Anda di halaman 1dari 8

RUMAH MAKAN RAJA SUNDA SEBAGAI SALAH SATU

BANGUNAN ARSITEKTUR TEPAT GUNA DI JL. DR. DJUNJUNAN,


BANDUNG, JAWA BARAT

Nama : Andita Abiyyuna


NIM : 15216027

ABSTRAK

Bangunan arsitektur tepat guna di Indonesia sebagian besar merupakan bangunan adat
tradisional yang menjadi ciri khas setiap daerah. Jawa Barat khususnya Kota Bandung
memiliki bangunan adat tradisional yaitu bangunan tradisional Sunda. Saat ini, bangunan
tradisional Sunda jarang ditemukan di daerah perkotaan, namun beberapa bangunan
seperti restoran, resort bahkan rumah pribadi masih menerapkan dan melestarikan
arsitektur tradisional Sunda. Salah satu contoh bangunan yang mengadaptasi konsep
arsitektur Sunda adalah rumah makan Raja Sunda di Jl. Dr. Djunjunan, Bandung. Tujuan
dari paper/karya ilmiah ini adalah menilai apakah rumah makan Raja Sunda tersebut
memenuhi indikator-indikator arsitektur tepat guna. Penulis melakukan analisis
berdasarkan hasil observasi ke lokasi dan studi literatur dan dapat disimpulkan bahwa
Rumah Makan Sunda Raja Sunda termasuk bangunan arsitektur tepat guna. Hal ini dilihat
dari indikator keberhasilan teknologi tepat guna yang terdiri dari berbagai aspek di mana
total poin yang didapat melebihi 50 poin. Aspek yang paling mempengaruhi keberhasilan
teknologi tepat guna adalah aspek ekologi, lingkungan klimatik dan lingkungan fisik air.
Selain itu, bangunan menggunakan material lokal dan teknologi sederhana terutama
dalam membuat sambungan sehingga sesuai dengan kriteria arsitektur yang tepat guna.
Kata kunci : arsitektur tradisional Sunda ; arsitektur tepat guna ; teknologi tepat
guna; rumah makan Sunda

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah


pulau 17.504 bh (Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2004), luas
daratan 1.922.570 km2 dan luas perairan 3.257.483 km2 serta dibagi menjadi 34

1
provinsi yang masing-masing memiliki adat dan budaya yang khas. Berdasarkan
data geografi tersebut, tentunya hal tersebut berpengaruh terhadap ciri khas
arsitektur di Indonesia. Keanekaragaman inilah yang mendasari lahirnya bangunan
adat tradisional di setiap daerah di Indonesia yang memiliki ciri khas dan gaya
arsitektur yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Bangunan adat tradisional tersebut mayoritas memiliki fungsi sebagai


sebuah rumah adat tradisional. Rumah adat tradisional di Indonesia mencapai
kurang lebih 35 jenis rumah yang berbeda. Ciri khas dari rumah adat tradisional di
Indonesia terletak pada penggunaan material lokal, metode serta teknik konstruksi
bangunan yang relatif menggunakan teknik sederhana dan memakai tenaga lokal.
Desain atap, material bangunan lokal serta teknik sambungan menjadi fokus utama
yang menandakan karakter dari masing-masing bangunan adat tradisional di
Indonesia, mengingat bagian atap merupakan bagian yang penting atau sakral
menurut nenek moyang Bangsa Indonesia.

Rumah adat tradisional dengan arsitektur khas yang terdapat di Jawa Barat,
khususnya Kota Bandung adalah rumah adat tradisional Sunda. Kini, bangunan
yang mengadaptasi konsep rumah adat tradisional Sunda terutama di daerah
perkotaan semakin minim. Hal ini mendorong beberapa pengusaha rumah makan,
resort, dan tempat rekreasi lainnya untuk kembali melestarikan konsep arsitektur
Sunda pada bangunannya yang tentunya memiliki fungsi yang beragam.
Berdasarkan trend ini, penulis mengangkat tema dan melakukan penelitian
mengenai rumah makan yang mengadaptasi konsep arsitektur rumah adat Sunda
dengan tujuan untuk membuktikan apakah bangunan dengan fungsi berbeda yang
mengadaptasi arsitektur tradisional dapat memenuhi indikator sebagai bangunan
dengan arsitektur yang tepat guna. Kasus yang diangkat oleh penulis adalah rumah
makan Sari Sunda di Soekarno Hatta, Bandung, Jawa Barat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, terdapat beberapa permasalahan pokok yaitu :

1. Apakah rumah makan Raja Sunda di Jl. Dr. Djunjunan, Bandung, Jawa
Barat merupakan bangunan yang menerapkan prinsip arsitektur tepat
guna?
Apa saja bagian dari rumah makan Raja Sunda di Jl. Dr. Djunjunan,
Bandung, Jawa Barat yang memenuhi indikator arsitektur tepat guna?

2
II. Kajian Teori

2.1. Arsitektur Sunda

Sebuah rumah bagi masyarakat Jawa Barat selain berfungsi untuk tempat
tinggal juga sebagai tempat aktifitas keluarga dalam berbagai segi kehidupan yang
sarat dengan nilai – nilai tradisi. Sebuah rumah bagi masyarakat Jawa Barat/Sunda
memiliki beberapa filosofi yang berkaitan langsung dengan desain arsitekturalnya.
Contohnya adalah rumah adat sunda berbentuk rumah panggung dengan filosofi
manusia tidaklah hidup di alam langit atau alam kahyangan, dunia atas. Bentuk
rumah panggung bagi masyarakat Sunda memiliki makna yang mendalam tentang
pola keseimbangan hidup dimana harus selarasnya antara hubungan vertikal
(interaksi diri dengan Tuhan) dengan hubungan horizontal (interaksi diri dengan
lingkungan alam semesta) manifestasi ini nampak dari bangunan rumah yang tidak
langsung menyentuh tanah. Terakhir, rumah dalam bahasa Sunda adalah “bumi”
(bahasa halus), dan “bumi” adalah dunia. Ini mencerminkan bahwa rumah bukan
hanya tempat untuk tinggal dan berteduh, tetapi lebih dari itu.

Rumah adat Sunda juga memiliki sebutan lain yaitu “rumah panggung”
dikarenakan posisi rumah yang melayang di atas permukaan tanah di atas sebuah
tumpuan yang terbuat dari batu kali dan ditopang oleh beberapa pondasi tumpuan
yang disebut wadasan, titinggi, umpak, tatapakan dengan ketinggian sekitar 40 s/d
60 cm. Ruang tanah dangan pondasi rumah disebut “kolong imah” (kolong rumah),
kolong rumah dibuat sedemikian rupa dengan maksud tertentu diantaranya untuk
menyimpan kayu bakar dan dipergunakan sebagai kandang. Terdapat 3 pembagian
ruang utama dalam rumah adat Sunda yaitu “bagian hareup” atau bagian depan
rumah, “tengah imah” atau bagian tengah rumah, dan “tukang” yaitu bagian
belakang rumah.

Salah satu ciri bangunan adat Sunda yang khas adalah bentuk atapnya yang
beragam. Bentuk atap dengan silangan kayu atau simpulan berbentuk lingkaran di
ujung atas bumbungannya. Bentuk silangan ini dikenal dengan sebutan “cagak
guning” atau “capir hurang”, mengisyaratkan adanya dunia atas yang maha luas.
Sedangkan bentuk lingkaran melambangkan kehidupan di bumi yang bersifat
berputar (Ismet Belgawan Harun, 2011). Menurut buku Arsitektur Rumah dan
Permukiman Tradisional di Jawa Barat (Ismet Belgawan Harun, dkk) dan buku
karangan Purnama Sahara, terdapat klasifikasi bangunan tradisional Sunda
berdasarkan bentuk atapnya yaitu :

3
a. Suhunan Jolopong
Bentuk bangunan yang atapnya (suhunan) memanjang dan
sama panjang di kedua bidangnya. Sering disebut suhunan
panjang atau gagajahan.

Gambar 1 Sketsa Rumah Suhunan


Jolopong (Sumber :
budayanusantara2010.wordpress.com)

b. Julang Ngapak
Bentuk bangunan rumah yang suhunan bagian sisi kiri kanan
agak melebar ke samping.

Gambar 2 Sketsa Rumah Julang


Ngapak (Sumber :
budayanusantara2010.wordpress.com)

c. Capit Gunting

Gambar 3 Sketsa Rumah Capit


Gunting (Sumber :
budayanusantara2010.wordpress.co
m)

d. Parahu Kumureb
Bentuk bangunan rumah yang atapnya (suhunan) membentuk
perahu terbalik (telungkup).

Gambar 4 Sketsa Rumah


Julang Ngapak (Sumber :
budayanusantara2010.wordpre
ss.com)

4
e. Tagog Anjing
Atap yang bertemu pada garis hubungan yang tidak
sejajar/sama lebar.

Gambar 5 Sketsa Rumah Julang


Ngapak (Sumber :
budayanusantara2010.wordpress.
com)

f. Badak Heuay
Bentuk bangunan seperti saung yang tidak memakai “wuwung”
sambungan atap.

Gambar 6 Sketsa Rumah


Julang Ngapak (Sumber :
budayanusantara2010.wordpress.
com)

2.2. Penerapan Prinsip Arsitektur Tepat Guna pada Rumah Adat Sunda

Rumah tradisional Sunda (bahasa Sunda: imah adat Sunda) mengacu


kepada rumah adat tradisional suku Sunda yang mendiami bagian barat Pulau Jawa
(Provinsi Jawa Barat dan Banten), Indonesia. Arsitektur rumah suku Sunda
ditandai oleh fungsionalitas, kesederhanaan, kepolosan, keseragaman dengan
sedikit detail, penggunaan bahan atap dedaunan alamiah, dan ikatan yang cukup
teguh pada keselarasan dengan alam dan lingkungan. Masyarakat Sunda secara
tradisional melestarikan pengetahuan dari leluhur mereka dan gaya hidup
tradisional mereka dalam keharmonisan yang akrab dengan alam, yang
berkembang ke metode bangunan mereka; menggunakan bahan-bahan lokal dari
kayu, batu, bambu, bahan atap dari dedaunan, dan daun-daun palem.

Kesederhanaan juga dapat dilihat dari metode konstruksi rumah tradisional


Sunda yang dibangun secara gotong royong dan menggunakan teknik yang
sederhana. Rumah-rumah tradisional Sunda sebagian besar mengambil bentuk
dasar struktur atap pelana, umumnya disebut atap gaya kampung, terbuat dari
bahan-bahan dedaunan (ijuk; serat aren hitam, hateup dedaunan atau dedaunan
palem) menutupi kerangka kayu dan balok, dinding anyaman bambu, dan

5
strukturnya dibangun di atas panggung pendek. Variasi atapnya bisa berupa atap
melandai dan pelana (kombinasi atap pelana dan melandai).

Masyarakat Sunda memiliki tradisi hidup


nomaden atau ladang berpindah. Penggunaan
material-material lokal yang berasal dari alam
merupakan bentuk respon terhadap tradisi ladang
berpindah tersebut karena memudahkan proses
pengembalian material tersebut ke alam kembali
Gambar 3. 1 Sebuah rumah
saat para penghuni kampung meninggalkan suatu tradisional Sunda dengan
daerah untuk pindah ke daerah lainnya. atap Julang Ngapak dan
Berdasarkan hal itulah teknologi yang digunakan ornamen Capit Gunting di
Papandak, Garut sekitar tahun
merupaka teknologi tepat guna. (Ismet Belgawan 1920-an. (Sumber :
Harun. 2011) www.wikipedia.com)

III. OBJEK PENGAMATAN


Objek Pengamatan : Rumah Makan Sunda Raja Sunda
Fungsi : Rumah makan (komersil) dan Tempat Gathering
Lokasi : Jl. Dr. Djunjunan No. 63, Pasteur, Bandung

Gambar 3. 2 Foto Interior Restaurant oleh Gambar 3. 3 Foto Interior Restaurant


Arthur Saladin oleh Felix Siaw

Gambar 3. 5 Foto Interior Restaurant Gambar 3. 4 Foto Eksterior Restaurant


oleh Sarotona Zega oleh Robert Weku

6
IV. PEMBAHASAN

Berdasarkan kuliah Arsitektur Tepat Guna oleh Prof.Dr.Ir. Sugeng Triyadi S.


M.T., terdapat beberapa indikator atau kriteria yang menjadi patokan penilaian
untuk menilai apakah suatu bangunan memiliki teknologi tepat guna. Indikator dan
kriteria tersebut dilihat dari berbagai aspek dan komponen seperti komponen
ekologi, social budaya, ekonomi, energy, aspek lingkungan klimatik, lingkungan
tanah dan lingkungan fisik air. Dalam kuliah tersebut. Disebutkan juga bahwa
suatu bangunan dapat disebut sebagai arsitektur tepat guna apabila bangunan
tersebut memenuhi indikator atau kriteria teknologi tepat guna tersebut. Teknologi
tepat guna itu sendiri adalah teknologi yang sederhana, mudah dipakai dan
dimanage oleh masyarakat setempat, memberi efek positif pada masyarakat, yang
ditujukan untuk membantu memecahkan permasalahan kebutuhan manusia dan
lingkungan setempat.

Berdasarkan hasil analisis indikator keberhasilan tepat guna, objek pengamatan


yaitu Rumah Makan Sunda Raja Sunda yang berlokasi di Jl. Dr. Djunjunan No.
63, Pasteur, Bandung, memiliki total poin ketepatgunaan berjumlah 90 poim
(terlampir pada lampiran). Hal ini menunjukkan bahwa bangunan Rumah Makan
Sunda Raja Sunda telah memenuhi kriteria bangunan yang menerapkan teknologi
tepat guna dikarenakan poin yang dicapai melebihi 50 poin. Aspek/komponen
yang menyumbang poin paling banyak adalah komponen ekologi, aspek
lingkungan klimastik dan aspek lingkungan fisik air. Hal ini dikarenakan Rumah
Makan Sunda Raja Sunda memperhatikan kondisi ekologi dalam desain dengan
menetapkan kebijakan tidak membuang polutan ke lingkungan dan tetap menjaga
lingkungan sekitarnya. Terdapat beberapa desain yang menarik yang menyatukan
bangunan dengan alam sekitar seperti taman dan juga kolam. Penggunaan material
lokal dari bambu dan kayu serta prinsip penghawaan alami dalam bangunan juga
berpengaruh terhadap aspek lingkungan klimatik dan fisik air serta efisiensi energi
dalam bangunan.

Bangunan sendiri mengambil konsep arsitektur Sunda yang dapat dilihat dari
desain atap bangunan (menyerupai atap julang ngapak dan parahu kumureb) serta
interior bangunan yang memiliki desain konvensional dengan material lokal yaitu
bambu. Apabila ditinjau dari sisi social budaya, hal ini berdampak positif bagi para
pengunjung karena diperkenalkan dengan teknologi sambungan bambu dan desain
yang menarik dan memorable. Bangunan Rumah Makan Sunda Raja Sunda juga
dapat dikategorikan sebagai bangunan dengan arsitektur tepat guna dikarenakan
memenuhi kriteria menggunakan teknologi yang sederhana terutama dalam proses

7
pembuatan sambungan bambu yang rata-rata memakai teknik konvensional berupa
pasak dan tali ijuk, mudah dipakai dan juga dimanage oleh masyarakat setempat,
memberi efek positif yaitu suasana yang alami di tengah hiruk pikuk perkotaan
serta pengalaman baru berada di bangunan semi tradisional dari bambu.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis,
maka dapat disimpulkan bahwa Rumah Makan Sunda Raja Sunda yang berlokasi
di Jl. Dr. Djunjunan No. 63, Pasteur, Bandung merupakan bangunan dengan
arsitektur tepat yang mengaplikasikan teknologi tepat guna. Hal ini disimpulkan
dari keberhasilan indikator teknologi tepat guna yaitu mencapai 90 poin dan juga
penggunaan material lokal seperti bambu dan kayu sebagai material utama dan
teknologi yang konvensional dan mudah diterapkan terutama dalam membuat
sambungan-sambungan bambu yang sederhana. Selain itu, aspek dan indikator
lainnya seperti ekologi, klimatik, sosial budaya dan lainnya juga terpenuhi karena
bangunan juga memperhatikan konteks lingkungan sekitar, user bangunan serta
unsur klimatik.

DAFTAR PUSTAKA

Kuliah Arsitektur Tepat Guna oleh Prof.Dr.Ir. Sugeng Triyadi S. MT

Permukiman Tradisional di Jawa Barat. Bandung : Dinas Pariwisata dan


Budaya Jawa Barat

Salura, Purnama. 2007. Menelusuri Arsitektur Masyarakat Sunda, Bandung :


Cipta Sastra Salura.
http://rumahmakansarisunda.blogspot.com/p/tentang.html diakses tanggal 5
November 2019
https://dearchitectblog.wordpress.com/2016/12/21/arsitektur-sunda/ diakses
tanggal 5 November 2019
https://budayanusantara2010.wordpress.com/kebudayaan-tradisional-
indonesia/rumah-adat/rumah-adat-sunda/ diakses tanggal 5 November 2019

Anda mungkin juga menyukai