Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 PENGERTIAN DEMAM dan DBD

1. Demam

Demam (febris) adalah meningktanya suhu tubuh (sekitar 38ºC) dalam merespon
infeksi, luka, atau peradangan. Demam adalah salah satu keluhan yang paling sering
dikemukakan, yang terdapat pada berbagai penyakit baik infeksi maupun non infeksi
(Matondang, dkk, 2009).

Demam pada kebanyakan anak disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali
dan demam menghilang sesudah masa yang pendek. Demam adalah peninggian suhu tubuh
dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan
suhu di hipotalamus (Dinarello & Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-
37,2°C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature ≥38,0°C atau
oral temperature ≥37,5°C atau axillary temperature ≥37,2°C.

2.1.1 Empat Jenis Demam Menurut Kozier, Erb, Berman dan Snyder Tahun 2010:

a) Demam Intermiten

Suhu tubuh berubah-ubah dalam interval yang teratur, antara periode demam dan periode
normal secara abnormal.

b) Demam Remiten

Terjadi fluktasi suhu dalam rentang yang luas (lebih dari2°C) dan suhu tubuh berada
diatas normal selama 24 jam.

c) Demam Kambuhan

Masa febril yang pendek selama beberapa hari diselingi dengan periode suhu normal
selama 1-2 hari.

d) Demam Konstan

Suhu tubuh akan sedikit berfluktuasi, tetapi berada diatas suhu normal.

2. Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang ditandai dengan demam mendadak
2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesi, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda-
tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechia), dan ruam (purpura). Terkadang
juga ditandai dengan mimisan, berak darah, muntah darah, hingga kesadaran menurun.

Demam bukan DBD adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal. Bila diukur pada rektal
>38°C, diukur pada oral >37,8°C, dan bila diukur melalui aksila >37,2°C. Demam bukan DBD
merupakan demam yangterjadi bukan karena virus dengue. Pada demam bukan DBD ini tidak
terjadi tanda dan gejala seperti yang terjadi pada DBD. Sehingga dapat dikatakan bahwa demam
bukan DBD adalah demam yang umum terjadi pada bayi dan balita ataupun demam yang
disebabkan oleh penyakit lain.

2.2 KLASIFIKASI DEMAM BERDARAH DENGUE

Untuk melakukan klasifikasi dalam demam berdarah dengue harus dilihat dari manifestasi
klinik (tanda dan gejala) yang muncul atau dialami. Klasifikasi demam untuk demam berdarah
dangue menurut MTBS (2011) dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Demam berdarah dengue (DBD)
2. Demam mungkin DBD
3. Demam mungkin bukan DBD

Gejala Klasifikasi
·
- - - Ada tanda-tanda syok atau gelisah, ATAU
· - Muntah bercampur darah/seperti kopi, ATAU
· - Berak berwarna hitam, ATAU
· - Perdarahan dari hidung atau gusi, ATAU DEMAM BERDARAH DENGUE
(DBD)
· - Bintik-bintik perdarahan di bawah kulit (petekie) dan uji
torniket positif, ATAU
· - Sering muntah

·
- Demam mendadak tinggi dan terus-menerus, ATAU
· - Nyeri ulu hati atau gelisah, ATAU MUNGKIN DBD
· - Bintik-bintik perdarahan di kulit dan uji torniket (-)

DEMAM MUNGKIN BUKAN


- Tidak ada satupun gejala di atas
DBD

C. Manifestasi Klinik Demam Berdarah Dengue


Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DBD dengan masa inkubasi
antara 3-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut atau suhu meningkat tiba-tiba,
sering disertai menggigil, saat demam pasien compos mentis. Gejala klinis lain yang sangat
menonjol adalah terjadinya perdarahan pada saat demam dan tak jarang pula dijumpai pada saat
penderita mulai bebas dari demam. Perdarahan yang terjadi dapat berupa :
a. Perdarahan pada kulit atau petechie, echimosis, hematom.
b. Perdarahan lain seperti epistaksis, hematemesis, hematuri dan melena.
Selain demam dan perdarahan yang merupakan ciri khas DBD, gambaran klinis lain yang tidak
khas dijumpai pada penderita DBD adalah :
a. Keluhan pada saluran pernafasan seperti batuk, pilek, sakit pada waktu menelan.
b. Keluhan pada saluran pencernaan : mual, muntah, anoreksia, diare, konstipasi.
c. Keluhan sistem tubuh yang lain : nyeri atau sakit kepala, nyeri pada otot tulang dan sendi, nyeri
otot abdomen, nyeri uluhati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, kemerahan pada kulit, muka,
pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotofobia, otot-otot sekitar mata sakit bila disentuh
dan pergerakan bola mata terasa pegal.
Pada hari pertama sakit, penderita panas mendadak secara terus-menerus dan badan terasa lemah
atau lesu. Pada hari kedua atau ketiga akan timbul bintik-bintik perdarahan, lembam atau ruam
pada kulit di muka, dada, lengan atau kaki dan nyeri ulu hati serta kadang-kadang mimisan,
berak darah atau muntah. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba.
Kemungkinan yang selanjutnya adalah penderita sembuh atau keadaan memburuk yang ditandai
dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan banyak mengeluarkan keringat. Bila keadaan
berlanjut, akan terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi lemah atau tidak teraba) kadang
kesadarannya menurun (Mubin, 2005: 8).
Kriteria klinis DBD menurut WHO 1986 (dalam Arif. M, 2001; 429) adalah:
a. Demam akut yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis. Demam disertai
gejala tidak spesifik .
b. Manifestasi perdarahan.
c. Pembesaran hati dan nyeri tekan tanpa ikterus
d. Dengan/adanya renjatan
e. Kenaikan nilai hematokrit.
Menurut (Mubin, 2009) derajat penyakit DBD terbagi empat derajat :
1. Derajat 1 :
Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan (uji tourniquet positif)
2. Derajat II
Seperti derajat I disertai perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain pada hidung (epistaksis)
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(kurang dari 20 mm/Hg) / hipotensi disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah
4. Derajat IV
Renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur, akral dingin
dan akan mengalami syok.

ETIOLOGI

Penyebab demam (febris) yang paling sering adalah adanya produksi pirogen
endogen dan pirogen eksogen. Pirogen endogen berasal dari dalam tubuh yang mempunyai
kemampuan merangsang demam dengan mempengaruhi kerja pusat pengaturan suhu di
hipotalamus. Pirogen endogen secara langsung mengubah titik ambang suhu
hipotalamus menghasilkan pembentukan panas dan konservasi demam merupakan salah
satu manifestasi respon yang di hasilkan oleh mekanisme pertengahan hospes yang
ditengahi situkin demam juga sering di sebabkan karena terjadinya suatu infeksi
(Sodikin, 2012). Penyebab yang sering terjadi yaitu karena infeksi saluran pernapasan
atas, otitis media, sinusitis, bronchiolitis, pneumonia, pharyngitis, abses gigi,
ginngivostomatitis, gastroenteritis, infeksi saluran kemih, pyelonephritis, meningitis,
bacteremia, reaksi imun, neoplasma, osteomyelitis (Suriadi dan Yuliani, 2010).

2.3 PATOFISIOLOGI

Demam sering kali dikaitkan dengan adanya gangguan pada “setpoint” hipotalamus oleh
karena infeksi, alergi,endotoxin, atau tumor (Suriadi dan Yuliani, 2010). Suhu tubuh diatur
oleh hipotalamus yang mengatur keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas.

Produksi panas tergantung pada aktivitas metabolik dan aktivitas fisik. Kehilangan panas terjadi
melalui radiasi, evaporasi, konduksi dan konveksi. Dalam keadaan normal termostat di
hipotalamus selalu diatur pada set point sekitar 37 ºC, setelah informasi tentang suhu
diolah di hipotalamus selanjutnya ditentukan pembentukan dan
pengeluaran panas sesuai dengan perubahan set point. Hipotalamus posterior bertugas
meningkatkan produksi panas dan mengurangi pengeluaran panas. Bila hipotalamus
posterior menerima informasi suhu luar lebih rendah dari suhu tubuh maka pembentukan
panas ditambah dengan meningkatkan metabolisme dan aktivitas otot rangka dalam bentuk
menggigil dan pengeluaran panas dikurangi dengan vasokontriksi kulit dan pengurangan
produksi keringat sehing ga suhu tubuh tetap dipertahankan tetap. Hipotalamus anterior
mengatur suhu tubuh dengan cara mengeluarkan panas. Bila hipotalamus anterior menerima
informasi suhu luar lebih tinggi dari suhu tubuh maka pengeluaran panas ditingkatkan
dengan vasodilatasi kulit dan menambah produksi keringat. Umumnya peninggian suhu tubuh
terjadi akibat peningkatan set point. Infeksi bakteri menimbulkan demam karena endotoksin
bakteri merangsang sel PMN untuk membuat pirogen endogen yaitu interleukin-1,
interleukin 6 atau tumor nekrosis faktor.

Pirogen endogen bekerja di hipotalamus dengan bantuan enzim siklooksigenase membentuk


protaglandin selanjutnya prostaglandin meningkatkan set point hipotalamus (Sodikin,
2012). Selain itu pelepasan pirogen endogen diikuti oleh pelepasan
cryogens(antipiretik endogen) yang ikut memodulasi peningkatan suhu tubuh dan mencegah
peningkatan suhu tubuh pada tingkat yang mengancam jiwa (Kania, 2007). Ada tiga fase
yang terjadi selama demam berlangsung, antara lain sebagai berikut :

1)Fase I (awitan dingin atau menggigil)

a)Peningkatan denyut jantung

b)Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan

c)Menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot

d)Kulit pucat dan dingin akibat vasokonstriksi

e)Merasakan sensasi dingin

f)Dasar kuku mengalami sianosis

g)Rambut kulit berdiri

h)Pengeluaran keringat berlebihan

i)Peningkatan suhu tubuh

2)Fase II (proses demam)

a)Proses menggigil hilang

b)Kulit terasa hangat (panas)

c)Merasa tidak panas (dingin)

d)Peningkatan nadi dan laju pernapasan

e)Peningkatan rasa haus

f)Dehidrasi ringan sampai berat


g)Mengantuk, delirium, atau kejang akibat iritasi sel saraf

h)Lesi mulut herpetic

i)Kehilangan nafsu makan

j)Kelemahan, keletihan, dan nyeri ringan pada otot akibat

katabolisme protein

3)Fase III (pemulihan)

a)Kulit tampak merah dan hangat

b)Berkeringat

c)Menggigil ringan

d)Kemungkinan mengalami dehidrasi (Sodikin, 2012)

Manifestasi Klinis

Suriadi dan Yuliani (2010), mengemukakan dalam bukunya bahwa

gambaran demam adalah sebagai berikut :

1)Demam

2)Temperatur 38,9 celcius sampai 40,6 celcius

3)Menggigil

4)Berkeringat

5)Gelisah atau lethargy

6)Tidak ada nafsu makan

7)Nadi dan pernapasan cepat

8)Petechiae

e.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan febris menurut Sodikin (2012) adalah sebagai berikut:

1)Pemberian antipiretik

2)Melakukan kompres

3)Memakai pakaian yang tipis agar panas dapat keluar dengan cepat

4)Memberikan anak banyak minum untuk mencegah dehidrasi

Sedangkan penatalaksanaan demam menurut Suriadi dan Yuliani

(2010) adalah sebagai berikut :


1)Monitor temperatur secara ketat

2)Beri antibiotik dan antipiretik sesuai program

3)Kompres dengan air hangat

4)Memberikan cairan oral (minum) yang adekuat

5)Kompres dengan air hangat

6)Ajarkan pada orangtua cara mengukur suhu tubuh anak

f.Komplikasi

Sodikin (2012), komplikasi atau penyulit pada kasus febris adalah

sebagai berikut :

1) Demam sangat tinggi atau lebih dari 41C

2)Terjadi kejang

3) Demam berlanjut lebih dari 3 hari

4) Tubuh sangat lemas

5) Tidak mau makan atau minum

6) Kehilangan kesadaran

7) Muntah-muntah

B. Teori Manajemen Kebidanan

1.Pengertian

Menajemen kebidanan adalah metode atau bentuk pendekatan yang digunakan bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan sehingga langkah-langkah dlam manajemen kebidanan
merupakan alur pikir bidan dalam memecahkan masalah atau pengambilan keputusan klinis
(Jannah, 2011).

2.Proses Asuhan Kebidanan

Adapun tujuh langkah proses menajemen menurut Varney (2007), yaitu :

a. Langkah I : Pengkajian

Pada langkah pertama ini melakukan pengkajian dengan mengumpulkan data


dasar, data subyektif, dan obyektif semua informasi yang akurat dari semua sumber
yang berkaitan dengan kondisi klien secara lengkap pengkajian balita dengan febris antar

(Data Subyektif)

Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara langsung kepada pasien atau
keluarga pasien (Matondang, dkk, 2009).

a)Identitas
Adalah data bagian yang diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperiksa benar-benar
anak yang dimaksud sehingga tidak sampai terjadi kekeliruan dengan anak yang lain
(Matondang, dkk, 2009). Identitas tersebut meliputi :

(1)Nama Bayi atau Balita

Diperlukan untuk memastikan identitas pasien yang diperiksa. Nama harus jelas,
lengkap (nama depan, nama tengah (bila ada), nama keluarga, dan nama panggilan
akrabnya (Matondang, dkk, 2009).

(2) Umur

Umur balita / anak disesuaikan dengan tanggal lahir, bisa dilihat pada KMS atau kartu
pemeriksaan lainnya , dikaji untuk menentukan periode anak yang dihubungkan dengan
morbiditas dan pemeriksaan klinis (Matondang, dkk, 2009).

(3)Jenis kelamin

Identitas seks (sex-linked) pasien yang diperlukan juga untuk penilaian data pemeriksaan
klinis (Matondang, dkk, 2009).

(4)Anak ke

Dikaji untuk mengetahui berapa jumlah keluarga

(5)Nama Orangtua

Nama orangtua ditulis dengan jelas agar tidak keliru dengan orang lain (Matondang,
dkk, 2009).

(6)Umur Orangtua

Umur orangtua dikaji untuk menentukan cara pendekatan dalam menjelaskan informasi
kesehatan (Matondang, dkk, 2009).

(7)Agama

Kepercayaan seseorang (secara rohani) yang juga menunjang perilaku kehidupan


sehari-hari (Matondang, dkk, 2009).

(8)Pendidikan Orang tua

Pendidikan orangtua dikaji untuk menentukan cara pendekatan dalam menjelaskan


informasi kesehatan, penjelasan tentang penentuan penatalaksanaan selanjutnya (Matondang,
dkk, 2009).

(9)Pekerjaan Orang tua

Pekerjaan orang tua dikaji untuk menentukan cara pendekatan dalam penentuan
perawatan anak / balita dan jenis pemeriksaan penunjang yang diperlukan yang
berhubungan dengan pembiayaan Umur orangtua dikaji untuk menentukan cara
pendekatan dalam menjelaskan informasi kesehatan (Matondang, dkk, 2009).

(10) Alamat

Menunjukkan dimana pasien tinggal, hendaknya alamat ditulis dengan jelas dan lengkap
(Matondang, dkk, 2009)

(2)Keluhan Utama

Keluhan utama adalah alasan orang tua membawa anaknya untuk mencari layanan
kesehatan (Muscari, 2005). Keluhan utama juga bisa berupa gejala atau keluhan yang
terjadi pada pasien (Matondang, dkk, 2009). Pada kasus febris keluhan yang dirasakan balita
biasanya adalah rewel, susah minum, nafsu makan berkurang (Aden, 2010).

3)Riwayat Kesehatan yang lalu

a)Imunisasi

Status imunisasi klien diperlukan untuk mengetahui status perlindungan pediatrik


yang diperoleh, juga membantu diagnosis (Matondang, dkk , 2009).

b)Riwayat kesehatan keluarga atau menurun

Dikaji untuk memperoleh gambaran berbagai penyakit bawaan dan penyakit keturunan seperti
terdapat riwayat hipertensi, riwayat kembar dan penyakit seperti TBC, Hepatitis, jantung
dan lain-lain (Matondang, dkk, 2009).

c)Riwayat Penyakit yang lalu

Untuk mengetahui riwayat penyakit yang lalu yang mungkin berhubungan dengan penyakit
yang dialami untuk membantu dalam pembuatan diagnosis (Matondang, dkk, 2009).

d) Riwayat Penyakit Sekarang

Dikaji untuk mengetahui apakah anak mengalami gejala tambahan selain dari
penyakit sekarang yang diderita (Matondang, dkk, 2009).

e) Riwayat sosial

Pengkajian untuk mengetahui siapa yang mengasuh dan pola asuh dikeluarga, sosialisasi
dengan teman sebaya, keadaan lingkungan rumah yang dihubungkan dengan perjalanan
penyakit untuk membantu diagnosis dan penatalaksanaan (Muscari, 2005).

Pola Kebiasan Sehari-hari

a)Pola Nutrisi

Dikaji tentang makanan yang dikonsumsi anak, baik sebelum sakit maupun selama sakit
untuk menentukan pemenuhan kebutuhan nutrisi (Matondang, dkk, 2009). Pada kasus
balita dengan febris anak susah makan dan minum (Aden, 2010).
b)Pola Istirahat atau tidur

Untuk mengetahui berapa lama anak tidur siang dan malam, dan barang-barang penyerta
tidur untuk mengoptimalkan pola istirahat pada anak (Muscari, 2005).

c)Pola Hygiene

Untuk mengetahui bagaimana cara menjaga kebersihan pada anak seperti berapa kali mandi
dalam sehari (Muscari, 2005)

d)Pola Aktivitas

Pengkajian mengenai jenis dan kesukaan dalam bermain, lama waktu bermain (Muscari,
2005).

e)Pola eliminasi

Pengkajian tentang kebiasaan BAB dan BAK pada anak (Matondang, dkk, 2009).

2)Pemeriksaan Fisik

Data obyektif adalah data yang dapat di observasi dan dilihat oleh tenaga kesehatan (Nursalam,
2013).

a)Keadaan umum, bayi/balita meliputi :

Keadaan atau kesan saat sakit, meliputi ekspresi, atau wajah pasien (Matondang, dkk,
2009).

b)Kesadaran

Penilaian kesadaran dinyatakan sebagai Composmentis, apatis, somnolen, soper, koma,


delirium. Pada kasus anak dengan febris kesadaaran apatis (Matondang, dkk, 2009).

c)Tanda-tanda vital meliputi :

(1)Denyut Nadi

Menilai frekuensi atau laju nadi, irama, isi atau kualitas serta ekualitas nadi. Pada kasus
anak dengan febris terjadi takikardia yaitu laju denyut nadi yang lebih cepat dari normal
(Matondang, dkk, 2009).

(2)Pernafasan

Menilai laju pernafasan, irama atau keteraturan, kedalaman dan tipe atau pola pernafasan.
Pada kasus balita dengan febris terjadi pernafasan yang lebih cepat dari normal
(Matondang, dkk, 2009)

(3)Suhu

Suhu dapat meningkat apabila anak menangis, setelah makan, setelah bermain dan
ansietas atau terjadi kecemasan (Matondang, dkk, 2009). Pada kasus balita dengan febris
suhu diatas normal yaitu temperatur rektal > 380C, pengukuran melalui aksila > 37,5
0C (Kania, 2007)

Antropometri

(1)Lingkar Kepala

Untuk mengetahui pertumbuhan otak (normal sentil ke-5 sampai sentil ke-95 atau -2SB
sampai +2SB) (Matondang, dkk, 2009).

(2)Lingkar dada

Untuk mengetahui keterlambatan pertumbuhan (Matondang, dkk, 2009)

(3)Panjang badan

Untuk mengetahui status nutrisi dan pertumbuhan fisik anak (Matondang, dkk, 2009).

(4)Berat badan

Untuk menilai apakah ada masalah dalam pemenuhan nutrisi pada anak (Matondang, dkk,
2009).

3)Pemeriksaan Sistematis

Pemeriksaan sistematis melibatkan pemeriksaan dari ujung kepala sampai ujung


kaki,Muscari (2005) mengemukakan pemeriksaan yang dilakukan secara sistematis adalah
sebagai berikut :

a)Kulit : Untuk mengetahui warna, kelembaban, turgor kulit, suhu.

b)Kepala : Untuk mengetahui ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan keadaan fontanel.

c)Muka : Untuk mengetahui apakah ada pembengkakan atau tidak, pucat atau menahan sakit,

d)Leher : Kaji kelenturan dan rentang gerak, apakah ada pembengkakan kelenjar thyroid.

e)Mata : Kaji ketajaman penglihatan, lakukan pemeriksaan internal dan eksternal pada mata.

f)Telinga : Kaji ketajaman pendengaran, periksa apakah ada tanda-tanda pembengkakan dn


nyeri tekan pada belakang telinga.

g)Hidung : Kaji pembengkakan, warna, bentuk hidung dan pernafasan.

h)Mulut : Kaji erupsi gigi dan kondisi jusi, vivir, gigi geligi, palatum, tonsil, lidah, dan mukosa
bukal.

i)Dada : Kaji bentuk, kesimetrisan, lesi

j)Perut : Kaji penampakan umbilicus, bentuk, bising usus, adanya massa, adanya nyeri tekan,
adanya asites

k)Anogenital :

(1)Perempuan Kaji tahap perkembangan seksual, vulva, pembengkakan

(2)Laki-laki

Kaji tahap perkembangan seksual, adakah pembengkakan


2.Ekstremitas

Kaji kesejajaran tubuh, kesimetrisan, rentang gerak, pembengkakan, kemerahan, nyeri


tekan dan hangat

1)Pemeriksaan tingkat perkembangan balita .Tingkat perkembangan balita menurut Rhida


(2014), adalah sebagai berikut :

a)Motorik Kasar

b)Motorik Halus

c)Sosial Emosional

d)Pertumbuhan fisik

2)Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendukung pemeriksaan yang tak dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik yang
meliputi pemeriksaan laboratorium serta terapi (Matondang, dkk, 2009). Pada kasus
febris pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan hematologi
(pemeriksaan darah) diperlukan jika demam pada anak lebih dari tiga hari (Sodikin, 2012).

b.Langkah II : Interpretasi Data

Menginterpretasikan data dasar untuk kemudian diproses menjadi diagnosa kebidanan,


masalah serta kebutuhan perawatan kesehatan.

1)Diagnosa kebidanan

Diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktik kebidanan (Varney, 2006).

Balita X Umur ......... dengan Febris

Data Dasar :

Data Subyektif :

Ibu mengatakan umur balita......

Ibu mengatakan nama balita.......

Ibu mengatakan anak balitanya rewel, susah minum, nafsu makan

berkurang

Data Obyektif :

(a)Keadaan umum : ...

(b)Kesadaran : ...

(c)Tanda-tanda vital :

Nadi : kali/menit,

respirasi : kali/menit,

Suhu : ºC
(d) BB Sebelum sakit : kg

BB selama sakit : kg

(e)Panjang badan : cm

(f)Lingkar kepala : cm

(g)Lingkar dada : cm

(h)LLA : cm

(i)Ekstremitas :

2. Masalah

Masalah adalah hal-hal yang muncul dan bisa juga berkaitan dengan keadaan klien
(Varney, 2006). Kasus balita dengan febris masalah yang timbul adalah balita susah
minum dan nafsu makan berkurang (Aden, 2010).

