Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TERAPI MODALITAS PADA ANAK

TERAPI BERMAIN PUZZLE MENINGKATKAN KEMAMPUAN SOSIALISASI ANAK R


ETARDASI MENTAL

Dosen pembimbing :

Ns. Ganis Indriati, M.Kep.,Sp.Kep.An

Disusun Oleh:

Anggi wahyudi 1711122683

Idzni Nelia Mustafa 1711113724

Reztika Cahyani 1711113681

A 2017 3

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan ke kehadirat Allah SWT, karena atas
karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Modalitas dalam
keperawatan. Dan juga penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak
sempat penulis sebutkan satu persatu yang turut membantu kelancaran penyusunan makalah
ini.
Dalam makalah ini disajikan bahasan tentang terapi bermain puzzle meningkatkan
kemampuan sosialisasi anak retardasi mental. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sitematikanya. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna dan
memberikan manfaat khususnya bagi mahasiswa dan umumnya bagi pembaca.

Pekanbaru, 02 desember 2019


Penulis

Kelompok 15

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusaan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II TINJAUAN TEORI 3
A. Defenisi Terapi Bermain 3
B. Manfaat Terapi Bermain 3
C. Prinsip dalam Aktivitas Bermain 4
D. Retardasi Mental 6
BAB III PEMBAHASAN 7
BAB IV PENUTUP 10
DAFTAR PUSTAKA 11

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak tuna grahita atau disebut juga retardasi mental (RM) mempunyai fungsi
intelektual dibawah rata – rata (70) yang muncul bersamaan dengan kurangnya
perilaku adaptif, ketidakmampuan beradaptasi dengan kehidupan sosial sesuai tingkat
perkembangan dan budaya, awitannya sebelum usia 18 tahun (Wong 2004). Anak RM
mengalami keterbatasan sosialisasi dikarenakan tingkat intellegensianya yang rendah,
sehingga cukup sulit untuk mempelajari informasi dan keterampilan – keterampilan
menyesuaikan diri dengan lingkungan (Soetjiningsih 1998). RM akan menimbulkan
masalah bagi masyarakat, keluarga maupun pada individu penyandangnya, terutama
RM berat dan sangat berat, karena penyandang RM ini tidak dapat melaksanakan
tugasnya sebagai anggota masyarakat sesuai ketentuan – ketentuan yang ada
(Somantri 2007).
Kemampuan sosialisasi sangat penting bagi anak RM, karena mereka harus
belajar mewujudkan dirinya sendiri dan diharapkan anak merasa bahwa dirinya punya
pribadi yang ada persamaan dan perbedaan dengan pribadi yang lain. Diharapkan
anak RM dapat menemukan tempat tertentu dalam masyarakat yang sesuai dengan
kemampuannya dan dapat mengembangkan tingkah laku yang sesuai serta dapat
diterima oleh masyarakat (Astuti 2009). Saat ini lingkungan melihat anak RM sebagai
individu yang aneh, memiliki kekurangan dan tidak dapat berkarya (Somantri 2007).
Penilaian yang demikian mengakibatkan anak RM benar – benar kurang berharga dan
sangat berpengaruh terhadap perkembangan sosialisasinya (Somantri 2007). Anak
RM cenderung bergaul dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan
terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan
bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi (Somantri 2007).
Adanya hambatan dalam perkembangan sosialisasi mengakibatkan kecenderungan
menyendiri serta memiliki sifat tertutup (Rizka 2009).
Memberikan terapi bermain pada anak RM, berupa bentuk permainan
cooperative play dengan puzzle. Cooperative play adalah permainan yang melibatkan
interaksi sosial dalam kelompok dimana dapat ditemui identitas kelompok dan
kegiatan yang terorganisir antara pemimpin dan anggota kelompok (Santrock 2000).
Dalam cooperative play disini, salah satu yang diterapkan adalah dengan puzzle.
Menurut Susasanti (2009), puzzle merupakan salah satu permainan yang dapat
meningkatkan kreativitas dan merangsang
1
B. Rumusan Masalah
Terapi bermain yang akan dilaksanakan yaitu bermain menyusun puzzle.
Alasan memilih terapi bermain menyusun puzzle adalah untuk mengembangkan
kemampuan bersosialisasi anak dengan retardasi mental. Maka dari itu penelitian ini
berguna untuk mengetahui bagaimana efektifitas dari terapi bermain puzzle terhadap
kemampuan sosialisasi pada anak degan retardasi mental.
C. Tujuan

Mengetahui terapi bermain puzzle untuk meningkatkan sosialisasi anak


dengan retardasi mental

BAB II
TINJAUAN TEORI

2
A. Defenisi Terapi Bermain
Menurut Thompson dan Henderson (2007) terapi bermain adalah penggunaan model-
model teoritis secara sistematis untuk menjalin sebuah proses interpersonal dimana
seorang terapis menggunakan kekuatan-kekuatan terapetik dari kegiatan bermain, untuk
membantu para klien dalam mencegah atau mengatasi masalah-masalah psikososial dan
mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan secara optimal.
Terapi Bermain adalah pemanfaatan permainan sebagai media yang efektif oleh
terapis, untuk membantu klien mencegah atau menyelesaikan kesulitan-kesulitan
psikososial, mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal melalui eksplorasi
atau ekspresi diri.

B. Manfaat Bermain
Bermain merupakan aktivitas penting pada masa anak-anak. Berikut ini adalah
bererapa manfaat bermain pada anak-anak :
1. Perkembangan aspek fisik. Anggota tubuh mendapat kesempatan untuk
digerakkan, anak dapat menyalurkan tenaga (energi) yang berlebihan,
sehingga ia tidak merasa gelisah.
2. Perkembangan aspek motorik kasar dan halus.
3. Perkembangan aspek sosial. Ia akan belajar tentang sistem nilai,
kebiasaan-kebiasaan dan standar moral yang dianut oleh masyarakat.
4. Perkembangan aspek emosi atau kepribadian. Anak mendapat kesempatan
untuk melepaskan ketegangan yang dialami, perasaan tertekan dan
menyalurkan dorongan-dorongan yang muncul dalam dirinya.
5. Perkembangan aspek kognisi. Anak belajar konsep dasar, mengembangkan
daya cipta, memahami kata-kata yang diucapkan oleh teman-temannya.
6. Mengasah ketajaman penginderaan, menjadikan anak kreatif, kritis dan
bukan anak yang acuh tak acuh terhadap kejadian disekelilingnya.
7. Sebagai media terapi, selama bermain perilaku anak-anak akan tampil
bebas dan bermain adalah sesuatu yang secara alamiah sudah dimiliki oleh
seorang anak.
8. Sebagai media intervensi, untuk melatih kemampuan-kemampuan tertentu
dan sering digunakan untuk melatih konsentrasi pada tugas tertentu,
melatih konsep dasar.
C. Prinsip dalam Aktivitas Bermain
Agar anak-anak dapat bermain dengan maksimal, maka diperlukan hal-hal
seperti:
1. Ekstra energi, untuk bermain diperlukan energi ekstra.

3
2. Waktu, anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga
stimulus yang diberikan dapat optimal.
3. Alat permainan, untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan
usia dan tahap perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi
anak.
4. Ruang untuk bermain, bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang
tamu, halaman, bahkan di tempat tidur.
5. Pengetahuan cara bermain, dengan mengetahui cara bermain maka anak
akan lebih terarah dan pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam
menggunakan alat permainan tersebut.
6. Teman bermain, teman bermain diperlukan untuk mengembangkan
sosialisasi anak dan membantu anak dalam menghadapi perbedaan. Bila
permainan dilakukan bersama dengan orangtua, maka hubungan orangtua
dan anak menjadi lebih akrab.

D. Konsep Puzzel
1. Defenisi Puzzel
Puzzel berasal dari bahasa Inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang,
media puzzle merupakan media sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang.
Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa media
puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan
matematika anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle
berdasarkan pasangannya.
2. Jenis-jenis Puzzel
a. Puzzle konstruksi
Puzzle rakitan (construction puzzle) merupakan kumpulan potongan-
potongan yang terpisah, yang dapat digabungkan kembali menjadi beberapa
model. Mainan rakitan yang paling umum adalah blok-blok kayu sederhana
berwarna-warni. Mainan rakitan ini sesuai untuk anak yang suka bekerja dengan
tangan, suka memecahkan puzzle, dan suka berimajinasi.
b. Puzzle batang (stick)
Puzzle batang merupakan permainan teka-teki matematika sederhana
namun memerlukan pemikiran kritis dan penalaran yang baik untuk
menyelesaikannya. Puzzle batang ada yang dimainkan dengan cara membuat
bentuk sesuai yang kita inginkan ataupun menyusun gambar yang terdapat pada
batang puzzle.

