Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL TUGAS AKHIR

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 PENJELASAN UMUM.

1.1.1 Analisis

Analisis merupakan suatu tindakan atau cara yang dilakukan untuk mengetahui
nilai-nilai kepastian dan kelayakan dari suatu obyek tertentu dalam suatu Penelitian
yang dilaksanakan.

1.1.2 Kelayakan

Kelayakan dapat dikatakan Sebagai hasil yang diperoleh dari suatu Penelitian
terhadap Obyek- obyek tertentu, kelayakan mengandung nilai-nilai yang real atau
Nyata.

1.1.3 Perkerasan

Perkerasan merupakan himpunan dari beberapa jenis material yang dikelolah


menjadi satu bahan kemudian digunakan sebagai bahan Pembuat jalan yang
digunakan sebagai jalur-jalur tertentu dalam aktifitas manusia sehari-hari.

Pada Umumnya Perkerasan terdiri dari tiga jenis yaitu:

a. Perkerasan Kaku (Beton).


b. Perkerasan Lentur ( Aspal )
c. Perkerasan Komposit atau Campuran ( Campuran dari Perkerasan Lentur dan
Perkerasan Kaku)

NUEL DE ARAUJO SOARES 1


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

1.1.4 Struktural

Struktural berasal dari kata dasar Struktur yang artinya satu-kesatuan Bentuk
yang tergabung dari beberapa komponenen – komponen Pendukung. Dalam hal ini
Struktur yang dimaksud adalah Struktur-struktur Pada Bangunan terutama Pada
Perkerasan runway Pada Bandar Udara.

1.1.5 Runway

2.1.5.1 Pengertian Runway

Runway adalah jalur Perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat


terbang untuk mendarar (Landing) atau lepas landas (take off). system runway
di suatu Bandara terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan (shoulder),
bahu landasan (Shoulder), bantal hembusan dan daerah aman runway
(runway end safety area). Uraian dari system runway dapat dilihat pada gambar
2.1.

Perkerasan struktur mendukung pesawat sehubungan dengan beban struktur, ke


mampuan manuver, kendali, stabilitas dan criteria dimensi dan operasi lainnya.

1. Bahu landasan (shoulder) yang terletak berdekatan dengan pinggir perke


rasan struktur menahan erosi hembusan jet dan menampung peralatan untuk
pemeliharaan dan keadaan darurat.
2. Bantal hembusan (blast pad ) adalah suatu daerah yang dirancang untuk men
cegah erosi permukaan yang berdekatan dengan ujung - ujung runway yang
menerima hembusan jet yang terus-menerus atau yang berulang.
3. Daerah aman runway ( runway end safety area ) adalah daerah yang b ersih
tanpa benda lain yang mengganggu, diberi drainase, rata dan mencakup perk

NUEL DE ARAUJO SOARES 2


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

erasan struktur, bahu landasan, bantal hembusan dan daerah perhentian, apab
ila disediakan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan
pemeliharaan dan dalam keadaan darurat juga harus mampu mendukung
pesawat seandainya pesawat karena sesuatu hal keluar dari landasan.

1.1.5 Lebar Runway

Dalam melakukan analisa lebar landas pacu (runway) baik untuk


perencanaan pembangunan baru, maupun untuk perencanaan pengembangan
landas pacu (runway) beberapa ketentuan klasifikasi lebar runway harus
dipenuhi sebagai standar perencanaan Bandar Udara yaitu ketentuanketentuan
yang dikeluarkan oleh International Civil Aviation Organization

NUEL DE ARAUJO SOARES 3


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

( ICAO ). Lebar landas pacu yang direkomendasikan diperlihatkan dalam

Keadaan sekeliling Bandara juga mempengaruhi panjang – pendeknya


runway. Keadaan (condition) yang sangat perlu diperhatikan adalah :
1. Temperatur. Keadaan temperature Bandara pada masing masing tempat tidak s
ama. Makin tinggi temperature di Bandara makin panjang runwaynya. Sebab s
emakin
tinggi temperature maka densitynya makin kecil yang mengakibatkan thrust (
kekuatan mendesak ) pesawat (untuk lari diatas landasan) itu berkurang. Sehin
gga dengan kondisi seperti ini akan dituntut runway yang panjang.
2. Surface wind ( angin yang lewat di atas permukaan landasan )

NUEL DE ARAUJO SOARES 4


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

Panjang runway sangat ditentukan oleh angin.Dibedakan atas 3 keadaan.(


seperti gambar 2.2 )
Keadaan ( a ) arah angin = arah pesawat, hal ini akan memperpanjang
landasan.
Keadaan ( b ) arah angin berlawanan dengan arah pesawat, hal ini akan
memperpendek landasan.
Keadaan ( c ) arah angina tegak lurus arah pesawat, hal ini tidak dipakai dala
m suatu perencanaan.

3. Runway Gradient ( Kemiringan Landasan )


Kemiringan ini juga mempengaruhi panjang pendek landasan.
Tanjakan landasan akan menyebabkan tuntutan panjang yang lebih jika
dibandingkan apabila panjang landasan itu datar ( rata ). Landasan yang
menurun juga mempengaruhi panjang runway dimana panjang runway
akan menjadi lebih pendek ( memperpendek panjang runway yang dituntut ).

Hubungan kemiringan dan pertambahan panjang mendekati linear, sebagai


perbandingan panjang, maka :
1) Untuk runway yang melayani jenis pesawat turbo jet maka tiap 1 %

NUEL DE ARAUJO SOARES 5


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

dari kemiringan akan menuntut 7 – 10 % pertambahan panjang.


2) Pada peraturan – peraturan penerbangan maka kemiringan
yangdipakai pada ummnya kemiringan “ average – uniform gradient
“( kemiringan rata – rata yang sama ), walaupun kemiringan tanahitu
tidak sama ( tidak uniform gradient ).

4. Altitude of the airport ( ketinggian )


Bila Bandara letaknya semakin tinggi dari permukaan laut maka hawanya
lebih tipis dari hawa laut ( temperatur semakin kecil ) sehingga pada
landasan membutuhkan runway yang lebih panjang. Makin tinggi letak
runway dari permukaan laut maka ada perpanjangan runway yaitu setiap naik
1000ft perpanjangannya 7 %.

5. Condition of the runway surface yaitu:


Adanya genangan air akan menyebabkan runway lebih panjang karena
pada waktu take off pesawat mengalami hambatan – hambatan kecepatan
dengan adanya genangan air tersebut. Dengan adanya genangan – genangan
air tersebut juga menyebabkan percikan – percikan air yang
membahayakan bagian – bagian mesin pesawat.

NUEL DE ARAUJO SOARES 6


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

2.2 FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PANJANG RUNWAY.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa Lingkungan Bandara yang berpengaruh
terhadap panjang runway adalah: temperatur, angin permukaan ( surface wind ),
kemiringan runway ( effective gradient ), elevasi runway dari permukaan laut ( altitude )
dan kondisi permukaan runway.
Sesuai dengan rekomendasi dari International Civil Aviation Organization ( ICAO )
bahwa perhitungan panjang runway harus disesuaikan dengan kondisi lokal lokasi
Bandara. Metoda ini dikenaldengan metoda Aeroplane Reference Field Length ( ARFL ).
Menurut International Civil Aviation Organization ( ICAO ), Aeroplane Reference Field
Length ( ARFL ) adalah runway minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas pada
maximum sertificated take off weight, elevasi muka laut, kondisi standard atmosfir,
keadaan tanpa ada angin, runway tanpa kemiringan ( kemiringan = 0 ). Jadi didalam
perencanaan persyaratan - persyaratan tersebut harus dipenuhi dengan melakukan
koreksi akibat pengaruh dari keadaan lokal. Adapun uraian dari faktor koreksi tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Koreksi ketinggian ( elevasi )

Menurut International Civil Aviation Organization ( ICAO ) bahwa panjang


runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 300 m ( 1000 ft ) dihitung dari
ketinggian di atas permukaan laut.

Dengan Demikian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

NUEL DE ARAUJO SOARES 7


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

2. Koreksi temperatur

Pada temperatur yang lebih tinggi dibutuhkan runway yang lebih panjang sebab
temperatur tinggi akan menyebabkan kepadatan ( density) udara yang rendah,
menghasilkan output daya dorong yang rendah. Suhu temperatur standar adalah
15⁰C atau 59°F.Menurut ICAO panjang runway harus dikoreksi terhadap
temperatur sebesar 1% untuk setiap kenaikan 1⁰C. Sedangkan untuk setiap
kenaikan 1000 m dari permukaaan laut temperatur akan turun 6.5⁰C.
Dengan dasar ini International Civil Aviation Organization (ICAO
) menetapkan hitungan koreksi temperatur dengan rumus: Ft = 1 + 0,01 { T – (
15 – 0,0065 x h )} Dengan Ft : Faktor koreksi temperature T : Temperatur
dibandara ( ⁰C ).

3. Koreksi kemiringan runway


Kemiringan (slope) memerlukan runway yang lebih panjang untuk setiap
kemiringan 1%, maka panjang runway harus ditambah dengan 10%. Faktor
koreksi kemiringan runway dapat dihitung dengan persamaan berikut:

NUEL DE ARAUJO SOARES 8


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

4. Koreksi angin permukaan (surface wind)

Panjang runway yang diperlukan lebih pendek bila bertiup angina haluan (head
wind) dan sebaliknya bila bertiup angin buritan (tail wind) maka runway
yang diperlukan lebih panjang. Angin buritan ( tail wind ) maksimum yang
diizinkan bertiup dengan kekuatan 10 knots. Tabel 2.2 berikut memberikan
perkiraan pengaruh angin terhadap panjang runway.

NUEL DE ARAUJO SOARES 9


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

5. Kondisi permukaan runway

Untuk kondisi permukaan runway hal sangat dihindari adalah adanya


genangan tipis air (standing water) karena membahayakan operasi
pesawat Genangan air mengakibatkan permukaan yang sangat licin bagi roda
pesawat yang membuat daya pengereman menjadi jelek dan yang paling
berbahaya lagi adalah terhadap kemampuan kecepatan pesawat untuk lepas
landas. Menurut hasil penelitian NASA dan FAA tinggi maksimum genangan
air adalah 1,27 cm. Oleh karena itu drainase Bandara harus baik untuk
membuang air permukaan secepat mungkin. Jadi panjang runway minimum
dengan metoda ARFL dihitung dengan persamaan berikut:

6. Kemiringan Runway

Kemiringan Memanjang ( Longitudinal )


terdiri dari :

a. Effective gradient.
Effective gradient adalah kemiringan yang dihitung dengan membagi perbedaan
antara elevasi maksimum dan elevasi minimum dengan panjang runway.

NUEL DE ARAUJO SOARES 10


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

Tabel 2.3 Efective gradient

NUEL DE ARAUJO SOARES 11


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

Tabel 2.4 Longitudinal Sloper Section

NUEL DE ARAUJO SOARES 12


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

b. Kemiringan Melintang (Transversal)

Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada diatas landasan perlu
kemiringan melintang pada landasan dengan ketentuan sebagai berikut:
a) 1,5 % pada landasan dengan kode huruf C, D atau E.
b) 2 % pada landasan dengan kode huruf A atau B.

7. Marka
marka sebagai suatu tanda yang dituliskan atau digambarkan diatas permukaan
daerah pergerakan pesawat dengan maksud untuk memberikan suatu petunjuk,
serta menginformasikan suatu kondisi ( gangguan/larangan )
atau menggambarkan batas – batas. Bandar Udara wajib menerapkan
persyaratan marka, memelihara kondisi marka yang terdapat didaerah
pergerakan sehingga dapat terlihat jelas dan memberikan informasi dengan jelas
sesuai dengan standar. Marka didaerah pergerakan dituliskan atau digambarkan
atau dibuat / ditempatkan pada permukaan runway, taxiway, dan apron.
Marka runway terdiri dari :
1. Runway Side Stripe Marking
2. Runway Designation Marking
3. Threshold Marking
4. Runway Centre Line Marking
5. Aiming Point Marking
6. Touchdown Zone Marking.

8. Airfield Lighting System


Kebutuhan penerbang akan alat bantu visual, sejak awal mula penerbangan.
Penerbang telah menggunakan tanda – tanda di darat sebagai alat bantu navigasi

NUEL DE ARAUJO SOARES 13


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

ketika mendekati suatu Bandar Udara. Penerbang membutuhkan alat bantu baik
dalam cuaca baik maupun dalam cuaca buruk, pada siang hari maupun
malam hari.
Airfield Lighting System ( AFL) merupakan alat bantu navigasi udara yang
berfungsi membantu dan melayani pesawat terbang selama tinggal landas,
mendarat dan melakukan taxi agar dapat bergerak secara efisien dan aman.
Fasilitas ini terdiri dari lampu – lampu khusus, yang memberikan isyarat dan
informasi secara visual kepada penerbang terutama pada waktu penerbang akan
melakukan pendaratan atau tinggal landas. Isyarat dan informasi visual ini
disediakan dengan mengatur konfigurasi warna dan intensitas cahaya dari lampu
– lampu khusus tersebut. Pada umumnya, sewaktu akan melakukan
pendaratan atau tinggal landas, penerbangan lebih mengandalkan
penglihatannya ke luar pesawat dari pada melihat instrument yang terdapat
dalam cockpit pesawatnya.
Fasilitas Airfield Lighting System ( AFL ) tidaklah diperlukan hanya karena
cahaya atau penerangan yang dipancarkan, melainkan lebih pada isyarat dan
informasi yang disediakan. Karena itu, fasilitas ini tidaklah diperlukan pada
malam hari saja, namun pada siang hari dalam cuaca buruk dan setiap kali atas
permintaan penerbangan. Kebutuhan akan instalasi fasilitas Airfield Lighting
System ( AFL ) ditentukan menurut kelas Bandar Udaranya dan kategori
dari runwaynya. Semua fasilitas Airfield Lighting System ( AFL )
ini dioperasikan dan dikendalikan secara jarak jauh dari tower oleh petugas Air
Traffic Control ( ATC ). Karena operasi penerbangan meliputi dunia
internasional, maka standarisasi atau pembakuan instalasi fasilitas Airfield
Lighting System ( AFL ) tersebut merupakan suatu persyaratan yang sangat
penting.

NUEL DE ARAUJO SOARES 14


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

Standarisasi ini ditetapkan oleh International Civil Aviation Organization (


ICAO ) dan wajib dipatuhi oleh semua Negara di dunia. Seperti halnya fasilitas
navigasi udara, maka terhadap fasilitas Airfield Lighting System ( AFL ) harus
dilakukan flight calibration secara berkala, menurut prosedur dan tata cara yang
juga ditetapkan oleh International Civil Aviation Organization ( ICAO ).Sesuai
dengan kelas Bandaranya atau juga karena keadaan cuaca pada umumnya di
Bandara itu.
Fasilitas Airfield Lighting System ( AFL ) dapat diinstalasi High Intensity,
Medium Intensity atau Low Intensity. Disini, intensitas mengacu pada intensitas
pancaran cahaya lampu – lampu dari fasiliats tersebut. Dengan perkataan lain,
besaran watt dari lampu – lampunya. Mengingat pentingnya fasilitas Airfield
Lighting System ( AFL ) untuk memberikan pelayanan dan bantuan bagi
keselamatan operasi pesawat terbang. Maka setiap fasilitas telah didesain untuk
tujuan tertentu dan masing – masing fasilitas menjadi penyumbang bagi
tercapainya tujuan utamanya yaitu keselamatan penerbangan.
Maka perencanaan yang matang dalam pemasangan Airfield Lighting System (
AFL ) di Bandar Udara harus memperhatikan :
1. Klasifikasi Airfield Lighting System
2. Utility Airfield Lighting System
3. Persyaratan teknis
4. Installation design

Airfield Lighting System ( AFL ) atau alat bantu pendaratan visual, yaitu
merupakan fasilitas pada Bandar Udara untuk membantu pendaratan secara
visual. Serta menunjang pendaratan dan tinggal landas pada kondisi cuaca buruk
atau penerbangan malam guna mempertinggi tingkat pelayanan keselamatan
penerbang.

NUEL DE ARAUJO SOARES 15


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

a. Peralatan Airfield Lighting System ( AFL )

Airfield Lighting System ( AFL ) meliputi peralatan–peralatan


sebagai berikut:
3) Threshold Lighting
Threshold Lighting adalah rambu penerangan yang berfungsi sebagai
penunjuk ambang batas landasan. Dipasang pada batas ambang landasan
pacu dengan menggunakan filter hijau dan merah.
4) Taxiway Lighting
Taxiway Lighting adalah rambu penerangan yang terdiri dari lampu –
lampu yang memancarkan cahaya biru yang dipasang pada tepi kiri dan
kanan taxiway. Berfungsi memandu penerbang untuk mengemudikan
pesawat terbangnya dari apron ke landasan pacu (Runway).
5) Runway End Indentification Lighting terdiri dari
Dua ( 2 ) unit lampu yang berkedip ( flash ) terpasang dikedua sisi ujung
landasan.
6) Flood Lighting
Flood Lighting adalah lampu penerangan untuk menerangi latar tempat
parkir pesawat terbang.
7) Approach Lighting
Approach Lighting adalah instalasi penerangan bagi ancangan pendaratan
yang dipasang simetris dari ujung perpanjangan landasan pacu.
8) Precission Approach Path Indicator
Precission Approach Path Indicator ( PAPI ) yaitu alat bantu / panduan
pendaratan visual yang memancarkan cahaya untuk memberi informasi
kepada penerbang mengenai sudut luncur ( slope angle ) yang benar, untuk

NUEL DE ARAUJO SOARES 16


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

memandu penerbang melakukan pendekatan menuju titik pendaratan


yang digunakan pada siang atau malam hari.
Pemakaian Precission Approach Path Indicator ( PAPI ) tidak memerlukan
tambahan instrument apapun pada pesawat terbang, jadi setiap penerbang
dapat mempergunakannya segera setelah alat tersebut terpasang di Bandar
Udara. Dengan berpedoman Precission Approach Path Indicator ( PAPI ),
penerbang dapat mengetahui posisinya dengan tepat pada sudut pendaratan,
serta dapat mengetahui dengan segera setiap penyimpangan dari jalur yang
benar dan penerbang pada saat itu dapat segera melakukan koreksi
/ pembenaran arah / sudut pendaratan.
Pada konfigurasi dua sisi, masing – masing unit dari kedua sisi landasan
harus disetel secara tepat dan secara terus menerus penampilan harus tetap
sama dilihat oleh penerbang. Beberapa alasan yang menjadikan acuan
dalam pemilihan

pemasanganPrecission Approach Path Indicator ( PAPI ) dua sisi adalah :

1. Berdasarkan prinsip kerja, Precission Approach Path Indicator (


PAPI ) harus menampilkan secara terus menerus empat sinyal yang
dipancarkan oleh 4 unit box, dimana setiap sinyal yang dilihat
sangat tergantung pada situasi / posisi pesawat udara terhadap sudut
pendaratan.
2. Pemasangan Precission Approach Path Indicator( PAPI ) dua sisi
akan memberikan keyakinan yang lebih bagi penerbang, karena
penerbang akan memperoleh informasi yang sama dari sisi lain atau
dapat dipergunakan sebagai pembanding. Kebutuhan area minimal
yang diperlukan pada pemasangan Precission Approach Path
Indicator ( PAPI ) adalah 42 ±1 meter ( dimana bila jarak antara box

NUEL DE ARAUJO SOARES 17


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

tidak mencukupi 9 meter dapat direduksi menjadi 6 meter ) dan


apabila kebutuhan area tersebut tidak dapat dipenuhi, maka dapat
dilaksanakan pemasangan APAPI (simple PAPI ). Lihat gambar 2.5

9) Rotating Beacon atau Petunjuk Lokasi Bandar Udara Rotating Beacon


adalah dua rambu sumber cahaya bertolak belakang yang dapat
berputar sehingga dapat memancarkan cahaya berputar yang diberi
warna hijau dan putih untuk akan didarati. Pada umumnya dipasang di
atas
tower.
10) Turning Area Light Turning Area Light adalah lampu untuk memberi
tanda bahwa disitu terdapat tempat pemutaran pesawat terbang.

NUEL DE ARAUJO SOARES 18


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

11) Squence Flasher Lighting Squence Flasher Lighting adalah lampu


berkedip berurutan sebagai alat bantu pendekatan bagi pesawat
terbang pada jalur dan posisi di tengah landasan sebelum pesawat
tersebut mendarat.
12) Obstruction Light Obstruction Light adalah lampu hambatan kesegala
arah yang digunakan untuk menunjukkan ketinggian suatu bangunan
yang dapat menyebabkan halangan / gangguan pada penerbangan.
13) Wind Cone Wind Cone adalah suatu tanda yang memberi tahu arah
angin bagi pendaratan atau lepas landas suatu pesawat terbang.
14) Constant Current Regulation Constant Current Regulation adalah
pengatur arus agar konstan sesuai yang diinginkan. Biasanya
digunakan pada peralatan yang mengatur arus konstan untuk rambu –
rambu pada peralatan visual.
b. Klasifikasi Airfield Lighting System ( AFL )
Airfield Lighting System ( AFL ) dapat disebut juga dengan Aeronautical Lights
. Yang diklasifikasikan berdasarkan kepentingan dan penggunaan di suatu
Bandar Udara.
1) Airway Lighting
Pengertian Airway adalah suatu control area berbentuk koridor atau lorong
yang dilengkapi dengan fasilitas bantuan navigasi udara dan bantuan panduan
dari stasiun – stasiun di darat bagi operasi penerbangan.
2) Airport Lighting
Airport Lightingpengertiannya mencakup visual aids dan berbagai instalasi
penerangan listrik lainnya di Bandara seperti penerangan di apron untuk naik
turunnya penumpang dan bongkar muat barang. Instalasi penerangan jalan
dilingkungan Bandara, instalasi tempat parkir kendaraan.

NUEL DE ARAUJO SOARES 19


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

airport lighting dibagi menjadi 3 fungsi :


1. Landing and Take Off Lighting Alat bantu pendaratan visual guna
mendukung kegiatan operasional pesawat terbang pada saat tinggal
landas maupun mendarat disuatu Bandara.
2. Runway Light System.
3. Other.
Ini merupakan peralatan yang memberikan berbagai informasi kepada
penerbang dan juga kepada para petugas Bandar Udara serta penerangan
di apron pada saat pesawat menaikkan atau menurunkan penumpang
pada malam hari.

2.3 KONDISI PERMUKAAN RUNWAY


Untuk kondisi permukaan runway hal sangat dihindari adalah adanya genangan tipis
air (standing water) karena membahayakan operasi pesawat. Genangan air mengakibatkan
permukaan yang sangat licin bagi roda pesawat yang membuat daya pengereman menjadi
jelek dan yang paling berbahaya lagi adalah terhadap kemampuan kecepatan pesawat untuk
lepas landas. Menurut hasil penelitian NASA dan FAA tinggi maksimum genangan air
adalah 1.27 cm. Oleh karena itu drainase bandara harus baik untuk membuang air
permukaan secepat mungkin
Jadi panjang runway minimum dengan metoda ARFL dihitung dengan persamaan berikut:
ARFL = (Lro x Ft x Fe x Fs) + Fw (1.12)
Dengan

 Lro : Panjang runway rencana, m


 Ft : faktor koreksi temperatur
 Fe : faktor koreksi elevasi

NUEL DE ARAUJO SOARES 20


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

 Fs : faktor koreksi kemiringan


 Fw : faktor koreksi angin permukaan

Kontrol dengan ARC dapat dilakukan berdasarkan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2.8 Aerodrome Reference Code (ARC)

Sumber: Horonjeff (1994)

1) Lebar, Kemiringan dan Jarak Pandang Runway


Dari ketentuan pada Tabel 2 apabila dihubungkan dengan Tabel 3 berikut
maka dapat ditentukan lebar runway rencana minimum.
Tabel 2.9 Lebar Runway

NUEL DE ARAUJO SOARES 21


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

a = lebar landasan presisi harus tidak kurang dari 30 m untuk kode angka 1 atau 2
catatan : apabila landasan dilengkapi dengan bahu landasan lebar total landasan dan
bahu landasannya paling kurang 60 m.
Sumber: Basuki (1990)

2) Kemiringan memanjang (longitudinal) runway.


Kemiringan memanjang landasan dapat ditentukan dengan Tabel 5 dengan tetap
mengacu pada kode angka pada Tabel di bawah ini.

Tabel 2.10 Kemiringan Memanjang (Longitudinal) Landasan.

Catatan :
1. Semua kemiringan yang diberikan dalam persen.
2. untuk landasan dengan kode angka 4 kemiringan memanjang pada seperempat
pertama dan seperempat terakhir dari panjang landasan tidak boleh lebih 0.8 %.
3. untuk landasan dengan kode angka 3 kemiringan memanjang pada seperempat
pertama dan seperempat terakhir dari panjang landasan precision aproach category

NUEL DE ARAUJO SOARES 22


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

II and III tidakboleh lebih 0.8 %.


Sumber : Basuki (1990)

3) Kemiringan melintang (transversal)

Untuk menjamin pengaliran air permukaan yang berada di atas landasan perlu
kemiringan melintang dengan ketentuan sebagai berikut:
a) 1.5 % pada landasan dengan kode huruf C, D atau E.
b) 2 % pada landasan dengan kode huruf A atau B.

4) Jarak pandang (sight distance).

Apabila perubahan kemiringan tidak bisa dihindari maka perubahan harus


sedemikian hingga garis pandangan tidak terhalang dari :
a) Suatu titik setinggi 3 m (10 ft) dari permukaan landasan ke titik lain
sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 3 m
(10ft) dari permukaan landasan bagi landasan - landasan berkode
huruf C, D atau E.

b) Suatu titik setinggi 2 m (7 ft) dari permukaan landasan ke titik lain


sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 2 m
(7ft) dari permukaan landasan bagi landasan landasan berkode huruf
B.50

c) Suatu titik setinggi 1.5 m (5 ft) dari permukaan landasan ke titik lain
sejauh paling kurang setengah panjang landasan yang tingginya 1.5

NUEL DE ARAUJO SOARES 23


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

m (5 ft) dari permukaan landasan bagi landasan-landasan berkode


huruf A.

5). Konfigurasi Runway

Pada dasarnya landasan dan penghubungnya taxiway diatur sedemikian hingga :

 Memenuhi persyaratan ”separation” pemisahan lalu lintas udara.


 Gangguan operasi satu pesawat dangan lainnya serta penundaan di dalam
pendaratan, taxiway serta lepas landas, minimal.
 Pembuatan taxiway dari bangunan terminal menuju ujung landasan untuk lepas
landas dipilih yang paling pendek.
 Pembuatan taxiway memenuhi kebutuhan hingga pendaratan pesawat dapat
secepatnya mencapai bangunan terminal.

 Ilmu penerbangan dikendalikan oleh suatu agen Pemerintah status Yang


dipersatukan sebagai Administrasi Ilmu penerbangan Yang pemerintah pusat atau
FAA.
 Agen mengamanatkan standard identifikasi untuk tataruang bandara udara
 Dari angka-angka landasan terbang dan strip dicat ke pelabuhan udara dan cahaya
landasan terbang dan tanda.
 Kompas Directionsin Ilmu pelayaran Dan survei, semua pengukuran arah dilakukan
dengan penggunaan angka-angka suatu kompas.
 Suatu kompas adalah suatu 360° melingkar [di mana/jika] 0/360° adalah Utara, 90°
Timur, 180° Selatan, dan 270° Barat.
 Landasan terbang dipersiapkan menurut angka-angka [itu] pada suatu kompas.

NUEL DE ARAUJO SOARES 24


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

 Suatu arah kompas landasan terbang ditandai oleh sejumlah besar mencat pada
ujung landasan terbang masing-masing. sebelum nomor;strip berjumlah 8 belang
putih.
 Suatu nomor;jumlah landasan terbang tidaklah ditulis dalam derajat tingkat, tetapi
diberi suatu format stenografi.
 Sebagai contoh, suatu landasan terbang dengan suatu tanda-tanda " 14" benar-benar
dekat dengan pun 140 derajat tingkat.
 Suatu landasan terbang dengan suatu tanda-tanda " 31" mempunyai suatu kompas
[yang] memimpin 310 derajat tingkat, yang adalah arah barat laut.
 Untuk kesederhanaan, FAA menyelesaikan judul yang tepat kepada yang paling
dekat sepuluh. Sebagai contoh, landasan terbang 7 kekuatan mempunyai suatu tanda
tepat 68 derajat tingkat, tetapi dibuat untuk 70 derajat tingkat.

NUEL DE ARAUJO SOARES 25


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

2.4 KARAKTERISTIK PESAWAT DAN BEBAN PESAWAT.

2.4.1 Karakteristik pesawat terbang

Gambar 2.6 Karakteristik Pesawat

1. Bentang sayap (wing span), jarak antar roda pendarat utama (wheel tread) dan
panjang badan (fuselage) dari pesawat terbang.wing span dapat mempengaruhi

NUEL DE ARAUJO SOARES 26


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

ukuran lebar landasan pacu (runway), lebar landasan penghubung (taxiway), jarak
antara landasan pacu dan landasan penghubung, dimensi apron, diameter manuver
perputaran pesawat terbang (jejari putar) dan letak gedung serta terminal pada
kompleks bandar udara.
2. Wheel base/ jarak antara roda pendarat utama (main gear) dan roda depan (nose
gear) dan wheel tread. jarak antara roda pendarat utama mempengaruhi perencanaan
ukuran lebar landasan pacu (runway), lebar landasan penghubung (taxiway), jarak
antara landasan pacu dan landasan penghubung, dan ukuran segmentasi plat beton
untuk perkerasan apron.
3. Berat pesawat terbang dapat mempengaruhi ukuran panjang landasan pacu
(runway) yang diperhitungkan menurut kondisi lepas landas (take off) dan
pendaratan (landing), ketebalan struktur lapisan perkerasan pada landasan pacu dan
landasan penghubung, serta jenis perkerasan pada apron.
4. Berat pesawat terbang rencana mempengaruhi ukuran panjang landasan pacu
(runway) yang diperhitungkan menurut kondisi lepas landas (take off) dan
pendaratan (landing), ketebalan struktur lapisan perkerasan pada landasan pacu dan
landasan penghubung, serta jenis perkerasan pada apron.

NUEL DE ARAUJO SOARES 27


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

2.4.2 Beban Pesawat

Gambar 2.7 Skema distribusi beban pesawat

Tabel 2.7 konfigurasi roda Pesawat

NUEL DE ARAUJO SOARES 28


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

2.5 KECEPATAN PESAWAT TERBANG


Kecepatan Pesawat Terbang saat Pada Umumnya . yaitu dapat berupa:

1. Kecepatan awal mendaki - Initial Climb Out Speed (V2) : Kecepatan minimum
yang diperkenankan untuk mendaki sesudah mencapai ketinggian 10,5 m (35 Ft)
2. Kecepatan putusan – Decision Speed (V1) : Kecepatan yang ditentukan dimana bila
mesin mengalami kegagalan saat kecepatan V1 belum tercapai pilot harus
menghentikan pesawat, namun apabila sudah melewati V1 maka pesawat harus
terus lepas landas dan tidak boleh mengurangi kecepatan
3. Kecepatan Rotasi - Rotation Speed (Vr) : Kecepatan pada saat pilot mulai
mengangkat hidung pesawat.

NUEL DE ARAUJO SOARES 29


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

4. Kecepatan Angkat – Lift Off Speed (V lot) : Kecepatan dari kemampuan pesawat,
di saat itu badan pesawat mulai terangkat dari landasan.
5. Jarak Landasan Pacu – Take Off Distance : Jarak horizontal yang diperlukan untuk
lepas landas dengan mesin tidak berkerja tetapi pesawat telah mencapai ketinggian
10,5 m
6. Take off Run :

1) Jarak dari awal take off ke titik V lof + ½ kali jarak pesawat mencapai
ketinggian 10,5 m dari V lof, pada keadaan mesin tidak berkerja.
2) Jarak dari awal take off ke titik V lof dikalikan 115% + ½ kali jarak pesawat
mencapai ketinggian 10,5 m dari titik V lof x 115% tadi, pada keadaan
mesin pesawat berkerja.
Jarak terbesarnya merupakan take off run
Accelerate Stop Distance : Jarak yang digunakan untuk mencapai kecepatan
V1 + jarak untuk berhenti dari titik V1
 Stop way : Perpanjangan landasan, digunakan untuk menahan
pesawat pada waktu gagal lepas landas.
 Clearway : Area di luar akhir landasan lebarnya paling sedikit
500 feet. As Clearway merupakan perpanjangan as landasan,
panjangnya tidak boleh melebihi ½ panjang take off run.
Untuk pesawat terbang bermesin turbin dalam menentukan panjang runway harus
mempertimbangkan tiga keadaan umum agar pengoperasian pesawat aman.
Ketiga keadaan tersebut adalah:

NUEL DE ARAUJO SOARES 30


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

 Lepas landas normal

Suatu keadaan dimana seluruh mesin dapat dipakai dan runway yang cukup
dibutuhkan untuk menampung variasi-variasi dalam teknik pengangkatan dan
karakteristik khusus dari pesawat terbang tersebut.

 Lepas landas dengan suatu kegagalan mesin

Merupakan keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan


pesawat terbang lepas landas walaupun kehilangan daya atau bahkan direm untuk
berhenti.

 Pendaratan.

Merupakan suatu keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk


memungkinkan variasi normal dari teknik pendaratan, pendaratan yang melebihi
jarak yang ditentukan (overshoots), pendekatan yang kurang sempurna (poor
aproaches) dan lain-lain. Panjang runway yang dibutuhkan diambil yang terpanjang
dari ketiga analisa di atas

distance = ASD). Untuk pesawat terbang yang digerakkan turbin karena jarang
mengalami lepas landas yang Keadaan pendaratan
Peraturan menyebutkan bahwa jarak pendaratan (landing distance = LD) yang
dibutuhkan oleh setiap pesawat terbang yang menggunakan bandara, harus cukup
untuk memungkinkan pesawat terbang benar-benar berhenti pada jarak
pemberhentian (stop distance = SD), yaitu 60 persen dari jarak pendaratan, dengan
menganggap bahwa penerbang membuat pendekatan pada kepesatan yang
semestinya dan melewati ambang runway pada ketinggian 50 ft.

NUEL DE ARAUJO SOARES 31


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

1. Keadaan Normal
Semua mesin bekerja memberikan definisi jarak lepas landas (take off distance =
TOD) yang untuk bobot pesawat terbang harus 115 persen dan jarak sebenarnya
yang ditempuh pesawat terbang untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35). Tidak
seluruh jarak ini harus dengan perkerasan kekuatan penuh. Bagian yang tidak diberi
perkerasan dikenal dengan daerah bebas (clearway = CW). Separuh dari selisih
antara 115 persen dari jarak untuk mencapai titik pengangkatan, jarak pengangkatan
(lift off distance = LOD) dan jarak lepas landas dapat digunakan sebagai daerah
bebas (clearway). Bagian selebihnya dari jarak lepas landas harus berupa perkerasan
kekuatan penuh dan dinyatakan sebagai pacuan lepas landas (take off run = TOR).

2. Keadaan dengan kegagalan mesin

peraturan menetapkan bahwa jarak lepas landas yang dibutuhkan adalah jarak
sebenarnya untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35) tanpa digunakan persentase,
seperti pada keadaan lepas landas dengan seluruh mesin bekerja. Keadaan ini
memerlukan jarak yang cukup untuk menghentikan pesawat terbang dan bukan
untuk melanjutkan gerakan lepas landas. Jarak ini disebut jarak percepatan berhenti
(accelerate stop gagal maka peraturan mengizinkan penggunaan perkerasan dengan
kekuatan yang lebih kecil, dikenal dengan daerah henti (stopway = SW), untuk
bagian jarak percepatan berhenti diluar pacuan lepas landas (take off run).

Panjang lapangan (field length = FL) yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dari
tiga bagian yaitu perkerasan kekuatan penuh (FS), perkerasan dengan kekuatan parsial
atau daerah henti (SW) dan daerah bebas (CW). Untuk peraturan-peraturan diatas dalam
setiap keadaan diringkas dalam bentuk persamaan – persamaan berikut :
Keadaan lepas landas normal:

NUEL DE ARAUJO SOARES 32


13.05.03.052
PROPOSAL TUGAS AKHIR
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL

NUEL DE ARAUJO SOARES 33


13.05.03.052

Anda mungkin juga menyukai