Anda di halaman 1dari 5

2.

3 Premedikasi
Premedikasi adalah tindakan awal anestesia dengan memberikan obat-obat pendahuluan
yang terdiri dari obat-obat golongan : antikolinergik, sedatif dan analgetik narkotik

2.3.1 Tujuan Premedikasi


1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, yang meliputi : bebas dari rasa takut,
rasa tegang, dan khawatir. Bebas nyeri dan mencegah mual muntah.
2. Mengurangi sekresi kelenjar dan menekan refleks vagus.
3. Memudahkan atau memperlancar induksi obat.
4. Mengurangi dosis obat anestesia.
5. Mengurangi rasa sakit dan kegelisahan pasca bedah.

2.3.2 Pilihan Anestesia


Pertimbangan anestesia-analgesia yang akan diberikan kepada pasien yang akan
menjalani pembedahan, memperhatikan berbagai faktor, yaitu:
a) Umur : Pada pasien bayi dan anak biasanya diberikan anestesi umum
karena pasien ini kurang kooperatif. Pada orang dewasa bisa
diberikan anestesi umum atau regional. tergantung dari jenis
operasi yang akan dikerjakan. Pada orang tua cenderung dipilih
anestesi regional, kecuali jika tindakan pembedahan yang akan
dikerjakan tidak memungkinkan untuk anestesi regional.
b) Jenis kelamin : Faktor emosional dan rasa malu yang lebih dominan pada
pasien wanita, dianjurkan untuk memberikan tambahan obat
sedatif.
c) Status fisik : berkaitan dengan sistemik yang diderita pasien, komplikasi dari
penyakit primernya dan terapi yang sedang dijalaninya.
d) Jenis operasi : 1. Lokasi operasi : misalnya pada operasi didaerah kepala
leher, dipilih anestesi umum dengan fasilitas intubasi pipa
endotrakea untuk mempertahankan jalan nafas, sedangkan
operasi di daerah abdominal bawah, anus, dan ekstremitas
bawah dilakukan anestesi regional blok spinal.
2. Posisi operasi : misalnya, pada posisi tengkurang, harus
diberikan anestesi umum dengan fasilitas intubasi endotrakea
dan nafas kendali.
3. Manipulasi operasi : misalnya, pada operasi laparotomi
dengan manipulasi intra-abdominal yang luas dengan segala
risikonya, membutuhkan relaksasi lapangan operasi optimal,
harus dilakukan anestesi umum dengan fasilitas intubasi
endotrakea dan nafas kendali.
4. Durasi operasi : misalnya, pada operasi bedah saraf
kraniotomi yang berlangsung lama, harus dilakukan anestesi
umum dengan fasilitas intubasi endotrakea dan nafas kendali.

2.3.3 Obat-obat premedikasi


A. Antikolinergik
Obat golongan antikolinergik adalah obat-obatan yang berkhasiat menekan
atau menghambat aktivitas kolinergik atau parasimpatis.
Tujuan utama pemberian obat golongan antikolinergik untuk premedikasi
adalah:
a) Mengurangi sekresi kelenjar: saliva, saluran cerna dan saluran nafas
b) Mencegah spasme laring dan bronkus
c) Mencegah bradikardi
d) Mengurangi motilitas usus
e) Melawan efek depresi narkotik terhadap pusat nafas
 Sulfas atropin
 Skopolamin

Mekanisme kerja : Menghambat mekanisme kerja asetilkolin pada organ yang


diinervasi oleh serabut saraf otonom parasimpatis atau serabut saraf yang mempunyai
neurotransmitter asetilkolin.
Efek terhadap SSP : Sulfas atropin tidak menimbulkan depresi susunan saraf pusat,
sedangkan skopolamin mempunyai efek depresi sehingga menimbulkan rasa ngantuk,
euphoria, amnesia dan rasa lelah.
Efek terhadap respirasi : Menghambat sekresi kelenjar pada hidung, mulut, faring,
trakea dan bronkus, menyebabkan mukosa jalan nafas kekeringan, menyebabkan relaksasi
otot polos bronkus dan bronkhioli, sehingga diameter lumennya melebar yang akan
menyebabkan volume ruang bertambah.
Efek terhadap kardiovaskular : Menghambat aktivitas vagus pada jantung, sehingga
denyut jantung meningkat, tetapi tidak berpengaruh langsung pada tekanan darah.
Efek terhadap saluran cerna : Menghambat sekresi kelenjar liyr sehingga mulut terasa
kering dan sulit menelan, mengurangi sekresi getah lambung sehingga keasaman lambung
bisa di kurangi.
Efek terhadap kelenjar keringat : Menghambat sekresi kelenjar keringat, sehingga
menyebabkan kulit kering dan badan tersa panas akibat pelepasan panas tubuh terhalang
melalui proses evaporasi.

Cara pemberian dan dosis :


1. Intramuskular, dosis 0,01 mg/kgBB, diberikan 30-45 menit sebelum induksi
2. Intravena, dosis 0,005 mg/kgBB, diberikan 5 - 10 menit sebelum induksi

Kontraindikasi : tidak diberikan pada pasien yang menderita: demam, takikardi,


glukoma dan tirotoksikasi.

B. Sedatif
Obat golongan sedatif adalah obat-obat yang berkhasiat anti cemas dan menimbulkan
rasa kantuk. Tujuan pemberian obat ini adalah untuk memberikan suasana nyaman bagi
pasien prabedah, bebas dari rasa cemas dan takut, sehingga pasien menjadi tidak peduli
dengan lingkungannya.
Obat golongan sedatif yang sering digunakan adalah:
1. Derivat fenothiazin
2. Derivat benzodiazepin
3. Derivat butirofenon
4. Derivat barbiturat
5. Antihistamin

 Derivat fenothiazin
Yang banyak digunakan untuk premedikasi adalah prometazin.
-Efek terhadap ssp : menimbulkan depresi saraf pusat, bekerja pada hipotalamus
dimana menekan pusat muntah dan mengatur suhu.
-Efek terhadap respirasi : menyebabkan dilatasi otot polos saluran nafas dan
menghambat sekresi kelenjar.
-Efek terhadap kardiovaskular : menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat
memperbaiki perfusi jaringan.
-Efek terhadap saluran cerna : menurunkan peristaltik usus, mencegah spasme dan
mengurangi sekresi kelenjar.

Cara pemberian obat dan dosis:


1. IM, dosis 1mg/kgBB dan diberikan 30-45 menit sebelum induksi
2. IV, dosis 0,5 mg/kgBB diberikan 5-10 menit sebelum induksi

 Derivat benzodiazepin
Yang banyak digunakan untuk premedikasi adalah diazepam dan midazolam
-Efek terhadap ssp dan medula spinalis : -mempunyai khasiat sedasi dan anti cemas
yang bekerja pada sistem limbikdan pada ARAS serta memiliki efek amnesia antero
grad. -Sebagai obat anti kejang yang bekerja pada kornu anterior medula spinalis dan
hubungan saraf otot. dosis kecil bersifat sedatif, dosis tinggi sebagai hipnotik.
-Efek terhadap respirasi : pada dosis kecil yg diberikan secara iv menimbulkan
depresi ringan yang tidak serius. bila dikombinasikan dengan narkotik
menimbulkandepresi nafas yang lebih berat.
-Efek terhadap kardiovaskular : pada dosis besar menimbulkan hipotensi yang
disebabkan oleh efek dilatasi pembuluh darah
-Efek terhadap otot : menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di
tingkat supra spinal dan spinal.

Cara pemberian obat dan dosis :


1. IM, dosis 0,2mg/kgBB atau peroral dengan dosis 5-10mg
2. IV, dosis 0,2-0,6 mg/kgBB
Pemberian im atau iv tidak bisa dicampur dengan obat lain karena bisa
terjadi presipitasi

 Derivat butirofenon
Yang sering digunakan sebagai obat premedikasi adalah dehydrobenzperidol (DHBP)
-Efek terhadap ssp : berkhasiat sebagai sedatif dan anti muntah yang bekerja pada
pusat muntah di chemoreceptor trigger zone.
-Efek terhadap respirasi : menimbulkan sumbatan jalan nafas akibat dilatasi pembuluh
darah rongga hidung, juga bisa menimbulkan dilatasi pembuluh darah pada paru
sehingga kontraindikasi pada pasien asma.
-Efek terhadap sirkulasi : menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga
sering digunakan sebagai anti syok. Tekanan darah akan turun tetapi perfusi dapat
dipertahankan selama volume sirkulasi adekuat.

Penggunaan klinis :
1. Premedikasi, IM dosis 0,1 mg/kgBB
2. Sedasi untuk tindakan endoskopi dan analgesia regional
3. Anti hipertensi
4. Anti muntah

 Derivat barbiturat
-Yang sering digunakan sebagai obat premedikasi adalah pentobarbital dan
sekobarbital. Digunakan sebagai sedasi dan penenang prabedah terutama pada anak-
anak.
-Pada dosis lazim menimbulkan depresi ringan pada respirasi dan sirkulasi
Sebagai premedikasi diberikan IM dengan dosis 2mg/kgBB atau peroral.

 Antihistamin
-Yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah derivat defenhidramin.
-Khasiat : sedatif, anti muntah dan antipiretik.
-ES : hipotensi yang sifatnya ringan.

C. Analgetik Narkotik

 Morfin
Obat ini digunakan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien
menjelang pembedahan. Morfin adalah depresan susunan saraf pusat. Bila rasa nyeri
telah ada sejak sebelum tindakan bedah, obat ini merupakan obat pilihan.
Memberikan pemeliharaan anestesi yang mulus, bila memakai premedikasi morfin
pada penggunaan anestesi lemah.
Kerugian penggunaan morfin, pemulihan pasca bedah lebih lama.
Penyempitan bronkus dapat timbul pada pasien asthma. Terdapat juga mual dan
muntah pasca bedah karena golongan opioid merangsang CTZ (Chemoreceptor
Trigger Zone) di ventrikel IV otak. Morfin juga dapat menyebabkan obstipasi atau
konstipasi pasca anestesia serta menurunkan basal metabolisme tubuh.

 Pethidin
Berefek sedasi, analgesia dan antispasmolitik. Bila bersama barbiturat
memiliki efek amnesia. Dosis 1mg/kgbb (dewasa) sering digunakan sebagai
premedikasi seperti morfin dan menekan tekanan darah, pernafasan dan juga
merangsang otot polos. Selain itu dapat menyebabkan mulut kering, berkeringat dan
euforia.
 Fentanil
Merupakan narkotik sintetik yang sangat poten 75 - 125 kali dari morfin.
Dapat menyebabkan depresi napas dan kaku otot rangka. Memilki efek kholinergik
sehingga dapat menyebabkan bradikardia. Dosis premedikasi 0,05 - 0,1 mg/kg.
Efek samping semua narkotik adalah depresi napas, mual dan muntah, melalui barier
(sawar) plasenta, dan ketergantungan obat. Antagonis narkotik adalah Nalokson.

Mangku, Gde dan Tjokorda Gde Agung Senapthi. 2017. Buku Ajar Ilmu Anestesia Dan
Reanimasi. Jakarta : Indeks Penerbit

Anda mungkin juga menyukai