Bab II Landasan Teori
Bab II Landasan Teori
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
BAB II
LANDASAN TEORI
1.1.1 Analisis
Analisis merupakan suatu tindakan atau cara yang dilakukan untuk mengetahui
nilai-nilai kepastian dan kelayakan dari suatu obyek tertentu dalam suatu Penelitian
yang dilaksanakan.
1.1.2 Kelayakan
Kelayakan dapat dikatakan Sebagai hasil yang diperoleh dari suatu Penelitian
terhadap Obyek- obyek tertentu, kelayakan mengandung nilai-nilai yang real atau
Nyata.
1.1.3 Perkerasan
1.1.4 Struktural
Struktural berasal dari kata dasar Struktur yang artinya satu-kesatuan Bentuk
yang tergabung dari beberapa komponenen – komponen Pendukung. Dalam hal ini
Struktur yang dimaksud adalah Struktur-struktur Pada Bangunan terutama Pada
Perkerasan runway Pada Bandar Udara.
1.1.5 Runway
erasan struktur, bahu landasan, bantal hembusan dan daerah perhentian, apab
ila disediakan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan
pemeliharaan dan dalam keadaan darurat juga harus mampu mendukung
pesawat seandainya pesawat karena sesuatu hal keluar dari landasan.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa Lingkungan Bandara yang berpengaruh
terhadap panjang runway adalah: temperatur, angin permukaan ( surface wind ),
kemiringan runway ( effective gradient ), elevasi runway dari permukaan laut ( altitude )
dan kondisi permukaan runway.
Sesuai dengan rekomendasi dari International Civil Aviation Organization ( ICAO )
bahwa perhitungan panjang runway harus disesuaikan dengan kondisi lokal lokasi
Bandara. Metoda ini dikenaldengan metoda Aeroplane Reference Field Length ( ARFL ).
Menurut International Civil Aviation Organization ( ICAO ), Aeroplane Reference Field
Length ( ARFL ) adalah runway minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas pada
maximum sertificated take off weight, elevasi muka laut, kondisi standard atmosfir,
keadaan tanpa ada angin, runway tanpa kemiringan ( kemiringan = 0 ). Jadi didalam
perencanaan persyaratan - persyaratan tersebut harus dipenuhi dengan melakukan
koreksi akibat pengaruh dari keadaan lokal. Adapun uraian dari faktor koreksi tersebut
adalah sebagai berikut:
2. Koreksi temperatur
Pada temperatur yang lebih tinggi dibutuhkan runway yang lebih panjang sebab
temperatur tinggi akan menyebabkan kepadatan ( density) udara yang rendah,
menghasilkan output daya dorong yang rendah. Suhu temperatur standar adalah
15⁰C atau 59°F.Menurut ICAO panjang runway harus dikoreksi terhadap
temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 1⁰C. Sedangkan untuk setiap
kenaikan 1000 m dari permukaaan laut temperatur akan turun 6.5⁰C.
Dengan dasar ini International Civil Aviation Organization (ICAO
) menetapkan hitungan koreksi temperatur dengan rumus: Ft = 1 + 0,01 { T – (
15 – 0,0065 x h )} Dengan Ft : Faktor koreksi temperature T : Temperatur
dibandara ( ⁰C ).
Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angina haluan (head
wind) dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (tail wind) maka runway
yang diperlukan lebih panjang. Angin buritan ( tail wind ) maksimum yang
diizinkan bertiup dengan kekuatan 10 knots. Tabel 2.2 berikut memberikan
perkiraan pengaruh angin terhadap panjang runway.
6. Kemiringan Runway
a. Effective gradient.
Effective gradient adalah kemiringan yang dihitung dengan membagi perbedaan
antara elevasi maksimum dan elevasi minimum dengan panjang runway.
Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada diatas landasan perlu
kemiringan melintang pada landasan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) 1,5 % pada landasan dengan kode huruf C, D atau E.
b) 2 % pada landasan dengan kode huruf A atau B.
7. Marka
marka sebagai suatu tanda yang dituliskan atau digambarkan diatas permukaan
daerah pergerakan pesawat dengan maksud untuk memberikan suatu petunjuk,
serta menginformasikan suatu kondisi ( gangguan/larangan )
atau menggambarkan batas – batas. Bandar Udara wajib menerapkan
persyaratan marka, memelihara kondisi marka yang terdapat didaerah
pergerakan sehingga dapat terlihat jelas dan memberikan informasi dengan jelas
sesuai dengan standar. Marka didaerah pergerakan dituliskan atau digambarkan
atau dibuat / ditempatkan pada permukaan runway, taxiway, dan apron.
Marka runway terdiri dari :
1. Runway Side Stripe Marking
2. Runway Designation Marking
3. Threshold Marking
4. Runway Centre Line Marking
5. Aiming Point Marking
6. Touchdown Zone Marking.
ketika mendekati suatu Bandar Udara. Penerbang membutuhkan alat bantu baik
dalam cuaca baik maupun dalam cuaca buruk, pada siang hari maupun
malam hari.
Airfield Lighting System ( AFL) merupakan alat bantu navigasi udara yang
berfungsi membantu dan melayani pesawat terbang selama tinggal landas,
mendarat dan melakukan taxi agar dapat bergerak secara efisien dan aman.
Fasilitas ini terdiri dari lampu – lampu khusus, yang memberikan isyarat dan
informasi secara visual kepada penerbang terutama pada waktu penerbang akan
melakukan pendaratan atau tinggal landas. Isyarat dan informasi visual ini
disediakan dengan mengatur konfigurasi warna dan intensitas cahaya dari lampu
– lampu khusus tersebut. Pada umumnya, sewaktu akan melakukan
pendaratan atau tinggal landas, penerbangan lebih mengandalkan
penglihatannya ke luar pesawat dari pada melihat instrument yang terdapat
dalam cockpit pesawatnya.
Fasilitas Airfield Lighting System ( AFL ) tidaklah diperlukan hanya karena
cahaya atau penerangan yang dipancarkan, melainkan lebih pada isyarat dan
informasi yang disediakan. Karena itu, fasilitas ini tidaklah diperlukan pada
malam hari saja, namun pada siang hari dalam cuaca buruk dan setiap kali atas
permintaan penerbangan. Kebutuhan akan instalasi fasilitas Airfield Lighting
System ( AFL ) ditentukan menurut kelas Bandar Udaranya dan kategori
dari runwaynya. Semua fasilitas Airfield Lighting System ( AFL )
ini dioperasikan dan dikendalikan secara jarak jauh dari tower oleh petugas Air
Traffic Control ( ATC ). Karena operasi penerbangan meliputi dunia
internasional, maka standarisasi atau pembakuan instalasi fasilitas Airfield
Lighting System ( AFL ) tersebut merupakan suatu persyaratan yang sangat
penting.
Airfield Lighting System ( AFL ) atau alat bantu pendaratan visual, yaitu
merupakan fasilitas pada Bandar Udara untuk membantu pendaratan secara
visual. Serta menunjang pendaratan dan tinggal landas pada kondisi cuaca buruk
atau penerbangan malam guna mempertinggi tingkat pelayanan keselamatan
penerbang.
a = lebar landasan presisi harus tidak kurang dari 30 m untuk kode angka 1 atau 2
catatan : apabila landasan dilengkapi dengan bahu landasan lebar total landasan dan
bahu landasannya paling kurang 60 m.
Sumber: Basuki (1990)
Catatan :
1. Semua kemiringan yang diberikan dalam persen.
2. untuk landasan dengan kode angka 4 kemiringan memanjang pada seperempat
pertama dan seperempat terakhir dari panjang landasan tidak boleh lebih 0.8 %.
3. untuk landasan dengan kode angka 3 kemiringan memanjang pada seperempat
pertama dan seperempat terakhir dari panjang landasan precision aproach category
Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada di atas landasan perlu
kemiringan melintang dengan ketentuan sebagai berikut:
a) 1.5 % pada landasan dengan kode huruf C, D atau E.
b) 2 % pada landasan dengan kode huruf A atau B.
c) Suatu titik setinggi 1.5 m (5 ft) dari permukaan landasan ke titik lain
sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 1.5
Suatu arah kompas landasan terbang ditandai oleh sejumlah besar mencat pada
ujung landasan terbang masing-masing. sebelum nomor;strip berjumlah 8 belang
putih.
Suatu nomor;jumlah landasan terbang tidaklah ditulis dalam derajat tingkat, tetapi
diberi suatu format stenografi.
Sebagai contoh, suatu landasan terbang dengan suatu tanda-tanda " 14" benar-benar
dekat dengan pun 140 derajat tingkat.
Suatu landasan terbang dengan suatu tanda-tanda " 31" mempunyai suatu kompas
[yang] memimpin 310 derajat tingkat, yang adalah arah barat laut.
Untuk kesederhanaan, FAA menyelesaikan judul yang tepat kepada yang paling
dekat sepuluh. Sebagai contoh, landasan terbang 7 kekuatan mempunyai suatu tanda
tepat 68 derajat tingkat, tetapi dibuat untuk 70 derajat tingkat.
1. Bentang sayap (wing span), jarak antar roda pendarat utama (wheel tread) dan
panjang badan (fuselage) dari pesawat terbang.wing span dapat mempengaruhi
ukuran lebar landasan pacu (runway), lebar landasan penghubung (taxiway), jarak
antara landasan pacu dan landasan penghubung, dimensi apron, diameter manuver
perputaran pesawat terbang (jejari putar) dan letak gedung serta terminal pada
kompleks bandar udara.
2. Wheel base/ jarak antara roda pendarat utama (main gear) dan roda depan (nose
gear) dan wheel tread. jarak antara roda pendarat utama mempengaruhi perencanaan
ukuran lebar landasan pacu (runway), lebar landasan penghubung (taxiway), jarak
antara landasan pacu dan landasan penghubung, dan ukuran segmentasi plat beton
untuk perkerasan apron.
3. Berat pesawat terbang dapat mempengaruhi ukuran panjang landasan pacu
(runway) yang diperhitungkan menurut kondisi lepas landas (take off) dan
pendaratan (landing), ketebalan struktur lapisan perkerasan pada landasan pacu dan
landasan penghubung, serta jenis perkerasan pada apron.
4. Berat pesawat terbang rencana mempengaruhi ukuran panjang landasan pacu
(runway) yang diperhitungkan menurut kondisi lepas landas (take off) dan
pendaratan (landing), ketebalan struktur lapisan perkerasan pada landasan pacu dan
landasan penghubung, serta jenis perkerasan pada apron.
1. Kecepatan awal mendaki - Initial Climb Out Speed (V2) : Kecepatan minimum
yang diperkenankan untuk mendaki sesudah mencapai ketinggian 10,5 m (35 Ft)
2. Kecepatan putusan – Decision Speed (V1) : Kecepatan yang ditentukan dimana bila
mesin mengalami kegagalan saat kecepatan V1 belum tercapai pilot harus
menghentikan pesawat, namun apabila sudah melewati V1 maka pesawat harus
terus lepas landas dan tidak boleh mengurangi kecepatan
3. Kecepatan Rotasi - Rotation Speed (Vr) : Kecepatan pada saat pilot mulai
mengangkat hidung pesawat.
4. Kecepatan Angkat – Lift Off Speed (V lot) : Kecepatan dari kemampuan pesawat,
di saat itu badan pesawat mulai terangkat dari landasan.
5. Jarak Landasan Pacu – Take Off Distance : Jarak horizontal yang diperlukan untuk
lepas landas dengan mesin tidak berkerja tetapi pesawat telah mencapai ketinggian
10,5 m
6. Take off Run :
1) Jarak dari awal take off ke titik V lof + ½ kali jarak pesawat mencapai
ketinggian 10,5 m dari V lof, pada keadaan mesin tidak berkerja.
2) Jarak dari awal take off ke titik V lof dikalikan 115% + ½ kali jarak pesawat
mencapai ketinggian 10,5 m dari titik V lof x 115% tadi, pada keadaan
mesin pesawat berkerja.
Jarak terbesarnya merupakan take off run
Accelerate Stop Distance : Jarak yang digunakan untuk mencapai kecepatan
V1 + jarak untuk berhenti dari titik V1
Stop way : Perpanjangan landasan, digunakan untuk menahan
pesawat pada waktu gagal lepas landas.
Clearway : Area di luar akhir landasan lebarnya paling sedikit
500 feet. As Clearway merupakan perpanjangan as landasan,
panjangnya tidak boleh melebihi ½ panjang take off run.
Untuk pesawat terbang bermesin turbin dalam menentukan panjang runway harus
mempertimbangkan tiga keadaan umum agar pengoperasian pesawat aman.
Ketiga keadaan tersebut adalah:
Suatu keadaan dimana seluruh mesin dapat dipakai dan runway yang cukup
dibutuhkan untuk menampung variasi-variasi dalam teknik pengangkatan dan
karakteristik khusus dari pesawat terbang tersebut.
Pendaratan.
distance = ASD). Untuk pesawat terbang yang digerakkan turbin karena jarang
mengalami lepas landas yang Keadaan pendaratan
Peraturan menyebutkan bahwa jarak pendaratan (landing distance = LD) yang
dibutuhkan oleh setiap pesawat terbang yang menggunakan bandara, harus cukup
untuk memungkinkan pesawat terbang benar-benar berhenti pada jarak
pemberhentian (stop distance = SD), yaitu 60 persen dari jarak pendaratan, dengan
menganggap bahwa penerbang membuat pendekatan pada kepesatan yang
semestinya dan melewati ambang runway pada ketinggian 50 ft.
1. Keadaan Normal
Semua mesin bekerja memberikan definisi jarak lepas landas (take off distance =
TOD) yang untuk bobot pesawat terbang harus 115 persen dan jarak sebenarnya
yang ditempuh pesawat terbang untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35). Tidak
seluruh jarak ini harus dengan perkerasan kekuatan penuh. Bagian yang tidak diberi
perkerasan dikenal dengan daerah bebas (clearway = CW). Separuh dari selisih
antara 115 persen dari jarak untuk mencapai titik pengangkatan, jarak pengangkatan
(lift off distance = LOD) dan jarak lepas landas dapat digunakan sebagai daerah
bebas (clearway). Bagian selebihnya dari jarak lepas landas harus berupa perkerasan
kekuatan penuh dan dinyatakan sebagai pacuan lepas landas (take off run = TOR).
peraturan menetapkan bahwa jarak lepas landas yang dibutuhkan adalah jarak
sebenarnya untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35) tanpa digunakan persentase,
seperti pada keadaan lepas landas dengan seluruh mesin bekerja. Keadaan ini
memerlukan jarak yang cukup untuk menghentikan pesawat terbang dan bukan
untuk melanjutkan gerakan lepas landas. Jarak ini disebut jarak percepatan berhenti
(accelerate stop gagal maka peraturan mengizinkan penggunaan perkerasan dengan
kekuatan yang lebih kecil, dikenal dengan daerah henti (stopway = SW), untuk
bagian jarak percepatan berhenti diluar pacuan lepas landas (take off run).
Panjang lapangan (field length = FL) yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dari
tiga bagian yaitu perkerasan kekuatan penuh (FS), perkerasan dengan kekuatan parsial
atau daerah henti (SW) dan daerah bebas (CW). Untuk peraturan-peraturan diatas dalam
setiap keadaan diringkas dalam bentuk persamaan – persamaan berikut :
Keadaan lepas landas normal: