Anda di halaman 1dari 11

MEKANISME KETOKSIKAN XENOBIOTIKA BESERTA ANTIDOTNYA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi dan Toksikologi yang diampu oleh:

IKA PUSPITA DEWI., M. Biomed., Apt.

Oleh :

HERWINDHIARTI INTANSARI 172210101005

DINA PERMATASARI 172210101006

AURYCA NINDA AYU AMALIA 172210101011

ARINI DWI LESTARI 172210101016

BERLIAN NABELA AGNANTIA 172210101067

BAGIAN FAMASI KLINIK & KOMUNITAS

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

2019
1. Hg/ Merkuri

Mekanisme toksisitas :

Merkuri apapun jenisnya sangatlah berbahaya pada manusia karena merkuri akan
terakumulasi pada tubuh dan bersifat neurotoxin. Merkuri yang digunakan pada produk-
produk kosmetik dapat menyebabkan perubahan warna kulit yang akhirnya dapat
menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, iritasi kulit, hingga alergi. Pada pemakaian
dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan otak secara permanen, kerusakan ginjal,
dan gangguan perkembangan janin. Penggunaan dalam jangka pendek dan dalam kadar
tinggi dapat menimbulkan muntah-muntah, diare, kerusakan paru-paru serta dapat
menyebabkan kanker.

Antidot :

 D-Penicillamine untuk kasus keracunan gas merkuri dan merkuri inorganik yang tidak
berat, keracunan merkuri kronis dan neuropati akibat merkuri inorganik. Penggunaan
D-penicillamine tidak disarankan untuk pasien yang alergi penicillin. Saat terapi
dihentikan bisa menyebabkan febris, rash, leukopeni dan trombositopenia, nausea,
vomitus, neuritis optikus dan sindroma lupus.
 BAL (Dimercaprol) untuk kasus keracunan merkuri inorganik yang berat, pasien
simtomatik, adanya kerusakan ginjal atau alergi penisilin. Penggunaan Dimercaprol
tidak disarankan untuk pasien keracunan metil merkuri (merkuri organik) karena BAL
meningkatkan kadar merkuri pada sistim syaraf pusat.

2. Nikotin

Mekanisme toksisitas :

Nikotin dapat menurunkan aliran darah, berpengaruh pada pasien angina pektoris.
Stimulasi ganglia parasimpatik juga meningkatkan aktivitas motorik pencernaan. Pada
penggunaan dosis tinggi, tekanan darah akan turun dan aktivitas saluran pencernaan dan
otot kandung kemih berhenti akibat penghambatan nikotin pada ganglia parasimpatik.
Nikotin dapat menyebabkan iritasi dan tremor tangan pada susunan saraf pusat, kenaikan
kadar hormon dan neurohormon dopamin dalam plasma. Nikotin juga dapat menyebabkan
mual dan muntah, meningkatkan daya ingat, perhatian dan kewaspadaan, mengurangi sifat
mudah tersinggung dan menurunkan berat badan.

Antidot :

Arang aktif dapat digunakan untuk mengikat nikotin dalam perut dan
mengeluarkannya dari dalam tubuh.

3. Metanol
Mekanisme toksisitas :
Menghirup metanol dalam jangka panjang dapat menyebabkan sakit kepala, mual,
dan pusing. Terpapar metanol dalam kadar tinggi di udara (>800 ppm) pada beberapa orang
dapat menyebabkan kerusakan mata. Menelan 0,25 mL/kg metanol 100% dapat
menyebabkan keracunan yang serius, sedangkan menelan 0,5 mL/kg metanol 100% dapat
menyebabkan kematian. Timbulnya kematian berhubungan dengan interval waktu antara
paparan dan pengobatan. Dapat diprediksi bahwa menelan 100 – 200 mL metanol 100%
dapat berakibat fatal bagi sebagian besar orang dewasa.