4
c. Puzzle lantai
Puzzle lantai terbuat dari bahan sponge (karet/busa) sehingga baik untuk
alas bermain anak dibandingkan harus bermain di atas keramik. Puzzle lantai
memiliki desain yang sangat menarik dan tersedia banyak pilihan warna yang
cemerlang. Juga dapat merangsang kreativitas dan melatih kemampuan berpikir
anak. Puzzle lantai sangat mudah dibersihkan dan tahan lama.
d. Puzzle angka
Mainan ini bermanfaat untuk mengenalkan angka. Selain itu anak dapat
melatih kemampuan berpikir logisnya dengan menyusun angka sesuai urutannya.
Selain itu, puzzle angka bermanfaat untuk melatih koordinasi mata dengan tangan,
melatih motorik halus serta menstimulasi kerja otak.
e. Puzzle transportasi
Transportasi merupakan permainan bongkar pasang yang memiliki gambar
berbagai macam kendaraan darat, laut dan udara. Fungsinya selain untuk melatih
motorik anak, juga untuk stimulasi otak kanan dan otak kiri. Anak akan lebih
mengetahui macam-macam kendaraan.
3. Fungsi Puzzle
a. Melatih konsentrasi, ketelitian dan kesabaran
b. Melatih koordinasi mata dan tangan. Anak belajar mencocokkan keping-
keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar.
c. Memperkuat daya ingat
d. Mengenalkan anak pada konsep hubungan
e. Dengan memilih gambar/bentuk, dapat melatih anak untuk berfikir matematis
(menggunakan otak kiri).
E. Retardasi Mental
1. Defenisi Retardasi Mental
Anak tuna grahita atau disebut juga retardasi Mental (RM) mempunyai fungsi
intelektual dibawah rata – rata (70) yang muncul bersamaan dengan kurangnya perilaku
adaptif, ketidakmampuan beradaptasi dengan kehidupan sosial sesuai tingkat
perkembangan dan budaya, awitannya sebelum usia 18 tahun (Wong 2004).
Anak RM mengalami keterbatasan sosialisasi dikarenakan tingkat
intellegensianya yang rendah, sehingga cukup sulit untuk mempelajari informasi dan
keterampilan – keterampilan menyesuaikan diri dengan lingkungan (Soetjiningsih 1998).
RM akan menimbulkan masalah bagi masyarakat, keluarga maupun pada individu
penyandangnya, terutama RM berat dan sangat berat, karena penyandang RM ini tidak

5
dapat melaksanakan tugasnya sebagai anggota masyarakat sesuai ketentuan – ketentuan
yang ada (Somantri 2007).
2. Klasifikasi Retardasi Mental
Klasifikasi di bawah ini merupakan klasifikasi berdasarkan hasil penilaian IQ,
yaitu:
a. Retardasi Mental Ringan (mild): bila nilai IQ berkisar 70-55/50
b. Retardasi mental sedang (moderate): bila nilai IQ berkisar antara 55/50 –
40/35
c. Retardasi mental berat (severe): bila nilai IQ berkisar antara 40/35 – 25/20
d. Retardasi mental sangat berat (Profound): bila nilai IQ berada di bawah
25/20

BAB III
PEMBAHASAN

A. Tujuan Terapi Bermain: Setelah dilakukan terapi bermain puzzle anak dapat
meningkatkan kemampuan sosialisasi anak, meningkatkan motorik halus anak dan
meningkatkan kognitif anak dengan retardasi mental.
B. Metode : Menyusun puzzle transportasi
C. Sasaran : siswa RM kelas 1 – 4 SD yang mengalami gangguan sosialisasi dengan
rentang usia 6 – 12 tahun.
D. Media : Puzzle transportasi
Karpet
E. Waktu : Senin, 2 desember 2019. Pada pukul 10.00-12.00 WIB
F. Tempat : Pekanbaru Lab School
G. Pengorganisasian
 Leader : Reztika, Rahim, Ani
 Co Leader : Anggi, Anggun, Kiki
6
 Fasilitator : Ana, Anita, yuni
 Observer : Ayu, Ica, Alia
H. Setting Tempat :

