DI SUSUN OLEH :
NURJANAH P27220014
WIDIYANTO P27220014224
D III KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
Penulis
TIM
BAB I
PENDAHULUAN
LANDASAN TEORI
A. DEFINISI
Spinal cord injury SCI adalah kerusakan atau trauma pada sumsum
tulang belakang yang mengakibatkan kerugian atau gangguan fungsi
menyebabkan mobilitas dikurangi atau perasaan.Penyebab umum dari
kerusakan adalah trauma (kecelakaan mobil,tembak,jatuh,cedera olahraga,dll)
atau penyakit (myelitis melintang,polio,spina bifida,ataksia friedreich,ll).Sumsum
tulang belakang tidak harus dipotong agar hilangnya fungsi terjadi. Pada
kebanyakan orang dengan SCI, sumsum tulang belakang masih utuh, tetapi
kerusakan selular untuk itu mengakibatkan hilangnya fungsi. SCI sangat berbeda
dari cedera punggung seperti disk pecah, stenosis tulang belakang atau saraf
terjepit.
a. Gangguan motorik
Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi
kerusakan sel sel saraf pada medula spinalisnya menyebabkan gangguan
arcus reflek dan flacid paralisis dari otot-otot yang disarafi sesuai dengan
segmen-segmen medula spinalis yang cedera. Pada awal kejadian akan
mengalami spinal shock yang berlangsung sesaat setelah kejadian sampai
beberapa hari bahkan sampai enam minggu. Spinal shock ini ditandai
dengan hilangnya reflek dan flacid. Apabila lesi terjadi di mid thorakal maka
gangguan refleknya lebih sedikit tetapi apabila terjadi di lumbal beberapa
otot-otot anggota gerak bawah akan mengalami flacid paralisis (Bromley,
1991). Masa spinal shock berlangsung beberapa jam bahkan sampai 6
minggu kemudian akan berangsur - angsur pulih dan menjadi spastik. Cedera
pada medula spinalis pada level atas bisa pula flaccid karena disertai
kerusakan vaskuler yang dapat menyebabkan matinya sel – sel saraf
b. Gangguan sensorik
Pasien pria dengan lesi tingkat tinggi untuk beberapa jam atau beberapa hari
setelah cidera. Seluruh bagian dari fungsi sexual mengalami gangguan pada
fase spinal shock. Kembalinya fungsi sexual tergantung pada level cidera dan
komplit/tidaknya lesi. Untuk dengan lesi komplet diatas pusat reflex pada
conus, otomatisasi ereksi terjadi akibat respon lokal, tetapi akan terjadi
gangguan sensasi selama aktivitas seksual. Pasien dengan level cidera
rendah pusat reflek sakral masih mempunyai reflex ereksi dan ereksi
psychogenic jika jalur simpatis tidak mengalami kerusakan, biasanya pasien
mampu untuk ejakulasi, cairan akan melalui uretra yang kemudian keluarnya
cairan diatur oleh kontraksi dari internal bladder sphincter Kemampuan fungsi
seksual sangat bervariasi pada pasien dengan lesi tidak komplit, tergantung
seberapa berat kerusakan pada medula spinalisnya.Gangguan sensasi pada
penis sering terjadi dalam hal ini. Masalah yang terjadi berhubungan dengan
locomotor dan aktivitas otot secara volunter.Dapat dilakukan tes untuk
mengetahui potensi sexual dan fertilitas. Selain itu banyak pasangan yang
memerlukan bantuan untuk belajar teknik-teknik keberhasilan untuk hamil
(Hirsch, 1990; Brindley, 1984).
Gangguan siklus menstruasi banyak terjadi pada wanita dengan lesi komplit
atau tidak komplit. Gangguan ini dapat terjadi untuk beberapa bulan atau lebih
dari setahun. Terkadang siklus menstruasinya akan kembali normal.Pada
pasien wanita dengan lesi yang komplit akan mengalami gangguan sensasi
pada organ genitalnya dan gangguan untuk fungsi seksualnya.Pada paraplegi
dan tetraplegi, wanita dapat hamil dan mempunyai anak yang normal dengan
lahir normal atau dengan caesar (SC) jika memang indikasi.Kontraksi uterus
akan terjadi secara normal untuk cidera diatas level Th6,kontraksi uterus yang
terjadi karena reflek otonom. Pasien dengan lesi complet pada Th6 dan
dibawahnya. Akan mengalami nyeri uterus untuk pasien dengan lesi komplet
Th6, Th7, Th8 perlu mendapatkan pengawasan khusus biasanya oleh rumah
sakit sampai proses kehamilan.
e. Autonomic desrefleksia
3) HR rendah,
C. ETIOLOGI
D. PATOFISIOLOGI
Edema bisa terjadi setelah salah satu jenis kerusakan. Trauma dapat
mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung dan tidak
langsung. Fraktur pada tulang belakang yang menyebabkan instabilitas pada
tulang belakang adalah penyebab cedera pada medula spinalis secara tidak
langsung.Apabila trauma terjadi dibawah segmen cervical dan medula spinalis
tersebut mengalami kerusakan sehingga akan berakibat terganggunya distribusi
persarafan pada otot-otot yang dsarafi dengan manifestasi kelumpuhan otot-otot
intercostal,kelumpuhan pada otot-otot abdomen dan otot-otot pada kedua
anggota gerak bawah serta paralisis sfingter pada uretra dan rektum. Distribusi
persarafan yang terganggu mengakibatkan terjadinya gangguan sensoris pada
regio yang disarafi oleh segmen yang cedera tersebut.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
F. PENGOBATAN
.Bila cedera terjadi dan untuk periode waktu sesudahnya, sumsum tulang
belakang merespon dengan pembengkakan. Pengobatan dimulai dengan obat
steroid,ini dapat diberikan di tempat kejadian oleh Dokter ambulans udara atau
paramedic terlatih. Obat ini mengurangi peradangan di daerah luka dan
membantu untuk mencegah kerusakan lebih lanjut untuk membran sel yang
dapat menyebabkan kematian saraf. Hemat saraf dari kerusakan lebih lanjut dan
kematian adalah sangat penting.
Jaringan yang berbeda dan struktur tulang vertebra termasuk sejajar dari
kekuatan cedera, herniated disc, atau hematoma dapat menyebabkan kompresi
sumsum tulang belakang. Sebuah tulang belakang tidak stabil mungkin
memerlukan instrumentasi tulang belakang dan fusi untuk membangun dalam
dukungan.
Rehabilitasi sering mencakup terapi fisik, terapi okupasi, dan konseling bagi
dukungan emosional. Setiap program dirancang untuk memenuhi kebutuhan
unik pasien. Layanan mungkin awalnya diberikan ketika pasien dirawat di rumah
sakit atau pada unit spesialis cedera tulang belakang. Setelah rawat inap,
beberapa pasien yang dirawat di sebuah fasilitas rehabilitasi. Pasien lain dapat
melanjutkan rehabilitasi secara rawat jalan dan / atau di rumah.
1. Penatalaksanaan Fisioterapi
Diagnosis Fisioterapi
A. . Impairment :
5) gangguan sensasi
B. Functional Limitation :
C. Disability :
a. Mengurangi nyeri
Setelah berbaring lurus untuk beberapa waktu selama periode awal pasien
harus berkembang oleh fisioterapis untuk duduk tegak di kursi roda. Ini adalah
proses bertahap yang bergerak pasien ke posisi tegak terlalu cepat dapat
menyebabkan penurunan tekanan darah yang parah. Sebuah kursi roda dengan
kaki terletak mengangkat dan kembali miring digunakan pada awalnya sampai
pasien mampu mentoleransi kursi tegak. Latihan teratur keseimbangan duduk
adalah penting di bawah pengawasan yang ketat dari fisioterapis sebagai kontrol
batang diperlukan untuk hidup mandiri. Setelah transfer duduk dikuasai ke kursi
roda dan penguatan dapat bekerja.
PEMBAHASAN