Antidot :

 Etanol telah lama dianggap sebagai perlakuan yang efektif dan murah. Etanol
diindikasikan jika kadar metanol plasma >6,25 mmol/L (20 mg/dL), pasien telah
menelan metanol 0,4 mL/kg dan osmolal gap >10 mosm/L, ada riwayat atau secara
klinis dicurigai mengalami keracunan metanol
 Fomepizole juga terbukti berkhasiat, tetapi harganya mahal. Baik etanol maupun
fomepizol, keduanya bertindak menghambat alkohol dehidrogenase, sehingga dapat
menghambat konversi metanol menjadi metabolit yang toksik (asam).
 Asam folinat diindikasikan sebagai terapi pendukung pada keracunan metanol.
Senyawa ini bertindak sebagai kofaktor dalam pembentukan metabolit nontoksik.
Percobaan pada primata menunjukkan bahwa dengan terapi asam folinat terjadi
penurunan tingkat asam format dan derajat asidosis metabolik. Dosis yang
dianjurkan adalah 1 mg/kg (hingga 50 mg) secara intravena setiap 4 jam.
4. Morfin
Mekanisme toksisitas :
Penggunaan morfin dapat menyebabkan kematian. Efek ini terjadi beberapa saat
setelah disuntikkan intramuskular. Efek ini meningkat pada penderita asma, karena morfin
juga menyebabakan terjadinya penyempitan saluran pernafasan. Pada sistem pencernaan
dapat terjadi konstipasi, karena morfin meningkatkan tonus otot saluran pencernaan dan
menurunkan motilitas usus. Pada sistem urin, morfin dapat menyebabkan kesulitan kencing.
Efek ini timbul karena morfin mampu menurunkan persepsi terhadap rangsang kencing serta
menyebabkan kontraksi ureter dan otot- otot kandung kencing.
Ikatan morfin dan reseptor opioid menyebabkan beberapa efek pada SSP yaitu,
inhibisi transmisi sinyal nyeri, mengubah respons terhadap nyeri, menimbulkan efek
analgesik, depresi napas, sedasi, supresi batuk, dan miosis.
Selain pada SSP, morfin juga bekerja pada sistem gastrointestinal. Pada otot polos
sistem kemih dapat terjadi spasme. Morfin juga menyebabkan vasodilatasi yang memicu
hipotensi, flushing, mata merah, dan berkeringat. Pada sistem endokrin, morfin mampu
menghambat sekresi adrenocorticotropic hormone (ACTH), kortisol, dan luteinizing hormone
(LH). Sementara itu produksi hormon lainnya justru meningkat, misalnya pada hormon
prolaktin, growth hormone (GH), insulin, dan glukagon.

Antidot :

Naloxone yang merupakan opiat antagonis dapat mengobati dengan cepat jika diberikan
secara intravena. Obat lain yang dapat dijadikan pilihan sebagai anidot dari morfin adalah
nalorphine, levallopan, cyclazocine, tetapi resikonya cukup berbahaya.
5. Sianida
Mekanisme toksisitas :
Akan timbul gambaran cherry red karena ikatan sianida dengan methemoglobin,
sehingga kadar oksigen meningkat namun tidak aktif dalam jaringan. Hal inilah yang
menimbulkan warna cherry red pada kulit pada kasus keracunan sianida.

Antidot :

Di Amerika terdapat kit antidot sianida yang sudah digunakan selama puluhan tahun
serta hidroxokobalamin yang disetujui pada tahun 2006. Kit antidot sianida merupakan
kombinasi dari 3 jenis antidot yang bekerja sinergis (amyl nitrite, sodium nitrite, dan sodium
thiosulfate).

6. Pb/Timbal
Mekanisme toksisitas :
Pada sistem hemopoeitik, timbal akan mengahambat sistem pembentukan
hemoglobin sehingga menyebabkan anemia. Pada sistem saraf pusat dan tepi dapat
menyebabkan gangguan enselfalopati dan gejala gangguan saraf perifer. Pada ginjal dapat
menyebabkan aminoasiduria, fostfaturia, gluksoria, nefropati, fibrosis dan atrofi glomerular.
Pada sistem pencernaan dapat menyebabkan kolik dan konstipasi. Pada sistem
kardiovaskular dapat menyebabkan peningkatan permeabelitas kapiler pembuluh darah.
Pada sistem reproduksi dapat menyebabkan kematian janin pada wanita dan hipospermi dan
teratospermia.

Antidot :

Menggunakan chelating agent khas yaitu Ethylene Diamin Tetraacetic Acid (EDTA)
atau CA-Versenat. Chelating agent sebagai antagonis dari logam Pb yang mengikat Pb dan
membentuk ikatan kompleks. Selain itu juga dapat digunakan terapi khelasi menggunakan
bahan utama EDTA yang dilarutkan dalam 500 ml larutan infus steril, kemudian dimasukan ke
dalam tubuh melalui intravena.

7. Amfetamin
Mekanisme toksisitas :
Meningkatkan pelepasan katekolamin yang megakibatkan jumlah neurotransmiter
golongan monoamine (dopamine, norepinefrin, dan serotonin) dari syaraf prasinapsis yang
meningkat jika digunakan secara berlebihan dan mengakibatkan ketergantungan. Hal
tersebut dapat menyebabkan kehilangan nafsu makan, kerusakan pertahanan pada
pembuluh darah diotak, kerusakan pada liver, kerusakan jaringan dalam hidung, masalah
pernafasan, kekurangan gizi dan depresi.

Antidot :

Atropin

8. Paracetamol
Mekanisme toksisitas :
Terjadi kerusakan hati. Salah satu produk dari metabolisme normal asetaminofen
oleh sitokrom P450 (CYP) enzim oksidase. Biasanya metabolit reaktif ini (NAPQI)
didetoksifikasi dengan cepat oleh glutathione dalam sel-sel hati. Namun dalam penggunaan
overdosis, produksi NAPQI melebihi kapasitas glutathione dan metabolit bereaksi langsung
dengan makromolekul hati, menyebabkan cedera hati. Dapat menyebabkan gangguan ginjal
dan memberi efek ke metabolisme. Overdosis di masa kehamilan dapat menyebabkan
keguguran dan bahkan kematian. Pada penggunaan dosis tinggi, paracetamol dapat
menyebabkan gangguan mental atau disfungsi kerja mitokondria.

Antidot :

9. Arsenik
Mekanisme toksisitas :
Toksisitas karena arsenik dapat terjadi apabila arsen terikat dengan gugus sulfhidril (-
SH), terutama yang berada dalam enzim. Salah satu sistem enzim tersebut ialah kompleks
piruvat dehidrogenase yang berfungsi untuk oksidasi dekarboksilasi piruvat menjadi Co-A
dan CO2 sebelum masuk dalam siklus TOA (tricarbocyclic acid). Dimana enzim tersebut
terdiri dari beberapa enzim dan kofaktor. Reaksi tersebut melibatkan transasetilasi yang
mengikat koenzim A(CoA-SH) untuk membentuk asetil CoA dan dihidrolipoil-enzim, yang
mengandung dua gugus sulfhidril. Kelompok sulfhidril sangat berperan mengikat arsen trivial
yang membentuk kelat. Kelat dari dihidrofil-arsenat dapat menghambat reoksidasi dari
kelompok akibatnya bila arsen terikat dengan system enzim, akan terjadi akumulasi asam
piruvat dalam darah.
10. Karbon Monoksida
Mekanisme toksisitas :
Keracunan gas Karbonmonoksida adalah keadaan darurat yang menyebabkan
asfiksia dan asidosis sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. CO dianggap
sebagai racun inhalasi. Dalam keadaan parah dapat terjadi kematian. Karbon monoksida
akan menyebabkan asfikasia karena berkurangnya jumlah O2 di udara dan proses ini pada
tahap awal akan dipercepat dengan adanya efek langsung CO2 pada pernapasan sehingga
akan menyebabkan makin cepat dan dalamnya pernapasan, sehingga tingkat keracunan
perinhalasi tadi makin berat. Selain itu akan timbul gambaran cherry red pada lebam mayat
yang disebabkan karena ikatan yang lebih kuat antara karbon monoksida dengan Hb
dibandingkan ikatan antara Hb dengan oksigen. Hal tersebut yang menimbulkan adanya
cherry red.

Antidot :

Keracunan karbon monoksida (CO) dapat diselesaikan dengan O2 yaitu reaksi oksidasi
sehingga membentuk CO2.

11. Fe/ Besi


Mekanisme ketoksikan :
Besi yang sudah masuk ke usus diabsorpsi dalam bentuk feritin, dimana bentuk ferro
lebih mudah diabsorpsi daripada bentuk ferri. Feritin masuk kedalam darah berubah bentuk
menjadi transferin. Dalam darah tersebut besi berstatus sebagai besi bervalensi tiga
(trivalent) yang kemudian ditransfer ke hati dan limpa yang kemudian disimpan dalam organ
tersebut sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin. Toksisitas terjadi bilamana
terjadi kelebihan (kejenuhan) dalam ikatan tersebut.

Antidot :

Deferoksamin sebagai khelator dapat mengikat ferrum dari usus sehingga mencegah
absorpsi ferrum oleh dinding usus. Urin harus dimonitor dimana urin berwarna merah-
orange menunjukkan adanya eksreksi dari ferrum-komplek kelasi.

12. Isoniazid
Mekanisme ketoksikan :
Isoniazid mempunyai dua efek toksik utama yaitu hepatotoksik dan neuritis perifer.
Pasien yang menerima Isoniazid dapat mengalami peningkatan transaminase serum sampai
12%. Mekanisme toksisitas dimungkinkan karena monoasetilhidrazin, suatu metabolit
isoniazid yang dapat menyebabkan kerusakan hati. Asetilasi merupakan salah satu cara
memetabolisme obat. Kemampuan tubuh untuk memetabolismee obat dipengaruhi oleh
faktor genetik. Kecepatan asetilasi merupakan faktor penentu dalam menetapkan status
asetilator tiap individu sehingga dapat digolongkan menjadi 8 asetilator cepat dan lambat.
Polimorfisme NAT2 yang mengkode enzim NAT menyebabkan variasi status asetilasi individu
dan menimbulkan perbedaan respon terapi baik efikasi atau efek samping INH.

Antidot :

Metabolit isoniazid menginhibisi langsung enzim fosfokinase. Enzim ini merubah


piridoksin (vitamin B-6) menjadi bentuk aktifnya, pyridoxal-5’-fosfat, kofaktor kunci pada
produksi GABA. Kerusakan pada piridoksin menyebabkan gangguan pada glutamat dan
homeostasis GABA sehingga terjadi eksitasi berlebihan pada lingkungan otak.

13. Tetrasiklin
Mekanisme ketoksikan :
Dapat menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Setelah antibitotik
berikatan secar reversible dengan ribosom 30s, ikatan tRNA aminoasil pada kompleks mRNA-
ribosom dicegah. Hal tersebut akan mencegah perpanjangan rantai peptide dan akibatnya
sintesis protein berhenti.
Teratogenesis atau toksisitas terhadap perkembangan janin diartikan sebagai
kelainan struktur maupun fungsi tubuh yang reversibel/ireversibal disebabkan oleh faktor
lingkungan yang mengganggu perkembangan normal dan/atau perilaku. Targetnya adalah
ovum yang telah dibuahi, embrio sewaktu organogenesis, atau bayi sewaktu penyempurnaan
tubuhnya, sampai menjadi dewasa secara seksual. Jadi kelainan prenatal tampak seperti
teratogenesis atau kelainan pada kerangka maupun jaringan lunak; dan pada postnatal
tampak pada perilaku dan organ seksual. Target teratogenisiti dimulai dari ovum, yang
setelah konsepsi sampai menjadi janin, sangat peka terhadap racun, karena belum dapat
melakukan detoksikasi ataupun perbaikan sel. Kelainan sangat dipengaruhi oleh usia janin,
sesuai dengan perkembangan bagian tubuh memperlihatkan fase perkembangan organ pada
janin, sehingga apabila senyawa teratogen masuk, maka kelainan yang terjadi sesuai saat
organ sedang berkembang.

Antidot :

Kemampuan bakteoriostatik tetrasiklin dilakukan dengan cara mengikat secara


reversibel subunit 30S ribosom, sehingga mencegah sintesis protein dan menghambat
perutumbuhan sel bakteri.

14. CCl4
Mekanisme ketoksikan :
Jika terhirup dapat menyebabkan iritasi. Jika terpapar dengan kandungan 25-117
ppm bahan dapat menyebabkan mual, sakit kepala, pusing, depresi, narkosis, dispepsia,
penglihatan terbatas, dan kerusakan hati. Pada paparan 1000-2000 ppm/60-90 menit dapat
menyebabkan hilangnya kesadaran, koma, dan kematian. Kematian dapat disebabkan oleh
terganggunya pernafasan atau circulatory collapse, atau kadang-kadang fibrilasi ventrikuler.
Efek lain yang mungkin timbul adalah nyeri perut, diare, muntah, hematemesis, kekacauan
mental, hipotensi, dan konvulsi. Jika tertelan dapat menimbulkan edema paru primer.

Antidot :
Glutation (GSH) merupakan antioksidan yang penting dalam menetralisir radikal
bebas. Kadar GSH tertinggi terdapat di dalam hati. Sebagai antioksidan, GSH terlibat langsung
dan berpartisipasi aktif dalam penghancuran senyawa radikal bebas.

15. Benzodiazepin
Mekanisme ketoksikan :
Benzodiazepin diresepkan bagi mereka yang cemas atau tertekan dan digunakan
dalam pengobatan jangka pendek pada masalah tidur tertentu. Benzodiazepin meningkatkan
aksi penghambatan neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA). Mereka juga
menghambat sistem saraf lainnya dengan mekanisme yang tidak didefinisikan dengan baik.
Hasilnya adalah depresi umum dari refleks tulang belakang dan sistem pengaktif retikuler. Ini
dapat menyebabkan koma dan pernapasan berhenti.

Antidot :

Perawatan intubasi endotrakeal untuk memberikan pernapasan yang baik. Flumazenil adalah
antagonis kompetitif spesifik di reseptor benzodiazepine yang dapat membalikkan sedasi
yang diinduksi BZD.

16. Malation
Mekanisme ketoksikan :
Malation termasuk golongan organofosfat parasimpatomimetrik, yang berarti
berikatan irreversible dengan enzim kolinesterase pada sistem saraf serangga. Akibatnya,
otot tubuh serangga mengalami kejang, kemudia lumpuh, dan akhirnya mati. Malation
digunakan dengan cara pengasapan. Mekanisme masuknya pestisida ke dalam tubuh melalui
tiga cara, yaitu melalui penghirupan, pencernaan dan kulit. Pestisida terdistribusi ke seluruh
jaringan terutama sistem saraf pusat. Beberapa diantaranya mengalami biotransformasi,
dirubah menjadi intermediet yang lebih toksik (paraoxon) sebelum dimetabolisir. Semuanya
mengalami degradasi hidrolisis di dalam hati dan jaringan-jaringan lain.

Antidot :

Atropin dan Pralidoksim

17. Warfarin
Mekanisme ketoksikan :
Warfarin digunakan sebagai antikoagulan terapetik. Jika warfarin terhirup akan
menyebabkan batuk berdarah, darah dalam urin, perdarahan di bawah kulit, kebingungan,
tetapi munculnya gejala keracunan dapat tertunda. Jika tertelan akan menyebabkan diare,
mual, muntah, nyeri perut, perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya, menelan warfarin
dosis tunggal dalam jumlah kecil (misal 10-20 mg) tidak menyebabkan keracunan serius
(kebanyakan rodentisida warfarin mengandung warfarin 0,05%). Pada paparan berulang,
gejala dapat muncul setelah hari keenam atau ketujuh, berupa nyeri punggung dan perut
yang disertai muntah, hidung dan gusi berdarah, serta timbulnya lebam yang lebar.

Antidot :
Vitamin K1 (fitonadion/ phytonadione) dapat secara efektif digunakan untuk
memulihkan produksi faktor pembekuan darah dan harus diberikan jika terbukti timbul
antikoagulasi yang nyata.

18. Kafein
Mekanisme ketoksikan :
Masalah ritme pada jatung saat megosumsi kafein berlebihan adalah takikardia
ventrikel dan fibrilasi ventrikel. Takikardia merupakan detak jantung yang semakin cepat dan
dapat mencapai 180 denyut per menit, padahal umumnya denyut jantung berkisar antara 60-
100 denyut per menit. Fibrilasi adalah denyut jantung yang cepat dan tidak beraturan.
Gangguan pada denyut jantung ini terkadang menyebabkan kematian, menurut Thomas
Sweeney dari Christiana Care Health System di Wilmington. Itulah mengapa banyak korban
yang meninggal setelah mengonsumsi beberapa minuman berkafein dalam rentan waktu
yang berdekatan.

Antidot :

Antidot untuk kafein berbeda-beda tergantung pada saluran tubuh yang merasakan
kesakitan seperti dekontaminasi lambung (arang aktif dosis tunggal dalam waktu 1 jam
setelah konsumsi), mual, muntah (ondasetron), kejang (benzodiazepin), hipotensi (cairan
intravena. Jika tidak ada respons: fenilefrin atau lidokain).