3)Kebutuhan

Kebutuhan merupakan hal-hal yang dibutuhkan pasien dan belum teridentifikasi dalam
diagnosa dan masalah (Varney, 2006). Kebutuhan pada balita dengan febris adalah
memberikan cairan oral yang adekuat serta peningkatan pemenuhan kebutuhan nutrisi untuk
balita (Suriadi dan Yuliani, 2010).

c.Langkah III : Diagnosa Potensial

Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial berdasarkan masalah dan diagnose kebidanan
saat ini yang dialami klien (Varney, 2006). Pada kasus balita dengan febris diagnosa
potensial terjadi kejang demam (Sodikin, 2012)

d.Langkah IV : Antisipasi

Mengdentifikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk
melakukan antisipasi, pencegahan jika memungkinkan, dan persiapan terhadap semua
keadaan yang mungkin muncul untuk keselamatan jiwa balita dengan melakukan
kolaborasi dan konsultasi dengan dokter (Varney, 2006). Pada kasus balita dengan
febris kolaborasi dengan Dokter Spesialis Anak dalam pemberian antipiretik yaitu paracetamol
syrup 120mg/5ml 3x1 maksimal pemberian 6 kalidalam sehari (Sodikin, 2012).

e.Langkah V : Perencanaan

Langkah ini merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yangtelah diidentifikasi
atau diantisipasi dan juga merupakan pengembangan perencanan asuhan menyeluruh
yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya (Varney, 2006).

Penatalaksanaan febris menurut Sodikin (2012) adalah sebagai berikut:

1)Pemberian antipiretik yaitu paracetamol syrup 120mg/5ml 3x1 maksimal pemberian 6 kali
dalam sehari

2)Melakukan kompres hangat

3)Memakai pakaian yang tipis agar panas dapat keluar dengan cepat
4)Memberikan anak banyak minum untuk mencegah dehidrasi Sedangkan penatalaksanaan
demam menurut Suriadi dan Yuliani (2010) adalah sebagai berikut :

1)Monitor temperatur secara ketat

2)Beri antibiotik dan antipiretik sesuai program

3)Kompres dengan air hangat

4)Memberikan cairan oral (minum) yang adekuat

5)Kompres dengan air hangat

6)Ajarkan pada orangtua cara mengukur suhu tubuh anak

f.Langkah VI : Penatalaksanaan

Melaksanakan rencana perawatan secara menyeluruh, bisa dilakukan oleh bidan atau tim
kesehatan yang lain (Varney, 2006).

g.Langkah VII : Evaluasi

Langkah ini merupakan evaluasi apakah rencana asuhan tersebut yang meliputi pemenuhan
kebutuhan benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan dalam masalah dan diagnosa
(Varney, 2006). Hasil evaluasi yang diharapkan menurut Suriadi dan Yuliani (2010) :

1)Keadaan umum baik

2)Panas turun

3)Tidak terjadi kejang

Data perkembangan

Metode pendokumentasian data perkembangan yang digunakan dalam asuhan kebidanan


menurut pada balita dengan Febris adalah SOAP, adalah sebagai berikut : (Jannah, 2011)

S :Subyektif Menggambarkan dokumentasi hasil pengumpulan data klien melalui


anamnesis sebagai langkah I Varney.

O :Obyektif

Menggambarkan pendokementasioan hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan


uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data focus untuk mendukung asuhan sebagai
langkah 1 Varney.

A :Assessment

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan Iterpretasi datasubjektif dan objektif


dalam suatu identifikasi. Diagnosa potensial meliputi diagnosa yang mungkin timbul serta
cara untuk mengantisipasinya.

1.Diagnosa /masalah

2.Antisipasi

3.Perlunya tindakan segera oleh bidan/dokter, konsultasi/ kolaborasi dan atau tujuan
sebagai langkah 2,3 dan 4 Varney
P: Menggambarkan dokumentasi tingkatan (I) dan

Evaluasi

perencanaan (E). Berdasarkan pengkajian langkah 5, 6, dan 7

Varney.

Anda mungkin juga menyukai