Analisis Negara Anggota ASEAN
Analisis Negara Anggota ASEAN
Disusun oleh:
Anastasia Pratiwi
Nim: 07012081923023
Map Bappenas 2019
I. Pendahuluan
Tolok ukur kemajuan negara dapat dilihat dari keberhasilan dalam proses
pembangunannya. Pembangunan tersebut dapat berupa pembangunan fisik dan pembangunan
nonfisik. Pembangunan fisik merupakan pembangunan sarana fisik yang meliputi sarana dan
prasarana pemerintahan seperti jalan, jembatan, pasar, pertanian dan irigasi. Sedangkan
pembangunan nonfisik merupakan pembangunan mental dan psikologis seperti ekonomi,
kesehatan, pendidikan, dan segala hal yang berhubungan dengan sumber daya manusia itu
sendiri. Jadi, suatu negara dapat disebut sebagai negara maju jika ekonomi di negara tersebut
merata, standar hidupnya relatif tinggi dan teknologi yang digunakan berstandar canggih.
Sementara itu, negara berkembang adalah negara yang kesejahteraan materialnya masih dalam
tingkat rendah.
Pendidikan merupakan aspek terpenting bagi setiap negara sebagai tolok ukur
keberhasilan pembangunan manusia seutuhnya. Pendidikan juga dikaitkan dengan aspek
ekonomi suatu negara sehingga melahirkan kelompok negara maju dan negara sedang
berkembang. Salah satu hasil pembangunan sektor pendidikan yang diharapkan yakni adanya
perubahan sikap mental masyarakat. Pada bidang kesehatan, pendidikan yang baik pada
hakikatnya akan mengubah sikap mental atau kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
menjaga kesehatan sebab kesehatan merupakan inti dari kesejahteraan. Lebih jauh lagi,
kesehatan merupakan prasyarat bagi peningkatan produktivitas, yang berkaitan erat dengan
pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah. Sementara, keberhasilan pendidikan juga
bertumpu pada kesehatan yang baik.
Tulisan ini akan mengulas lebih dalam mengenai kondisi ekonomi, pendidikan, dan
kesehatan dengan melakukan perbandingan data pada sebelas negara yang ada pada kawasan
Asia Tenggara (Associatiation of South East Asian Nation/ASEAN) yakni Indonesia, Singapore,
Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Cambodia, Lao People's Democratic Republic, Viet
Nam, Myanmar, Timor-Leste, dan Philippines. Saat ini, Asia Tenggara memiliki dua negara
maju yakni Singapura dan Brunei Darussalam, sedangkan sembilan negara lain hingga kini
masih termasuk dalam kategori negara berkembang.
II. Pembahasan
1. Ekonomi
Berdasarkan data diatas, Pada tahun 2018, pertumbuhan PDB tertinggi terjadi
pada negara Cambodia sebesar 7,5%, Vietnam sebesar 7,08%, dan Myanmar sebesar
6,8%. Meski sedang disorot karena kasus Rohingya, Myanmar memiliki pertumbuhan
yang cukup tinggi di ASEAN. Bank Dunia menyebut ekonomi Myanmar tumbuh
berkat kuatnya manufaktur (garmen), pengeluaran infrastruktur, dan liberalisasi sektor
ritel, asuransi, dan perbankan. Jika dilihat dari persentase rata-rata pertumbuhan PDB
pada periode tahun 2014-2018, Cambodia, Malaysia dan Myanmar memiliki
persentase tertinggi yakni 7,13%, 7,02%, dan 6,88%.
Pertumbuhan PDB yang relatif stabil dialami oleh tiga negara yakni
Philippines, Cambodia, dan Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dihitung dari
PDB memang relatif stabil di kisaran lima persen. Menurut lapangan usaha, sektor
industri, perdagangan, dan pertanian masih menjadi penyumbang utama pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Negara yang pernah mengalami pertumbuhan PDB yang buruk
dengan persentase pertumbuhan negatif yakni Brunei Darussalam, yang terjadi pada
tahun 2014-2016 dan Timor-Leste yang terjadi pada tahun 2017 dan tahun 2018.
Persentase pertumbuhan PDB yang negatif mengindikasikan bahwa perekonomian
negara mengalami kemunduran atau penurunan. Pertumbuhan ekonomi yang negatif
mengindikasikan bahwa pendapatan nasional riil yang diperoleh negara pada periode
tertentu lebih kecil atau rendah dibandingkan dengan periode yang lalu.
Berdasarkan data diatas, pertumbuhan PDB Per Kapita pada sebelas negara
ASEAN bervariatif. Pertumbuhan PDB Per Kapita yang menurun dialami oleh Negara
Lao PDR. Sebaliknya, Negara yang cenderung mengalami kenaikan pertumbuhan PDB
Per Kapita setiap tahunnya yakni Thailand dan Vietnam. Jika pendapatan masyarakat
secara keseluruhan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, maka dapat dikatakan
bahwa perekonomian di negara tersebut juga mengalami pertumbuhan yang positif,
kenaikan persentase pertumbuhan dari tahun ke tahun juga menggambarkan bahwa
perekonomian di negara tersebut tumbuh dan berkembang.
Pertumbuhan PDB Per Kapita yang relatif stabil dialami oleh tiga negara yakni
Philippines, Cambodia, dan Indonesia. Disisi lain, terdapat dua negara yang
pertumbuhan PDB Per Kapita nya buruk yakni Brunei Darussalam, yang terjadi pada
tahun 2014-2017 dan Timor-Leste yang terjadi pada tahun 2017 dan tahun 2018.
Pendapatan riil/PDB Per Kapita menunjukkan pendapatan masyarakat suatu negara
dan ketika Persentase pertumbuhan PDB Per Kapita yang negatif mengindikasikan
bahwa tingkat kesejahteraan rakyat pada negara tersebut relatif rendah.
Pada tahun 2018, pertumbuhan PDB Per Kapita tertinggi terjadi pada negara
Vietnam sebesar 6,06%, Cambodia sebesar 5,81%, dan Myanmar sebesar 5,25%. Jika
dilihat dari persentase rata-rata pertumbuhan PDB Per Kapita dalam tiga tahun
terakhir; Tahun 2016-2018, Vietnam, Cambodia, dan Myanmar memiliki persentase
tertinggi yakni 6,06%, 5,81%, dan 5,25%.
Selain dari aspek pertumbuhan PDB Per Kapita, berikut disajikan data atas tiga
negara ASEAN dengan urutan kondisi perekonomian terbaik berdasarkan tolok ukur
pendapatan per kapita Tahun 2018 berdasarkan data yang bersumber dari situs
finansialku.com, antara lain:
1) Singapura
Negara dengan perekonomian termapan, terkaya dan terbaik pertama di
Asia Tenggara adalah Singapura. Bukan hanya itu saja, ternyata Singapura adalah
negara kedua terkaya di Asia dan termasuk ke dalam 10 besar negara terkaya di
dunia. Tidak selamanya negara besar merupakan negara yang makmur. Dengan
luas wilayah negara yang tidak begitu besar, Singapura berhasil membuktikan
kedudukannya sebagai negara maju di Asean.
Pendapatan per kapita yang mampu diraih oleh negara ini yaitu US$52.841
(Rp708,07 juta). Jumlah inilah yang menjadi indikator bahwa Singapura adalah
negara terkaya di Asean tahun 2018. Walaupun pertumbuhan PDB Per-Kapita
periode Tahun 2014-2018 secara rata-rata berkisar pada angka 2,43% yang relatif
kecil dibandingkan dengan Negara ASEAN lain.
2) Brunei Darussalam
Pendapatan per kapita yang diraih oleh negara ini yaitu US$36.609
(Rp490,56 juta). Brunei Darussalam merupakan salah satu negara terkaya di benua
Asia dan termasuk sebagai kategori Negara Maju. Di kawasan Asia Tenggara,
negara ini merupakan negara terkaya kedua, terbukti dengan mapannya masyarakat
atau warga negara tersebut. Negara Brunei Darussalam merupakan sebuah negara
dengan wilayah kecil yang hanya menempati satu daratan atau satu pulau dengan
Malaysia dan Kalimantan. Meskipun begitu, Brunei Darussalam memiliki tambang
gas yang melimpah sehingga sumber daya alam inilah yang menjadi komoditas
unggulan yang diekspor ke negara lain. Sektor tambang gas menjadi penyumbang
devisa terbesar bagi negara.