I. Kegiatan Terapi Bermain

No Tahap Kegiatan Kegiatan Terapis Kegiatan Peserta


.
1. Tahap Pra Kerja Persiapan :
1. Menyiapkan ruangan
Ruangan, alat, anak dan
2. Mengundang anak dan
keluarga siap
keluarga
3. Menyiapkan alat-alat
4. Menyiapkan anak dan
membagi kelompok
2 Tahap Pembukaan Pembukaan :
1. Mengucapkan salam dan
1) Mendengarkan kontrak
memperkenalkan diri 2) Mendengarkan tujuan
2. Menyampaikan tujuan dan
dari penyuluhan
maksud dari kegiatan 3) Mendengarkan kontrak.
3. Menjelaskan kontrak 4) Mendengarkan instruksi

7
waktu dan mekanisme
kegiatan bermain.
4. Menjelaskan cara bermain
menyusun puzzle.
3. Tahap Kerja Pelaksanaan :
1. Mengajak anak bermain Bermain bersama dengan
menyusun puzzle. antusias.
2. Fasilitator mendampingi
anak dan memberikan
motivasi kepada anak.
3. Menanyakan kepada anak
apakah sudah selesai dalam
menyusun puzzle.
4. Memberitahu anak bahwa
waktu yang diberikan telah
selesai.
5. Memberikan pujian
terhadap anak yang mampu
menyusun sampai selesai.
4. Terminasi Evaluasi :
(penutup) 1. Melakukan review Anak mendengarkan dan
pengalaman bermain merespon.
menyusun puzzle
2. Mengidentifiasi kemampuan
bersosialisasi pada anak
3. Menganalisis kesan yang
didapat oleh anak
4. Menyimpulkan kegiatan
acara

1.

8
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemampuan sosialisasi pada anak RM sebelum diberikan terapi bermain :
cooperative play dengan puzzle sebagian besar kurang. Hal ini dikarenakan tingkat
intellegensianya yang rendah, stimulasi yang kurang, peran aktif yang rendah, dan tingkat
pendidikan orang tua yang rendah, sehingga kemampuan penyesuaian diri dalam
kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan. Setelah dilakukan terapi bermain :
cooperative play dengan puzzle, pada kelompok perlakuan terjadi peningkatan
kemampuan sosialisasi pada anak RM. Hal ini dikarenakan pada kelompok perlakuan
mendapatkan stimulasi secara rutin dan berkelanjutan, sehingga menstimulasi anak untuk
berperan aktif dalam kegiatan, yang dapat meningkatkan kemampuan sosialisasinya.
Terapi bermain : cooperative play dengan puzzle dapat meningkatkan kemampuan
sosialisasi pada anak RM.
B. Saran
Saran yang dapat diberikan antara lain bagi perawat khususnya perawat jiwa –
anak agar lebih memperhatikan perkembangan kemampuan sosialisasi anak RM, dan
memberikan kegiatan – kegiatan untuk menstimulasi kemampuan sosialisasinya. Bagi
orang tua hendaknya menstimulasi anak dengan memberikan alat permainan yang dapat
dimainkan secara berkelompok, misalnya puzzle secara rutin dan berkelanjutan, sehingga
9
memfasilitasi anak di rumah untuk meningkatkan kemampuan sosialisasi anak RM. Bagi
para pendidik di sekolah luar biasa khususnya jurusan C sebaiknya menerapkan metode
pembelajaran terapi bermain : cooperative play dengan puzzle dengan rutin dan
berkelanjutan dalam kelompok – kelompok kecil untuk meningkatkan kemampuan
sosialisasi anak retardasi mental, serta perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
metode latihan sosialisasi lain seperti bermain ular tangga yang ditujukan untuk
meningkatkan kemmapuan sosialisasi anak RM.

DAFTAR PUSTAKA

Purwanta, E. (2012). Modifikasi perilaku: Alternatif penanganan anak berkebutuhan khusus.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Somantri, S. 2007. Psikologi anak luar biasa. Bandung: PT. Refika Aditama.
Wardhani, S.H.(2019). Terapi bermain: cooperative play dengan puzzle meningkatkan
kemampuan sosialisasi anak retardasi mental. Journal.unair.ac.id
Wong, Donna L. 2003. Pedoman klinis keperawatan pediatrik, Edisi 4. Jakarta : EGC.
Wong. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik wong. Jakarta: EGC.

10

Anda mungkin juga menyukai