Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Patient safety merupakan istilah yang saat ini cukup populer dalam pelayanan
kesehatan. Pasient safety merupakan upaya-upaya pelayanan yang mengutamakan pada
keselamatan pasien. Penekanannya adalah pada pelaporan kejadian yang merugikan pasien,
pencegahan terhadap kesalahan medis dan pencegahan perawatan yang dapat merugikan
kesehatan, serta keselamatan pasien (Blendon, 2002).

Patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau menghindarkan cidera pada
pasien akibat perawatan medis, infeksi nosokomial, dan kesalahan pengobatan yang tidak
seharusnya terjadi. Keselamatan pasien (patient safety) merupakan prioritas utama dalam
pemberian pelayanan kesehatan dan keperawatan di Rumah Sakit. Perawat yang memberi
asuhan keperawatan selama 24 jam seharusnya memiliki peran penting dalam menjamin
keselamatan pasien. Cedera, kecacatan, bahkan kematian menjadi ancaman masa depan bagi
pasien terutama pasien anak karena mereka belum bisa menyadari dan mengungkapkan
adanya bahaya dari tindakan yang tidak atau salah dilakukan oleh pelayanan kesehatan.
Keperawatan sebagai pelayanan yang profesional harus bertindak dengan didasari oleh ilmu
pengetahuan, termasuk pengetahuan tentang patient safety. sehingga asuhan keperawatan
yang diberikan berkualitas dan bermanfaat dalam mencegah insiden kejadian tidak diinginkan
(KTD). Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan keperawatan terhadap
pasien menjadi lebih aman. Perawat merupakan salah satu sumber daya manusia yang sangat
dibutuhkan untuk mencapai kinerja yang optimal. Berdasarkan hal tersebut, penerapan pasien
safety oleh perawat sangat penting dalam upaya mengurangi insiden kecelakaan kerja pada
pasien.

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus menerapkan


keselamatan pasien. Perawat harus melibatkan kognitif, afektif, dan tindakan yang
mengutamakan keselamatan pasien. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus
dengan penuh kepedulian. Sikap perawat untuk menjaga keselamatan pasien sangat
berperilaku dalam pencegahan, pengendalian dan peningkatan keselamatan pasien
(Hutchinson, 2011).

1
Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan 24 jam yang terus menerus, dengan
jumlah tenaga keperawatan yang begitu banyak, berada di berbagai unit kerja rumah sakit.
Dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien, perawat melakukan prosedur dan
tindakan keperawatan yang banyak dan dapat menimbulkan risiko salah begitu besar. Saat ini
sudah ada pelaporan kejadian di rumah sakit, tetapi tidak dianalisis. Perawat dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya berkolaborasi dengan dokter memberikan terapi
kepada pasien yang berpotensi besar melakukan suatu kesalahan jika tidak mempunyai
tingkat pengetahuan dan kesadaran yang tinggi bahwa tindakan yang dilakukan akan
memberikan efek negatif pada pasien. Salah satu diantaranya adalah dalam pemberian obat.
Perawat dalam melaksanakan keselamatan pasien dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal. Faktor internal merupakan karakteristik perawat yang bersifat bawaan yang
teridentifikasi berupa tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan pengalaman pribadi. Faktor
eksternal yang mempengaruhi perilaku perawat adalah lingkungan seperti pengaruh orang
lain yang dianggap penting atau kepemimpinan, budaya dan sistem organisasi. Faktor ini
sering menjadi faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmojo, 2012).
Faktor eksternal berupa pengaruh orang lain juga dapat menimbulkan sikap perawat terhadap
pelaksaan keselamatan pasien. Perilaku perawat yang tidak menjaga keselamatan pasien
berkontribusi terhadap insiden keselamatan pasien. Perawat yang tidak memiliki kesadaran
terhadap situasi yang cepat memburuk gagal mengenali apa yang terjadi dan mengabaikan
informasi klinis penting yang terjadi pada pasien dapat mengancam keselamatan pasien.
Perilaku yang tidak aman, Lupa, kurangnya perhatian, motivasi, kecerobohan dan kelelahan
berisiko untuk terjadinya kesalahan selanjutnya pengurangan kesalahan dapat dicapai dengan
memodifikasi perilaku (Choo dkk, 2010).

2
BAB II

IMPLIKASI PATIENT SAFETY DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

Upaya keselamatan pasien merupakan bagian tak terpisahkan dari proses asuhan
keperawatan. Area praktek keperawatan yang berbasis pada keselamatan pasien meliputi :
A. Standar Praktik (Asuhan keperawatan)

Setiap perawat mempunyai tanggung jawab melakukan :

1) Assesment (Pengkajian) : Status kesehatan pasien saat ini dan masa lalu serta potensi
resiko (keselamatan pasien).
2) Diagnosa : menetapkan diagnosa/ masalah keperawatan .
3) Planning : Rencana asuhan keperawatan.
4) Implementation : Pelaksanaan asuhan sesuai rencana.
5) Evaluation : evaluasi terhadap respon pasien dan outcome

B. Standars Of Care : Safety

Setiap perawat menerapkan prinsip Sasaran Keselamatan Pasien (International Patient


Safety Goals) :
1) Ketepatan Identifikasi Pasien.
Kesalahan karena keliru pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan
pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya error / kesalahan dalam
mengidentifikasi pasien adalah pasien yang dalam keadaan terbius / tersedasi, mengalami dis-
orientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam
rumah sakit atau akibat situasi lain.

Perawat harus mengidentifikasi seluruh pasien yang dirawat di RS dengan benar :


a) Memastikan identitas pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan
atau pengobatan
b) Memastikan kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu
tersebut
c) Proses identifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi pasien pada saat :
 Pemberian obat, darah atau produk darah

3
 Pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau
 Tindakan lain (pembedahan, non pembedahan, pemeriksaan klinis dan
penunjang)
d) Identifikasi pasien mencakup 3 detail wajib yaitu Nama pasien, Tanggal lahir/
umur, Nomor rekam medis pasien.
1. Peningkatan Komunikasi Efektif
Komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap dan jelas dan dipahami oleh
penerima pesan akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan
pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan atau tertulis. Komunikasi yang paling
mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan melalui telepon.
a. Komunikasi secaran lisan dan atau melalui telepon dilakukan dengan metode TBAK :
 Penerima perintah menulis perintah ( T )
 Penerima perintah membacakan kembali perintah yang ditulis dan
menanyakan kebenaran isi perintah ( BA )
 Pemberi perintah memberikan konfirmasi kebenaran perintah yang telah
ditulis dan telah dibacakan kembali tersebut ( K )
 Pemberi perintah harus sudah memberikan konfirmasi langsung dengan cara
membubuhkan tanda tangan dalam waktu 24 jam sejak pemberian perintah
b. Komunikasi pelaporan pelayanan dilakukan dengan metode S B A R:
 S (SITUATION) : Kondisi terkini yang terjadi pada pasien
 B (BACKGROUND) : Informasi penting apa yang berhubungan dengan
kondisi pasien
 A (ASSESMENT) : Hasil pengkajian / penilaian kondisi pasien terkini
 R (RECOMMENDATION) : Apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi
masalah pasien saat ini.
2. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai
1) Obat yang harus diwaspadai adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan /
kesalahan serius (sentinel event) serta obat yang beresiko tinggi menyebabkan
dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) yaitu elektrolit konsentrat + obat-
obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan
Mirip/ NORUM, atau Look Alike Sound Alike / LASA).

4
2) Semua obat High Alert Medication harus memiliki identifikasi dan penandaan khusus
dan dikelola oleh petugas yang kompeten terhadap obat-obat yang dimaksud
(apoteker / tenaga kefarmasian).
3) Tempat penyimpanan obat-obat dalam kelompok ini khususnya elektrolit konsetrat di
Instalasi Farmasi, IRIN, IBS, IRJ, Kamar Bersalin (khususnya magnesium sulfat).
Dimana obat-obat dimaksud diberi tempat tersendiri / khusus.
d. Verifikasi ulang sebelum obat diberikan kepada pasien harus dilakukan meliputi
ketepatan pasien, obat, dosis, waktu serta cara pemberian.
4) Syarat pemberian obat-obat yang perlu diwaspadai adalah mampu melakukan
monitoring efek samping, tersedia protokol pengelolaan efek samping dan tersedia
antidotumnya.

3. Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi.


a) Proses Verifikasi
1. Merupakan proses untuk mengidentifikasi hal-hal yang harus tersedia pada saat
tindakan pembedahan, terdiri dari :
 Dokumen-dokumen yang terkait dengan tindakan pembedahan :
- Assesmen pra operasi, diagnosis pra operasi, rencana operasi dan rencana
anesthesi
- Infomed Consent yang sudah ditanda tangani oleh pasien/ keluarganya,
dokter operator dan dokter anesthesi.
 Hasil pemeriksaan penunjang (radiologi, laboratorium, dll)
 Alat-alat atau bahan khusus yang perlu disiapkan pada saat tindakan seperti
implan, tranfusi darah, dll
2. Mencocokkan hal-hal tersebut diatas dengan pasien
3. Proses verifikasi sedapat mungkin dilakukan dengan melibatkan pasien
4. Proses verifikasi dicatat dalam lembar verifikasi
5. Proses verifikasi dilakukan sebelum pasien masuk kamar operasi.

b) Penandaan Lokasi Prosedur (Marking)


Semua pasien yang akan dioperasi dimana lokasi operasi memiliki lateralisasi (sisi
kanan dan kiri), struktur ganda (jari-jari tangan, kaki, lesi) atau tingkatan berlapis (tulang

5
belakang, tulang iga) harus dilakukan pemberian “Surgical Site Marking”.
c. Time Out
RS melaksanakan Time Out dalam rangkaian prosedur keselamatan pasien bedah
terstandar yang diadaptasi dari WHO – surgical Safety Checklyst berupa :
- Proses Time Out harus diikuti oleh seluruh anggota tim yang terlibat
dalam prosedur bedah atau prosedur invasive.
- Check list keselamatan bedah harus dilakukan dan dilengkapi untuk
seluruh pasien yang menerima tindakan bedah atau prosedur invasif
lainnya.
- Tindakan Time Out dilakukan sebelum prosedur invasif atau sebelum
dilakukan insisi.

5. Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan.


Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk
infeksi saluran kemih – terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan
pneumonia (seringkali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
Pokok dari eliminasi infeksi adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat.
a. Kebersihan tangan merupakan proses membersihkan tangan dengan menggunakan sabun
dan air yang menghalir (hand wash) atau dengan menggunakan antiseptik berbasis alkohol
(hand rub)
b. Semua orang yang berada di RS wajib menjaga dan melaksanakan kebersihan tangan
c. Rumah Sakit memfasilitasi sarana prasarana kebersihan tangan yang dibutuhkan.
6. Pengurangan Resiko Pasien Jatuh
a. Perawat wajib melakukan pengkajian resiko jatuh untuk setiap pasien yang dirawat, guna
meminimalkan resiko jatuh dengan metode “Morse Fall” untuk pasien dewasa dan metode
“Humpty Dumpty” untuk pasien anak.
b. Pengurangan resiko jatuh dilakukan dengan memberikan identifikasi jatuh pada setiap
pasien, memberikan intervensi pada pasien yang beresiko serta memberikan lingkungan yang

6
Kegiatan Pelaksanaan Patient Safety Di Rumah Sakit

1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan
organisasi sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat,
tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya.
2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan
internal tentang insiden.
3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKPRS) secara rahasia.
4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan
tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil
dari analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru
dikembangkan.

Sistem Pencacatan Dan Pelaporan Pada Patient Safety Di Rumah Sakit

1. Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan
pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel)
pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
2. Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan
Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada formulir yang
sudah disediakan oleh rumah sakit.
3. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua
kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja.
4. Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan
masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
5. Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah
melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.
6. Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit kerja di
rumah sakit, terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja.

7
BAB III

PENUTUP

Pelayanan keperawatan adalah bagian integral dari pelayanan kesehatan di rumah


sakit. Keselamatan pasien dalam keperawatan merupakan bagian integral dari program
keselamatan pasien rumah sakit. Peran perawat dalam pelaksanaan Sasaran Keselamatan
Pasien perlu dioptimalkan dalam rangka peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Perawat
di semua level harus disamakan dulu persepsinya khususnya dalam pemahaman Sasaran
Keselamatan Pasien agar memberikan konstribusi yang optimal.

8
Refrensi

Blendon Robert, J., Chaterine, M. (2002) Views of Practicing Physicians And The Public On
Medical Errors, N Engl J Med, 347(24): 1933-1940.

Buken Erhan, Nuket O B, Bora Nuken. (2004) Obstetric and Gynecologic malpractice in
Turkey: Incidence, Impact, Causes and Prevention, J Clin Forensic Med, 11(5):233-247.

Departemen Kesehatan R.I (2006). Panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit.
utamakan keselamatan pasien. Bakit Husada.

Depertemen Kesehatan R.I (2006). Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. (konsep
dasar dan prinsip). Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Rumah Sakit Khusus dan
Swasta.

Leanda, K., Singleton, A., Collier, J., Jones, I.R. (2008) Learning not to take it seriously:
junior doctor`s accounts of error, Medical Education, 42:982-990.

Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk
Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3.

Weiner, S.J., Alan, S. Rachel, Y., Gordon, D.S., Frences, M.W., Julie, G.& Kevin, B.W.
(2007) Evaluating Physician Performance at individualizing Care: A pilot Study Tracking
Contextual errors in Medical Decision Making, Med Decis Making: 27;726-734.

Anda mungkin juga menyukai