Anda di halaman 1dari 20

MATERI AJAR

Satuan Pendidikan : SMA / MA X


Mata Pelajaran : Kimia
Materi Pokok : Sistem Koloid
Kelas Semester : XI / II
Pertemuan : I ( 3 x 40 Menit)

I. Standar Kompetensi

5. Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan

sehari-hari

II. Kompetensi Dasar.

Mengelompokkan sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

III. Sumber

Uraian materi berikut dikutip dari: Syukri (1999: 453-455, 463-466), Purba

(158-164), Johari dan Rachmawati (305-306).

SISTEM KOLOID

Sistem koloid dipelajari karena berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-

hari. Cairan tubuh, susu, dan berbagai produk kosmetik adalah contoh koloid.

a. Pengertian koloid

Istilah koloid berasal dari bahasa yunani yaitu “kolla” yang berarti lem

dan “oid” yang berarti seperti. Dalam hal ini yang berkaitan dengan lem

adalah sifat difusinya, karena koloid mempunyai nilai difusi yang rendah

seperti lem.

Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaanya

terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Sistem koloid ini
mempunyai sifat-sifat khas yang berbeda dari sifat larutan maupun suspensi.

Secara makroskopis, koloid tampak homogen, namun secara mikroskopis

kolid bersifat heterogen. Perbandingan larutan, koloid dan suspensi dapat

dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Perbandingan sifat larutan, koloid dan suspensi


Larutan Koloid Suspensi
(dispersi molekuler) (dispersi koloid) (dispersi kasar)
Contoh: larutan gula Contoh: campuran susu Contoh: campuran tepung
dalam dalam air terigu dengan air
air
1. Homogen,tak 1. Secara makroskopis 1. Heterogen
dapat dibedakan bersifat homogen
walaupun tetapi heterogen jika
mengunakan diamati dengan
miskroskop ultra mikroskop ultra.
2. Partikel 2. Partikel berukuran 2. Partikel berukuran
berukuran antara 1 nm sampai lebih besar dari 100
kurang dari 1 nm 100 nm nm
3. Satu fase 3. Dua fase 3. Dua fase
4. Stabil 4. Pada umumnya stabil 4. Tidak stabil
5. Tidak dapat 5. Tidak dapat disaring 5. Dapat disaring
disaring kecuali dengan
penyaring ultra

b. Jenis-jenis koloid

Pengolongan suatu sistem koloid terdiri dua fase yaitu, fase terdispersi

dan fase/medium pendispersi tersebut. Baik fase terdispersi maupun

fase/medium pendispersi dapat berupa gas, cair dan padat. Zat yang

didispersikan disebut fase terdispersi sedangkan medium yang digunakan untuk

mendispersikan disebut medium pendispersi. Contohnya pada saat kita

membuat susu (misalnya susu instan) dengan mencampurkannya dengan air,

fase terdispersinya adalah lemak sedangkan medium pendispersinya adalah air.


Berdasarkan fase terdispersinya, koloid dapat dikelompokkan menjadi 8

macam (dalam hal ini, gas dengan gas tidak dapat membentuk sistem koloid

karena pencampuran gas selalu homogen).

Tabel 17. Jenis-Jenis Koloid.


No Fasa Fasa Nama Contoh
terdispersi pendispersi
1. Padat Gas Aerosol padat Asap, debu di udara
2. Padat Cair Sol Cat , tinta
3. Padat Padat Sol padat Gelas berwarna, intan hitam
4. Cair Gas Aerosol Cair Kabut , awan
5. Cair Cair Emulsi Susu, santan, minyak ikan
6. Cair Padat Emulsi padat Jelli, mutiara, opal
7. Gas Cair Buih Buih sabun, krim kocok
8. Gas Padat Buih padat Karet busa, batu apung

a. Aerosol

Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut

aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat

Contoh : asap yang keluar dari knalpot mobil dan cerobong industri

Jika zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair

Contoh : kabut di daerah pengunungan, hair spray, parfum, dan cat semprot.

b. Sol

Sol adalah sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair.

Contoh: kanji dalam air, agar-agar dalam air, lempung (tanah liat) dalam air,

tawas atau Al(OH)3 dalam air, deterjen, tinta dan cat.

c. Emulsi
Emulsi adalah sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair. Suatu

emulsi terjadi bila terdapat dua jenis zat cair yang tidak saling melarutkan,

seperti minyak dan air. Dalam hal ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair

yang tidak dapat bercampur dengan air sehingga emulsi dapat digolongkan

menjadi dua bagian, yaitu:

a) Emulsi minyak dalam air (M/A)

Contoh : susu, santan, lateks

b) Emulsi air dalam minyak (A/M)

Contoh : minyak ikan dan mayonais

Emulsi terbentuk karena pengaruh suatu pengemulsi (emulgator). Contohnya

adalah sabun yang dapat mengemulsikan minyak ke dalam air. Jika campuran

minyak dengan air dikocok, maka akan diperoleh suatu campuran yang segera

memisah jika didiamkan. Akan tetapi, jika sebelum dikocok ditambahkan

sabun atau detergen, maka diperoleh campuran yanag stabil yang kita sebut

emulsi.

Contoh lainnya adalah kasein dalam susu dan kuning telur dalam mayonaise.

d. Buih

Sistem koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti

halnya dengan emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih,

misalnya sabun, deterjen dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan

suatu gas ke dalam zat cair yang mengandung pembuih.

Buih digunakan pada berbagai proses, misalnya, pada pengolahan bijih logam,

pada alat pemadam kebakaran dan lain-lain.


e. Gel

Koloid setengah kaku (antara padat dan cair) disebut Gel. Gel dapat terbentuk

dari suatu sol yang zat terdispersinya mengadsorpsi medium pendispersinya

sehingga terbentuk koloid yang agak padat.

Contoh : agar-agar dan kanji (jika dipadatkan), lem, gelatin, selai, dan gel

sabun.
MATERI AJAR

Satuan Pendidikan : SMA / MA X

Mata Pelajaran : Kimia

Materi Pokok :Sifat Koloid

Kelas Semester : XI / II

Pertemuan : II (3 x 40 Menit)

I. Standar Kompetensi

5. Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya dalam kehidupan

sehari-hari

II. Kompetensi Dasar

Mengelompokkan sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

III. Sumber

Uraian materi berikut dikutip dari buku Syukri (1999: 455-458), Purba (185-

178), Johari dan Rachmawati (307-324)

SIFAT-SIFAT KOLOID

1. Efek Tyndall

Efek Tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli

fisika Inggris. Oleh karena itu disebut efek Tyndall. Efek Tyndall adalah efek

yang terjadi jika suatu campuran disinari.

Pada larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak

akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan


dihamburkan. Hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai

partikel-partikel yang relatif besar sehingga cahaya dipantulkan tidak teratur

kesegala arah yang mengakibatkan terjadinya penghamburan sinar .

Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga tidak

terjadi penghamburan cahaya.

2. Gerak Brown

Gerak Brown ditemukan oleh Robert Brown berkebangsaan Inggris,

sehingga pergerakan partikel koloid dinamakan Gerak Brown. Jika kita amati

sistem koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa

partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag

ini dinamakan gerak Brown. Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan

berikut: Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat

bersifat acak seperti pada zat cair dan gas. Gerak Brown terjadi akibat

tumbukan tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel

koloid. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran

partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang.

Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan

arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zig-zag atau gerak Brown.

Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi.

Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak

Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati

dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi).


Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem

koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel

medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase

terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu

sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.

3. Muatan Koloid

 Elektroforesis

Elektroforesis merupakan proses pergerakan partikel koloid dalam

medan listrik. Elektroforesis berfungsi sebagai pemisahan partikel koloid

bermuatan . Pemisahan ini dapat dilakukan dengan memberikan arus searah

pada elektroda yang dicelupkan dalam koloid.

Sesuai dengan ketentuan bahwa partikel yang bermuatan listrik positif

akan tertarik ke partikel yang bermuatan listrik negatif dan sebaliknya.

Misalnya, wadah yang berisi campuran dua macam koloid ( Fe(OH)3 dan

As2S3) dialiri arus searah. Akibatnya, koloid yang bermuatan positif

{Fe(OH)3} akan tertarik ke elektrode negatif dan koloid yang bermuatan

negatif {As2S3} akan tertarik ke elektrode yang bermuatan positif. Dengan

demikian koloid tersebut akan terpisah.

 Adsorpsi

Partikel koloid memiliki kemampuan menyerap ion atau muatan

listrik fase pendispersi pada permukaannya mengakibatkan partikel koloid

menjadi bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorpsi


(partikel-partikel koloid bermuatan listrik). Sehingga partikel koloid menjadi

bermuatan.

Jenis muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan yang

diserap apakah anion atau kation. Sebagai contoh, partikel sol Fe(OH)3

(bermuatan positif) mengadsorpsi kation dari medium pendispersinya

sehingga sol Fe(OH)3 bermuatan positif, sedangkan partikel sol As2S3

(bermuatan negatif) mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya

sehingga bermuatan negatif.

Partikel koloid sol tersebut tidak selalu mengadsorpsi ion yang sama.

Hal itu tergantung pada muatan yang berlebih dari medium pendispersinya.

Misalnya, jika sol AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan kation

Ag+ berlebih, maka AgCl akan bermuatan positif. Sedangkan jika AgCl

terdapat pada medium pendispersi dengan anion Cl- berlebih, maka sol AgCl

akan bermuatan negatif.

Sifat koloid yang terpenting adalah muatan partikel koloid. Partikel-

partikel koloid ialah bermuatan sejenis. Maka terjadi gaya tolak-menolak

yang mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap akibat

gaya gravitasi. Oleh karena itu, selain gerak Brown, muatan koloid juga

berperan besar dalam menjaga kestabilan koloid.

Sifat adsorpsi dari koloid ini digunakan dalam berbagai proses, antara

lain sebagai berikut :

a. Pemutihan Gula Tebu

b. Norit
c. Penjernihan Air

4 . Koagulasi

Partikel-partikel koloid bersifat stabil karena memiliki muatan yang

sejenis. Apabila muatan tersebut hilang, maka partikel-partikel koloid akan

bergabung membentuk gumpalan. Gumpalan ini akan mengendap akibat gaya

gravitasi. Proses ini disebut koagulasi.

Proses koagulasi dapat terjadi apabila ke dalam koloid ditambahkan zat

dengan muatan yang berbeda dengan partikel koloid, akibatnya partikel koloid

ini akan bergabung membentuk molekul besar.

Koagulasi dalam koloid banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-

hari, seperti proses penjernihan air, menjernihkan larutan gula, asap atau debu

dari pabrik/industri dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari

Cottrel.

5 . Koloid Pelindung

Pada beberapa proses, suatu kolid harus dipecahkan, tetapi dilain pihak

koloid perlu dijaga supaya tidak rusak. Suatu koloid dapat distabilkan dengan

menambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung. Koloid pelindung

ini akan membungkus partikel zat terdispersi sehingga tidak dapat lagi

menggelompok.

Contoh :

a. Pada pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah

pembentukan kristal besar es atau gula


b. Cat atau tinta dapat bertahan lama karena menggunakan koloid

pelindung

c. Zat-zat pegemulsi, seperti sabun dan deterjen, juga tergolong koloid

pelindung.

Pemurnian koloid

Pada pembuatan suatu koloid, seringkali terdapat ion-ion yang dapat

mengganggu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion pengganggu ini dapat dihilangkan

dengan suatu proses yang disebut Dialisis.

Dalam proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam suatu kantong

koloid yang terbuat dari selaput semipermiabel, yaitu selaput yang dapat

melewatkan partikel-partikel kecil, seperti ion-molekul sederhana, tetapi menahan

koloid. Lalu kantong koloid itu dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air

mengalir. Dengan demikian, ion-ion keluar dari kantong dan hanyut bersama air.

Proses pemisahan hasil-hasil metabolisme dari darah oleh ginjal juga

merupakan proses dialisis. Jaringan ginjal bersifat sebagai selaput semipermiablel

yang dapat dilewati oleh air dan molekul sederhana seperti urea, tetapi menahan

butir-butir darah yang merupakan koloid. Orang menderita gagal ginjal dapat

“cuci darah”,dimana fungsi ginjal diganti oleh suatu mesin dialisator.

Koloid Liofil dan Koloid Liofob

Koloid yang memiliki medium dipersi cair dibedakan atas koloid liofil dan

liofob. Suatu koloi dikatan liofil apabila terdapat gaya tarik menarik yang cukup

besar antara zat terdispersi dengan medium pendispersi. Liofil berarti suka cairan.
Disebut koloid liofob jika gaya tarik menarik tersebut tidak ada atau lemah.

Liofab berarti takut air.

Contoh :

Koloid Hidrofil : protein, sabun, detergen, agar-agar, kanji dan gelatin

Koloid Hidrofob: susu, mayonaise, sol belerang, sol Fe(OH)3, sol sulfida

dan sol logam

Koloid hidrofil mempunyai gugus ionik atau gugus polar di permukaannya,

sehingga mempunyai interaksi yang baik dengan air. Butir-butir koloid

liofil/hidrofil dapat mengadsorpsi molekul mediumnya sehingga membentuk

suatu selubung atau jaket. Hal ini disebut solvatasi/hidratasi. Dengan cara itu

butir-butir koloid tersebut terhindar dari agregasi (pengelompokkan).

Sol hidrofil tidak akan mengumpal pada penambahan sedikit elektrolit. Zat

terdispersi dari sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau penguapan.

Apabila zat padat tersebut dicampurkan kembali dengan air maka dapat

membentuk kembali sol hidrofil. Dengan kata lain, sol hidrofil bersifat reversibel.

Koloid hidrofob tidak akan stabil dalam medium polar (seperti air) tanpa

kehadiran zat pengemulsi atau koloid pelindung. Zat pengemulsi membungkus

partikel hidrofob sehingga terhindar dari koagulasi. Susu (emulsi lemak dalam

air) distabilkan oleh sejenis protein susu yaitu kasein, sedangkan mayonaise

(emulsi minyak nabati dalam air) distabilkan oleh kuning telur.

Sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan sedikit elektrolit.

Sekali zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan membentuk sol jika dihancurkan
kembali dengan air. Perbedaan sol hidrofil den sol hidrofob dapat disimpulkan

sebagai berikut:

Tabel 18. Perbedaan Koloid Liofil dan Koloid Liofob.


Koloid liofil Koloid liofob
a. Mengadsorpsi mediumnya a. Tidak mengadsorpsi mediumnya
b. Dapat dibuat dengan b. Hanya stabil pada konsentrasi
konsentrasi yang relatif besar kecil
c. Tidak mudah digumpalkan c. Mudah mengumpal dengan
dengan penambahan elektrolit penambahan elektrolit
d. Viskositas lebih besar daripada d. Viskositas hampir sama dengan
mediumnya mediumnya
e. Bersifat reversibel e. Tidak bersifat reversible
f. Efek Tyndalnya lemah f. Efek Tyndalnya lebih jelas

Koloid dalam kehidupan sehari-hari

Dalam lingkungan di sekitar kita, banyak ditemukan sistem koloid, baik

yang berasal dari alam maupun yang dibuat manusia. Beberapa manfaat dari

koloid bagi kehidupan manusia antara lain:

1. Untuk menghilangkan kotoran

Koloid yang digunakan untuk menghilangkan kotoran adalah detergen

dan sabun. Dengan sifat khas dari sabun atau deterjen yang mempunyai dua

kutub, maka kotoran yang menempel pada badan, pakaian, atau peralatan

lainnya dapat dihilangkan.

Pada saat mandi atau mencuci, kita menggunakan sabun atau detergen.

Molekul-molekul sabun terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kepala dan bagian

ekor. Bagian kepala merupakan bagian yang mudah bersatu dengan air,

sedangkan bagian ekor merupakan bagian yang sulit bercampur dengan air,

tetapi mudah bercampur dengan lemak. Pada saat mencuci, bagian ekor akan

masuk pada kotoran yang mengandung lemak, sedangkan bagian kepala akan
ditarik oleh molekul-molekul air. Akibatnya kotoran-kotoran yang melekat

pada badan atau pakaian akan dikelilingi oleh molekul sabun atau detergen,

sehingga kotoran akan lepas dan masuk ke dalam air.

2. Pemutih gula

Gula tebu yang masih berwarna dapat diputihkan. Hal ini dilakukan dengan

melarutkan gula kedalam air, kemudian larutan dialirkan melalui koloid

karbon. Partikel-partikel koloid akan mengadsorpsi zat warna tersebut.

3. Pengambilan partikel koloid asap dan debu dari gas buangan pabrik.

Contoh alat yang menggunakan prinsip elektroforesis adalah pengendap

cottrell. Alat ini digunakan untuk memisahkan partikel-partikel koloid seperti

asap dan debu yang terkandung dalam gas buangan pabrik. Hal ini bertujuan

untuk mengurangi polusi udara.

4. Pembentukan delta di muara sungai

Air sungai mengandung partikel-partikel koloid tanah liat yang bermuatan

negatif. Sedangkan air laut mengandung ion-ion Na+,Mg+ dan Ca2+ yang

bermuatan positif. Ketika air sungai bertemu dengan air laut, maka ion-ion

positif dari air laut akan menetralkan muatan air sungai. Akibatnya terjadi

koagulasi yang menyebabkan terbentuknya delta.

5. Penjernih air.

Air mengandung partikel-partikel koloid tanah liat dan lainnya yang bermuatan

negatif. Untuk keperluan air minum, partikel-partikel koloid ini harus

dipisahkan, seperti dengan menambahkan tawas Al2(SO4)3. Tawas


mengandung ion Al3+ yang cukup kecil tetapi bermuatan. Ion Al3+ akan

terhidrolisis membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan positif

Al3+ (aq) + 3H2O (l) → Al(OH)3(aq) + 3H+(aq)

Al(OH)3 akan menghilangkan muatan negatif dari partikel-partikel koloid

lumpur sehingga terkoagulasi. Al(OH)3 akan mengendap bersama lumpur


MATERI AJAR

Satuan Pendidikan : SMA / MA X

Mata Pelajaran : Kimia

Materi Pokok : Pembuatan Koloid

Kelas Semester : XI / II

Pertemuan : III ( 3 x 40 Menit)

I. Standar Kompetensi

5. Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannyadalam

kehidupan sehari-hari

II. Kompetensi Dasar

5.1. Membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di

sekitar.

III. Sumber

Uraian materi berikut dikutip dari: Syukri (1999: 458-460), Purba (177-

180), Johari dan Rachmawati (312-315).

PEMBUATAN KOLOID

Ukuran koloid terletak antara partikel larutan sejati dan partikel

suspensi. Oleh karena itu, partikel dapat dibuat dengan pengelompokan

partikel larutan sejati atau menghaluskan bahan dalam bentuk kasar

kemudian didispersikan ke dalam medium dispersi. Ada dua dasar metode

pembuatan koloid sol yaitu:


1. Cara Kondensasi

Dengan cara ini, partikel-partikel kecil larutan sejati bergabung

membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Proses ini melibatkan

penggabungan partikel-partikel larutan (atom, ion). Hal ini dilakukan

melalui beberapa reaksi kimia, yaitu dekomposisi rangkap, hidrolisis,

redoks, dan penggantian pelarut.

a. Reaksi Redoks

Reaksi Redoks merupakan reaksi pembentukan partikel koloid

melalui mekanisme perubahan bilangan oksidasi.Contohnya pembuatan

sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida dengan belerang

dioksida, yaitu dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2

2H2S(g) + SO2(aq) → 2 H2O(l) + 3S


(koloid)

b. Reaksi Hidrolisis

Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air.

Contohnya: pembuatan sol Fe(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi

hidrolisis garam FeCl3 dalam air mendidih

FeCl3(aq) + 3H2O(aq) Fe(OH)3 (aq) + 3HCl(aq)


(koloid)

c. Dekomposisi Rangkap

Sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3 dengan
larutan H2S.
2H3AsO3(aq) + 3H2S(aq) As2S3(aq) + 6H2O(l)
(koloid)

d. Penggantian pelarut

Belerang sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam alkohol
seperti etanol. Jadi, untuk membuat sol belerang dengan medium

pendispersi air, belerang dilarutkan terlebih dahulu dalam etanol

sampai jenuh. Setelah larut, larutan belerang dalam etanol ini

ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk.

Belerang akan menggumpal menjadi partikel koloid akibat penurunan

kelarutan belerang dalam air.

2. Cara Dispersi

Merupakan proses pembuatan koloid di mana partikel-partikel

besar dipecah menjadi partikel-partikel berukuran koloid yang kemudian

didispersikan dalam medium pendispersinya. Caranya dapat berupa:

a. Cara Mekanik

Pembutan koloid dengan cara mekanik adalah penghalusan

partikel-partikel kasar zat padat dengan penggilingan untuk membentuk

partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang digunakan disebut

penggilingan koloid.

Alat penggilingan koloid terdiri dari 2 pelat baja dengan arah rotasi

berlawanan. Partikel kasar akan dimasukkan ke ruang antara kedua

pelat tersebut dan selanjutnya digiling. Partikel berukuran koloid yang

terbentuk kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya untuk

membuat sistem koloid. Contoh koloid yang dibuat dalam proses ini

adalah koloid grafit untuk pelumas, tinta cetak, cat, dan sol belerang.

b. Cara peptisasi

Cara peptisasi adalah proses dispersinya endapan menjadi sistem


koloid dengan penambahan zat pemecah. Zat pemecah yang dimaksud

adalah elektrolit, terutama yang mengandung ion sejenis, atau pelarut

tertentu.

Sebagai contoh: Jika pada endapan Fe(OH)3 ditambahkan

elektrolit FeCl3 (mempunyai ion Fe3+ yang sejenis) maka Fe(OH)3

maka Fe(OH)3 akan mengadsorpsi ion-ion Fe3+ tersebut. Sehingga,

endapan menjadi bermuatan positif dan memisahkan diri untuk

membentuk partikel-partikel koloid.

Beberapa contoh lain :

1) Sol NiS dibuat dengan penambahan H2S kedalam endapan NiS

2) Sol AgCl dibuat dengan penambahan HCl ke dalam endapan AgCl.

3) Sol Al(OH)3 dibuat dengan penambahan AlCl3 ke dalam endapan

Al(OH)3

c. Cara Busur Bredig

Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol logam

seperti Ag, Au, dan Pt. Logam yang akan diubah menjadi partikel-

partikel koloid digunakan sebagai elektroda. Dua elektrode logam

dicelupkan ke dalam medium pendispersi (air dingin) sedemikian

sehingga kedua ujungnya saling berdekatan. Kemudian kedua

elektrode diberi loncatan listrik. Panas yang timbul akan

menyebabkan logam menguap. Uapnya kemudian akan terkondensasi

dalam medium pendispersi dingin. Hasil kondensasi ini berupa

partikel-partikel koloid.

Anda mungkin juga menyukai