Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR KEPRAWATAN

NON HEMORAJIK STROKE ( NHS )

(CI INSTITUSI) (CI LAHAN)

OLEH:

TINGKAT : 4A KEPERAWATAN

Suhastin Agaman
201601041

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANWIDYA NUSANTARAPALU
TAHUN AJARAN 2019/2020
I. KONSEP TEORI
A. Pengertian
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang
disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada
siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Stroke merupakan sindrom klinis akibat
gangguan pembuluh darah otak, timbul mendadak dan biasanya mengenai
penderita usia 45-80 tahun, umumnya laki-laki sedikit lebih sering terkena
daripada perempuan (Rasyrid, 2008).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Muttaqin,
2008)
B. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan
oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik
juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap
proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade
iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang
melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan
dan bagian kiri atrium atau ventrikel.
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis.
3) Fibrilasi atrium
4) Infarksio kordis akut
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-
sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,
katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3
persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya
terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.
2. Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari
arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus
aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,
defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
C. Patofisiologi
Pada stroke trombolitik, oklusi disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena thrombus yang makin lama makin menebal, sehingga
aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik
yang akan berlanjut menjadi infark. Dalam waktu 72 jam daerah tersebut akan
mengalami edema dan lama-kelamaan akan terjadi nekrosis . lokasi yang paling
sering pada stroke thrombosis adalah dipercabangan arteri karotis besar dan arteri
vertebra yang berhubungan dengan arteri basiler. Onset stroke trombolitit biasanya
berjalan lambat.
Stroke embolit terjadi karena adanya emboli yang lepas dari bagian tubuh lain
sampai ke arteri karotis, emboli tersebut terjebak dipembuluh darah otak yang lebih
kecil dan biasanya pada daerah percabangan lumen yang sempit, yaitu arteri karotis di
bagian tengah atau Middle Carotid Artery (MCA). Dengan adanya sumbatan oleh
emboli akan menyebabkan iskemi.
D. Manifestasi Klinis
1. Tiba-tiba merasa lemah, kesemutan atau kelumpuhan di wajah, lengan atau
kaki, biasanya di satu sisi tubuh.
2. Cadel atau susah berbicara, disartria, kesulitan untuk memahami orang lain.
3. Tiba-tiba mengalami kebutaan pada salah satu atau kedua mata, penglihatan
kabur, penglihatan ganda (diplopia).
4. Pusing,vertigo, kehilangan keseimbangan atau koordinasi seperti gangguan
gaya berjalan (gait disturbance).
5. Sinkop, tiba-tiba mengalami kehilangan kesadaran
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. MRI (Magnetik Resonance Imaging) : pemeriksaan MRI menunjukan daerah
yang mengalami infark atau hemoragik.
2. EEG (Electro Enchepalografi) : pemeriksaan EEG memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik.
3. Ultrasonografi dopler : pemeriksaan ultra-sonografi dopler mengidentifikasi
penyakit arteriovena
4. Sinar-X (foto rontgen) : pemeriksaan foto rontgen menggambarkan perubahn
kelenjar lempeng pineal
5. CT-Scan : pemeriksaan CT-Scan memperlihatkan adanya edema, hematoma,
iskemia, dan adanya infark.
6. Agiografi serebral : pemeriksaan Agiografi serebral membantu menentukan
penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri
7. Fungsi lumbal : pemeriksaan fungsi lumbal menunjukan adanya tekanan
normal tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan
adanya perdarahan.

F. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan umum ini digunakan pedoman 5B yaitu,
1. Breathing, harus dijaga agar jalan nafas bebas dan bahwa fungsi paru-paru
cukup baik. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah
berkurang.
2. Brain, edema otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi
edma otak,dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk,adanya
bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi,dapat diberikan manitol.
Untuk mengatasi klejang yang timbul dapat diberikan diphenylhydantoin atau
carbamazepine
3. Blood, pengobatan hipertensi pada Fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi
yang justru akan menambah iskemik lagi. Kadar Hb Dan glukosa harus dijaga
cukup baik untuk mebolisme otak. Pemberiaan infus glukos harus diocegah
karena akan menambah ah terjadinya asidosis di daerah infark yang ini akan
mempermudah terjadinya edema. Begitu juga dengan keseimbangan elektrolit
harus dijaga.
4. Bowel, defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi
karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup bila perlu diberikan
nasogatric tube.
5. Bladder, miksi dan balance cairan harus diperhatikan,jangan sampai terjadi
retention urinae. Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia

Adapun farmakologi yang diberikan yaitu,


1. Diuretika : diuretic merupakan golongan obat yang berfungsi untuk
mengeluarkan cairan dari tubuh,pada kasus stroke pemberian diuretic bertujuan
untuk menurunkan edema serebral.
2. Anti koagulan : anti-koagulan adalah obat yang mencegah pembekuan darah
dapat berupa thrombus dan embolui. Pemberian obat anti-koagulan pada kasus
stroke bertujuan untuk mencengah memberatnya thrombosis dan embolisasi
3. Kortikosteroid : kostikosteroid merupan obat yang berperan dalam pencegahan
proses inflamasi. Kortikosteroid bertujuan untuk mengurangi pembengkakan
dan peningkatan tekanan dalam otak
G. Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi (infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis)
2. Berhubungan dengan paralisis (nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,
deformitas dan terjatuh)
3. Berhubungan dengan kerusakan otak (epilepsi dan sakit kepala)
4. Hidrocephalus
5. Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon

II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
6. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
7. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia.
Dan hipertensi arterial.
8. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
9. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria,
distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
10. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
11. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,
dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian
yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama
di muka.
12. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
13. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas,
whezing, ronchi.
14. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan
persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan
mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
15. Interaksi social
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
C. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitoring neurologis
serebral b.d aliran darah ke otak diharapkan suplai aliran darah keotak a. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk
terhambat. lancar dengan kriteria hasil: pupil
a. Nyeri kepala / vertigo berkurang b. Monitor tingkat kesadaran klien
sampai de-ngan hilang c. Monitir tanda-tanda vital
b. Berfungsinya saraf dengan baik d. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
c. Tanda-tanda vital stabil e. Monitor respon klien terhadap pengobatan
f. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
g. Observasi kondisi fisik klien
Terapi oksigen
a. Bersihkan jalan nafas dari sekret
b. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
c. Berikan oksigen sesuai intruksi
d. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem
humidifier
e. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
f. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
g. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
h. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen
selama aktifitas dan tidur
2 Kerusakan komunikasi verbal b.d Setelah dilakukan tindakan a. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /
penurunan sirkulasi ke otak keperawatan, diharapkan klien mampu memahamkan informasi dari / ke klien
untuk berkomunikasi lagi dengan b. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh
kriteria hasil: perhatian
a. dapat menjawab pertanyaan yang c. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam
diajukan perawat komunikasi dengan klien
b. dapat mengerti dan memahami d. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
pesan-pesan melalui gambar e. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap
c. dapat mengekspresikan interaksi dengan klien
perasaannya secara verbal maupun f. Programkan speech-language teraphy
nonverbal g. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi
dengan klien
3 Defisit perawatan diri: makan, Setelah dilakukan tindakan a. Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
mandi, berpakaian, toileting keperawatan, diharapkan kebutuhan b. Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam
berhubungan kerusakan mandiri klien terpenuhi, dengan kriteria makan, mandi, berpakaian dan toileting
neurovaskuler hasil: c. Berikan bantuan pada klien hingga klien
a. Klien dapat makan dengan bantuan sepenuhnya bisa mandiri
orang lain / mandiri d. Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan
b. Klien dapat mandi de-ngan bantuan aktivitas normal sesuai kemampuannya
orang lain e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
c. Klien dapat memakai pakaian perawatan diri klien
dengan bantuan orang lain / mandiri
d. Klien dapat toileting dengan
bantuan alat
4 Kerusakan mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada
kerusakan neurovas-kuler selama, diharapkan klien dapat sisi ekstrimitas yang sehat
melakukan pergerakan fisik dengan b. Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas
kriteria hasil : yang parese / plegi dalam toleransi nyeri
a. Tidak terjadi kontraktur otot dan c. Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah
footdrop atau mangurangi bengkak
b. Pasien berpartisipasi dalam d. Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan
program latihan dan mencapai kemampuan klien
keseimbangan saat duduk e. Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi
c. Pasien mampu menggunakan sisi seperti yang disarankan
tubuh yang tidak sakit untuk f. Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan
kompensasi hilangnya fungsi pada sendi
sisi yang parese/plegi
5 Resiko kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan perawatan a. Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya
b.d immobilisasi fisik selama, diharapkan pasien mampu luka tekan, tanda dan gejala luka tekan, tindakan
mengetahui dan mengontrol resiko pencegahan agar tidak terjadi luka tekan)
dengan kriteria hasil : b. Berikan masase sederhana
a. Klien mampu menge-nali tanda dan 1) Ciptakan lingkungan yang nyaman
gejala adanya resiko luka tekan 2) Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk
b. Klien mampu berpartisi-pasi dalam pelicin
pencegahan resiko luka tekan 3) Lakukan masase secara teratur
(masase sederhana, alih ba-ring, 4) Anjurkan klien untuk rileks selama masase
manajemen nutrisi, manajemen 5) Jangan masase pada area kemerahan utk
tekanan). menghindari kerusakan kapiler
6) Evaluasi respon klien terhadap masase
c. Lakukan alih baring
1) Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam
2) Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin
untuk mengurangi kekuatan geseran
3) Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
d. Berikan manajemen nutrisi
1) Kolaborasi dengan ahli gizi
2) Monitor intake nutrisi
3) Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat
untuk memelihara ke-seimbangan nitrogen
positif
e. Berikan manajemen tekanan
1) Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah-
pecah
2) Beri pelembab pada kulit yang kering dan
pecah-pecah
3) Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
4) Monitor aktivitas dan mobilitas klien
6 Resiko Aspirasi berhubungan Setelah dilakukan tindakan perawatan, Aspiration Control Management :
dengan penurunan tingkat diharapkan tidak terjadi aspirasi pada a. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk
kesadaran pasien dengan kriteria hasil : dankemampuan menelan
a. Dapat bernafas dengan mudah, b. Pelihara jalan nafas
frekuensi pernafasan normal c. Lakukan saction bila diperlukan
b. Mampu menelan, mengunyah d. Haluskan makanan yang akan diberikan
tanpa terjadi aspirasi e. Haluskan obat sebelum pemberian
7 Resiko Injuri berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan perawatan, Risk Control Injury
penurunan tingkat kesadaran diharapkan tidak terjadi trauma pada a. menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien
pasien dengan kriteria hasil: b. memberikan informasi mengenai cara mencegah
a. bebas dari cedera cedera
b. mampu menjelaskan factor resiko c. memberikan penerangan yang cukup
dari lingkungan dan cara untuk d. menganjurkan keluarga untuk selalu menemani
mencegah cedera pasien
c. menggunakan fasilitas kesehatan
yang ada
8 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan perawatan, Respiratori Status Management
berhubungan dengan penurunan diharapkan pola nafas pasien efektif a. Pertahankan jalan nafas yang paten
kesadaran dengan kriteria hasil : b. Observasi tanda-tanda hipoventilasi
a. Menujukkan jalan nafas paten ( c. Berikan terapi O2
tidak merasa tercekik, irama nafas d. Dengarkan adanya kelainan suara tambahan
normal, frekuensi nafas e. Monitor vital sign
normal,tidak ada suara nafas
tambahan
b. Tanda-tanda vital dalam batas
normal
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan
Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai