Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Tokoh
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 september 1849 di Ryazan Rusia, tepatnya
di desa yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitriech Pavlov menjadi seorang
pendeta. Ia di didik di sekolah gereja dan melanjutkan ke seminari teologi.
Pavlov lulus sebagai sarjana kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada
tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of
experimental medicine dan mulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan.
Ivan pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang physiology or medicine
tahun 1904.
Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi
behavioristik di amerika. Karya tulisnya adalah Work Of Degestive Glands
(1902) dan Conditioned Reflexes (1927). Ia meninggal di leninrad pada
tanggal 27 februari 1936. Sebenarnya ia bukan seorang sarjana psikologi dan
ia pun tidak mau di sebut sebagai ahli psikologi, karena ia adalah seorang
sarjana ilmu faal yangg fanatik. Cara berfikirnya adalah sepenuhnya cara
berfikir ahli ilmu faal, bahkan ia sangat anti terhadap psikologi karena
dianggap kurang ilmiah. Dalam setiap penelitiannya ia selalu berusaha
menghindari konsep-konsep maupun istilah-istilah psikologi. sekalipun
demikian, peranan pavlov dalan psikologi sangat penting, karena studinya
mengenai reflex-reflex akan merupakan dasar bagi perkembangan aliran
psikologi behaviorisme (Sarwono, 2002).
B. Teori Belajar dan Eksperimen Ivan Petrovich Pavlov
Ivan pavlov (1849-1936) adalah seorang bihavioristik dengan teori
pengkondisian asosiatif stimulus-respon dan hal ini yang dikenang darinya
hingga kini. Classic Condidioning (pengkondisian atau persyaratan klasik)
adalah proses yang ditemukan pavlov melalui percobaannya terhadap ajing,
dimana perangsang asli dan nertal di pasangkan dengan stimulus bersyarat
secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang di inginkan. Ia
menemukan bahwa dapat menggunakan stimulus netral, seerti sebuah nada
atau sinar untuk membentuk perilaku (respons).
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan pavlov dan ahli lain tampaknya
sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaam
seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker
bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran,
peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas
atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunalkan rangsangan-
rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang
di inginkan. Kemudian pavlov mengadakan eksperimen dengan
menggunakan binatang (anjing) karena ia menganngap binatang memiliki
kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya,
secara hakiki manusia berbeda dengan binatang (Brennan, 2006).
C. Eksperimen
Eksperimen Pavlov di laboratorium pada seekor anjing, beliau melakukan
operasi kecil pada pipi anjing itu sehingga bagian dari kelenjar liur dapat
dilihat dari kulit luarnya. Sebuah saluran kecil dipasaang pada pipinya untuk
mengukur aliran air liurnya. Kondisi anjing itu terpisah dari penglihatan dan
suara luar. Atau diletakkan ada panel gelas. Dengan kondisi bel dinyalakan,
anjing dapat bergerak sedikit, tetapi tidak mengeluarkan liur. Setelah
beberapa detik, bubuk anjing diberikan, anjing tersebut lapar dan
memakannya. Alat perekam mencatat pengeluaran air liur yang banyak.
Prosedur ini dilakukan beberapa kali, kemudian bel dinyalakan tetapi bubuk
daging tidak diberikan, namun anjing tetap mengeluarkan air liur. Binatang
itu telak belajar mengasosiasikan dinyalakan bel dengan makanan. Peristiwa
ini menurut Pavlov merupakan reflek bersyarat dari adanya masalah fungsi
otak, sehingga masalah yang ingin dipecahkan oleh Pavlov dengan
eksperimen itu ialah bagaimanakah reflek bersyarat itu terbentuk (Suryanto,
2004)..
Skema eksperimen pavlov

Dari eksperimen Pavlov, menurutnya respon dikontrol oleh pihak


luar,pihak inilah yang menentukan kapan dan apa yang akan diberikan
sebagai stimulus, sebagaimana dijelaskan Suryanto (2004) tentang teori
Pavlov tersebut, beliau mengatakan semua harus berobjekkan kepada segala
yang tampak oleh indera, dari luar. Peranan orang yang belajar bersifat pasif
karena untuk mengadakan respon perlu adanya suatu stimulus tertentu.
Sedangkan mengenai penguat menurut Pavlov bahwa stimulus yang tidak
terkontrol (unconditioned stimulus) mempunyai hubungan dengan penguatan.
Stimulus itu sendirilah yang menyebabkan adanya pengulangan tingkah laku
dan berfungsi sebagai penguat.

Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi bila stimulus
berkondisi diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh stimulus tidak
berkondisi? Dalam hal ini akan terjadi pelenyapan atau padam. Dengan kata
lain pelenyapan adalah tidak terjadinya respon atau menurunnya
kekuatan respon pada saat diberikan kembali stimulus berkondisi
tanpa diikuti stimulus tak berkondisi setelah
terjadinya respon. Sedangkan penyembuhan spontan adalah tindakan atau
usaha nyata untuk menghalangi terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah
melalui rekondisioning atau mengkondisikan kembali melakui pemberian
kedua stimulus berkondisi secara berpasangan (Suryanto, 2004).

Dari peristiwa pengkondisian klasik ini , merupakan dasar bentuk belajar


yang sangat sederhana, sehingga banyak ahli kejiwaan menganggap Pavlov
sebagai titik permulaan tepat untuk penyelidikan belajar. Lalu peristiwa
kondisioning juga banyak terdapat pada diri manusia, misalnya anda dapat
menjadi terkondisi terhadap gambar makanan dalam berbagai
iklan yang menampilkan makanan malam dengan steak yang
lezat dapat memicu respon air liur meskipun anda mungkin tidak
lapar (Brennan, 2006).

Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Ivan Pavlov maka terlihat


bahwa pentingnya mengkondisi stimulus agar terjadi respon. Dengan
demikian pengontrolan stimulus jauh lebih penting dari pengontrolan
respon. Konsep ini mengisyaratkan bahwa proses belajar lebih
mengutamakan faktor lingkungan (eksternal) daripada motivasi (internal)
(Brennan, 2006).

Dalam eksperimennya yang lain, Pavlov menggunkan anjing untuk


mengetahui hubungan antara conditional stimulus (CS), unconditioned
stimulus (UCS), conditioned response (CR), dan unconditioned response
(UCS). CS adalah rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang
dipelajari, sedangkan respons yang dipelajari itu sendiri disebut CR. Adapun
UCS berarti rangsangan yang menimbulkan respons yang tidak dipelajari, dan
respons yang tidak dipelajari itu disebut UCR (Syah, 2012).

Anjing percobaan itu mula-mula diikat sedemikian rupa dan pada salah
satu kelenjar air liurnya diberi alat penampung cairan yang dihubungkan
dengan pipa kecil (tube). Perlu diketahui bahwa sebelum dilatih (dikenal
eksperimen), secara alami anjing itu selalu mengeluarkan air
liur setiap kali mulutnya berisi makanan. Ketika, bel dibunyikan secara alami
pula, anjing itu menunjukkan reaksinya yang relevan, yakni tidak
mengeluarkan air liur (Syah, 2012).

Kemudian, dilakukan sebuah eksperimen yang berupa latihan pembiasaan


mendengarkan bel (CS) bersama-sama dengan pemberian makanan berupa
serbuk daging (UCS). Setelah latihan yang berulang-ulang ini selesai suara
bel tadi (CS) diperdengarkan lagi tanpa disertai makanan (UCS), ternyata
anjing percobaan tadi mengeluarkan air liur juga (CR), meskipun hanya
mendengar suara bel (CS), jadi CS akan menghasilkan CR apabila CS dan
UCS telah berkali-kali dihadirkan bersama (Syah, 2012).

Berdasarkan eksperimen di atas, semakin jelaslah bahwa belajar adalah


perubahan yang ditandai dengan adanya hubungan antara stimulus dan
respons. Jadi, prinsipnya hasil eksperimen E.L Thorndike di muka kurang
lebih sama dengan hasil eksperimen Pavlov yang memang dianggap sebagai
pendahulu dan panutan Thorndike yang behavioristik itu. Kesimpulan yang
dapat kita tarik dari hasil eksperimen pavlov ialah apabila stimulus yang
diadakan (CS) selalu disertai dengan stimulus penguat (UCS),
stimulus tadi (CS) cepat atau lambat akan menimbulkan respons atau
perubahan yang kita kehendaki yang dalam hal ini (CR) (Syah, 2012).

D. Aplikasi Teori Belajar Pavlov Dalam Pembelajaran

Hal hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori belajar


menurut Pavlov adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:

1. Mementingkan pengaruh lingkungan


2. Mementingkan bagian-bagian
3. Mementingkan peranan reaksi
4. Mengutamakan terbentuknya mekanisme hasil belajar melalui prosedur
stimulus respon
5. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan
7. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigm
Pavlov akan menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap,
sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara
utuh oleh guru. Guru tidak banyak member ceramah, tetapi instruksi singkat
yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang
sederhana sampai pada yang kompleks. Tujuan pembelajaran dibagi dalam
bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu.
Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati.Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan
digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil
yang diharapkan dari penerapan teori Pavlov ini adalah terbentuknya suatu
perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan
positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif (Bell,
1994).
Metode Pavlov ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang
membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti
kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya,
contohnya percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan
komputer, berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi
peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan
senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen
atau pujian (Bell, 1994).
Penerapan teori belajar Pavlov yang salah dalam suatu situasi
pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang
sangat tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap
otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa
yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari
luar,dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid
hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa
yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif (Bell, 1994).
E. HUKUM – HUKUM YANG DIGUNAKAN PAVLOV

Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing


menghasilkan hukum – hukum belajar, diantaranya :

1. Law of Respondent Conditioning ( hukum pembiasaan yang dituntut)


Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya
berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
2. Law of Respondent Extinction ( hukum pemusnahan yang dituntut )
Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu
didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya
akan menurun.
F. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TEORI
Teori belajar yang dikemukakan oleh Pavlov, secara prinsipal bersifat
behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya perilaku jasmaniah
yang nyata dan dapat diukur. Teori ini memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan dari teori ini adalah:
1. Cocok diterapkan untuk pembelajaran yang menghendaki penguasaan
ketrampilan dengan latihan. Atau pada pembelajaran yang menghendaki
adanya bias atau membentuk perilaku tertentu.
2. Memudahkan pendidik dalam mengontrol pembelajaran sebab individu
tidak menyadari bahwa dia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari
luar dirinya.
3. Dapat digunakan untuk melatih kepandaian binatang.
Sedangkan, kelemahan dari teori belajar Classical Conditioning Pavlov
adalah:
1. Teori ini menganggap bahwa belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis;
keaktifan dan kehendak pribadi tidak dihiraukan. Padahal setiap siswa
memiliki self-regulation (kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri)
dan self control (pengendalian diri) yang bersifat kognitif, dan karenanya
ia bisa menolak atau merespon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena
lelah atau berlawanan dengan kata hati.
2. Teori ini juga terlalu menonjolkan peranan latihan atau kebiasaan padahal
individu tidak semata – mata tergantung dari pengaruh luar yang
menyebabkan individu cenderung pasif karena akan tergantung pada
stimulus yang diberikan.
3. Dalam teori ini, proses belajar manusia dianalogikan dengan perilaku
hewan sulit diterima, mengingat perbedaan karakter fisik dan psikis yang
berbeda antar keduanya. Oleh karena itu, teori ini hanya dapat diterima
dalam hal – hal belajar tertentu saja. Misalnya, dalam belajar yang
mengenai skill (keterampilan) tertentu dan mengenai pembiasaan pada
anak-anak kecil.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ivan pavlov (1849-1936) adalah seorang bihavioristik dengan teori
pengkondisian asosiatif stimulus-respon dan hal ini yang dikenang darinya
hingga kini. Classic conditioning (pengondisian klasik) adalah proses yang
ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang
asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang
sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang
dilakukan Pavlov dan ahli sangat terpengaruh pandangan behaviorisme,
dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Dari
eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan
hukum – hukum belajar, diantaranya Law of Respondent Conditioning (
hukum pembiasaan yang dituntut) dan Law of Respondent Extinction ( hukum
pemusnahan yang dituntut ).

Dalam bidang pendidikan, teori pengondisian klasik digunakan untuk


mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap pesrta didik untuk
termotivasi belajar dan membantu guru untuk melatih kebiasaan positif
peserta didik. Penerapan classical conditioning merupakan metode terapi
dalam merubah perilaku yang bersifat maladaptif dan merubahnya menjadi
perilaku yang adaptif. Misalnya rasa takut terhadap pelajaran matematika
diubah menjadi rasa senang dengan pelajaran matematika.

Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung. Kekurangan dalam metode Pavlov dalam suatu situasi
pembelajaran mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat
tidak menyenangkan. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, dan
sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
DAFTAR PUSTAKA

Bell, ME. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Brennan, JF. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Suryanto, Agus. 2004. Psikologi Umum. Jakarta: Bumi Aksara.

Syah, Muhibbin.2012. psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sarwono, S. W. 2002. Berkenalan Dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh


Psikologi. Surakarta: PT Bulan Bintang.

Mulyati. 2005. Psikologi Belajar. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Djamara, S. B. 2008. Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai