Anda di halaman 1dari 11

Keselamatan Pasien ( Patient Safety ) merupakan suatu variabel untuk mengukur dan

mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan


( Nursalam, 2011 ) . Keselamatan pasien merupakan prioritas, isu penting dan global dalam
pelayanan kesehatan. Keselamatan pasien merupakan penghindaran, pencegahan dan
perbaikan dari kejadian yang tidak di harapkan atau mengatasi cedera-cedera proses
pelayanan kesehatan..

Menurut Nursalam ( 2011) program keselamatan pasien adalah suatu usaha untuk
menurunkan angka kejadian tidak di harapkan ( KTD ) yang sering terjadi pada pasien selama
di rawat di rumah sakit sehingga sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun pihak
rumah sakit. KTD bisa di sebabkan oleh berbagai faktor antara lain beban kerja perawat yang
tinggi, alur komunikasi yang kurang tepat , penggunaan sarana yang kurang tepat dan lain
sebagainya.

1. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)


Sasaran keselamatan pasien diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, Nomor 1691/ Menkes/Per/VIII/2011 tentang keselamatan
Pasien Rumah Sakit BAB IV pasal 8. Sasaran keselamatan pasien merupakan
syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh komisi
Akreditasi Rumah Sakit, dalam penyusunan sasaran keselamatan pasien ini
mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solution dari WHO Patient
Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite keselamatan Pasien Rumah Sakit
(6)
PERSI (KKPRS PERSI) dan dari Joint Commision International (JCI) . Enam
sasaran (Six Goals Patien Safety) yaitu: (6)(5)
a. Ketepatan identifikasi pasien
Kesalahan karena keliru dalam identifikasi pasien sangatlah rentan
terjadi dihampir semua tahapan diagnosa atau pengobatan. Kesalahan tersebut
bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius / tersedasi, mengalami
disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur / kamar / lokasi rumah sakit,
adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain.
b. Meningkatkan komunikasi efektif
Komunikasi efektif yang tepat waktu, akurat dan lengkap, jelas dan
yang dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan
kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui
telepon. Tidak hanya melalui lisan ataupun telepon kesalahan komunikasi
mudah terjadi ketika pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti
melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.
c. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai
Obat – obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medication) adalah
obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan / kesalahan serius (sentinel
event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan
(adverse outcome) seperti obat-obatan yang terlihat mirip dan keengarannya
mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun
Alike/LASA). Obat –obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan
pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya,
kalium klorida 2 meq/ml atau lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih
pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat = 50% atau lebih pekat). Cara yang
paling efektif untuk mengurangi / menghindari kejadian tersebut adalah
dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai.
d. Kepastian tepat lokasi-tepat prosedur-tepat pasien operasi
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau
yang tidak adekuat antara tim bedah, kurang / tidak melibatkan pasien di
dalam penandaan lokasi (Site marking), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi. Disamping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat,
penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan
dengan tulisan tangan yang tidak dapat dibaca dan pemakaian singkatan
adalah faktor-faktor yang berkontribusi yang sering terjadi.
Penandaan yang digunakan oleh rumah sakit harus konsisten dan harus
dibuat oleh operator / orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat
pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat
disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel leel
(tulang belakang).
e. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan
Tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan adalah
pencegahan dan pengendalian infeksi, peningkatan biaya untuk mengetasi
infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan
keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan.
Infeksi yang dijumpai biasanya adalah infeksi saluran kemih, infeksi pada
aliran darah (blood stream infection) dan pneumonia. Dalam penanggulangan
pusat dari eliminasi infeksi tersebut dan infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan
(hand hygiene) yang tepat.
f. Pengurangan pasien jatuh
Dalam konteks populasi/ masyarakat yang dilayani, pelayanan yang
disediakan dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi pasien risiko
pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cidera bila
sampai jatuh. Evaluasi tersebut dilihat dari aspek riwayat jatuh, obat dan
telaah terhadap kosumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat
bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program evaluasi tersebut haruslah
diterapkan oleh rumah sakit untuk mengurangi jumlah pasien jatuh.

Tujuan Patient Safety

Tujuan penanganan patient safety menurut Joint Commission Internasional dalam Standar
Akreditasi Rumah Sakit ( 2011 ) adalah :

1. Ketepatan identifikasi pasien


2. Meningkatkan komunikasi yang efektif.
3. Meningkatkan keamanan dari obat yang perlu di waspadai ( High alert medication )
4. Memastikan benar tepat-lokasi, tepat-prosedur, dan tepat pasien operasi.
5. Mengurangi resiko infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan.
6. Mengurangi resiko pasien jatuh

Segala upaya dilakukan agar tidak terjadi kejadian tidak di inginkan dan terbebas dari
kesalahan sehingga tidak berdampak bagi pasien. Rekomendasi dari Institute of Medicine (
IOM ) berupa rangkaian pendekatan dalam mencapai keselamatan pasien, di antaranya yaitu :

1. Meningkatkan kemampuan leadership, penelitian, protokol untuk meningkatkan


pengetahuan dasar safety.
2. Identifikasi dan belajar dari kesalahan yang terjadi dengan mengembangkan sistem
pencatatan dan pelaporan pada setiap kejadian.
3. Meninfkatkan standar kerja dan standar harapan untuk meningkatkan keselamatan
melalui pembelajaran dari kesalahan
4. Mengimplementasikan sistem keselamatan pada organisasi untuk menjamin praktik
yang aman pada setiap tingkatan pelayanan.

Standar Keselamatan Pasien

Menurut Komite Keselamatan Pasuen Rumah Sakit atau KKP-RS ( 2008 ) Standar
keselamatan pasien rumah sakit meliputi :

1. Hak paisen, dengan memperhatikan pemberian informasi terkait rencana dan hasil
pelayana termasuk kemungkinan terjadinya cedera.
2. Mendidik pasien dan keluarga, tentang kewajbandan tanggung jawab pasien dalam
asuhan keperawatan.
3. Jaminan keselamatan dan kesinambungan pelayanan, rumah sakit menjamin
kseinambungan pelayanan dan koordinasi antar tenaga dan unit pelayanan.
4. Penggunaan metode peningkatan keselamatan pasien.
5. Peran kepemimpinana dalam meningkatkan keselamatan pasien.
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien.
7. Peningkatan komunikasi bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien

Menurut Komite Keselamatan Pasuen Rumah Sakit atau KKP-RS ( 2008 ) langkah menuju
keselamatan pasien bagi staf rumah sakit di lakukan dengan tujuh cara meliputi :

1. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien dengan membuat kebijakan


rumah sakit terkait peran dan tanggung jawab individu bila terjadi insiden.
2. Membangun komitmen yang kuat tentang keselamatan pasien dengan memasukkan
keselamatan pasien sebagai agenda kerja dan program pelatihan staf.
3. Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan resiko dengan menetapkan indikator
kinerja bagi sistem pengelolaan resiko dan penilaian resiko.
4. Mengembangkan sistem pelaporan insiden.
5. Mengembangkan sistem analis terhadap akar penyebab masalah
6. Mengimplementasikan sistem keselamatan pasien yang sudah dibuat.
7. Mengembangkan cara berkomunikasi dengan pasien bila terjadi insiden.

Laporan oleh Institue of Medicine ( IOM ) di tahun 1999 membawa perhatian nasional
terhadap kesalahan medis di rumah sakit yang serius ( Koh, Corrigan, dan Donaldson, 1999).
Laporan helath Grades mengidentifikasikan bahwa kematian sekitar 195.000 pasien dirawat
di rumah sakit Amerika tahun 2000, 2001, 2002 diakibatkan oleh kesalahan medis yang dapat
di cegah ( Health Grades, 2005 ).

2. Langkah-Langkah Menuju Keselamatan Pasien


Kenyataan masih adanya pasien yang menjadi korban adverse evens (AEs)
atau kejadian tidak diharapkan (KTD) yang berdampak negatif dan berakibat fatal
pada pasien maka dalam pencapaian tujuan keselamatan pasien, perlu adanya
langkah-langkah menuju keselamatan pasien. Langkah-langkah tersebut diatur
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nomor 1691 / Menkes /
Per / VIII / 2011 BAB V (Penyelenggaraan Keselamatan Pasien Rumah Sakit)
Pasal 9 ayat 2 yaitu:
a. Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
b. Memimpin dan mendukung staf
c. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
d. Mengembangkan sistem pelaporan
e. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dan
g. Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

Kejadian Nyaris Cedera ( KNC )

KKP-RS ( 2008 ) Mengatakan KNC adalah suatu kejadian akibat melaksanakan suatu
tindakan ( Commission ) atau tidak mengambil yindakan yang seharusnya di ambil, tetapi
cedera serius tidak terjadi karena keberuntungan ( misal pasien menerima suatu obat kontra
indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat ). Pencegahan ( suatu obat dengan overdosis lethal
akan di berikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan,
diketahui secara dini lalu diberikan antidotnya). KNC lebih sering terjadi dibandingkan
dengan kejadian tidak diharapkan, frekuensi kejadian ini tujuh sampai seratus kali lebih
sering terjadi, model penyebab terjadinya insiden, KNC berperan sebagai awal sebelum
terjadinya KTD. Kejadian nyaris cedera menyediakan dua tipe informasi terkait dengan
keamanan pasien :

1. Kelemahan dari sistem pelayanan kesehatan ( kesalahan dan kegagalan termasuk tidak
adekuatnya sistem pertahanan ).
2. Kekuatan dari sistem pelayanan kesehatan ( tidak ada perencanaan, tindakan
pemulihan secara infroamal). Penyebab dari insiden ini meliputi kegagalan teknis (
Technical failure ), Kegagalan manusia ( human operator failure ) dan kegagalan
organisasi ( Organzational failure) . Kegagalan pada awal kegiatan, sebagai pencetus
adalah kesalahan manusia, teknikal, kegagalan organisasi atau kombinasi keduanya,
jika hal ini tidak dapt di cegah proses berlanjut pada situasi yang berbahaya (
peningkatan resiko sementara akibat dari kegagalan awal tetapi tidak menimbulkan
akibat aktual ), jika pertahanan adekiat kondisi kembali normal, jika pertahanan tidak
adekuat, kegagalan dalam pertahanan seperti prosedur pengecekan ulang. ( double
check procedure ).
Penggantian otomatis dari peralatan yang siap pakai, yim pemecagan masalah kuramg
optimal, dapat berkembang kearah insiden. Penegembangan ke arah insiden melaui
proses pemulihan atau recovery ( merupakan pertahanan informal dengan menemukan
situasi yang beresiko terjadinya insiden ) . Pertahanan ini untuk menghentikan insiden
atau membiarkan insiden menjadi kejadian yang tidak di harapkan.
1. Tujuan sistem pelaporan kejadian nyaris cedera :
a. Pemodelan : Bertujuan melihat lebih mendalam bagaimana kegagalan atau kesalahan
berkembang menjadi KNC. Mengidentifiksasi faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi terjadinya kejadian di awal, bagaimanameningkatkan kemanan pasien,
bagaimana mencegah hal ini tidak terjadi, memberi penguatan pada model pemecahan
masalah yang diambil pada kasus sebelumnya.
b. Arah atau kecendrungan : Bertujuan melihat kecendrungan terjadinya masalah (
masalah apa yang sering terjadi, faktor apa saja yang berkontribusi terhadap
terjadinya masalah, menyediakan cara pemevahan masalah yang paling efektif dan
prioritas untuk dijalankan.
c. Meningkatkan kesadaran dan kehati-hatian.
2. Mencegah kesalahan :
a. Mencegah kesalahan manusia
b. Menghindari sesuatu yang mengandalkan memori.
c. Menghindari sesuatu yang mengandalkan kewaspadaan berlebihan
d. Merancang sistem yang sederhana.
e. Standarisasi.
f. Menjamin kompetensi dan profesionalisme SDM.
g. Memberdayakan pasien
h. Bekerja secara teamwork.
3. Merancang lingkungan yang aman
a. Lingkungan kerja yang kondusif. Setiap petugas dapat melakukan kesalahan
apabila kondisi tempat mereka bekerja memberikan peluang untuk melakukan
kesalahan atau pelanggaran . Misalnya tidak ada kerjasama, tidak ada
supervise, kejenuhan, kelelahan, stress.
b. Potential safety risk. Mengantisipasi peralatan yang mempunyai resiko
menyebabkan kecelakaan kerja dan mengancam keselamatan pasien, seperti
instalasi listrik, penampung air, air conditioning ( AC). Konstruksi bangunan,
dan peralatan emergency.
c. Fire Safety. Sarana dan prasarana yang berhubungan dengan pemadam
kebakaran seperti alat pemadam kebakaran dan hydrant air harus selalu
diinspeksi dan di kontrol secara berkala.
d. Hazardous material. Bahan atau alat medis seperti botol infuse, jarum, linen,
atau barang-barang yang terkontaminasi dengan cairan tubuh harus di kelola
sesuai protokol agar menjadi sumber penularan penyakit.
e. Equipment maintenance. Semua peralatan rumah sakit dan alat diagnostik (
USG, CT scan, elektromedik, dsb ).) harus diinpeksi dan dimonitor secara
berkala agar tidak mengganggu operasional pada saat peralatan tersebut di
perlukan.

Kejadian Tidak DiHarapkan ( KTD )

Menurut Komite Keselamatan Pasuen Rumah Sakit atau KKP-RS ( 2008 ) Mendefenisikan
KTD sebagai suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien
karena suatu tindakan ( Comission ) atau karena tidak bertindak ( Omission ), dan bukan
karena underlying desease atau kondisi pasien. KTD ada yang dapat dicegah dan ada yang
tidak dapat dicegah ( preventable adverse event ) berasal dari kesalahan proses asuhan pasien.
KTD sebagai dampak dari kesalahan proses asuhan sudah banyak di laporkan terutama di
negara maju. KTD yang tidak dapat dicegah adalah suatu kesalahan akibat komplikasi yang
tidak dapat dicegah (preventable adverse event ) walaupun dengan pengetahuan yang
mutakhir ( Cahyono, 2008 ). Setiap organisasi dan institusi yang bergerak dibidang apapun,
menerapkan suatu sistem pengamanan untuk mecegah terjadinya suatu insiden termasuk
organisasi rumah sakit. Menurut James reason pendekatan sistem dapat digunakan untuk
menggambarkan bagaimana suatu insiden terjadi.

Teori James reason dalam ( Cahyono, 2008 ) dikenal dengan reason “Swiss Cheese”.
Penyebab insiden terjadi diilustrasikan dengan empat potongan keju swiss (swiss cheese)
sebagai sistem barries atau mekanisme terhadap kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan
oleh manusia. Kondisi ideal mekanisme pertahanan ini dalam keadaan utuh tanpa lubang.
Lubang pada potongsn ini di artikan bahwa sistem pertahanan mampu di terobos. Lubang ini
diakibatkan oleh kondisi kegagalan aktif kondisi llaten. ( Henrinsksen, 2008).

Hampir semua KTD terjadi karena kombinasi dari kegagalan aktif dan kondisi laten.
Kegagalan aktif berupa faktor manusia yang melakukan pelanggaran, serta kondisi yang
mempermudah terjadinya pelanggaran. Kondisi laten berupa kegagalan organisasi dan
manajemen. Keempat potongan sistem pertahanan tersebut berupa :

1. Pengaruh organisasi ( proses manajemen, kepemimpinan, kebijakan dan prosedur. )


2. Pengawasan yang aman.
3. Kondisi lingkungan yang mendukung keselamatan pasien ( kerjasama tim, peralatan,
komunikasi, serta lingkungan yang aman dan nyaman.)
4. Prilaku yang mendukung keselamatan pasien ( profesionalisme, disiplin, dan taat
terhadap aturan.)

Tero lain mengungkapkan bahwa kesalahan dapat terjadi karena human error . Pendekatan
yang digunakan dalam memahami human error ini adalah pendekatan personel dan sistem.

Human error dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu : kegagalan manusia akibat human error
dan kegagalan manusia akibat pelanggatan (violation ). Namun penggunaan secara praktis,
Reason membagi bentuk human error secara lebih sederhana menjadi slip, lapse, dan mistake.

1. Slip : Kesalahan terjadi pada tahan eksekusi


2. Lapse : Kesalahan pada tahap penyimpanan informasi
3. Kesalahan terjadi pada tahap perencanaan.

Kondisi yang Memudahkan Terjadinya Kesalahan.

1. Tekanan mental dan fisik. Suasana dan tuntutan kerja dalam pelayanan medis
menuntut kecepatan, ketepatan dan kehati-hatian.
2. Keterbatasan fisik. Hasil perawatan medis ( sembuh atau tidak ) di tentukan oleh
pengetahuan, silap, keterampilan ( kompetensi ) dan kondisi fisik dokter atau tenaga
kesehatan tersebut.
3. Gangguan lingkungan. Lingkungan yang tidak nyaman seperti berisik, gerah,
pencahayaan yang terlalu terang atau redup, suasana kerja yang tidak harmonis,
paparan radiasi, gangguan telepon, Kelebihan beban kerja, dll.
4. Supervise . Supervisor memiliki peran dan tanggung jawab terhadap anak buahnya
dalam rangka meraih tujuan bersama yang telah di sepakati.
5. Teamwork. Jon R. Katzenbach dab doouglas K.smith mendefinisikan teamrowk
sebagai suatu kelompok kecil orang dengan keterampilan yang saling melengkapi
yang berkomitmen pada tujuan bersama, sasaran-sasaran kerja, pendekatan yang
mereka jadikan tanggung jawab bersama. ( Cahyono).

Faktor-faktor yang berpengarauh terhadap kejadian nyaris cedera dan kejadian tidak
diharapkan. Menurut Vincent ( 2003 ) meliputi :

1. Organisasi dan manajememen ( Struktur organisasi , kultur organisasi, kebijakan,


kepemimpinan dan komitmen, sumber daya manusia, finansial, peralatan dan
teknologi.)
2. Lingkungan kerja ( fisik, lingkungan yang bising, banyak interupsi, beban kerja,
tekanan waktu dan psikologis, desain bangunan. )
3. Individu ( pengetahuan, skill, sikap, dan prilaku, kondisi fisik dan mental, kepribadian
staff.)
4. Task ( Ketersediaan SOP, ketersediaan pedoman, desain tugas.
5. Pasien ( kondisi pasien, kepribadian, kemampuan, gangguan mental.)

Langkah-langkah patient safety


Tujuh langkah dalam penerapan keselamatan pasien di Rumah Sakit yaitu :

1. Pertama dengan membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, menciptakan


kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Menurut National Patient Safety
Agency atau NPSA (2009) dengan melakukan audit tentang pemahaman staf tentang
budaya keselamatan pasien, membudayakan pelaporan insiden, complain,
perlindungan staf.
2. Memimpin dan mendukung staf, membangun komitmen dan focus yang kuat dan jelas
tentang keselamatan pasien di Rumah Sakit. Membicarakan arti penting dan usaha
untuk meningkatkannya dengan pertemuan atau penyediaan pendidikan atau pelatihan
tentang keselamatan pasien.
3. Mengintegrasikan aktifitas pengelolaan resiko, mengembangkan system dan proses
pengelolaan resiko serta melakukan identifikasi dan pengkajian hal yang berpotensi
menjadi masalah. Mengecek status penyakit pasien dan mengidentifikasi therapy yang
sudah diberikan.
4. Mengembangkan system pelaporan, memastikan staf agar dengan mudah melporkan
kejadian atau insiden, serta pelaporan rumah sakit kepada komite keselamatan rumah
sakit. Sosialisasikan system dana lay pelaporan kejadian.
5. Melibatkan pasien dalam berkomunikasi serta mengembangkan cara-cara
berkomunikasi dengan pasien.
6. Melakukan kegiatan belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien,
mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana
dan mengapa kejadian itu timbul.
7. Mencegah cidera melalui implementasi, system keselamatan pasien,
menggunakan informasi yang ada tentang kejadian atau masalah untuk melakukan
perubahan pada system pelayanan.

Indikator Patient Safety

Menurut nursalam ( 2011) Indikator keselamatan pasien ( IPS) bermanfaat untuk


mengidentifikasi area-area pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebib
lanjut, misalnya untuk menunjukkan :

1. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu.


2. Bahwa suatu pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi
sebagaimana diharapkan.
3. Tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan.
4. Ketidaksepadanan antar unit pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai