PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber hukum dalam islam ada dua, yaitu Al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an adalah
sumber utama petunjuk hidup bagi umat islam dan hadits penegas dan penguat Al-Qur’an.
Hadits adalah segala sesuatu yang bersumber dari nabi baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
maupun sifatnya.
Dalam penyusunan hadits berbeda dengan Al-Qur’an yang diturunkan secara berangsu-
angsur, dihafal kemudian ditulis, lalu dibukukan, lain halnya dengan hadits yang metode
pengumpulannya dihafal oleh tiap individu yang menerima hadits dari rasul dan penulisannya
dilakukan pada zaman sesudah wafatnya nabi, sehingga pada penulisannya harus mencari tiap
orang yang menerima dan menghafal hadits itu sendiri. Sehingga banyak hadist ditulis oleh
berbagai kalangan. Hal ini menyebabkan kebingungan untuk membedakan mana hadits yang
dapat diterima dan tidak terutama bagi orang awam. Dalam makalah ini akan dibahas macam-
macam pembagian hadits , yang kebanyakan ulama membagi hadits kedalam tiga bagian yaitu,
hadits shahih, da’if, dan maudlu.
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembagian Hadits
Kata pembagian berasal dari kata bagi. Dalam kamus lengkap bahasa Indonesia karangan
Nurkhalif Hazin (2001:26) kata bagi berarti untuk, kebalikan dari perkalian. Sedangkan
dalam Kamus lengkap bahasa Indonesia lainnya karya Hendra Yuliawan (2006:63) kata bagi
berarti pecahan dari sesuatu yang utuh, penggal’ pecah, bahagi; Jadi pengertian pembagian
hadist menurut kami adalah kegiatan pengelompokan hadist ke dalam beberapa bagian yang
disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh Ulama.
Pembagian Hadits Secara umum hadits terbagi menjadi dua yaitu ada hadits yang
diterima ( yakni yang shahih ) dan hadits yang ditolak ( yakni yang dla’if ). Tetapi para ahli
hadis membagi hadits dalam tiga bagian, yaitu hadits shahih, hadits hasan dan hadits
dla’if/hadits maudlu’. 1
A. Hadist Shahih
Shahih menurut lughat adalah lawan dari “saqim” artinya sehat lawan sakit,
haq lawan batil. Menurut ahli hadits, hadits shahih hadits yang sanadnya bersambung,
dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada
Rasulullah SAW, atau sahabat, atau tabiin.
Hadits shahih terbagi menjadi dua, yaitu shahih li dzatihi dan li ghairih. Shahih.
li dzatihi adalah hadits shahih yang memenuhi syarat-syaratnya secara maksimal.
Adapun hadits shahih li ghairih hadits sahih yang tidak memenuhi syarat-syaratnya
secara maksimal, shahih li ghairih adalah hadits yang keshohihannya disebabkan
oleh fakor lain , misalnya hadits hasan yang diriwayatkan beberapa jalur, bisa naik
dari derajat hasan ke derajat shahih.2
1
DR. Subhi Ash-Shalih, membahas ilmu-ilmu hadits, jakarta. 2009, hal. 139
2
Drs. M. Solahudin, ulumul hadis, Bandung, 2008
2
Syarat-syarat hadits Shahih, yaitu :
Jenis dan macam macam hadits shahih bisa diketahui berdasarkan pada :
3
Maslani, Ratu Suntiah. (2010). Ikhtisar ULUMUL HADITS. Bandung: SEGA, hal. 44
4
DR. Subhi Ash-Shalih, membahas ilmu-ilmu hadits, jakarta. 2009, hal. 143
5
DRS. H. Mudasir, ilmu hadis, Bandung : Pustaka Setia , hal. 143
3
Ialah hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak, yang dari awal
sampai akhir sanadnya dengan satu lafaz, dan dengan bentuk yang
sama.
2. Hadits Mutawatir Ma’nawi
Ialah hadits yang lafazh dan maknanya berlainan antara satu riwayat
dan riwayat lainnya, tetapi terdapat persesuaian makna secara umum.
3. Hadits Mutawatir ‘Amali
Semua yang diketahui dengan mudah bagwa ia dari agama dan telah
mutawir dikalangan umat Islam bahwa Nabi SAW. mengajarkannya
atau menyuruhnya atau selain itu dari hal itu dapat dikatan soal yang
terlah disepakati.
Contohnya berita yang menerangkan waktu dan rakaat shalat, kadar
zakat, dan sebagainya.6
hadits Mutawatir memberikan faedah ilmu dharuri, yakni suatu
keharusan untuk menerima dan mengamalkannya sesuai dengan yang
diberikana oleh hadits Mutawir tersebut, hingga membawa pada
keyakinan yang pasti.
b. Hadits Ahad
Adalah hadits yang jumlah rawinya tidak sampai pada jumlah
Mutawatir, tidak memenuhi syarat Mutawatir, dan tidak pula samapi
pada derajat Mutawatir.7
1. Hadits Masyhur
Adalah hadits yang diriwayatkan oleh lebih dari pada dua orang,
tetapi terbatas tidak banyak. Istilah Masyhur dalam hadits
adakalanya bukan karena jumlah rawi, tetapi berdasar pada sifat
keterangannya di kalanga para ahli ilmu tertentu atau dikalangan
masyarakat. Dari segi ini hadits ahad masyhur tersebut pada :
6
DRS. H. Mudasir, ilmu hadis, Bandung : Pustaka Setia . hal. 115
7
Drs. M. Solahudin, ulumul hadis, Bandung, 2008, hal. 131
4
a. Masyhur dikalangan muhaditsin dan lainnya,
b. Masyhur dikalangan ahli ilmu tertentu: Ahli Fiqh, Nahwu,
Usul Fiqh
c. Masyhur dikalangan orang umum8
2. Hadits Ghair Masyhur
a. Hadits Azis, hadits yang rentetan perawinya terdiri dari dua-
dua orang, atau pada suatu tingkat terdiri dari dua dua orang
saja.
b. Hadits Gharib, hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang
terpercaya sehingga kadang-kadang gharib dalam matannya,
gharib dalam isnadnya.9
Ditinjau dari segi penyendirian rawi, hadits Gharib terbagi
pada dua macam, yaitu:
1. Gharib Muthlaq adalah hadits yang rawinya
menyendiridalam meriwayatkan hadits itu. Penyendirian
rawi hadits ini berpangkal pada tempt ashlus samad,
yakni tabiin bukan sahabat.
2. Gharib nnisby adalah apabila penyendirian itu mengenai
sifat sifat atau keadaan tertentu seorang rawi. Keadaan
tertentu dari seorang rawi memiliki beberapa
kemungkinan, yaitu sifat keadilan dan ketaiqatan rawi,
kota atau tempat tinggal tertentu, dan meriwayatkannya
dari orang tertentu.10
8
Maslani, Ratu Suntiah. (2010). Ikhtisar ULUMUL HADITS. Bandung: SEGA, hal 48
9
Peof. Dr. T.M Hasbi Ash Siddieqy, sejarah dan pengantar ilmu hadits,cet IX, Jakarta. 1989 , hal. 207
10
Peof. Dr. T.M Hasbi Ash Siddieqy, sejarah dan pengantar ilmu hadits,cet IX, Jakarta. 1989
5
2. Hadits Fi’ili, hadits yang matannya berupa penjelasan sebagai
penjelas praktis terhadap peraturan syari’at.
3. Hadits Taqrir, hadits yang matannya berupa peristiwa, sikap atau
keadaan mendiamkan, atau menyetujui apa yang telah dilakukan
atau diperkataan seorang sahabat.
4. Hadits Kauni, hadits yang matannya berupa keadaan hal ihwan atau
sifat tertentu.
5. Hadits Hammi, matannya berupa rencana atau cita-cita yang belum
diikerjakan, seetulnya berupa ucapan.
11
Maslani, Ratu Suntiah. (2010). Ikhtisar ULUMUL HADITS. Bandung: SEGA
6
Hadits Mursal, adalah segala sesuatu yang diriwayatkan oleh tabi’in
dari Rasulullah saw baik berupa perkataan, perbuatan atau pendapat
Nabi saw.
Hadits Munqathi’, adalah hadits yang perawinya gugur seorang atau
dua orang dari jurusan sahabat dengan syarat tidak berurutan.
