Anda di halaman 1dari 38

RESOLUSI KONFLIK

Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Konflik


Dosen Pengampu: Lidya Maulina Harahap, S.E, M.M.

Disusun oleh :

1. Ahmad Habibi Tutugo (16550)


2. Eka Vidya Pangestika (165502593)
3. Septiya Rahmawati (165502786)

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PUTRA BANGSA


KEBUMEN
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan kita kesehatan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan
makalah ini dengan judul “Resolusi Konflik”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Manajemen Konflik. Dalam makalah ini mengulas tentang asumsi mengenai
konflik, kekuasaan dan proses konflik, serta konflik di dalam organisasi-organisasi.
Kami mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Kami juga berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran sangat kami harapkan dari
para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah
pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Kebumen, 18 November 2019.

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Konflik adalah salah satu kata yang tidak asing lagi didengar bahkan

sebagai salah satu aspek yang tidak asing lagi dirasakan. Konflik adalah suatu

kejadian dimana ada pertentangan di dalamnya. Salah satu wadah konflik terjadi

adalah pada ranah interaksi manusia. Ketika ada pertemuan antara manusia,

tentu akan ada kecenderungan untuk terjadinya konflik. Perbedaan karakteristik

pada manusia adalah penyebab dasar dalam terjadinya konflik. Sehingga selama

manusia itu berbeda, konflik akan selalu ada. Oleh karena itu konflik tak dapat

dihindari dari kehidupan manusia, atau dengan kata lain konflik adalah esensi

kehidupan manusia (Wirawan, 2010: 1).

Konflik sering kali dianggap sebagai suatu kejadian yang buruk.

Banyak hal yang dilakukan oleh manusia untuk menghindari kejadian konflik

ini. Asumsi ini muncul karena dapat dirasakan bahwa konflik membawa dampak

buruk (Wirawan, 2010: 113). Akan tetapi pandangan modern menjelaskan pada

kita bahwa konflik tidak selamanya berorientasi negatif karena ada juga hal- hal

positif yang akan terjadi akibat dari munculnya konflik (Wirawan, 2010: 115).

Dampak yang terjadi tergantung dari cara penanganannya. Jika penanganannya

tepat dan efektif, maka dampaknya akan menuju ke arah positif, dan jika

penanganannya tidak tepat dan tidak efektif, maka dampaknya akan menuju ke

arah negatif. Oleh karena itu ketika konflik muncul, perlu adanya penanganan

yang tepat dan efektif sehingga menghasilkan keluaran konflik yang mampu
menghantarkan jalan keluar dan membawa konflik kepada ranah yang

menghasilkan dampak positif (Wirawan, 2010: 115).

Di dalam menyelesaikan konflik, ada beberapa cara yang dipakai. Salah

satu cara yang dipakai adalah metode resolusi konflik. Oleh karena itu pada

makalah ini kami akan memandu saudara di dalam menjelajahi salah satu ranah

keluaran konflik atau metode pemecahan konflik yaitu metode resolusi konflik.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan metode resolusi konflik?

2. Bagimana strategi resolusi konflik dengan menggunakan pengaturan

sendiri?

3. Bagimana strategi resolusi konflik dengan menggunakan interversi pihak

ketiga?

C. TUJUAN MAKALAH
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan metode resolusi konflik.

2. Untuk mengetahui strategi resolusi konflik dengan menggunakan

pengaturan sendiri.

3. Untuk mengetahui strategi resolusi konflik dengan menggunakan

interversi pihak ketiga.


BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI RESOLUSI KONFLIK

Resolusi konflik dalam definisi kamus Webster menurut Levine (1998:

3) adalah (1) tindakan mengurangi sesuatu permasalahan yang

membingungkan meskipun dalam bentuk pertanyaan, (2) pemecahan, (3)

penghapusan atau penghilangan permasalahan.

Kheel (1999: 8) memberikan definisi resolusi konflik dengan memilah

satu persatu antara konflik dan resolusi. Menurutnya konflik adalah

perbedaan antara dua atau lebih individu, kelompok dalam beberapa hal

dimana satu pihak menginginkan daripada yang lain. Resolusi didefinisikan

sebagai penyelesaian konflik dengan cara sukarela seperti mediasi, negosiasi

dan arbitrasi.

Peter Wallensteen (2002: 8) mengartikan resolusi konflik sebagai

sebuah kondisi setelah konflik dimana pihak- pihak yang berkonflik

melaksanakan perjanjian untuk memecahkan persoalan yang mereka

perebutkan, dan menghentikan segala perbuatan kekerasan satu sama lain.

Lane dan Cornick (Nimer 1999: 13) memberikan definisi resolusi

konflik adalah pemecahan menggunakan kolaborasi dimana pihak ketiga

yang netral membantu para pihak yang sedang bersengketa untuk melakukan

konsiliasi, fasilitator dan mediator dalam resolusi. Tujuannya adalah pada

penghapusan sumber konflik. Burton (Nimer, 1999: 13) menambahkan

bahwa resolusi konflik adalah proses interdisipliner analisis dan intervensi


yang berkaitan dengan pemecahan masalah dari konflik yang bersifat

destruktif.definisi Lane dan Burton ini mencoba membawa resolusi konflik

sebagai sebuah proses pemecahan masalah atau problem solving. Pemaknaan

senada diberikan oleh Weitzman yang memfokuskan pada problem solving

dan decision making.

Weitzman (Morton, 2000: 185) memberikan pemaknaan conflict

resolution sebagai tindakan pemecahan masalah bersama (solve a problem

together).

James Schlenberg (1996: 9) mengemukakan bahwa resolusi konflik

merupakan isu sentral dalam kajian konflik. Dalam kajian ini resolusi konflik

dapat didefinisikan secara umum ataupun khusus. Definisi resolusi konflik

secara umum adalah setiap usaha untuk mengurangi konflik sosial dengan

upaya kesepakatan, perubahan lingkungan, pengaruh pihak ketiga,

kemenangan salah satu pihak dan sebagainya. Secara khusus resolusi konflik

didefinisikan sebagai segala bentuk pengurangan dalam konflik yang ditandai

dengan kesadaran terhadap permasalahan yang disengketakan diantara pihak-

pihak yang berkonflik.

Dari berbagai macam definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa

resolusi konflik adalah salah satu metode penyelesaian konflik atau

pengeluaran konflik dimana sumber konflik dihilangkan atau konflik tersebut

dihilangkan atau dihapuskan dengan cara saling bersepakat atau bernegosiasi

dan kegiatan lain serupa antara pihak yang berkonflik. Dan dapat dibantu pula
oleh orang ketiga yang dapat membantu penghilangan atau penghapusan

konflik melaui proses negosiasi, konsoliasi dan meditiator.

Resolusi konflik adalah proses untuk mencapai keluaran konflik dengan

menggunakan metode resolusi konflik. Metode resolusi konflik adalah proses

manajemen konflik yang digunakan untuk menghasilkan keluaran konflik.

Metode resolusi konflik bisa dikelompokkan menjadi aturan sendiri oleh

pihak-pihak yang terliat konflik (self regulation) atau melalui intervensi pihak

ketiga (third arty intervention). Rsolusi konflik melalui peraturan sendiri

terjadi jika para pihak yang terlibat konflik berupayamenyelesaikan sendiri

konflik mereka

Diagram resolusi konflik:

Resolusi konflik
(conflict resolution)

Mengatur sendiri Intervensi pihak ketiga (third


(self regulation) party intervention)

Pengadilan (court Proses Administrasi Resolusi erselisihan alternatif


process) (administrative process) (alternative despute resolution)

Mediasi Arbitrase Ombudsman


(mediation) (arbitration)
Gambar : Metode Resolusi Konflik

B. PENGATURAN SENDIRI

Dalam metode resolusi konflik pengaturan sendiri, pihak-pihak yang

terlibat konflik menyusun strategi konflik dan menggunakan taktik konflik

untuk mencapai tujuan terlibat konfliknya. Pihak-pihak yang terlibat konflik

saling melakukan pendekatan dan negosiasi untuk menyelesaikan konflik dan

menciptakan keluaran konflik yang mereka harapkan. Oleh interaksi konflik

tergantung pada keluaran konflik yang diharapkan, potensi konflik lawan

konflik dan situati konflik. Tidak ada satu pola interaksi konflik yang terbaik

untuk semua tujuan dan semua situasi konflik. Berikut dikemukakan contoh

pola interaksi konflik dalam upaya mencapai keluaran konflik yang

diharapkan oleh pihak yang terlibat konflik

a. Interaksi konflik dengan keluaran yang diharapkan mengalahkan

lawan konflik (win & lose solution)

Dalam interaksi konflik model ini, pihak yang terlibat konflik

bertujuan untuk memenangkan konflik dan mengalahkan lawan

konfliknya. Pihak yang terlibat konflik berupaya mencapai solusi konflik


mengalahkan lawan konfliknya dengan berbagai pertimbangan antara lain

sebagai berikut.

(1) Merasa mempunyai kekuasaan lebih besar dari lawan konfliknya.

(2) Merasa mempunyai sumber konflik lebih besar.

(3) Menganggap objek konflik sangat penting bagi kehidupan dan harga

dirinya.

(4) Situasi konflik menguntungkan.

(5) Merasa bisa mengalahkan lawan konfliknya.

Untuk memenangkan konflik, perilaku interaksi pihak yang

terlibat konflik antara lain sebagai berikut.

(1) Menentukan strategi untuk memenangkan konflik dan berpegang

teguh pada strategi tersebut. Strategi tersebut berupa mengalahkan

lawan konflik dengan menggunakan berbagai taktik konflik. Taktik

konflik bisa berubah setiap saat tergantung dari perkembangan

situasi konflik.

(2) Menghadapi konflik dengan percaya diri tinggi bahwa ia bisa

memenangkan konflik dengan mengalahkan lawan konflik.

Melayani perilaku lawan konflik dan menunjukkan posisi yang

kuat dan teguh kepada lawan konflik.

(3) Menggunakan gaya manajemen konflik kompetisi. Dengan taktik

menggertak dan mengancam, ia akan menyerang jika lawan

konflik lemah dan mengulur waktu jika terdesak.


(4) Negosiasi dengan lawan konflik hanya dilakukan jika hasilnya

menguntungkan.

(5) Memperbesar kekuasaan dengan mencari kawan dan menggunakan

kekuasaan untuk menekan lawan konflik

(6) Memperkecil kekuasaan lawan konflik dengan merendahkannya;

menyatakan perbuatannya ilegal, immoral, dan merugikan

masyarakat; serta membatasi kemampuannya untuk mencari teman

dan melawan.

(7) Melakukan whistle blowers, yaitu membeberkan perbuatan lawan

konflik melanggar hukum serta perilaku yang melanggar etika dan

tidak sepatutnya.

(8) Berbohong atau menyembunyikan sesuatu dengan hati-hati.

(9) Melakukan agresi untuk memperlemah dan mengubah posisi lawan

agar mau untuk menyerah.

(10) Menyalahkan, yaitu pernyataan mengkritik perbuatan lawan

konflik yang imoral, melanggar hukum, serta melanggar etika dan

kelayakan.

(11) Pertanyaan memojokkan, yaitu bertanya kepada lawan konflik

yang menunjukkan bahwa ia telah melakukan kesalahan atau

melanggar hukum dan etika.

(12) Kelakar/lelucon ejekan, yaitu membuat lelucon yang menyindir

atau mempermalukan lawan konflik


(13) Menolak bertanggungjawab, yaitu penyataan bahwa untuk

menunjukkan bahwa sesuatu yang terjadi merupakan tanggung

jawab lawan konflik.

Perilaku tersebut dilakukan bergantian dan berulang-ulang sampai

lawan konflik menyerah dan menerima keluaran atau solusi kemenangan

yang diharapkan.

b. Interaksi Konflik Dengan Tujuan Menciptakan Kolaborasi Atau

Kompromi (Win & Win Solution)

Proses resolusi konflik dicapai melalui interaksi konflik antara lain

sebagai berikut.

(1) Menyusun strategi konflik dengan tujuan melakukan pendekatan

kepada lawan konflik agar mau bernegosiasi dan mendapatkan

sepenuhnya atau sebagian keluaran konflik yang diharapkan.

(2) Menghadapi lawan konflik dengan ramah (sering juga dengan cara

keras) agarmau bernegosiasi.

(3) Mengajak lawan konflik untuk berunding dan bernegosiasi dengan

prinsip meberi dan mengambil (give and take).

(4) Mengemukakan data, fakta, informasi, atau kejadian yang ada

hubungannya dengan konflik secara apa adanya tanpa menyudutkan

atau menyalahkan.

(5) Meminta, data, fakta, informasi, atau kejadian yang ada hubungannya

dengan konflik dan penjelasan kepada lawan konflik.


(6) Menyusun jadwal pertemuan di lingkungan yang netral (tidak

memihak).

(7) Menggunakan gaya manajemen kolaborasi atau kompromi.

(8) Mengembangkan iklim kolaborasi dan kompromi.

(9) Menganalisis posisi interaksi konflik dari lawan konflik.

(10) Mengemukakan posisi konflik kepada lawan konflik.

(11) Dengan taktik persuasif rasional berusaha merubah posisi lawan

konflik.

(12) Berpikir divergen untuk mengembangkan sejumlah alternatif solusi.

(13) Mengemukakan alternatif solusi terbaik kepada lawan konflik dengan

taktik give and take.

(14) Mengemukakan persamaan dan kebersamaan dengan menjauhkan

perbedaan.

(15) Empati, pengertian, dan dukungan kepada pendapat lawan konflik dan

berupaya bernegosiasi.

(16) Mengemukakan persamaan prinsip dengan lawan konflik mengenai

sesuatu dan berupaya mengemukakan alternatif yang dapat diterima

bersama.

(17) Menyatakan bertanggung jawab atas sesuatu kejadian atau kerugian

lawan konflik.

(18) Melakukan inisiatif untuk melakukan pemecahan permasalahan

(problem solving) secara bersama.

(19)Menggunakan mediasi jika diperlukan.


(20)Jika tercapai kompromi atau kolaborasi, solusi sebaiknya dicatat

dalam dokumen, ditandatangani, dan dipatuhi.

c. Interaksi Konflik Menghindar

Tujuan dari proses resolusi konflik menghindar adalah

menghidarkan diri dari situasi konflik. Pihak yang terlibat konflik

berupaya menghindari konflik dengan beberapa alasan:

(1) Tidak senang terhadap ketidaknyamanan sebagai akibat terjadinya

konflik

(2) Menganggap penyebab konflik tidak penting.

(3) Tidak mempunyai cukup kekuasaan untuk memaksakan kehendak.

(4) Menganggap situasi konflik tidak bisa dikembangkan sesuai

kehendaknya.

(5) Belum siap untuk melakukan negosiasi.

Berikut adalah proses interaksi pihak yang terlibat konflik antara lain.

(1) Menyusun strategi dengan tujuan untuk menghindari konflik,

mungkin secara terus-menerus atau untuk sementara jika penyebab

konflik sangat esensial.

(2) Menahan diri dan pasif.

(3) Tidak melayani pihak lawan lkonflik

(4) Menarik diri dari situasi konflik

(5) Menunggu waktu untuk melakukan reaksi

(6) Tidak mengakui bahwa konflik telah teriadi


(7) Mengalihkan masalah untuk mengalihkan perhatian lawan konflik

mengenai konflik yang terjadi.

(8) Menggunakan humor untuk menghindari pembicaraan mengenai

konflik.

Benard Mayer (2000) dalam bukunya berjudul The dynamics of conflict

resolution: A practitioner's guide menyatakan ada delapan cara untuk

menghindari konflik. Kedelapan cara tersebut adalah.

(1) Menghindari secara agresif (aggressive avoidance). "Jangan memulai

konflik dengan saya atau Anda akan menyesal."

(2) Menghindar pasif (passive avoidance). "Saya menolak bertanggo

(terlibat konflik) dengan Anda.

(3) Menghindar pasif-agresif (passive-aggressive avoidance). "Jika Anda

marah kepada saya, itu masalah Anda sendiri."

(4) Menghindar dengan ketidakberdayaan (avoidance through

hopelessness). "Apa gunanya melayaninya Anda?"

(5) Menghindar dengan melemparkan ke orang lain (avoidance through

surrogates). "Silahkan Anda bertengkar dengan mereka, tetapi tidak

dengan saya."

(6) Menghindar melalui menyangkal (avoidance through denial).

"ikasaya memejamkan mata, semuanya akan berlalu."

(7) Menghindar melalui pemecahan masalah secara dini (avoidance

through premature problem solving). "Tak ada konflik, saya sudah

bereskan semua"
(8) Menghindar dengan melipat (avoidance by folding). "Oke, kita akan

melakukan dengan cara Anda. Mari kita berbicara mengenai hal lain.

d. Interaksi Konflik Mengakomodasi

Interaksi konflik mengakomodasi bertujuan untuk menyenangkan lawan

konflik dan mengorbankan diri. Berikut adalah perilaku konfliknya.

(1) Bersikap pasif dan ramah kepada lawan konflik

(2) Memperhatikan lawan konflik sepenuhnya dan mengabaikan diri

sendiri.

(3) Menyerah pada solusi yang diminta lawan konflik.

(4) Memenuhi keinginan lawan konflik.

Resolusi konflik melalui mengatur diri sendiri dapat menggunakan dua


pola, yaitu pola tanpa kekerasan (non-violent) dan pola dengan kekerasan
(violent).
a. Resolusi konflik tanpa kekerasan
Resolusi konflik tanpa kekerasan (non-violent) adalah resolusi konflik
yang dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik dengan tidak menggunakan
kekerasan fisik, verbal, dan nonverbal untuk mencapai resolusi konflik yang
diharapkannya. Teknik resolusi konflik ini tidak menimbulkan luka fisik
karena tidak menggunakan kekerasan fisik. Akan tetapi, teknik ini bisa
menimbulkan luka psikologis walaupun mungkin minimal. Luka psikologis
yang bisa timbul, seperti kekecewaan dan frustrasi pihak yang terlibat konflik
akibat sikap yang tidak menyenangkan dari lawan konfliknya. Sebagai
contoh, seorang Kepala Bagian Administrasi (Eselon III) terlibat konflik
dengan atasannya-Direktur (Eselon I) mengenai alur kas (cash flow). Oleh
karena konflik ini, Direktur langsung memanggil Bendahara jika memerlukan
biaya operasi kegiatan. Padahal, Bendahara tidak dapat mengeluarkan uang
tanpa disetujui oleh Kepala Bagian Administrasi dalam prosedur pengeluaran
uang karena Bendahara merupakan bawahan Kepala Bagian Administrasi.
Demikian juga, Direktur langsung memanggil semua Kepala Seksi (Eselon
IV) jika memerlukannya tanpa melalui Kepala Bagian Administrasi. Konflik
ini menyebabkan Kepala Bagian Administrasi menjadi non-job walaupun ia
tidak dipecat sehingga akan menimbulkan kekecewaan dan frustrasi Kepala
Bagian Administrasi. Konflik seperti ini banyak terjadi dalam birokrasi
lembaga pemerintah.
Resolusi konflik tanpa kekerasan sangat bermanfaat jika pihak yang
terlibat konflik saling memerlukan satu sama lain untuk mencapai tujuannya.
Salah satu pihak bisa memaksa lawan konfliknya untuk memberikan konsensi
dengan diam, tidak melakukan sesuatu yang dibutuhkan lawan konfliknya.
Dalam praktiknya, resolusi konflik tanpakekerasan, misalnya,
bisaberupa menolak untuk melaksanakan perintah, mogok makan,
demonstrasi secara damai, menolak untuk berpartisipasi, dan pembangkangan
publik (civil disobedience). Contoh terkenal dari resolusi konflik tanpa
kekerasan adalah hal yang dilakukan oleh pemimpin besar India Mahatma
Gandhi dalam melawan penjajahan Inggris. la menggunakan dua semboyan
ahimsa dan satyagraha yang membuat rakyat India melakukan
ketidakpatuhan publik kepada Pemerintah Penjajahan Inggris. Resolusi
konflik tanpa kekerasan ini menghasilkan kemerdekaan India.

b. Resolusi konflik dengan kekerasan


Resolusi konflik dengan kekerasan (violent) banyak terjadi dalam
lingkungan internal organisasi/perusahaan di negara-negara maju dan di
Indonesia. Di Amerika Serikat (AS), sering kali terjadi, pegawai yang tidak
puas dengan perlakuan manajernya membawa senjata ke kantornya.
Penelitian yang dilakukan oleh The National Institute for Occupational Safety
and Health (NIOSH) melaporkan lebih dari 100 manajer dibunuh oleh
bawahan dan rekan kerja mereka pada tahun 1997. Menurut United Stated
Departement of Labor, Bureau of Statistics, pembunuhan merupakan kasus
kematian utama pegawai wanita di tempat kerja pada tahun 1995. Menurut
Northwestern National Life Insurance Company, rata-rata dari setiap 10.000
pegawai, sebanyak 2.500 pegawai diserang secara fisik di tempat kerja
(Daniel Dana, 2001). Di AS, serikat-serikat pekerja (union) umumnya
dikuasai oleh kelompok mafia yang sering menggunakan kekerasan dalam
menyelesaikan konflik yang dihadapinya.
Di Indonesia, iklim kekerasan juga berkembang di sejumlah perusahaan
swasta. Di Jawa Timur, ada kasus Marsinah, yaitu kasus di mana seorang
penggiat buruh yang dibunuh karena memperjuangkan nasib buruh. Di
Sumatra Utara, buruh merusak sarana perusahaan dan membunuh manajer
sumber daya manusia perusahaan ketika berdemonstrasi. Di Jakarta, ada
organisasi Islam yang menyelesaikan konfliknya dengan melakukan
perusakan dan penganiayaan. Serikat pekerja sering memaksa buruh untuk
menjadi anggotanya. Jika terjadi pemogokan, serikat pekerja memaksa buruh
untuk ikut mogok atau berdemonstrasi walaupun buruh tersebut bukan
anggota Serikat Pekeja Perusahaan mengembangkan Satuan Keamanan untuk
melindungi perusahaan dari
tindakan kekerasan, pencurian, dan vandalisme.
Dalam iklim organisasi kekerasan, jika terjadi konflik, resolusi konflik
dengan kekerasan sering digunakan. Kekerasan (violent) didefinisikan
sebagai perilaku pihak yang terlibat konflik yang bisa melukai lawan
konfliknya untuk memenangkan konflik. Dalam definisi ini, ada sejumlah
indikator yang perlu mendapatkan penjelasan.
(1) Perilaku. Kekerasan adalah perilaku pihak yang terlibat konflik. Perilaku
tersebut bisa berupa perilaku fisik (memaksa, memukul, mendorong,
mencubit, menendang mencekik, dan sebagainya); perilaku verbal
(mengumpat, mendamprat, mengajak berkelahi, mempermalukan,
mengejek, dan merendahkan); dan perilaku tertulis (menghina,
mengolok-olok, dan mengancam dengan tulisan atau gambar).
(2) Melukai lawan konflik. Melukai merupakan perilaku yang menimbulkan
luka fisik (luka atau sakit fisik, serangan, atau kematian) dan luka
psikologis (ketakutan, stress Untuk memenangkan konflik. Pihak yang
terlibat konflik melakukan kekerasan untuk mencapai kemenangan
dalam terlibat konflik. Kekerasan umumnya dilakukan oleh pihak yang
terlibat konflik yang menginginkan resolusi konflik win d- lose solution
(3) Untuk memenangkan konflik. Pihak yang terlibat konflik melakukan
kekerasan untuk mencapai kemenangan dalam terlibat konflik.
Kekerasan umumnya dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik yang
menginginkan resolusi konflik win & lose solution.
Seseorang yang berupaya menghindar atau mengakomodasi dalam
terlibat konflik tidak akan menggunakan resolusi konflik dengan
kekerasan. Setelah tidak bisa memenangkan konflik dengan
menggunakan berbagai taktik konflik lainnya, ia akan menggunakan
resolusi konflik dengan kekerasan.
Mereka yang percaya bahwa konflik bisa diselesaikan dengan
kekerasan akan melakukan berbagal tindakan kekerasan jika menghadapi
konflik. Tindakan-tindakan tersebut antara lain sebgai berikut.
(1) Agresi verbal. Agresi verbal didefinisikan sebagai penyerangan dengan
menggunakan kata-kata kepada lawan konflik atau mereka yang ada
hubungannya dengan lawan konflik. Tujuannya agresi verbal adalah
untuk:
(a) Menurunkan atau tidak mengakui kekuasaan lawan konflik
(b) Meningkatkan kekuasaan dengan menunjukkan kepada teman
bahwa dirinya benar dan lawan konfliknya salah schingga teman
harus membantu dan membelanya
(c) Menyelamatkan muka (face saving)
(2) Mogok. Jika solusi konflik antara manajemen perusahaan dan para buruh
tidak memuaskan para buruh, buruh akan melakukan mogok. Mogok
merupakan pemaksaan kehendak para buruh pada manajemen
perusahaan agar memenuhi untutannya. Bentuk pemogokan bisa berupa
memperlambat melakukan pekerjaan, tidak melakukan pekerjaan, lock
out, demontrasi, sampai perusakan dan sabotase. Apabila pemogokan
terjadi, maka sejumlah kerugian akan diderita oleh perusahaan.
Perusahaan tidak berproduksi sehingga kehilangan keuntungan dan
kerusakan alat produksi. Buruh kehilangan penghasilan. Masyarakat
akan mengalami kesulitan memperoleh produk yang dibutuhkan.
Pemerintah kehilangan pajak. Pengangguran meningkat. Di samping
melakukan perusakan, pemogokan merupakan hak asasi para buruh yang
dilindungi oleh Undang-undang Ketenagakerjaan
(3) Sabotase dan vandalisme. Tindakan ini bisa berupa perusakan alat-alat
produksi dan produk dengan sengaja. Perusakan alat produksi dilakukan
dengan tujuan agar alat-alat tersebut rusak dan tidak bisa digunakan
sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Sebagai contoh,
seorang sopir forklift perusahaan Philadelphia Shipping Company
meninggalkan forkliftnya sehingga melaju perlahan menuju pinggir
dermaga. Kendaraan yang berharga US$35.000 itu kemudian "terjun" ke
laut. Ketika diselidiki, sopir tersebut menyatakan ia sengaja melakukan
hal tersebut Ia marah terhadap supervisornya karena menolak
permohonannya untuk tidak masuk kerja selama sehari (Daniel Dana,
2001).
(4) Agresi fisik. Tindakan ini merupakan penyerangan yang bisa
menimbulkan luka fisik atau kematian. Penyerangan bisa dilakukan oleh
buruh maupun oleh perusahaan. Sebagai contoh, kematian aktivis buruh
Marsinah disebabkan oleh pembunuhan yang dilakukan oleh "orang-
orang suruhan. Pemogokan buruh di Medan menyebabkan seorang
manajer personalia meninggal karena dibunuh oleh buruh yang
berdemonstrasi.

C. INTERVENSI PIHAK KETIGA


Sering kali, pihak-pihak yang terlibat konflik tidak mampu
menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung lama dengan menghabiskan
sumber-sumber yang dimiliki dan pengorbanan yang sangat besar. Akan
tetapi, kedua belah pihak yang terlibat konflik tidak mau mengalah untuk
menyelamatkan muka. Menyelamatkan muka sering terjadi jika konflik
berkaitan dengan harga diri atau citra diri. Meneruskan konflik akan membuat
konflik jalan di tempat atau mereda sebentar, kemudian mulai lagi.Kedua
belah pihak akan kehabisan tenaga karena sumber-sumber yang diperlukan
untuk terlibat konflik semakin sedikit.
Dalam keadaan seperti ini, intervensi pihak ketiga (third party
intervention) diperlukan. Pihak ketiga-disebut intervener-melakukan
intervensi ke dalam konflik Intervensi pihak ketiga sering kali lebih
bermanfaat jika kedua belah pihak tidak mampu menyelesaikan konflik
mereka. Pihak ketiga bisa bersikap pasif menunggu datangnya pihak yang
terlibat konflik untuk meminta bantuan. Pihak ketiga juga bisa bersikap aktif
dengan membujuk kedua belah pihak untuk menyelesaikan konflik mereka
Sebagai contoh, manajer sebagai pihak ketiga bisa meminta bawahannya
yang sedang terlibat konflik untuk menyelesaikan konflik dengan
bantuannya.
Resolusi konflik melalui pihak ketiga merupakan kontinum dari
intervensi pihak ketiga yang keputusannya tidak mengikat. Keputusan hanya
mengikat para pihak yang terlibat konflik sampai pihak ketiga tidak
mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan mengenai konflik. Pihak
ketiga bisa berupa lembaga pemerintah, lembaga arbitrase yang dibentuk
berdasarkan undang-undang, lembaga mediasi hingga pihak ketiga yang
dibentuk berdasarkan kesepakatan pihak pihak yang terlibat konflik. Di
negara-negara maju, banyak lembaga konsultan yang menyajikan jasa untuk
menyelesaikan konflik.
1. Resolusi Konflik Melalui Proses Pengadilan
Dalam resolusi konflik melalui pengadilan perdata, salah satu pihak
atau kedua belah pihak yang terlibat konflik menyerahkan solusi
konfliknya pada pengadilan perdata di Pengadilan Negeri melalui gugatan
penggugat kepada tergugat. Pihak lainnya yang memiliki hubungan
dengan objek sengketa-bisa juga mengintervensi proses pengadilan. hakim
kemudian memeriksa kasus tersebut dengan menggunakan Hukum Acara
Perdata. Proses pengadilan umumnya didahului dengan permintaan hakim
agar kedua belah pihak berdamai terlebih dahulu. Jika perdamaian tidak
tercapai, hakim akan memeriksa kasusnya dan mengambil keputusan.
Keputusan hakim bisa berupa win & lose solution-di mana salah satu pihak
dikalahkan-atau nin & win solution dimana solusi kolaborasi atau
kompromi terjadi. Jika salah satu atau kedua belah pihak tidak puas dengan
keputusan hakim tersebut, mereka bisa mengajukan banding ke Pengadilan
Tinggi. Jika keputusan hakim Pengadilan Tinggi tidak memuaskan,
mereka bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Di Mahkamah
Agung. keputusan untuk peninjauan kembali bisa dimintakan jika ada
bukti baru (novum). Konflik antara Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah (PEMDA) dan warga negaranya bisa juga dibawa ke Pengadilan
Perdata. Hukum acaranya juga Hukum Acara Perdata.
Di Indonesia, konflik atau sengketa Tata Usaha Negara bisa
diselesaikan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). PTUN diatur
oleh Undang-undang (UU) Republik Indonesia (RI) No: 5 tahun 1986
tentang Peradilan Tata Usaha Negara (UUPTUN) seperti yang diubah oleh
UU-RI No: 9 tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU-RI No: 5 tahun 1986.
Menurut Pasal 1 ayat (4) UUPTUN, "Sengketa Tata Usaha Negara adalah
sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau
badan hukum perdata dan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di
pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.”
Menurut Pasal 2 dan 3 UUPTUN yang dimaksud dengan Keputusan
Tata Usaha Negara meliputi Keputusan Tata Usaha Negara yang:
(1) Merupakan perbuatan hukum perdata
(2) Merupakan pengaturan yang bersifat umum
(3) Memerlukan persetujuan
(4) Dikeluarkan berdasarkan kitab undang-undang hukum Acara Pidana
atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
dan
(5) Apabila Badan atau Pejabat Tata Negara tidak mengeluarkan
keputusan, sedangkan hal itu menjadi kewajibannya, maka hal tersebut
disamakan dengan dengan Keputusan Tata Usaha Negara.
Adanya PTUN bisa melindungi warga negara dan badan hukum dari
keputusan Badan Atau Pejabat Tata Negara. Akan tetapi, keputusan PTUN
sering diabaikan oleh Pejabat Tata Usaha Negara. PTUN tidak mampu
untuk melaksanakan keputusannya terhadap Pejabat Tata Usaha Negara.
Hal ini membuat warga negara dan badan hokum yang menggugat Pejabat
Tata Usaha Negara kecewa.
Konflik antara subjek hukum (warga negara, organisasi, atau
lembaga negara) mengenai undang-undang diselesaikan melalui
Mahkamah Konstitusi (MK). MK juga menyelesaikan masalah yang
timbul karena pemilihan umum. Keputusan MK final dan tidak bisa
dimintakan banding. Jika konflik berkaitan dengan peraturan pemerintah
atau peraturan daerah, konflik bisa diajukan ke Mahkamah Agung (MA).
Keputusan MA final dan tidak bisa dimintakan banding. Konflik mengenai
perselisihan hubungan industrial bisa diselesaikan melalui Pengadilan
Hubungan Industrial yang akan dibahas khusus pada bagian selanjutnya.
2. Resolusi Konflik Melalui Proses atau Pendekatan Legislasi
Resolusi konflik melalui pendekatan legislatif adalah penyelesaian
konflik melalui perundang-undangan yang dikeluarkan oleh lembaga
legislatif. Konflik yang diselesaikan dengan carainiadalah konflik
yangbesar dan meliputi populasiyang besar, tetapi mempunyai pengaruh
terhadap individu anggota populasi. Dalam konflik politik, misalnya,
konflik mengenai batas daerah dan konflik pemekaran wilayah. Konflik-
konflik ini diselesaikan melalui dikeluarkannya undang-undang dan/atau
peraturan pemerintah.
Dalam bidang bisnis, contohnya adalah konflik perlindungan
konsumen serta konflik monopoli dan persaingan tidak sehat. Untuk
melindungi konsumen, Undang-undang Perlindungan Konsumen dibuat
untuk menyelesaikan semua konflik antara produsen barang/jasa dan
konsumen yang menggunakannya. Untuk menyelesaikan konflik
antarpara pengusaha dikeluarkan Undang-undang Anti monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat.
Penyelesaian konflik melalui pendekatan legislatif memerlukan
waktu terutama di Indonesia. Proses legislasi memerlukan penyusunan
naskah akademik, penyusunan draf undang-undang, dan pembahasan
undang undang di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah pembuatan
undangundang. peraturan pemerintah diperlukan untuk melaksanakannya.
3. Resolusi Konflik Melalui Proses Administrasi
Resolusi konflik melalui proses administrasi adalah resolusi konflik
melalui pihak ketiga yang dilakukan oleh lembaga Negara bukan lembaga
yudikatif-yang menurut undang undang atau peraturan pemerintah diberi
hak untuk menyelesaikan perselisihan atau konflik dalam bidang tertentu.
Resolusi konflik model ini banyak digunakan dalam bidang bisnis,
ketenagakerjaan, lingkungan, dan hak asasi manusia di Indonesia.
Contohnya dalam bidang bisnis adalah konflik antarpara pengusaha
mengenai persaingan yang tidak sehat. Pada masa Orde Baru, pemerintah
memberikan hak monopoli kepada sejumlah pengusaha, yaitu keluarga
dan kroni Presiden Socharto untuk untuk memonopoli jenis usaha tertentu
dengan menggunakan dalih Tata Niaga Bisnis tertentu (misalnya, cengkeh,
terigu, dan jeruk). Kebijakan ini tidak memberi kesempatan kepada
pengusaha lainnya untuk berbisnis dalam bidang tersebut dan melanggar
prinsip demokrasi ekonomi serta hak aaasi pengusaha lain.
a. Komisi pengawas persaingan usaha
Untuk menghilangkan praktik monopoli dan persaingan tidak
sehat, UU-RI No: 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Tidak Sehat dikeluarkan. Tujuan undang-undang ini adalah:
(1) Melaksanakan prinsip demokrasi ekonomi dengan memberikan
kesempatan yang sama kepada setiap warga negara untuk
berpartisipasi dalam bidang usaha: dan
(2) Menciptakan iklim persaingan yang sehat di antara para
pengusaha.
Untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang ini, dibentuk
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). KPPU merupakan komisi
independen yang bebas dari pengaruh pemerintah dan pihak lainnya.
Walaupun KPPU bukan lembaga yudikatif, tetapi KPPU mempunyai
wewenang yang menyamai wewenang hakim. KPPU berhak
memeriksa kasus pelanggaran undang-undang ini dan menjatuhkan
sanksi hukum kepada pelanggarnya.
Menurut Pasal 36, UU-RI No: 5/1999, berikut adalah wewenang
KPPU.
(1) Menerima laporan dari masyarakat dan/atau dari pelaku usaha
tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat.
(2) Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha
dan/atau tindakan pelaku usaha yang bisa mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
(3) Melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaaan terhadap kasus
dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat
yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau
menghadirkan pelaku usaha, saksi-saksi ahli, atau setiap orang
sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan Komisi.
(4) Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya
dengan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha
yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
(5) Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat
bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
(6) Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di
pihak pelaku usaha lain atau masyarakat.
(7) Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang
diduga melakukan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat.
(8) Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administrasi kepada pelaku
usaha yang melanggar ketentuan Undang undang ini.
b. Badan penyelesaian sengketa konsumen
Konflik bisa juga terjadi antara seorang pengusaha dan
konsumennya. Untuk menyelesaikan konflik tersebut diundangkan,
UU-RI No: 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dikeluarkan.
Jika terjadi perselisihan antara konsumen dan pelaku usaha, pihak yang
terlibat konflik bisa meminta pengadilan negeri atau Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang dibentuk di setiap
Daerah Tingkat II untuk menyelesaikan sengketa konsumen. Menurut
Pasal 32, UU-RI No: 8/1999, berikut adalah tugas dan wewenang
BPSK.
(1) Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen
dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi.
(2) Memberikan konsultasi perlindungan konsumen.
(3) Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausul baku.
(4) Melaporkan kepada para penyidik umum apabila terjadi
pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini.
(5) Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari
konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen.
(6) Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan
konsumen.
(7) Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
(8) Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap
orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-
undang ini.
(9) Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,
saksi, saksi ahli atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada
huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan
badan penyelesaian sengketa konsumen.
(10) Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen atau alat
bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan.
(11) Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugiaan di
pihak konsumen.
(12) Memberithukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.
(13) Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Dalam perselisihan hubungan industrial, jika terjadi perselisihan
antara buruh dan majikan, perselisihan bisa diselesaikan melalui
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) yang
sudah menyusun mekanisme penyelesaian perselisihan industrial.
Mekanisme tersebut antara lain negosiasi melalui Lembaga Kerja Sama
Bipartit, mediasi, arbitrase, dan konsiliasi. Pengusaha yang ingin
memutuskan hubungan kerja dengan buruh yang tidak disukainya
cukup memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Keputusan Menteri
Tenaga Kerja, misalnya, masalah pesangon. Kemudian, prosesnya
diberitahukan pada Denakertrans. Lalu, Depnakertrans akan
memberikan persetujuan mengenai pemutusan hubungan kerja (PHK)
tersebut. Konflik hubungan industrial akan dibahas lebih terperinci
pada bagian selanjutnya.
c. Penggusuran
Dewasa ini, proses administrasi juga banyak digunakan dalam
penyelesaian masalah pendudukan tanah secara liar. Terjadinya
urbanisasi ke Jakarta menyebabkan migran memerlukan perumahan.
Mereka membangun rumah di tanah orang lain, di tanah milik
PEMDA,atau di bantaran sungai. Dengan dalih
menegakkanketertiban,misalnya, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota
(DKI) Jakarta melakukan penggusuran untuk menyelesaikan
pendudukan tanah secara liar untuk membangun permukiman kumuh.
Penggusuran juga dilakukan terhadap bangunan-bangunan yang tidak
mempunyai izin bangunan.
Penggusuran juga dilakukan untuk menggusur para pedagang
kaki lima di kota-kota besar. Sering kali dan sudah kita ketahui,
pedagang kaki lima berjualan di pinggir-pinggir jalan sehingga
mengganggu kelancaran lalu lintas.
d. Ombudsman
Salah satu tugas negara adalah melayani kebutuhan warga negara
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, undang-
undang (UU), dan peraturan pemerintah (PP) pelaksanaannya. Warga
negara membayar pajak yang sebagaian digunakan untuk melayani
kebutuhannya. Dalam kaitan itu, pemerintah mengembangkan berbagai
jenis layanan publik yang harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan
dan prosedur tertentu oleh penyelenggara negara. Akan tetapi,
penyelenggara negara adalah manusia yang dalam melaksanakan
tugasnya dapat berperilaku malanggar administrasi, melanggar hukum,
dan prosedur layanan. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut,
sebagian besar negara di dunia membentuk ombudsman. Ada negara
yang menganggap ombudsman sangat peting dalam menyelenggarakan
negara sehingga ombudsman dimasukkan dalam UUD-nya. Sebagai
contoh, di Republik Demokratis Timor Leste, ombudsman diatur dalam
Pasal 27 UUD Republik Demokratis Timor Leste. Di negara-negara
lainnya, ombudsman diatur dalam undang-undang atau keputusan
pemerintah.
Istilah ombudsman berasal dari kata bahasa Swedia, ombud yang
berarti komisioner atau agen. Dalam Bahasa Swedia, ombudsman
merupakan deputi yang mengurusi interes dan urusan legal/hukum
suatu kelompok seperti bisnis (trade union). Pada tahun 1809, kantor
riksdangens justitieombudsman didirikan di Swedia sebagai agen dari
keadilan. Tugasnya adalah mengawasi masalah keadilan dalam urusan
antara warga negara dan pemerintah.
Ombudsman adalah pejabat publik non partisipan yang meneliti
keluhan mengenai pelanggaran hak dan ketidakadilan yang alami oleh
anggota masyarakat oleh kebijakan dan perlakuan lembaga pemerintah,
lembaga nirlaba dan perusahaan. Istilah pejabat publik artinya pejabat
tersebut mempunyai tugas melindungi hak-hak publik dari pelanggaran
dan ketidakadilan. Pejabat publik tersebut bisa seorang atau beberapa
orang merupakan non partisipan, artinya independen dan imparsial atau
tidak memihak kepada orang yang merasa hak-haknya dilanggar atau
orang/lembaga yang melanggarnya. Setelah memeriksa keluhan
pelanggaran tersebut, Ombudsman bisa meminta lembaga yang
melanggar untuk menghentikan pelanggaran, melaksanakan layanan
publik yang seharusnya diterima oleh warga negara, atau menyatakan
bahwa keluhan anggota masyarakat tersebut tidak benar. Kekuasaan
Ombudsman beraneka ragam dari yang mempunyai kekuasaan
mengadili sampai yang sekedar menyampaikan keluhan anggota
masyarakat pada lembaga pemerintah agar mendapat perhatian yang
tidak dilanjuti.
Ombudsman dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok,
antara lain sebagai berikut.
(1) Ombudsman pemerintah. Ombudsman yang didirikan oleh
lembaga pemerintah dan menanggani pelanggaran hak warga
negara oleh lembaga pemerintah. Larry B. Hill (2002)
membedakan ombudsman pemerintah menjadi quasi ombudsman
dan real ombudsman
Quasi ombudsman adalah mekanisme kontrol birokratis yang
merupakan bagian dari pemimpin eksekutif atau para administrator
lembaga pemerintah.
Real ombudsman. Pejabat publik yang beroperasi secara
independen dan merupakan bagian dari atau diangkat oleh lembaga
legislatif. Menurut Hill, ombudsman klasik merupakan pejabat
publik yang independen dan diangkat oleh legislatur. Mereka
diberi kekuasaan untuk menginvestigasi keluhan warga negara
terhadap lembaga pemerintah dan memutuskan apakah keluhan
tersebut benar atau tidak. Jika keluhan benar diambil langkah untuk
menyelesaikan keluhan tersebut. Di samping itu, ombudsman
pemerintah bisa mencakup pemerintalh pusat maupun mencakup
PEMDA. Oleh karena tujuan ombudsman menyclesaikan keluhan
warga negara yang tersebar di tempat yang sangat luas,
ombudsman yang paling efektif adalah ombudsman yang
mencakup PEMDA. Kecuali, jika luas wilayah negara tersebut
tidak luas, seperti Belanda. Ombudsman yang hanya mencakup
pemerintah pusat cukup bagi Belanda.
Pemerintah membentuk ombudssman untuk menyelesaikan
konflik antara warga negara dan lembaga pemerintah yang harus
melayani warga negaranya. Di Korea Selatan, pemerintah
membentuk ombudsman investasi berdasarkan Undang-undang
Investasi Langsung Luar Negeri. Tugas dari ombudsman ini adalah
menyelesaikan keluhan investor luar negeri dalam menanamkan
modalnya di Korea Selatan.
(2) Ombudsman nonpemerintah Ombudsman yang didirikan oleh
lembaga nonpemerintah, seperti perusahaan, lembaga pendidikan,
dan lembaga nirlaba lainnya. Berikut adalah contoh dari
ombudsman nonpemerintah
 Franchhise ombudsman. Perkembangan perusahaan franchise
(waralaba) sering menimbulkan konflik antara franchisor dan
franchisce. Untuk menyelesaikan perselisihan mereka secara cepat
dan dengan biaya yang murah, maka, di AS dan Kanada franchise
ombudsman dibentuk. Bahkan, dewasa ini, The International
Franchise Association Ombudsman Program sudah terbentuk.
Tujuan dari pembentukan program ombudsman internasional ini
adalah:
a. membantu franchisor dan franchisee untuk mengidentifikasi
konflik yang mungkin terjadi dan mengambil langkah-langkah
dengan menggunakan metode nonpengadilan untuk menyelesaikan
konflik tersebut;
b. mendorong kedua belah pihak untuk bekerja bersama untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi;
c. membantu proses manajemen konflik secara rahasia; serta
d. menyediakan nasehat objektif dan penyuluhan yang imparsial
kepada semua pihak.
 Ombudsman perusahaan. Perusahaan besar dan multinasional,
seperti Rockwell, Johnson & Johnson, Herman Miller Inc.,
Volvo, Morley Builder, IBM, Pan Pacific Hotels, sejumlah
perusahaan asuransi, bank, dan sebagainya membentuk
ombudsman perusahaan. Tugas ombudsman perusahaan
beragam dari menangani keluhan pelanggan sampai
menyelesaikan konflik antara manajemen dan karyawan.
 Ombudsman lembaga pendidikan. Di AS, lebih dari 200
universitas dan komunitas perkuliahan membentuk
ombudsman. Demikian juga, sekolah-sekolah juga
membentuk ombudsman sekolah. Tugas dari ombudsman
universitas adalah mengawasi pelaksanaan peraturan
universitas dan menangani konflik dalam universitas.
Di Indonesia, Komisi Ombudsman Nasional (KON) mula-
mula dibentuk melalui Keputusan Presiden (Keppres) RI No: 44
tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional. Dengan
dibuatnya, UU-RI No: 37 tahun 2008 tentang Ombudmans
Republik Indonesia (UUO), Kepres tersebut sudah tidak berlaku
lagi.
Menurut Pasal 1, UUO, yang dimaksud dengan
ombudsman adalah lembaga negara yang mempunyai fungsi dan
kewenangan untuk mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik
yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan
pemerintahan, termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN,
BUMD, dan BHMN, serta badan swasta atau perseorangan yang
diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang
sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan
belanja daerah.
Dari ketentuan Pasal 1, UUO, ombudsman hampir mirip
dengan Unit Kerja Inspektorat Jenderal yang ada di setiap
departemen pemerintah dan Inspektur Wilayah yang ada di
PEMDA. Bedanya, ombudsman merupakan lembaga negara yang
mandiri. Menurut Pasal 2, UUO, ombudman tidak memiliki
hubungan langsung dengan lembaga negara dan instansi
pemerintah lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya.
Berikut adalah tugas-tugas ombudsman.
(1) Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik. Maladministrasi adalah
perilakuatau perbuatan melawanhukum, melampaui wewenang,
dan menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi
tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian
kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang
dilakukan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan yang
menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi
masyarakat dan orang perorangan.
(2) Melakukan pemeriksaaan substansial atas laporan yang tercakup
dalam ruang lingkup kewenangan ombudsman.
e. Resolusi Perselisihan Alternatif
Resolusi perselisihan alternatif (alternative dispute resolution-
ADR) adalah resolusi konflik melalui pihak ketiga yang bukan pengadilan
dan proses administrasi yang diselenggarakan oleh lembaga yudikatif dan
eksekutif. ADR terdiri atas mediasi dan arbitrase. Masing-masing metode
ADR akan dibahas lebih terperinci pada bagian selanjutnya.
Rekonsiliasi
Sering kali, resolusi konflik yang dicapai tidak menuntaskan
sepenuhnya konflik dan mengembalikan situasi sepenuhnya seperti
sebelum konflik terjadi. Sebagai contoh, konflik interpersonal yang
diselesaikan melalui pengadilan, mediasi, arbitrase atau melalui mengatur
sendiri menyisakan perasaan tidak puas akan solusi yang dihasilkan. Pada
masalah politik, walaupun konflik telah diselesaikan namun tidak
menjangkau masa lalu.
Agar resolusi konflik tidak menyisakan permasalahan di kemudian
hari serta agar pihak-pihak yang terlibat konflik tidak mendendam dan
kembali berdamai seperti sebelum terjadinya konflik, rekonsiliasi
dilakukan. Istilah rekonsiliasi berakar pada kata bahasa Inggris to
reconsile, artinya membangun kembali hubungan erat yang menenangkan,
membereskan, menyelesaikan, dan membawa seseorang untuk menerima.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) kata rekonsiliasi artinya
perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula. Di
samping kata rekonsiliasi ada kata konsiliasi yang artinya mempertemukan
keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan
mennyelesaikan perselisihan itu. Dalam manajemen konflik, istilah
konsiliasi dan rekonsiliasi dikenal sebagai proses manajemen konflik
untuk menciptakan solusi konflik.
Dalam manajemen konflik, rekonsiliasi merupakan proses resolusi
konflik yang mentransformasi ke keadaan sebelum terjadinya konflik,
yaitu keadaan kehidupan yang harmonis dan damai. Jika salah satu pihak
yang terlibat konflik salah, lawan konfliknya haru diperbuatnya. Kedua
belah pihak yang terlibat konflik saling memaafkan dan tidak menyisakan
dendam yang dapat menimbulkan konflik baru di kemudian hari.
Untuk menyelesaikan masalah konflik politik dan sosial di
Indonesia, UU-RI No: 27 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi dibuat. Pasal 1 ayat 2 dari undang-undang tersebut
menyatakan: "Rekonsiliasi adalah hasil dari suatu proses pengungkapan
kebenaran, pengakuan, dan pengampunan, melalui Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi dalam rangka menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia
yang berat untuk terciptanya perdamaian dan persatuan bangsa."
Penggunaan teknik rekonsiliasi untuk menyelesaikan konflik
merupakan proses tua yang berakar pada agama dan adat istiadat
masyarakat. Rekonsiliasi telah digunakan oleh agama Katolik dalam
proses pengakuan dosa pada abad pertengalhan. Seorang penganut agama
Katolik yang merasa melakukan perbuatan dosa menemui pendeta di
gereja untuk mengakui perbuatan dosanya. Sang Pendeta kemudian
memaafkan dan menghapus dosanya sehingga ia bersih kembali dari dosa.
Sebagian masyarakat yang beragama Islam juga menerapkan proses
rekonsiliasi jika terjadi konflik. Pada masyarakat yang berbudaya Islam,
rekonsiliasi terdiri atas beberapa ritual antara lain sebagai berikut.
(1) Fase pertama Sulh. Ritual yang terdiri atas pihak yang terlibat konflik-
korban dan pelanggar-memilih muslihs atau mediator yang dihormati
kedua belah pihak. Kedua belah pihak mengakui telah terjadi
perbuatan krriminal.
(2) Fase kedua Musalaha. Dalam fase ini, muslihs bekerja untuk
menciptakan situasi yang saling memaafkan dan menyelesaikan.
Dalam proses ini, kehormatan dan martabat kedua belah pihak perlu
dijunjung tinggi dan dipulihkan. Kedua belah pihak juga wajib
menghormati masyarakat bahkan ketika terjadi kejahatan. Dalam
proses ini, masyarakat ikut serta bukan hanya individu dari kedua
belah pihak. seperti dalam budaya Barat yang individualis.
(3) Fase ketiga reckonsiliasi. Ritual masyarakat dilakukan sehingga
membawa masyarakat yang bersatu sebagai jaminan pemberian maaf.
Seremoni publik sulh terdiri dari empat tahapan, yaitu:
(1) Tindakan rekonsiliasi
(2) Kedua belah pihak berjabat tangan di bawah supervisi mediator
(3) Keluarga pelanggar mengunjungi rumah korban untuk meminum kopi
pahit
(4) Keluarga pelanggar menyelenggarakan makan malam bersama.
Di Indonesia, rekonsiliasi dilakukan oleh mayarakat adat dari zaman
kuno hingga modern dewasa ini. Manajemen konflik melalui rekonsiliasi
banyak digunakan dalam masyarakat adat di Papua, Kalimantan, dan
Sumatra. Untuk menyelesaikan konflik politik dan sosial yang melanggar
hak asasi manusia secara berat di Indonesia, Pemerintah RI telah membuat
dua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya. Pertama, telah
dikeluarkan UU-RI No: 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia (UU Pengadilan HAM). Kedua, UU-RI No: 27 tahun 2004
tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (UU KKR).
Berikut adalah tujuan dari UU KKR
(1) Menelusuri kembali untuk mengungkapkan kebenaran, menegakkan
keadilan, dan membentuk budaya menghargai hak asasi manusia
sehingga rekonsiliasi dan persatuan nasional bisa diwujudkan.
(2) Memberikan kompensasi bagi para korban dan/atau keluarganya.
Restitusi dan/atau rehabilitasi.
(3) Membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), yaitu
lembaga independen untuk mengungkapkan kebenaran atas
pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan melaksanakan
rekonsiliasi.
Fungsi dari KKR dalam Pasal 5 UUKR: "Komisi mempunyai fungsi
kelembagaan yang bersifat publik untuk mengungkapkan kebenaran atas
pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan melaksanakan rekonsiliasi."
Untuk melaksanakan fungsi tersebut Pasal 5, UUKR, menyatakan bahwa
KKR mempunyai tugas sebagai berikut:
(1) menerima pengaduan atau laporan dari pelaku, korban, atau keluarga
korban yang merupakan ahli warisnya
(2) melakukan penyelidikan dan klarifikasi atas pelanggaan hak asasi
manusia yang berat
(3) memberikan rekomendasi kepada Presiden dalam hal permohonan
amnesty
(4) menyampaikan rekomendasi kepada Pemerintah dalam hal pemberian
kompensasi dan/atau rehabilitasi
(5) menyampaikan laporan tahunan dan laporan akhir tentang
pelaksanaan tugas dan wewenang yang berkaitan dengan perkara yang
ditanganinya, kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat dengan
tembusan pada Mahkamah Agung.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pasal 7, UUKR memberikan
wewenang pada
KKR sebagai berikut:
(1) melaksanakan penyelidikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
(2) meminta keterangan kepada korban, ahli waris korban, pelaku,
dan/atau pihak lain, baik di dalam maupun di luar negeri
(3) meminta dan mendapatkan dokumen resmi dari instansi sipil atau
militer serta badan lain, baik yang ada di dalam maupun di luar negeri
(4) melakukan koordinasi dengan instansi terkait, baik di dalam maupun
di luar negeri untuk memberikan perlindungan kepada korban, saksi,
pelapor, pelaku, dan barang bukti sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
(5) memanggil setiap orang yang terkait untuk memberikan keterangan
dan kesaksian
(6) memutuskan pemberian kompensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasi;
serta
(7) menolak permohonan kompensasi, restitusi, rehabilitasi, atau amnesti,
apabila perkara sudah didaftarkan ke pengadilan hak asasi manusia.
Untuk melaksanakan wewenang tersebut, KKR dapat meminta
penetapan pengadilan untuk melakukan upaya paksa. Pengadilan wajib
memberikan penetapan paling lambat 7 hari setelah tanggal permohonan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengaturan sendiri:
Dalam metode resolusi konflik pengaturan sendiri, pihak-
pihak yang terlibat konflik menyusun strategi konflik dan
menggunakan taktik konflik untuk mencapai tujuan terlibat
konfliknya.
Pola interaksi konflik untuk mencapai keluaran konflik
dibagi menjadi empat:
a. Interaksi konflik dengan keluarga yang diharapkan
mengalahkan lawan.
b. Interaksi konflik dengan tujuan menciptakan kalaborasi atau
kompromi.
c. Interaksi konflik menghindar.
d. Interaksi konflik mengakomodasi.
2. Intervensi pihak ketiga:
Sering kali pihak yang terlibat konflik tidak mampu
menyelesaikan konflik yang sudah berlangsung lama dengan
menghabiskan sumber-sumber yang dimiliki dan pengorbanan
sangat besar. Dalam keadaan seperti ini, intervensi pihak ketiga
diperlukan.
Intervensi pihak ketiga dapat dibagi menjadi empat yaitu:
a. Resolusi konflik melalui proses pengadilan.
b. Resolusi konflik melalui proses atau pendekatan legislasi.
c. Resolusi konflik melalui proses adminitrasi.
d. Resolusi konflik melalui perselisihan alternatif.
B. Saran

Konflik merupakan peristiwa yang tidak dapat dihindari dalam


kehidupan baik dalam kehidupan masyarakat, kehidupan organisasi,
maupun konflik dalam dirinya sendiri. Dengan mengetahui metode-
metode konflik kita dapat menyelesaikan konflik serta dapat
memanfaatkan konflik sehingga konflik dapat membawa perubahan
dan kemajuan bagi kita.

Anda mungkin juga menyukai