupun W/O yang dibuat gel dengan
mencampurkannya dengan gelling agent. Keunggulan emulgel memiliki kelebihan
daya hantar obat yang baik seperti gel maupun emulsi

3. Berdasarkan jenis fase terdispersi (Dirjen POM, 1995)


a. Gel fase tunggal
Terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu
cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang
terdispersi dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik
(misal karbomer) atau dari gom alam (misal tragakan). Molekul organik larut dalam
fasa kontinu.
b. Gel sistem dua fasa
Terbentuk jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah.
Dalam sistem ini, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, masa gel
kadang-kadang dinyatakan sebagai magma. Partikel anorganik tidak larut, hampir
secara keseluruhan terdispersi pada fasa kontinu.
Sifat dan karakteristik gel (Lachman, 1994: 496-499) :
1. Swelling
Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorpsi
larutan sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara
matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang
sempurna bila terjadi ikatan silang antara polimer didalam matriks gel yang dapat
menyebabkan kelarutan komponen gel berkurang.
2. Sineresis
Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi didalam massa gel. Cairan
yang terjerat akan keluar dan berada diatas permukaan gel. Pada waktu pembentukan
gel terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme
terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis
pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan
mengakibatkan jarak antara matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan
bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hydrogel maupun
organogel.
3. Efek suhu
Mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur
tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu.
Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya pada air dingin yang membentuk larutan
kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena
pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut
thermogelation.
4. Efek elektrolit
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik
dimana ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan
koloid digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi
elektrolit kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk
menyusun diri sesudah pemberian tekanan geser.
5. Elastisitas dan rigiditas
Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama
transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan
peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap
perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat
bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.
6. Rheologi Pseudoplastis
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi
memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non –
Newton (menggunakan alat brookfield) yang dikarakterisasi oleh penurunan
viskositas dan peningkatan laju aliran.

II. Data Preformulasi Zat Aktif


Betametasone Dipropionat
 Pemerian : Serbuk putih krem, tidak berbau
 Kelarutan : Tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton dan kloroform;
agak sukar larut dalam etanol
 Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
 Khasiat : Antiinflamasi
(Dirjen POM, 1995 hal 138)
III. Data Preformulasi Zat Tambahan
3.1. Aquadest
 Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.
 Titik Didih : 180℃
 pKa/pKb : 8,4
 Bobot Jenis : 1 gr/cm³ atau 1 gr/mL
 Stabilitas : Stabil diudara, stabil dalam bentuk fisik (es, air, dan uap).
Penyimpanan dalam wadah yang sesuai, penggunaannya harus terlindungi
dari kontaminasi partikel-partikel ion dan bahan organic yang dapat
meningkatkan konduktivitas dan jumlah karbon organik. Terlindungi dari
mikroorganisme yang tumbuh dan merusak fungsi air.
 Inkompatibilitas : Bereaksi dengan bahan tambahan yang mudah terhidrolisis
(Dirjen POM, 1979 : Hal. 96)

3.2. Carbopol 940


 Pemerian : Berwarna putih, asam, serbuk, higroskopik dingin bau khas.
 Kelarutan : Larut dalam air, setelah netralisasi dalam etanol 95% dan titik
gliserin
 Titik lebur : Dekomposisi sampai 30 menit pada 260°C
 Stabilitas : Stabil, merupakan bahan yang higroskopis
 Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan resorsin, fenol, kation polimer,
asam kuatelek
 Konsentrasi : 0,5- 2,0% (sebagai gelling agent)
(Rowe et al, 2009: 110)
3.3. Metil paraben
 Pemerian : Serbuk hablur halus, putihm hamper tidak berbau, tidak berasa,
kemudian agak membakar diikuti rasa tebal.
 Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam
3,5 bagian etanol (95%) P, dan dalam 3 bagian aseton. Mudah larut dalam
eter, dalam larutan alkali hidroksida. Larut dalam 60 bagian gliserol panas dan
40 bagian minyak lemak nabati panas
 Titik Lebur : 125℃- 128℃
 pKa : 8,4 pada suhu 220℃
 Bobot Jenis : 1,252 gr/cm³
 Stabilitas : Larutan metil paraben pada pH 3-6 dapat disterilkan tanpa
penguaraian.
 Inkompatibilitas : Aktivitas mikroba nipasol akan berkurang dengan adanya
surfaktan nonionic propilenglikol akan memiliki efek potensi antimikroba dari
paraben saat digunakan surfaktan non-ionik. Inkompatibel dengan talcum,
tragakan, dan atropine.
 Konsentrasi : 0,02- 0,3% (topikal)
(Dirjen POM, 2014 : 856; Rowe et al, 2009: 442)
3.4. Propilenglikol
 Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, tidak berbau
 Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan aseton dan dengan
kloroform, larut dalam eter dan beberapa minyak essensial tetapi tidak dapat
bercampur dengan minyak
 Bobot Jenis : 1,038 g/cm
 Stabilitas : Higroskopis, pada suhu yang tinggi akan teroksidasi menjadi
propionaldehid asam laktat, asam asetat, stabil jika dicampur dengan
gliserin, etanol dan air.
 Inkompatibilitas : Dengan zat pengoksidasi seperti potasium permanganat
 Konsentrasi : 5- 80% (topikal)
(Dirjen POM, 1995: 712, Rowe et al, 2009: 592)

3.5. Propil paraben


 Pemerian : Putih, tidak berbau, tidak berasa, serbuk hablur.
 Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol (95%)
P, dalam 3 bagian aseton, dalam 140 bagian gliserol, dan dalam 40 bagian
minyak lemak.
 Titik Lebur/Titik Didih : 95℃ - 98℃ / 295℃
 Bobot Jenis : 1,288 gr/cm³
 Stabilitas : Larutan propil paraben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan
autoklaf tanpa penguraian. Larutan propil paraben stabil pada pH 3-6 selama 4
tahun.
 Inkompatibilitas : Aktivitas mikroba nipasol akan berkurang dengan adanya
surfaktan ionic, Mg-Al Silikat, Mg- trisilikat, nipasol tidak berwarna dengan
adanya besi dan terhidrolisis karena adanya basa lemah dan asam kuat.
 Konsentrasi : 0,01- 0,6% (topikal)
(Dirjen POM, 1979 : 535; Rowe et al , 2009 : 596)

3.6. Trietanolamin (TEA)


 Pemerian : Berwarna sampai kuning pucat, cairan kental
 Kelarutan : Bercampur dengan aseton, dalam benzen 1:24, larut dalam
kloroform, bercampur dengan etanol
 Titik Lebur : 20-21°C
 Titik Didih : 335 °C
 Stabilitas : TEA dapat berubah warna menjadi warna coklat dengan
paparan cahaya dan udara
 Inkompatibilitas : Inkompatibel dengan asam mineral membentuk garam
kristal dan ester dengan cahaya asam lemak tinggi
(Rowe et al, 2009: 754)

IV. Alat dan Bahan


4.1. Alat 4.2. Bahan
1. Gelas Kimia 1. Aquadest
2. Gelas Ukur 2. Betametason dipropionat
3. Hot Plate 3. Carbopol 940
4. Kemasan Gel 4. Metil paraben
5. Perkamen 5. Propil paraben
6. Spatula 6. Propilenglikol
7. Stirrer 7. TEA
8. Timbangan Analitik
V. Perhitungan dan Penimbangan
5.1. Perhitungan Bahan
1. Betametason dipropionat (0,05%)
0,05
x 15 = 0,0075 + 10% = 0,0082 gr
100
2. Carbopol 940 (2%)
2
x 15 = 0,3 + 10% = 0,33 gr
100
3. TEA = 8 tts
4. Metil paraben (0,18%)
0,18
x 15 = 0,027 + 10% = 0,029 gr
100
5. Propil paraben (0,02%)
0,02
x 15 = 0,003 + 10% = 0,0033 gr
100
6. Propilenglikol (5%)
5
x 100 = 0,75 + 10% = 0,825 gr
100
7. Aquadest
15 + 10% = 16,5
= 16,5 – (0,0082+0,33+0,029+0,0033+0,825)
= 15,3 mL
5.2. Penimbangan Bahan

Tabel 5.2. Penimbangan Bahan

Nama Zat Konsentrasi u/ sediaan 15 gram

Betametason dipropionat 0,05% 0,0082 gr

Carbopol 940 2% 0,33 gr


TEA 8 tetes
Propil paraben 0,02% 0,0033 gr
Metil paraben 0,18% 0,029 gr
Propilenglikol 5% 0,825 gr
Aquadest ad 15 t 15,30

VI. Prosedur
Bahan yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu baik untuk bahan aktif
maupun bahan tambahan. Kemudian untuk pertama kali, dilakukan pengembangan
gelling agent yaitu Carbopol 940 dengan dimasukkannya ke dalam 12 mL air panas
dalam matkan dengan cara menaburkannya, kemudian diaduk dengan menggunakan
stirrer. Setelah itu ke dalam matkan, kedalamnya ditambahkan Trietanolamin
beberapa tetes ad terbentuk gel.
Langkah selanjutnya adalah melarutkan metil paraben dan propil paraben dalam
tempat yang terpisah sebelum dimasukkan ke dalam matkan berisi gel, pelarutan
dilakukan dalam sisa air panas ad larut. Lalu, barulah dimasukkan ke dalam matkan.
Zat aktif berupa betametason dipropionat pun dilarutkan dahulu dalam propilenglikol,
kemudian dimasukkan ke dalam matkan, dan diaduk ad homogeny. Jika sudah
terbentuk gel, maka dimasukkan ke dalam tube dan dikemas.
VII.Data Pengamatan
Tabel 7. Data Evaluasi Sediaan

Organoleptis
Sediaan Homogenitas Stabilitas
Warna Bau Konsistensi

Betametason
Tidak Berwarna Bau Khas Semisolid Homogen Stabil
Dipropionat Gel

VIII. Pembahasan
IX. Kesimpulan
X. Usulan Formula
DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM, (1979), Farmakope Indonesia Edisi III, Depkes RI: Jakarta.
Dirjen POM, (1995), Farmakope Indonesia Edisi IV, Depkes RI: Jakarta.
Dirjen POM, (2014), Farmakope Indonesia Edisi V, Depkes RI : Jakarta.
Lachman, L., & Lieberman, H.A., (1994), Teori dan Praktek Farmasi Industri ed. II,
UI Press: Jakarta.
Rowe, et al, (2009), Handbook Of Pharmaceutical Exipient, Pharmaceutical Press
and American Pharmacist Association: London.

Anda mungkin juga menyukai