Haditsn Mu’dhal, adalah hadits apabila dalam satu rangkaian sanad
tidak ditemukan generasi sahabat dan generasi tabi’in.Hadits
Mu’allaq, adalah hadits yang gugur sejak awal sanadnya seorang
perawi atau lebih meskipun (selanjutnya bersambungan) sampai
akhirnya.
12
http://initujuanku.blogspot.com/2012/05/pembagian-hadits-berdasarkan.html
7
berkaitan dengan penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-
hal yang berhubungan dengan aqidah.
Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qat’i, yaitu al-
Quran dan hadis mutawatir. oleh karena itu, hadis ahad tidak dapat
dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan-persoalan yang berhubungan
dengan aqidah.
1. Shahih Bukhori
2. Shahih Muslim
3. Shahih Al-Hakim
4. Shahih Ibnu Hian
5. Shahih Ibnu Khuzaimah13
B. Hadits Hasan
Hasan menurut bahasa berarti: ( ما تشتهيه النفس و تميل اليهsesuatu yang di senangi dan di
condongi oleh nafsu), sedangkan hasan menurut istilah, para ulama berbeda pendapat
dalam mendefinisikannya. Perbedaan pendapat ini terjadi disebabkan diantara mereka ada
yang menggolongkan hadis hasan sebagai hadis yang yang menduduki posisi diantara
hadis shahih dan hadis dhaif, tetapi ada juga yang memasukannya sebagai bagian dari
hadis dhaif yang dapat di jadikan hujjah. Menurut sejarah, ulama yang mula-mula
memunculkan istilah hasan menjadi hadis yang berdiri sendiri adalah Turmudzi.
Menurut Imam Turmudzi dan Ibnu Taimiyah, Hadits Hasan adalah hadits yang
banyak jalan datangnya dan tidak ada dalam sanadnya yang tertuduh dusta dan tidak pula
janggal (syadz).14
Para ulama ahli hadits membagi Hadits Hasn menjadi dua bagian yaitu:
13
https://b3npani.wordpress.com/tugas-kuliah/kriteria-dan-status-kehujjahan-hadits-shahih-hasan-dhoif/
14
DRS. H. Mudasir, ilmu hadis, Bandung : Pustaka Setia. Hal 151
8
1. Hadits hasan li dzatih ialah hadits yang telah memenuhi persyaratan Hadits hasan
2. Hadits hasan li ghairih ialah hadits hasan yang tidak memenuhi persyaratan
hadits hasan secara sempurna atau pada dasarnya hadits tersebut adalah hadits
dha'if, tetapi karena ada sanad atau matan lain yang menguatkannya (syahid atau
muttabi'), maka kedudukan hadits dha'if tersebut naik derajatnya menjadi hasan
li ghairih.15
1. Sanadnya bersambung;
2. Perawinya adil;
3. Perawinya dhabit, tetapi ke-dhabit-annya dibawah ke-dhabit-an perawi hadits
hasan;
4. Tidak terdapat kejanggalan (syadz);
5. Tidak ada illat (illat).
Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari Al-
Hasan bin Urfah Al-Maharabi dari Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abi
Hurairah, bahwa Nabi SAW bersabda:
Usia umatku sekitar antara 60 samapi 70 tahun dan sedikit sekali yang melebihi demikian
itu.
Para perawi hadits di atas tsiqah semua, kecuali Muhammad bin Amr, ia adalah shaduq
= sangat benar. Oleh para ulama hadits, nilai ta'dil shaduq tidak mencapai dhabith tamm
sekalipun telah mencapai keadilan, kedhabitannya kurang sedikit jika dibandingkan dengan
kedhabithan shahih seperti tsiqatun (terpercaya) dan sesamanya.16
15
DRS. H. Mudasir, ilmu hadis, Bandung : Pustaka Setia
16
ARSYDr.H.Abdul Majid Khon, M.Ag. (2012). Ulumul Hadis. Jakarta: AMZAH
9
e. Kehujahan Hadis Hasan
Hadis hasan sebagai mana halnya hadis shahih, meskipun derajatnya dibawah hadis
shahih, adalah hadis yang dapat diterima dan dipergunakan sebagai dalil atau hujjah dalam
menetapkan suatu hukum atau dalam beramal. Paraulama hadis, ulama ushul fiqih, dan
fuqaha sepakat tentang kehujjahan hadis hasan.17
C. Hadits Dha'if
Kata dha'if menurut bahasa berarti lemah, sebagai lawan dari kata kuat. Maka sebutan
hadits dha'if dari segi bahasa berarti hadits yang lemah atau hadits yang tidak kuat.
Para ulama menemukan kedha'ifan hadits pada tiga bagian yaitu pada sanad, matan
dan perawinya. Dari ketiga bagian ini mereka membagi dan menguraikan dalam beberapa
macam hadits dha'if yang jumlahnya banyak sekali.
17
https://b3npani.wordpress.com/tugas-kuliah/kriteria-dan-status-kehujjahan-hadits-shahih-hasan-dhoif/
18
Maslani, Ratu Suntiah. (2010). Ikhtisar ULUMUL HADITS. Bandung: SEGA, hal. 57
10
Hadits Mu'dal, dirumuskan dengan: "Hadits yang gugur dua orang perawinya
atau lebih secara berturut-turut baik gugurnya itu antara sahabat dengan tabi'in
atau dua orang sebelumnya."19
2. Dha'if dari segi sandarannya
Hadits Mauquf ialah perkataan sahabat, perbuatan atau taqrirnya. Dikatakan
mauquf karena sandarannya terhenti pada thabaqah sahabat. Kemudian tidak
dikatakan marfu', karena hadits ini tidak dirafa'kan atau disandarkan kepada
rasulullah SAW.
Hadits Maqtu' adalah perkataan atau perbuatan tabi'in. Diantara para ulama ada
yang menyebut Hadits Maqtu ini dengan al-atsar dan al-khabar.
Pada bagian ini, ialah kedha'ifan karena kecacatan yang terjadi, baik pada
matan maupun pada rawi-nya. Kecacatan pada bagian ini banyak sekali macamnya
sehingga mencapai puluhan macam, sebagaimana yang diuraikan oleh para hadits.
Akan tetapi di sini hanya akan dikemukakan beberapa macam saja, sebagaimana
uraian di bawah ini.
Hadits Munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh orag yang lemah (perawi
yang dha'if), yang bertentangan dengan periwayatan orang kepercayaan.
Hadits Matruk adalah hadits yang diriwayatkan oleh seseorang yang tertuduh
dusta (terhadap hadits yang diriwayatkannya), atau nampak kefasikannya, baik
pada perbuatan atau pada perkataannya, atau orang yang banyak lupa atau
banyak ragu.
Hadits Syadz ialah hadits yang diriwayatkan oleh orang yang maqbul, akan
tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang
kualitasnya lebih utama.
Hadits Maqlub ialah hadits yang lafalnya tertukar pada salah seorang dari
sanadnya atau nama seorang sanadnya. Kemudian mendahulukan
penyebutannya yang seharusnya disebut belakangan atau membelakangkan
19
Maslani, Ratu Suntiah. (2010). Ikhtisar ULUMUL HADITS. Bandung: SEGA,
11
penyebutan yang seharusnya didahulukan atau dengan sesuatu pada tempat
yang lain.
Hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi melalui jalan Hakim Al-atsram dari
Abu Tamimah Al-Hujaimi dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda:
من اتى حائضًا أو امرأة ً من دبر أو كاهنًا فقد كفر بما أنزل على محمد
Dalam sanad hadits tersebut terdapat seorang dha'if, yaitu Hakim Al-Atsram yang
dinilai dha'if oleh para ulama. Hafizh Ibnu Hajar dalam Taqrib At-Tahzhib
memberikan komentar: = فيه لينpadanya lemah.20
Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-Hafidzh
Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan
beberapa syarat:
Maka menurut para ulama, masih ada di antara hadits dhaif yang bisa dijadikan
hujjah, asalkan bukan dalam perkara aqidah dan syariah (hukum halal haram).
Hadits yang level kedhaifannya tidak terlalu parah, boleh digunakan untuk perkara
fadahilul a’mal (keutamaan amal).
Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan sebagai dasar dalam fadhailul
a’mal, harus didampingi dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus
20
DRS. H. Mudasir, ilmu hadis, Bandung : Pustaka Setia
12
shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi pokok, tetapi dia harus berada di bawah
nash yang sudah shahih.
Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita tidak boleh meyakini
100% bahwa ini merupakan sabda Rasululah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi
yang kita lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian datangnya
informasi ini dari Rasulullah SAW.
Mereka adalah kalangan yang boleh dibilang mau menerima secara bulat
setiap hadits dhaif, asal bukan hadits palsu (maudhu’). Bagi mereka,
sedhai’f-dha’if-nya suatu hadits, tetap saja lebih tinggi derajatnya dari akal
manusia dan logika.
Di antara para ulama yang sering disebut-sebut termasuk dalam kelompok ini
antara lain Al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab Hanbali. Mazhab ini
banyak dianut saat ini antara lain di Saudi Arabia. Selain itu juga ada nama
Al-Imam Abu Daud, Ibnul Mahdi, Ibnul Mubarok dan yang lainnya.
3) Kalangan Menengah
Mereka adalah kalangan yang masih mau menerima sebagian dari hadits
yang terbilang dhaif dengan syarat-syarat tertentu. Mereka adalah
kebanyakan ulama, para imam mazhab yang empat serta para ulama salaf dan
khalaf.21
21
https://b3npani.wordpress.com/tugas-kuliah/kriteria-dan-status-kehujjahan-hadits-shahih-hasan-dhoif/
13
D. Hadist Maudhu'
a. Pengertian Hadist Maudhu'
Maudhu' menurut lughot artinya yang disusun, dusta yang diada adakan. Namun,
dalam ilmu hadits itu sendiri, maudhu' adalah suatu hadits yang diada adakan orang atas
nama Nabi Muhammad SAW. dengan sengaja atau tidak sengaja. Sedangkan menurut
keterangan lain, Hadist Maudhu' memiliki beberapa arti diantaranya adalah mengugurkan,
meninggalkan, mengada ada, membuat buat, dan sebagainya. Secara terminologi, menurut
ulama hadits bahwa Hadits Mudhu' adalah sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah saw
secara mengada ada dan dusta, dan beliau tidak menyabdakan atau mengerjakan ataupun
mentaqrirkan.
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa Hadits Maudhu' itu sebenarnya bukan
hadits yang bersumber dari Nabi saw. (bukan hadits Nabi saw.), hanya disandarkan kepada
Nabi.
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan munculnya pemalsuan hadits. Menurut
Ahmad Amin, Hadits Maudhu' sudah ada sejak masa Rasul masih hidup, berdasarkan
hadits Rasul saw yang berbunyi : "Barang siapa berdusta kepadaku, maka hendaklah ia
bersiap siap menempati tempatnya dalam neraka".
Sepanjang kehidupan Rasulallah saw masih hidup, tidak ada yang mengabarkan
bahwa ada seseorang atau sahabat yang pernah memalsukan hadits, tetapi dalam hadits
diatas mengajarkan bahwa para sahabat harus berhati hati dalam meriwayatkan hadits.
14
Menurut Jumhur ulama hadits, bahwa pemalsuan hadits juga terjadi dalam masa
khulafur rasyidin, dan dalam hal ini para sahabat sangat berhati hati dalam meriwayatkan
hadits.
Pada masa khalifah Ali Bin Abi Talib, telah terjadi pemalsuan hadits sebagai akibat
dari perpecahan politik. Pada masa ini, ada orang yang memalsukan hadits karena hanya
untuk kepentingan kelompok nya tanpa dilihat dari sumbernya. Dalam sejarah dikatakan
bahwa golongan syiah yang pertana-tama membuat hadits palsu.
1. Pertentangan politik
2. Fanatisme
Hadits Maudhu' dapat diketahui dari sanad atau matan nya. Adapun tanda tanda
Hadits Maudhu' meliputi :
3. Perawi yang dikenal sebagai pendusta dalam meriwayatkan suatu hadits seorang diri,
dan tidak ada perawi lain yang tsiqoh yang meriwayatkannya sehingga riwayatannya
dianggap palsu
4. Hal ihwal perawi, seperti yang diceritakan kepada Sa'ad ibn Tharif, ketika puteranya
kembali dari sekolah dalam keadaan menangis
15
1. Ahmad bin Abdillah al-juwaibari
8. Ibnu Jahdlam
Upaya-uapay yang ditempuh oara ulama dalam menjaga hadits Nabi saw adalah
sebagai berikut:
Berikut ini adalah karya ulama yang berkaitan dengan nama-nama sahabat,
sejarah perawi, nama-nama asli,kunyah, laqab dan nisbat, al-jarh wa al-ta'dil, para
pemalsu hadits dan hadits-hadits hasil pemalsuan mereka, yakni :
22
Maslani, Ratu Suntiah. (2010). Ikhtisar ULUMUL HADITS. Bandung: SEGA
16
2. Al-mawdhu' at al-kubra karya Abu al-faraj Abd al-Rahman ibn al-Jawzi (508-598
H)
3. Al-Ba'its 'ala al-Khalah min Hawadits al-Qashash karya al-Hafizh Zain al-Din Abd
al-Rahim al-Iraqi (725-806 H)
5. Tanzih al-Syari'ah al-Marfu'ah 'an Akbar al-Syami'ah al-Mawdhu'ah karya Abu al-
Hasan ibn Muhammad (Ibn 'Iraqi) al-Kannani, wafat tahun 963 H.
Selain itu, para ulama juga menyusun berbagai karya tentang hadits yang populer di
kalangan masyarakat dengan memberikan penjelasan mana yang kuat dan mana yang
lemah dan mana pula yang maudhu'.
1. Mengisnadkan hadits
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Hadits shahih adalah hadits yang sanadnya samung, dikutip oleh orang yang adil lagi
cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah SAW.
Syarat-syarat hdits shahih yaitu :
a. Semua rawinya adil
b. . Semua rawinya sempurna ingatan (dhabit)
c. Sanadnya bersambung-sambung tidak putus
d. Tidak ber’illat (cacat tersembunyi)
e. Tidak janggal (syadz)
2. Hadits hasan ialah hadits yang banyak sumbernya dan dikalangan perawinya tidak ada
yang disangka dusta dan tidak sah.
Hadits hasan hampir sama dengan hadits shahih, hanya saja terdapat perbedaan soal
ingatan perawi. Pada hadits shahih, ingatan atau hafalannya harus sempurna
sedangkan pada hadits hasan, ingatan atau daya hapalannya kurang kuat
3. Hadits dla’if merupakan hadits lemah yang tidak memiliki ciri ciri hadits shahih
maupun hadits hasan., mengenai kehujahannya, menurut para ulama terbagi menjadi
tiga, pertama hadits dla’if tidak bisa diamalkan ataupun dijadikan hujjah baik dalam
soal hukum ataupun targhib, kedua dapat diperrgunakan sebatas untuk menerangkan
fadla-ilul a’mal, dan ketiga dapat digunakan bila dalam suatu masalah tidak
ditemukan hadits shahih dan hadits hasan.
4. Maudlu adalah hadits yang dibuat buat oleh para pendusta, dan mereka
menyandarkannya kepada Rasulullah SAW. Ada beberapa penyebab adanya hadits
maudlu ini diantaranya karena politi, fanatisme, mempengaruhi masyarakat awam
dengan kisah dan nasihat, perbedaan madzhab dan teologi, menganjurkan kebaikan
tanpa pengetahuan agama yang cukup dan. menjilat kepada penguasa
18
DAFTAR PUSTAKA
Peof. Dr. T.M Hasbi Ash Siddieqy, sejarah dan pengantar ilmu hadits,cet IX, Jakarta. 1989
H.
DR. Subhi Ash-Shalih, membahas ilmu-ilmu hadits, jakarta. 2009
Drs. M. Solahudin, ulumul hadis, Bandung, 2008
DRS. H. Mudasir, ilmu hadis, Bandung : Pustaka Setia
Maslani, Ratu Suntiah. (2010). Ikhtisar ULUMUL HADITS. Bandung: SEGA
ARSYDr.H.Abdul Majid Khon, M.Ag. (2012). Ulumul Hadis. Jakarta: AMZAH
http://initujuanku.blogspot.com/2012/05/pembagian-hadits-berdasarkan.html
https://b3npani.wordpress.com/tugas-kuliah/kriteria-dan-status-kehujjahan-hadits-shahih-
hasan-dhoif/
19