3) Malaysia
Pendapatan per kapita yang diraih oleh negara ini yaitu US$9.766
(Rp130,85 juta). Angka tersebut merupakan tolak ukur sebagai negara yang cukup
makmur. Perkembangan ekonomi Malaysia dalam beberapa tahun terakhir pun
terus menunjukkan grafik peningkatan dengan persentase rata-rata pertumbuhan
pendapatan per kapita tahun 2014-2018 yakni 3,53%. Tak heran bahwa negara
Malaysia merupakan negara terkaya ketiga di wilayah Asia Tenggara. Negara
Malaysia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dari sektor pariwisata. Tidak
hanya pariwisata, perkembangan bisnis dan keuangan Islam atau perbankan syariah
ini juga berkembangan sangat baik. Sektor industri dan ekspor sumber daya alam,
seperti barang-barang tambang di Malaysia juga menyokong pendapatan bagi
negara.
Kondisi di Indonesia:
Dikutip dari Bank Indonesia (BI), Inflasi yang terkontrol atau sesuai target
Pemerintah dan bank sentral berdampak baik buat perekonomian suatu negara. Sebab
situasi ini terkontrol sama aja menjaga daya beli konsumen dan menjaga daya jual
produsen. Ekonom melihat tingkat inflasi tahunan tersebut sebagai indikator untuk
melihat tingkat perubahan biaya hidup yang terjadi di masyarakat. Apabila cenderung
memburuk, maka lembaga pemerintah terkait akan melakukan intervensi agar inflasi
tidak memburuk. Salah satu intervensi yang dilakukan pemerintah yang umum
dilakukan adalah dengan mengimpor barang-barang yang riskan terkena inflasi.
Berikut data dan grafik Tingkat Inflasi Tahunan pada 11 negara ASEAN dalam jangka
waktu lima tahun dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018:
% Per Tahun
Negara ASEAN
2014 2015 2016 2017 2018
Brunei Darussalam -0,2 -0,4 -0,7 -0,2 0,1
Cambodia 3,9 1,2 3,0 2,9 2,5
Indonesia 6,4 6,4 3,5 3,8 3,2
Lao PDR 4,1 1,3 1,6 0,8 2,0
Malaysia 3,1 2,1 2,1 3,8 1,0
Myanmar 5,1 10,0 6,8 4,0 5,9
Philippines 3,6 0,7 1,3 2,9 5,2
Singapore 1,0 -0,5 -0,5 0,6 0,4
Thailand 1,9 -0,9 0,2 0,7 1,1
Viet Nam 4,1 0,6 2,7 3,5 3,5
Timor Leste 0,7 0,6 -1,3 0,6 2,2
Persentase tingkat inflasi atas data tersebut diatas selama lima tahun
berfluktuasi. Myanmar dan Vietnam pernah mengalami penurunan tingkat inflasi yang
cukup signifikan, dimana penurunan tingkat inflasi sebesar 3,2% pada tahun 2016
terjadi pada Myanmar dan sebesar 3,5% pada Vietnam tahun 2015. Sebaliknya, jika
tingkat inflasi tahunan terus meningkat, maka juga akan berdampak buruk. Kenaikan
tingkat inflasi yang cukup tajam pernah terjadi di Myanmar yakni 4,9% di tahun 2015
lalu turun sebesar 3,2% di tahun berikutnya. Tingkat inflasi penting untuk distabilkan
sebab Inflasi tahunan yang terlalu tinggi dapat mengurangi nilai pendapatan riil bagi
kelompok masyarakat berpenghasilan tetap, serta mengurangi efisiensi produksi
(terjadi perubahan alokasi produksi) akibat kenaikan permintaan terhadap barang
tertentu.
Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa terdapat lima negara ASEAN yang
terus mengalami kondisi surplus Neraca Transaksi Berjalan Surplus dalam periode
tahun 2014-2018, antara lain Brunei Darussalam dan Singapore yang merupakan
negara maju, serta Malaysia, Thailand dan Vietnam yang masih tergolong negara
berkembang. Pada tahun 2018, Tingkat Surplus Neraca Transaksi Berjalan pada
negara-negara tersebut jika diurutkan dari yang tertinggi yakni Singapore;17,7%,
Brunei Darussalam;15,47%, Thailand;7,47%, Vietnam;3%, dan Malaysia;2,34. Neraca
Transaksi Berjalan yang surplus nilai tukar mata menggambarkan kondisi yang baik
dimana nilai tukar uang pada negara tersebut cenderung menguat dan angka
pertumbuhan ekspor yang lebih tinggi daripada angka pertumbuhan impor.
Sebaliknya, negara yang masih harus terus berjuang dari kondisi defisit Neraca
Transaksi Berjalan antara lain Cambodia, Indonesia, Lao PDR, Myanmar, Philippines,
dan Timor Leste. Pada tahun 2018, defisit terparah dialami oleh negara Cambodia,
Timor Leste, dan Lao PDR yang persentasenya mencapai -13,58%, -11,8%, dan -8,6%.
Sedangkan defisit Neraca Transaksi Berjalan pada Indonesia, Myanmar dan
Philippines hanya berkisar di angka 2 persen. Kondisi defisit dapat mengakibatkan nilai
tukar mata uang akan cenderung melemah. di mana tingkat tabungan nasional lebih
rendah daripada tingkat investasi suatu negara. Defisit transaksi berjalan untuk kasus
ini lebih umum terjadi di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan negara
berkembang mempunyai modal yang minim dari tingkat tabungan domestik sehingga
peluang untuk menerima investasi dari negara asing lebih terbuka lebar.
Jika dilihat dari perkembangan dalam lima tahun terakhir, kondisi keuangan
yang cukup membaik secara signifikan dialami oleh Lao PDR dimana pada tahun 2014,
persentase defisit berada di angka 20 persen dan terus membaik hingga pada tahun
2018 turun hingga mencapai angka 8,6%. Selain itu terdapat dua negara yang sempat
mengalami surplus Neraca Transaksi Berjalan yakni Philippines dan Timor Leste pada
tahun 2014 dan tahun 2015. Namun, pada tahun berikutnya kondisi ekonomi melemah
sehingga terus mengalami defisit hingga tahun 2018. Defisit transaksi berjalan
berkaitan erat dengan pendapatan bersih suatu negara. Setidaknya, ada empat hal yang
digunakan dalam mengukur pendapatan bersih. Pertama, pembayaran yang dilakukan
kepada orang asing dalam bentuk dividen saham domestik. Kedua, pembayaran bunga
obligasi. Ketiga, upah yang dibayarkan kepada orang asing yang bekerja di negara
tersebut. Keempat, uang WNA yang sebagian besar dikirim kebali ke negara asal
mereka.
Penyebab defisit transaksi berjalan
2. Pendidikan
Sebelum 2010, Indeks Pendidikan diukur dengan tingkat melek huruf orang
dewasa (dengan bobot dua pertiga) dan rasio pendaftaran bruto primer, sekunder, dan
tersier (dengan bobot sepertiga). Angka melek huruf orang dewasa memberikan indikasi
kemampuan membaca dan menulis, sedangkan APK memberikan indikasi tingkat
pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga pendidikan pascasarjana. Sejak 2010,
Indeks Pendidikan telah diukur dengan menggabungkan rata-rata tahun sekolah dewasa
dengan tahun sekolah yang diharapkan untuk anak-anak, masing-masing menerima bobot
50%. Berikut data perbandingan Indeks Pendidikan Tahun 2017 di Negara ASEAN
berdasarkan Human Development Report Tahun 2018:
Catatan:
- Tahun sekolah yang diharapkan: Jumlah tahun sekolah yang diharapkan dapat dirasakan
oleh anak usia masuk sekolah atas pola penerimaan pada usia partisipasi sekolah tertentu
yang mencakup seluruh kehidupan anak-anak.
- Rata-rata tahun sekolah: Jumlah rata-rata tahun sekolah yang diterima oleh orang usia 25
dan lebih tua, yang dikonversi dari tingkat capaian pendidikan dengan menggunakan
durasi resmi dari setiap level.
Pada 2017, kualitas pendidikan di Indonesia berada pada posisi ketujuh di
ASEAN. Posisi tertinggi diraih Singapura, peringkat kedua ditempati oleh Malaysia dan
disusul oleh Brunei Darussalam. Ada korelasi antara lama sekolah yang ditempuh
penduduk dengan kualitas talenta sumber daya negara tersebut. Rata-rata lama sekolah
menunjukkan jenjang pendidikan yang pernah/sedang diduduki oleh seseorang. Semakin
tinggi angka rata-rata lama sekolah, semakin lama/tinggi jenjang pendidikan yang
ditamatkannyaBila diperhatikan, Singapura, Malaysia, Brunei, dan Filipina berulang kali
menempati lima posisi teratas di Asean. Dalam hal ini, Indonesia bahkan masih tertinggal
dari Malaysia dan Filipina.
Data menunjukkan Singapura memiliki rerata lama sekolah paling lama
dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, yaitu 11,5 tahun. Negara berikutnya
adalah Malaysia dengan rata-rata lama sekolah sebesar 10,2 tahun. Selain itu, Filipina
memiliki rerata lama sekolah sebesar 9,3 tahun. Sementara itu, Indonesia, rata-rata lama
sekolahnya adalah 8 tahun. Di bawah Indonesia adalah Thailand (7,6 tahun), Laos (5,2
tahun), Myanmar (4,9 tahun), Kamboja (4,8 tahun), dan Timor-Leste (4,5 tahun).
Untuk mereka yang tamat SD, diperhitungkan lama sekolahnya 6 tahun, tamat
SMP diperhitungkan lama sekolah selama 9 tahun, tamat SMA diperhitungkan lama
sekolah selama 12 tahun, tanpa memperhitungkan apakah pernah tinggal kelas atau
tidak. Selain itu, antara wilayah desa dan kota pun juga ada ketimpangan. Capaian rata-
rata lama sekolah penduduk 15 tahun ke atas di perkotaan lebih tinggi dibandingkan
dengan perdesaan. Penduduk perkotaan rata-rata telah menyelesaikan pendidikan dasar
9 tahun, sementara penduduk perdesaan rata-rata hanya bersekolah sampai kelas 7
SMP/sederajat (kurang lebih 7 tahun).
Pada 2014, misalnya, anggaran pendidikan mencapai Rp375,4 triliun dan naik
menjadi Rp492,5 triliun pada 2019 atau 20 persen dari Belanja APBN. Pemerintah
telah mengalokasikan anggaran pendidikan tahun 2019, beberapa di antaranya untuk
Program Indonesia Pintar, Bantuan Operasional Sekolah, pembangunan/rehabilitasi
fasilitas pendidikan, dan beasiswa bidik misi. Bila Indonesia mau SDM-nya siap dalam
menghadapi usia produktif, implementasi dan pemantauan dari alokasi dana
pendidikan ini sangat penting untuk jadi perhatian pemerintah dan seluruh elemen
masyarakat.
3. Kesehatan
Negara yang ‘berhasil’ dapat diukur dari kesejahteraan warganya di seluruh aspek
kehidupan, tak terkecuali kesehatan. Hal ini sudah selayaknya menjadi perhatian utama
dari Pemerintah suatu Negara. Sayangnya, masalah kesehatan, khususnya di Indonesia
seakan belum menemukan ‘jalan terang’ penyelesaiannya berbeda dengan kondisi yang
terjadi pada Negara-negara yang tergolong maju. Beberapa indikator derajat kesehatan
yang dapat digunakan untuk keterbandingan global yang dimuat dalam Human
Development Report-UNDP Tahun 2018; Human Development Indices and Indicators:
2018 Statistical Update antara lain Angka Harapan Hidup, Angka Kematian Ibu, Angka
Kematian Bayi, dan Persentase Tingkat Kepuasan atas Kualitas Pelayanan Kesehatan
dari berbagai sumber. Berikut data perbandingan Indikator Kesehatan Tahun 2017 di
Negara ASEAN berdasarkan Human Development Report Tahun 2018:
Tabel 3.1 Indikator Kesehatan Tahun 2017
Catatan:
- Life Expectancy at Birth (Angka Harapan Hidup): Jumlah tahun yang diharapkan seorang
bayi yang baru lahir untuk bertahan hidup (sumber: UNDESA).
- Maternal Mortality Ratio (Angka Kematian Ibu): Angka kematian karena komplikasi dari
kehamilan atau persalinan, per 100.000 kelahiran hidup pada tahun tertentu (sumber: World
Bank).
- Infant Mortality rate (Angka Kematian Bayi): Jumlah bayi yang meninggal sebelum
mencapai usia satu tahun, per 1.000 kelahiran hidup pada tahun tertentu (sumber: World
Bank).
- Health care quality;% satisfied (Tingkat Kepuasan atas Kualitas Pelayanan Kesehatan):
Persentase responden menjawab "puas" ke Gallup World Poll question, “Apakah Anda puas
atau tidak puas dengan ketersediaan kualitas layanan kesehatan?" (sumber: Gallup).
Berdasarkan data diatas, dimensi umur panjang dan sehat diwakili oleh indikator
harapan hidup saat lahir. Tiga negara dengan Angka Harapan Hidup (AHH) teratas dari 11
negara ASEAN yakni Malaysia;83,2 tahun, Brunei Darussalam;83,2 tahun, dan Lao PDR;76,5
tahun yang mengindikasikan bahwa rata-rata usia penduduk pada negara tersebut berumur
panjang. Angka Kematian Ibu tertinggi dialami oleh Myanmar di urutan pertama dengan
jumlah kematian ibu sebanyak 246 per 100.000 kelahiran hidup, Lao PDR di urutan kedua
dengan jumlah kematian ibu sebanyak 209 per 100.000 kelahiran hidup, dan di posisi
ketiga ditempati oleh Indonesia dengan jumlah kematian ibu sebanyak 192 per 100.000
kelahiran hidup sedangkan Angka Kematian Ibu terendah yakni Singapore, Malaysia, dan
Brunei Darussalam.
Angka Kematian Bayi (AKB) tertinggi terjadi pada Lao PDR Myanmar, dan
Timor-Leste dengan jumlah kematian bayi masing-masing negara berada di kisaran 49,
48, dan 47 per 1000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu terendah yakni Singapore,
Malaysia, dan Thailand. Selain itu, terdapat juga survey kepuasan pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh Gallup; Perusahaan jasa riset dan konsultasi strategis untuk berbagai organisasi
besar di seluruh dunia. Berdasarkan survey tersebut, persentase tingkat kepuasan tertinggi atas
Kualitas Pelayanan Kesehatan yakni ada pada Negara Malaysia sebesar 93%, Vietnam sebesar
84%, serta Indonesia dan Timor-Leste memiliki persentase yang sama sebesar 82%.
Sebaliknya, tingkat kepuasan terendah terjadi pada negara Lao PDR dengan persentase hanya
sebesar 62%.
III. Penutup
Publikasi:
Website:
1. https://blog.ruangguru.com/geografi-kelas-12-negara-maju-dan-negara-berkembang
2. https://tirto.id/indeks-pendidikan-indonesia-rendah-daya-saing-pun-lemah-dnvR
3. https://www.adb.org/id/indonesia/economy
4. http://www.faktadaerah.com/2018/01/negara-maju-di-asia-tenggara-asean.html
5. https://www.finansialku.com/negara-terkaya-asean-tahun-2018/
6. https://www.kompasiana.com/jokoade/565ba6f01fafbd0123437008/analisis-kluster-
karakteristik-pendidikan-indonesia-terhadap-negara-maju-dan-negara-sedang-
berkembang-tahun-2009?page=all
7. https://www.moneysmart.id/inflasi-nol-persen-apa-yang-terjadi/
8. https://www.seputarforex.com/artikel/hubungan-current-account-dan-nilai-tukar-mata-
uang-171458-31
9. https://www.simulasikredit.com/pertumbuhan-ekonomi-pengertian-dan-
pengukurannya/
10. https://www.wartaekonomi.co.id/read224019/apa-itu-defisit-transaksi-berjalan.html
11. https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_Human_Development_Index