Disusun Oleh :
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah “Dasar – Dasar Grup“ pada
mata kuliah Pengantar Struktur Aljabar bisa selesai pada waktunya.
Kepada Ibu Indah Mayasari, M.Pd selaku dosen yang telah memberikan tugas terstruktur
berupa makalah mengenai “Dasar – Dasar Grup” dan kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, penulis ucapkan terima kasih.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan kekhilapan. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan supaya pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangan
untuk kesempurnaan makalah ini kedepannya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latarbelakang ............................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
C. Subgrup .................................................................................................................... 7
Kesimpulan ...................................................................................................................... 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat kami rumuskan
permasalahan yang akan dibahas didalam makalah ini, yaitu;
C. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini sebagaimana masalah yang telah penulis rumuskan,
penulis memiliki beberapa tujuan, yaitu:
A. Definisi Grup
Grup merupakan struktur aljabar dengan satu operasi biner.Himpunan bagian dari Grup
yang merupakan Subgrup, serta menentukan orde suatu Grup. Himpunan tak-kosong 𝐺
dikatakan grup jika dalam 𝐺 terdapat operasi biner yang dinyatakan dengan "∗ ", sedemikian
sehingga menurut Herstein (1975: 28):
1. Untuk setiap 𝑎, ∈ 𝐺 mengakibatkan 𝑎 ∗ 𝑏 ∗ 𝑐 = 𝑎 ∗ 𝑏 ∗ 𝑐 (sifat assosiatif)
2. Terdapat suatu elemen 𝑒 ∈ 𝐺 sedemikian sehingga 𝑎 ∗ 𝑒 = 𝑒 ∗ 𝑎 = 𝑎 untuk setiap 𝑎 ∈
𝐺 (𝑒 adalah elemen identitas di 𝐺).
3. Untuk setiap 𝑎 ∈ 𝐺, terdapat suatu elemen 𝑎 -1 ∈ 𝐺 sedemikian sehingga 𝑎 ∗ 𝑎 -1 =
Contoh:
ℤ adalah himpunan bilangan bulat, (ℤ, +) adalah grup karena berlaku:
1. Untuk setiap 𝑎, ∈ ℤ maka (𝑎 + 𝑏) ∈ ℤ. Jadi, operasi + adalah operasi biner pada ℤ atau
dengan kata lain, operasi + tertutup di ℤ.
2. Untuk setiap 𝑎, , ∈ ℤ maka 𝑎 + 𝑏 + 𝑐 = 𝑎 + 𝑏 + 𝑐. Jadi, ℤ dengan operasi +
(penjumlahan) memenuhi sifat assosiatif.
3. Terdapat elemen identitas yaitu 0 ∈ ℤ sedemikian sehingga 𝑎 + 0 = 0 + 𝑎 = 𝑎, untuk
setiap 𝑎 ∈ ℤ.
-1
4. Untuk setiap 𝑎 ∈ ℤ terdapat 𝑎 yaitu (−𝑎) ∈ ℤ sedemikian sehingga 𝑎 + −𝑎 = −𝑎 +
𝑎 = 0 Elemen (−𝑎) adalah invers dari 𝑎. Karena himpunan ℤ dengan operasi +
(penjumlahan) memenuhi aksioma-aksioma grup, maka (ℤ, +) adalah grup.
a. Grup Simetri
Definisi 1:
3
4
Definisi 2:
Misalkan A adalah suatu himpunan berhingga dan S(A) adalah himpunan semua
pemetaan bijektif dari himpunan A pada dirinya sendiri, maka komposisi pemetaan <
S(A), o > adalah merupakan grup permutasi.
Definisi 3:
Grup dari semua permutasi dari himpunan unsur disebut Grup Simetris berderajat n
dan dinyatakan dengan (Sn, o).
Order dari Sn adalah n! dan bilan > 2 dimana n bilangan bulat positif, maka Sn tidak
komutatif.
Dalam konteks yang lebih luas, grup simetris merupakan bagian dari grup
transformai. Ketika kita mengetahui struktur matematika yang kita alami, kita dapat
mengetahui pemetaan dari struktur itu.
Contoh:
Misalkan f dan g dua permutasi yang didefinisikan sebagi berikut:
𝟏 𝟐 𝟑𝟒 𝟓 𝟔 𝟏 𝟐 𝟑𝟒 𝟓 𝟔
f=( ) dan g = ( )
𝟐 𝟏 𝟓𝟑 𝟔 𝟒 𝟑 𝟏 𝟐𝟓 𝟔 𝟒
tentukan f o g dan g o f serta tentukan orbit dan siketnya!
Penyelesaian :
𝟏 𝟐 𝟑𝟒 𝟓 𝟔
fog=( )
𝟓 𝟐 𝟏𝟔 𝟒 𝟑
Orbitnya = (1 5 4 6 3)
Sikelnya = 1
𝟏 𝟐 𝟑𝟒 𝟓 𝟔
gof=( )
𝟏 𝟑 𝟔𝟐 𝟒 𝟓
Orbitnya = (2 3 6 5 4)
Sikelnya = 1
5
Urutan baris pertama dapat diubah asal bayangan masing-masing anggota tetap, dan akan
menghasilkan permutasi (simetri yang sama)
Contoh:
𝟏 𝟐 𝟑𝟒 𝟓 𝟔 𝟏 𝟒 𝟔 𝟐 𝟑 𝟓 𝟐 𝟏 𝟒 𝟔 𝟑 𝟓
( )=( )=( )
𝟐 𝟏 𝟓𝟑 𝟔 𝟒 𝟐 𝟑 𝟒 𝟐 𝟓 𝟔 𝟏 𝟐 𝟑 𝟒 𝟓 𝟔
=𝑚⋅𝑎 [jadi, 0 + 𝑎 = 𝑎]
Jadi, 𝑚 ⋅ 0 + 𝑚 ⋅ 𝑎 = 𝑚 ⋅ 𝑎 + 𝑚 ⋅ 0 = 𝑚 ⋅ 𝑎, ∀𝑚 ⋅ 𝑎 ∈ 𝐺
4. Jika 𝑚 ⋅ 𝑎 adalah sembarang elemen di 𝐺, maka 𝑎 adalah bilangan bulat dan begitu
juga - 𝑎 dan oleh sebab itu 𝑚 ⋅ - 𝑎 adalah elemen 𝐺,
𝑚⋅ -𝑎 +𝑚⋅𝑎 =𝑚⋅𝑎+𝑚⋅ -𝑎 = 𝑚⋅0=0
Jadi, setiap elemen 𝑚 ⋅ 𝑎 di 𝐺 mempunyai invers penjumlahan yaitu 𝑚 ⋅ - 𝑎 di 𝐺.
5. Jika 𝑚 ⋅ 𝑎 dan 𝑚 ⋅ 𝑏 adalah dua elemen sembarang dari 𝐺 maka
𝑚⋅𝑎+𝑚⋅𝑏 =𝑚⋅ 𝑎+𝑏 [distributif perkalian terhadap penjumlahan]
= 𝑚 ⋅ 𝑏 + 𝑎 [kekomutatifan penjumlahan bilangan bulat]
=𝑚⋅𝑏+𝑚⋅𝑎
Jadi, penjumlahan komutatif di 𝐺. Jadi, (𝐺, +) adalah grup abelian.
B. Orde Grup
Misalkan G adalah suatu Grup dan a ∈ G, a merupakan unsur atau anggota atau elemen
dari Grup. Unsur dari grup ini dapat membentuk atau membangun suatu Subgrup, jumlah dari
unsur suatu Grup atau Subgrup tersebut disebut orde.
Definisi 1 :
Misalkan (G,*) adalah suatu Grup. Banyaknya unsur-unsur dari Grup (G,*) disebut orde
dari Grup (G,*), dilambangkan dengan |G|. (G,*) disebut Grup hingga bila |G| terhingga
(finite) dan disebut Grup tak hingga bila |G| tak hingga.
Definisi 2:
Orde dari suatu unsur a dalam suatu Grup (G,*) adalah bilangan bulat positif terkecil n,
sedemikian hingga an = e (e = 1, untuk perkalian) dan na = e (e = 0, untuk penjumlahan).
Bila tidak ada bilangan seperti n tersebut, maka orde dari unsur tersebut tak hingga.
Contoh :
Orde dari Grup G = {0, 1, 2, 3, 4, 5} adalah 6 dan orde dari Subgrup H = {0, 2, 4} adalah 3.
7
Contoh :
Tentukan Subgrup dari Grup (Z4,+) dan tentukan orde dari masing-masing Subgrup.
Penyelesaian :
Grup Z4 = {0, 1, 2, 3}, orde dari Grup |Z4| = 4. Subgrup dari unsur-unsur Z4 adalah :
Misal n = 0, 1, 2, 3 dan Ha = {na, n ∈ Z4)
a = 0, dan H0 = {0} sehingga |H0| = 1
a = 1, dan H1 = {1, 2, 3, 0} , sehingga |H1| = 4
a = 2, dan H2 = {2, 0} sehingga |H2| = 2
a = 3, dan H3 = {3, 2, 1, 0} sehingga |H3| = 4
C. Subgrup
Sub himpunan tak-kosong 𝐻 dari suatu grup 𝐺 dikatakan subgrup dari 𝐺 jika 𝐻
membentuk grup terhadap operasi yang sama pada grup 𝐺 (Herstein, 1975:37).
Herstein (1975: 37) menyatakan dalam sebuah teorema bahwa suatu sub himpunan tak-
kosong 𝐻 dari grup 𝐺 adalah subgrup dari grup 𝐺 jika dan hanya jika menurut Herstein
(1975: 38) berlaku:
1. 𝑎, ∈ 𝐻 maka 𝑎 ∗ 𝑏 ∈ 𝐻
2. 𝑎 ∈ 𝐻 maka 𝑎−1 ∈ 𝐻
Bukti:
Untuk membuktikan teorema tersebut, perlu dibuktikan kondisi perlu dan cukup bagi
subgrup. Kondisi perlu bagi subgrup adalah jika 𝐻,∗ ≤ (𝐺,∗) maka ∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐻 berlaku 𝑎
Kondisi perlu:
berlaku 𝑎 ∗ 𝑏−1 ∈ 𝐻 atau 𝑎−1 ∗ 𝑏 ∈ 𝐻 (sifat tertutup terhadap operasi " ∗ "). Jadi kondisi
perlu bagi subgrup telah terpenuhi.
Kondisi cukup:
Contoh :
Misal 𝐺 grup bilangan bulat terhadap operasi + (penjumlahan), 𝐻 sub himpunan yang
terdiri dari kelipatan 5. Maka 𝐻 adalah subgrup dari grup 𝐺. Subgrup yang terdiri dari
identitas saja atau semua elemen suatu grup disebut subgrup trivial. Sedangkan subgrup
selain identitas dan semua elemen suatu grup disebut subgrup sejati.
BAB III
KESIMPULAN
Suatu Grup dikatakan Grup Komutatif atau Grup Abelian jika memenuhi syarat-syarat dari
Grup dan mempunyai sifat Komutatif.
(H,*) dikatakan Subgrup dari Grup (G,*), bila memenuhi langkah
b. Harus ditunjukan bahwa (H,*) merupakan suatu Grup Dengan kata lain, (G,*) adalah
suatu Grup dan H ⊆ G. (H,*) dikatakan Subgrup dari (G,*), jika (H,*) adalah suatu Grup
terhadap operasi yang ada dalam (G,*).
Misalkan (G,*) adalah suatu Grup. Banyaknya unsur-unsur dari Grup (G,*) disebut orde
dari Grup (G,*), dilambangkan dengan |G|. (G,*) disebut Grup hingga bila |G| terhingga
(finite) dan disebut Grup tak hingga bila |G| tak hingga.
Orde dari suatu unsur a dalam suatu Grup (G,*) adalah bilangan bulat positif terkecil n,
sedemikian hingga an = e (e = 1, untuk perkalian) dan na = e (e = 0, untuk penjumlahan).
Bila tidak ada bilangan seperti n tersebut, maka orde dari unsur tersebut tak hingga.
9
10
DAFTAR PUSTAKA
http://etheses.uin-malang.ac.id/7034/1/07610021.pdf
https://www.academia.edu/22549551/Aljabar_Abstrak_I_Bab
http://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/Pertemuan_1021032.pdf
https://www.slideshare.net/mobile/sholihalovessmnnclalu/grup-simetri-dan-grup-siklik