19. Asbes
Mekanisme ketoksikan :
Asbes atau asbestos adalah salah satu bahan tambang yang bisa di temui dengan
mudah di dunia dalam bentuk benang serat atau gumpalan serat. Bahan ini memiliki
kekuatan dan ketahanan tinggi terhadap api, panas serta zat kimia. Tetapi tidak bisa
diuraikan oleh alam. Biasanya serat asbes ini bisa menimbulkan risiko kesehatan jika masuk
ke dalam tubuh melalui cara inhalasi. Jumlah kecil serat asbes di udara yang dihirup
seseorang saat bernapas tidak akan menimbulkan rasa sakit. Paparan asbes menjadi masalah
kesehatan ketika konsentrasi tinggi dari serat asbes yang terhirup selama jangka waktu yang
lama.
Gejala asbestosis muncul secara bertahap dan baru muncul hanya setelah
terbentuknya jaringan parut dalam jumlah banyak dan paru-paru kehilangan elastisitasnya.
Gejala pertama adalah sesak napas ringan dan berkurangnya kemampuan untuk melakukan
gerak badan. Sekitar 15% penderita, akan mengalami sesak napas yang berat dan mengalami
kegagalan pernapasan. Mesothelioma adalah Tumor ganas pada membran paru-paru.
Mesotelioma yang disebabkan oleh asbes bersifat ganas dan tidak dapat disembuhkan.
Mesotelioma biasanya terjadi setelah pemaparan selama 30-40 tahun. Kanker paru-paru
adalah penyakit ini lebih banyak muncul jika seseorang terus menerus bekerja dalam
lingkungan yang terkontaminasi asbes. Para perokok cenderung lebih beresiko dibandingkan
bukan perokok bila menghirup debu asbes. Penebalan pleura muncul pada membran paru-
paru (pleura) yang tergores oleh serat asbes. Daerah yang terkena disebut plak pleura.
Penyakit ini bersifat kronis dan tidak ada obatnya.
20. Aflatosin B
Mekanisme toksisitas :
Aflatoksin menyebabkan terjadinya perlemakan di hati sehingga hati menjadi pucat,
gangguan pembekuan darah, penurunan total protein pada hati, aflatoksin terakumulasi di
dalam darah dan menuju ke saluran gastrointestinal, glomerular nefritis, dan kongesti paru-
paru serta juga menimbulkan efek mematikan.
Aflatoksin B1 berpotensi terjadinya mutasi gen (mutagenik) dimana organ hati
menjadi target utama dari toksin ini. Aflatoksin yang masuk dalam sistem metabolisme tubuh
memiliki sifat toksik bagi tubuh. Toksin ini akan mengalami proses biotransformasi atau
bioaktifasi oleh CYP450 dengan munculnya AFB1-8-9-epoksida yang lebih reaktif dan radikal.
Bentuk ini akan berikatan dengan asam dioksinukleat (DNA) menyebabkan terjadinya
perubahan dari GC menjadi TA sehingga terjadi mutasi subsekuen di koding gen yaitu di
onkogen P53. Aflatoksin yang berikatan dengan DNA menyebabkan terjadinya
penghambatan aktifitas polimerase DNA sehingga menginduksi terjadinya mutasi gen.

Antidot :

Seperti halnya zat racun lain, aflatoksin mengalami proses detoksifikasi yang terjadi
di dalam hati untuk dikeluarkan dari tubuh. Sebelum diekskresi zat tersebut akan mengalami
proses hidroksilasi dan setelah itu dikonjungasikan dengan glukuronat atau sulfat dalam
membentuk zat yang lebih polar sehingga dapat dikeluarkan dari tubuh melalui saluran
pencernaan. Enzim yang berperan dalam proses hidroksilasi ini ialah “Mixed Function
Oxidase” yang kerjanya memerlukan pertolongan NADPH dan oksigen sebagai donor H dan
O. Produk dari aflatoksin yang sudah dikonyugasikan dengan glukuronat ataupun sulfat
tersebut kemudian dikeluarkan melalui saluran pencernaan mungkin bersama-sama
campuran empedu.
DAFTAR PUSTAKA

Andersen, I. B., Methanol in Poisoning & Drug Overdose 6th Edition. Olson, K. R. (Ed.). Lange.
McGrawHill. New York. 2012.

Anonim. 2016. Merkuri Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Manusia. Jakarta: Badan POM Palar,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1995. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Jakarta:


GayaBaru.

Government of South Australia. Asbestos in the Workplace. South Australia: Safe Work SA. 2012

Heryando. 1990. Pencemaran Dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta : Rineka Cipta

Jillian, H., 2011, A Review of Acute Cyanide Poisoning With a Treatment Update. Critical Care Nurse,
31(1): 72-81

Katzung, B. G. 2002. Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi II. Jakarta: Salemba Medika

Liem, Andrian. 2010. Pengaruh Nikotin Terhadap Aktivitas Dan Fungsi Otak Serta Hubungannya
Dengan Gangguan Psikologis Pada Pecandu Rokok. Yogyakarta : Buletin Psikologi

Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC and Fisher, BD, 2001, Farmakologi: Ulasan Bergambar, Edisi
2, New Jersey, p. 101-103

Palar, Heryando. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.

Olson, K. R., Poisoning and Drug Overdose 5th ed, McGraw-Hill Inc., 2007, p. 68-71.

Palar, Heryando. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai