Anda di halaman 1dari 10

Teknologi HVDC

Terdapat 2 jenis teknologi konverter ac/dc/ac yang digunakan pada sistem HVDC saat
ini. HVDC yang menggunakan Current source converter (CSC) komutasi jala-jala
menggunakan thyristor dan HVDC yang menggunakan Voltage source
converter (VSC) yang menggunakan IGBT.
Teknologi CSC-HVDC sudah sangat mapan untuk konverter berdaya sangat besar.
Untuk keperluan diatas 1000MW teknologi ini menjadi satu-satunya pilihan saat ini.
Itaipu HVDC adalah sistem HVDC terbesar saat ini yang beroperasi secara komersil
menggunakan CSC-HVDC. Proyek CSC-HVDC terbesar yang sedang dibangun saat ini
adalah Xiangjiaba – Shanghai HVDC yang mentransmisikan daya 6400MW pada
800kV sejauh 2071 km.

Komutasi jala-jala merupakan salah satu kelemahan yang ada pada CSC-HVDC,
akibatnya pada HVDC yang menggunakan CSC diperlukan jaringan arus bolak-balik
yang kuat di sisi kirim maupun sisi terima. Gambar 3 menunjukkan HVDC yang
menggunakan CSC.

”]

VSC-HVDC merupakan perkembangan terbaru dari teknologi HVDC. Hampir sejak


satu dekade terakhir, beberapa proyek VSC-HVDC berhasil dibangun dan mencapai
tahap komersil. Keunggulan VSC-HVDC dibanding CSC-HVDC adalah
kemampuannya untuk komutasi tanpa bergantung kondisi jala-jala, pengaturan daya
aktif dan reaktif yang independen, serta kemampuan untuk black-start. Keunggulan
tersebut membuat VSC-HVDC menarik untuk aplikasi penyaluran daya ke beban
berjarak jauh yang tidak memiliki sumber jala-jala lokal, seperti pada anjungan lepas
pantai, dsb.

Kelemahan VSC-HVDC adalah teknologi IGBT sekarang belum mampu untuk


melayani transmisi daya berkapasitas besar seperti halnya CSC-HVDC. Proyek VSC-
HVDC terbesar saat ini adalah Ciprivi Line HVDC di Namibia yang berkapasitas
300MW pada 350kV sejauh 970 km. Gambar 4 menunjukkan HVDC yang
menggunakan VSC.
”]

Konfigurasi HVDC
Pemilihan konfigurasi sangat bergantung pada kondisi lokal, tujuan, dan faktor
ekonomi. Baik VSC ataupun CSC-HVDC dapat menggunakan konfigurasi yang sama,
modifikasi dapat dilakukan bergantung kondisi lokal masing-masing.

Back-to-back
Konfigurasi ini ditunjukkan pada Gambar 5. Pada konfigurasi ini gardu induk
konverter berada pada lokasi yang sama dan tidak menggunakan saluran arus searah
jarak jauh. Umumnya konfigurasi ini berfungsi sebagai interkoneksi frekuensi antara
dua sistem arus bolak-balik yang berdekatan, walaupun konfigurasi ini juga bisa
dipakai pada interkoneksi dua sistem arus bolak-balik yang memiliki frekuensi yang
sama.

”]

Monopolar
Konfigurasi ini ditunjukkan pada Gambar 6. Pada konfigurasi ini dua gardu induk
konverter dipisahkan menggunakan satu saluran arus searah berjarak jauh, berbeda
dengan konfigurasi back-to-back yang hanya membutuhkan satu lokasi saja. Saluran
arus searah yang dipakai hanya memiliki 1 kutub tegangan, bisa positif saja atau
negatif saja, sehingga tanah diperlukan sebagai saluran balik arus.
”]

Bipolar
Konfigurasi ini ditunjukkan pada Gambar 7. Pada konfigurasi ini dua gardu induk
konverter dipisahkan menggunakan dua saluran arus bolak-balik yang berbeda kutub
tegangan, satu positif dan satu lagi negatif. Relatif terhadap tanah, konfigurasi bipolar
merupakan dua buah konfigurasi monopolar yang berbeda kutub tegangan, sehingga
masing-masing monopolar dapat dioperasikan secara independen. Pada keadaan
normal arus yang mengalir melalui tanah akan bernilai nol akibat dua kutub
monopolar yang berbeda. Keunggulan konfigurasi ini adalah salah satu kutub
tegangan tetap dapat beroperasi ketika kutub tegangan yang lainnya tidak beroperasi
akibat gangguan atau alasan lain. Reliabilitas konfigurasi ini lebih baik daripada
konfigurasi monopolar.

”]

Multiterminal
Konfigurasi ini ditunjukkan pada Gambar 8. Konfigurasi ini adalah perluasan dari
konfigurasi bipolar dengan menempatkan gardu konverter baru di tengah-tengah
saluran bipolar. Jumlah saluran masuk di tengah-tengah konfigurasi bipolar tidak
dibatasi hanya satu, melainkan bisa banyak sesuai dengan keperluan.
”]

Pemanfaatan HVDC
Penggunaan sistem transmisi arus bolak-balik yang sudah menyeluruh memang
memberikan keuntungan harga yang lebih kompetitif karena pasar dan produsen
sudah sama-sama mapan, dibandingkan dengan transmisi HVDC yang masih relatif
lebih sedikit pemakainya. Namun sistem HVDC akan dipandang lebih
menguntungkan dibandingkan sistem ac pada beberapa aplikasi tertentu.

Transmisi jarak jauh


Pada transmisi daya besar dengan jarak yang jauh, HVDC memberikan alternatif yang
kompetitif secara ekonomi terhadap sistem transmisi arus bolak-balik Terlepas dari
adanya tambahan rugi-rugi akibat penggunaan konverter dibandingkan pada sistem
arus bolak-balik, rugi-rugi saluran pada transmisi HVDC bisa lebih kecil 30%-50%
dari ekuivalen saluran arus bolak-balik pada jarak yang sama. Pada jarak yang sangat
jauh, sistem transmisi arus bolak-balik membutuhkan gardu induk di tengah saluran
dan juga kompensasi reaktif. Dibandingkan dengan transmisi arus searah yang tidak
memerlukan gardu induk intermediet. Jarak tipikal yang dianggap pemakaian sistem
HVDC akan menguntungkan secara ekonomis daripada transmisi arus searah adalah
sekitar 500 km keatas.

Penggunaan kabel
Pada kasus jika penggunaan kabel diperlukan, seperti pada transmisi yang melewati
laut, atau transmisi yang dirancang bawah tanah, penggunaan HVDC memberikan
keuntungan lebih secara ekonomis daripada penggunaan kabel arus bolak-balik.
Permasalahan lain pada penggunaan kabel dengan sistem arus bolak-balik adalah
penurunan kapasitas daya kabel karena jarak yang jauh akibat daya reaktif yang cukup
tinggi. Ini dikarenakan karakteristik kabel yang memiliki kapasitansi yang lebih besar
dan induktansi yang lebih kecil daripada ekuivalen konduktor udara.

Interkoneksi frekuensi
Interkoneksi antara 2 area yang berbeda frekuensi hanya bisa dilakukan dengan
menggunakan HVDC untuk menjamin kelangsungan operasi yang handal. Contohnya
adalah gardu induk Shin-Shinano 600 MW yang menghubungkan Jepang bagian
barat yang berfrekuensi 60 Hz dengan Jepang bagian timur yang berfrekuensi 50 Hz.
Tidak hanya pada kasus seperti Shin-Shinano yang beda frekuensi operasi diantara
dua terminalnya, beberapa kasus lain menggunakan konverter frekuensi HVDC untuk
menghubungkan antara dua perusahaan listrik yang berbeda. Selain untuk
pengaturan aliran daya, hal ini dimaksudkan untuk melindungi area perusahaan satu
dari fluktuasi frekuensi di perusahaan tetangga disamping juga untuk mencegah
menjalarnya gangguan akibat dari perusahaan tetangga.

Kesimpulan
Pada tulisan ini telah dipaparkan teknologi, konfigurasi, dan aplikasi dari transmisi
daya arus searah (HVDC). Pada aplikasi tertentu transmisi HVDC memiliki
keuntungan dibandingkan transmisi arus bolak-balik.

Referensi
1. M.P. Bahrman dan B.K. Johnson, The ABCs of HVDC Transmission Technologies,
IEEE Power & Energy Magazine.
2. W. Long dan S. Nilsson, HVDC Transmission: Yesterday and Today, IEEE Power
& Energy Magazine.
3. N. Flourentzou, V.G. Agelidis, dan G.D. Demetriades, VSC-based HVDC Power
Transmission System: An Overview, IEEE Trans. on Power Electronics.
4. B.R. Andersen, HVDC Transmission – Opportunities and Challenges, IEEE
paper.
5. M. Hirose, S. Hara, dan Y. Makino, Outline of the Kii Channel HVDC Link, IEEE
paper.
*Gambar sampul diambil dari http://pterra.us
Interkoneksi Sumatera-Jawa, investasi strategis
yang selalu tertunda
05apr07
Krisis listrik di Jawa-Bali hingga kini belum kunjung usai. Solusi
klasik terhadap masalah ini adalah dengan membangun pembangkit-
pembangkit listrik baru. Padahal disamping itu, sesungguhnya
pembangunan interkoneksi Sumatera-Jawa juga merupakan sebuah
solusi yang strategis. Sayangnya solusi ini cenderung tidak menjadi
prioritas. Alasan utamanya apalagi kalau bukan karena mahalnya
biaya investasi.
Interkoneksi Sumatara-Jawa sesungguhnya bukan gagasan baru.
Sekedar menengok ke belakang, rencana pembangunan interkoneksi
Sumatera-Jawa telah digagas sejak era Orde Baru. Saat itu jaringan
interkoneksi Sumatara-Jawa direncakan akan terwujud pada
Repelita VII (1999-2004). Rencana pembangunan jaringan
interkoneksi tersebut pupus seiring dengan datangnya krisis ekonomi
pada tahun 1997 yang diikuti dengan lengsernya rejim yang berkuasa
waktu itu.
Namun semenjak krisis kelistrikan mendera Indonesia akhir-akhir ini,
interkoneksi Sumatara-Jawa kembali dilirik sebagai sebuah
alternatif. Akan tetapi tetap saja terkesan tidak menjadi prioritas
utama. Pada awal 2005 pemerintah, melalui Menteri Sumber Daya
Energi dan Mineral, Purnomo Yusgiantoro, menargetkan interkoneksi
Sumatera-Jawa akan selesai dibangun pada tahun 2007 (Kompas,
28/02/2005). Belakangan diberitakan bahwa rencana tersebut
rupanya tertunda lagi dan diperkirakan baru akan terwujud pada
tahun 2010 (Ekonomi neraca, 03/05/2006).
Keutungan strategis
Ada banyak keutungan strategis dengan kehadiran interkoneksi
Sumatera-Jawa tersebut, antara lain:
1. Mengamankan pasokan listrik
Pasokan listrik di Jawa-Bali saat ini mengalami defisit daya yang
cukup besar. Kombinasi antara keterbatasan daya listrik dan
buruknya keandalan pembangkit-pembangkit listrik di Jawa-Bali
memaksa PLN untuk melakukan pemadaman bergilir di sejumlah
wilayah. Alhasil, selama tahun lalu kejadian pemadaman listrik ini
telah dilakukan lebih dari tiga kali. Kehadiran interkoneksi
Sumatera-Jawa tentunya diharapkan akan membantu mengatasi
permasalahan ini.
2. Meningkatkan efisiensi pembangkitan listrik
Pembangunan pembangkit dengan memanfaatkan pembangkit mulut
tambang akan meningkatkan efisiensi pembangkitan. Ini karena
batubara yang digunakan sebagai bahan bakar tidak membutuhkan
transportasi yang panjang menuju lokasi pembangkitan. Masalah
yang berhubungan dengan terhambatnya pasokan batubara ke
pembangkit-pembangkit di Jawa juga bisa diminimalkan.
Pembangkit mulut tambang juga memungkinkan pemanfaatan
batubara kulitas rendah. Jenis batubara ini tidak ekonomis untuk
diekspor atau ditransportasikan ke pembangkit-pembangkit listrik di
Jawa oleh karenanya pembangkit harus dibangun di lokasi yang
dekat dengan lokasi tambang.
3. Meningkatkan keandalan sistem listrik
Kejadian mati listrik (black out) pada 18 Agustus 2005 membuktikan
betapa rentannya sistem kelistrikan Jawa-Bali. Padahal untuk waktu-
waktu yang akan datang keandalan sistem kelistrikan menjadi
prasyarat yang semakin vital dalam menentukan keberhasilan
pembangunan ekonomi. Interkoneksi Sumatera-Jawa akan
menghubungkan secara langsung pembangkit di Sumatera dengan
pusat beban Jawa-Bali yang terkonsentrasi di Jawa bagian barat.
Interkoneksi tersebut tentu diharapakan akan meningkatkan
keandalan sistem yang ada saat ini.
4. Memacu dan meratakan pertumbuhan ekonomi
Interkoneksi Sumetara-Jawa akan memacu pembangunan di
Sumatera khususnya di Sumatera Selatan dan sekitarnya dengan
meningkatnya pendapatan daerah melalui penjualan listrik.
Disamping itu ekses daya dari pembangkit yang ada bisa
dimanfaatkan untuk mempercepat pertumbuhan listrik di daerah
tersebut. Seiring dengan tersedianya infrastruktur listrik yang
memadai diharapkan Sumatera akan menjadi lebih atraktif untuk
aktifitas perekonomian.
Teknologi dan biaya
Ada dua alternatif teknologi untuk mentransmisikan daya listrik
dalam jumlah besar (bulk power), yaitu HVAC (High Voltage
Alternating Current) dan HVDC (High Voltage Direct Current).
Teknologi HVAC saat ini digunakan pada sistem transmisi Jawa-Bali,
dimana hampir seluruhnya berupa saluran udara tegangan tinggi
atau ekstra tinggi. Secara umum HVAC masih merupakan alternatif
yang murah dan fleksibel untuk transmisi daya listrik.
Kelemahannya, sistem HVAC menyerap daya reaktif yang besarnya
berbanding lurus dengan panjang saluran transmisi. Hal ini
mengakibatkan rugi-rugi transmisi yang cukup besar. Dengan
demikian HVAC memiliki keterbatasan untuk menyalurkan daya
dengan jarak yang jauh. Bahkan pada saluran transmisi kabel bawah
tanah atau bawah laut, kemampuan kabel HVAC dalam menyalurkan
daya sangat terbatas, hal ini disebabkan oleh kapasitansi yang tinggi
antara konduktor dengan tanah atau air laut.
Berbeda dengan HVAC yang relatif murah, HVDC terhitung mahal.
Penyebab utama tingginya biaya investasi HVDC adalah tingginya
harga konverter. Namun di sisi lain, HVDC memiliki sejumlah
kelebihan dibandingkan HVAC. Pertama, HVDC memiliki rugi-rugi
daya yang lebih kecil karena tidak mengkonsumsi daya reaktif.
Rendahnya rugi-rugi tersebut memungkinkan transmisi daya yang
lebih besar dan jarak yang lebih jauh. HVDC juga memerlukan lebih
sedikit konduktor serta tidak memakan area yang luas untuk
perlintasan saluran transmisi. Disamping itu, HVDC mampu
meningkatkan stabilitas sistem daya karena teknologi ini tidak
memerlukan operasi sinkron antara kedua sistem yang
dihubungkannya. Teknologi HVDC saat ini memungkinakan transfer
daya listrik hingga 3600 MW untuk setiap unit dengan panjang
transmisi mencapai lebih dari 1400 km.
Jalur interkoneksi Sumatera-Jawa (Sumber: Sudarmadi, 2006)
Interkoneksi Sumatera-Jawa diperkirakan akan menghubungkan Musi
Rawas dan Muara Enim yang nantinya akan menjadi sebuah pusat
pembangkitan listrik mulut tambang dan wilayah sekitar Jakarta
sebagai pusat beban. Panjang saluran transmisi diperkirakan sekitar
700 km. Dimana 40 km dari panjang tersebut merupakan kabel
bawah laut yang melintasi Selat Sunda dengan menghubungkan
Kalianda dengan Suralaya. Daya yang ditransmisikan diperkirakan
lebih dari 2000 MW. Dengan spesifikasi tersebut maka pilihan
teknologi yang dianggap paling tepat adalah dengan menggunakan
sistem transmisi HVDC.
Sebuah studi memperkirakan pembangunan interkoneksi Sumatra-
Jawa menggunakan HVDC dengan kapasitas daya 2400 MW akan
memakan biaya tak kurang dari 900 juta USD atau sekitar 8 trilyun
rupiah [1]. Sebagai pembanding, perlu diketahui bahwa dengan
biaya yang sama pada akhir tahun 2006 Cina bekerjasama dengan
ABB mampu membangun transmisi HVDC dengan kapasitas 3000 MW
sepanjang 1040 km. Logikanya, dengan kapasitas yang lebih kecil
dan saluran transmisi yang lebih pendek maka biaya interkoneksi
Sumatera-Jawa seharusnya lebih murah. Perbedaan ini kemungkinan
disebabkan karena studi tersebut menggunakan asumsi harga tahun
1997, sementara harga konverter HVDC selama beberapa tahun
terakhir telah mengalami penurunan yang signifikan. Secara teknis
pembangunan interkoneksi Sumatera-Jawa diperkirakan akan
memakan waktu kurang lebih 2.5 hingga 3 tahun, dengan asumsi
tidak ada kendala dalam pembebasan lahan.
Memang pembangunan interkoneksi Sumatera-Jawa membutuhkan
biaya yang tidak sedikit. Namun dengan pertimbangan besarnya
manfaat yang diperoleh, maka sesungguhnya biaya sebesar itu
merupakan investasi berharga bagi pembangunan kelistrikan
Indonesia. Tentu dengan catatan bahwa tidak akan terjadi mark-
up dalam realisasinya.
Pembangunan interkoneksi Sumatra-Jawa juga harus dipahami
sebagai sarana pemerataan pembangunan dan bukan sekedar sebagai
bentuk eksploitasi sumber daya alam dari dari satu daerah untuk
kepentingan daerah lain. Pemanfaatan batubara kalori rendah
dengan pembangkit mulut tambang juga bukan berarti bahwa
batubara kalori tinggi bebas dijadikan komoditas ekspor, mengingat
kebutuhan listrik dalam negeri masih akan tumbuh dengan pesat dan
batubara adalah menjadi salah satu alternatif utama.
Catatan:
[1] D. Sudarmadi, dkk. DC Interconnection between Java and
Sumatera, in Indonesia. Prosiding Power Systems Conference and
Exposition, 2006.

Anda mungkin juga menyukai