Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan dalam keluarga merupakan basis pendidikan yang pertama dan utama. Situasi
keluarga yang harmonis dan bahagia akan melahirkan anak atau generasi-generasi penerus yang
baik dan bertanggung jawab. Peran orang tua yang seharusnya adalah sebagai orang pertama
dalam meletakkan dasar-dasar pendidikan terhadap anak-anaknya. Dengan hal tersebut,
kehidupan keluarga terutama peran orang tua merupakan lingkungan pendidikan pertama yang
mempunyai peranan penting dalam menentukan dan membina proses perkembangan anak.Tidak
menutup kemungkinan bahwa masalah yang dialami siswa di sekolah seperti rendahnya prestasi
belajar siswa dan berhasil tidaknya proses belajar siswa merupakan akibat atau lanjutan dari
situasi lingkungan keluarga yang tidak harmonis dan peran orang tua yang tidak dijalankan
dengan baik. Terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas, dan
mempunyai ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu
ikatan. Dengan kata lain, keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat total yang lahir dan
berada didalamnya, yang secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri tersebut karena
tumbuhnya mereka ke arah pendewasaan. Keluarga sebagai organisasi, mempunyai perbedaan
dari organisasi-organisasi lainnya, yang terjadi Masa remaja merupakan masa yang sangat
penting dalam proses perkembangan. karena itu perkembangan pada masa remaja sudah
seharusnya mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, terutama dari ewsalingkungan
terdekatnya. Salah satu bagian terpenting dari perkembangan remaja adalah perkembangan
dalam kehidupan sosial. Memang perkembangan fisik tidak dapat dilepaskan, tetapi kebanyakan
kasus remaja terjadi dikarenakan kurang sempurnanya proses perkembangan sosialnya.
Permasalahan dalam perkembangan sosial remaja dikarenakan para remaja belum mampu
menjalankan tugas perkembangan sosialnya. Tugas perkembangan sosial remaja adalah tugas
yang khas dimiliki oleh para remaja. Para remaja, disadari atau tidak, mereka harus memenuhi
tugasnya tersebut, tetapi disatu sisi tantangan remaja untuk memenuhi tugas tersebut sangatlah
berat. Sehingga para remaja membutuhkan orang lain misalnya keluarga, teman sebaya, dan
lingkungan sosialnya, untuk memenuhi tugas perkembangan sosialnya.

Dalam perkembangan sosial remaja, teman sebaya sangatlah berperan penting. Peranan
teman-teman sebaya terhadap remaja terutama berkaitan dengan sikap, pembicaraan, minat,
penampilan dan perilaku. Remaja sering kali menilai bahwa bila dirinya memakai model pakaian
yang sama dengan anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk diterima
oleh teman-teman sebayanya menjadi besar. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba
minum alcohol, obat-obatan terlarang atau rokok, maka remaja cenderung mengikutinya tanpa
memperdulikan perasaannya sendiri dan akibatnya. Hal ini berarti menunjukkan bahwa kuatnya
pengaruh teman sebaya terhadap perkembangan hubungan sosial remaja.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan sosial?

2. Apa ciri khusus perkembangan sosial pada masa remaja?

3. Bagaimana karakteristik perkembangan sosial remaja?

4. Apa peran teman sebaya terhadap perkembangan remaja?

5. Apa peranan kelompok teman sebaya dalam kehidupan remaja?

6. Bagaimanakah hubungan antara orang tua dan teman sebaya terhadap remaja?

7. Bagaimanakah pengaruh hubungan dengan kelompok sebaya terhadap kenakalan remaja?


BAB II

PEMBAHASAN

A. HAKEKAT PERAN KELUARGA

Menurut Edy Suhardono makna dari kata peran adalah suatu penjelasan yang merujuk pada
konotasi ilmu sosial, yang mengartikan peran sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang
ketika menduduki suatu karakterisasi (posisi) dalam struktur sosial.

Menurut Peter Warsley et.al mengartikan peran sebagai seperangkat alat-alat yang telah
dikembangkan oleh para sosiolog untuk menggarap hubungan-hubungan yang kompleks.

Menurut Drs. H. Abu Ahmadi dkk, peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap
caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi
sosialnya.

Peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di
masyarakat.

Keluarga adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah, atau
adopsi. Pertalian antara suami dan isteri.

Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.secara historis
kelurga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan organisasi terbatas, dan mempunyai
ukuran yang minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu ikatan.
Dengan kata lain, keluarga tetap merupakan bagian dari masyarakat total yang lahir dan berada
didalamnya, yang secara berangsur-angsur akan melepaskan ciri-ciri tersebut karena tumbuhnya
mereka ke arah pendewasaan. Keluarga sebagai organisasi, mempunyai perbedaan dari
organisasi-organisasi lainnya, yang terjadi hanya sebagai suatu proses. Salah satu perbedaan
yang cukup penting terlihat dari bentuk hubungan anggota-anggotanya yang lebih bersifat
“gemeinschaft” dan merupakan ciri-ciri kelompok primer, yang antara lain; mempunyai
hubungan yang lebih intim, kooperatif, face to face, masing-masing anggota memperlakukan
anggota lainnya sebagai tujuan bukannya sebagai alat untuk sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Dengan demikian kelurga mempunyai sistim jaringan interaksi yang lebih bersifat hubungan
interpersonal, dimana masing-masing anggota dalam keluarga dimungkinkan mempunyai
intensitas hubungan satu sama lain; antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak maupun
antara anak dengan anak.

Jadi sekarang kelurga dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok dari orang-orang yang
disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah, atau adopsi; merupakan susunan rumah tangga
sendiri; berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan
sosial bagi suami isteri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan perempuan; dan
merupakan pemelihara kebudayaan bersama.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa peran orang tua merupakan suatu kompleks
pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap sebagai orang yang mempunyai
tanggung jawab dalam satu keluarga, dalam hal ini khususnya peran terhadap anaknya dalam hal
pendidikan, keteladanan, kreatif sehingga timbul dalam diri anak semangat hidup dalam
pencapaian keselarasan hidup di dunia ini.

Dalam sebuah keluarga orang tua merupakan pendidik yang pertama dan utama. Keutamaan
yang ada pada dirinya bukan saja karena sebagai petunjuk jalan dan bimbingan kepada anak
tetapi juga karena mereka adalah contoh bagi anak-anaknya. Dengan demikian orang tua dituntut
untuk mengarahkan, menuntut/membimbing anak karena anak pada kenyataannya bukanlah
orang dewasa yang berbentuk kecil. Sehingga sebagai orang tua mempunyai kewajiban
memelihara keselamatan kehidupan keluarga, baik moral maupun material.

Jadi lingkungan keluarga terutama orang tua berperan besar, karena merekalah yang langsung
atau tidak langsung berhubungan dengan anak. Sehingga orang tua dapat didefinisikan segala hal
ikhwal, ucapan maupun sikap yang patut ditiru dan dimiliki oleh seseorang yang bertanggung
jawab pada kelangsungan hidup anak yang biasa disebut ibu/bapak.

B. HUBUNGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN KELUARGA

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Anak

Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak.Faktor-faktor tersebut dapat berasal
dari dalam diri anak (intrinsic) dan dapat pula berasal dari luar diri anak (extrinsic).Salah satu
diantara faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak adalah faktor orang tua yang
dalam banyak hal menempati peranan yang cukup penting.Hal ini dikarenakan orang tua
merupakan tokoh yang penting di dalam kehidupan seorang anak. Berikut adalah faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang (anak/siswa) yang menurut beberapa pendapat:

H.M. Alisuf Sabri mengatakan bahwa ada berbagai faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
anak yang secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor-faktor internal

· Faktor fisiologis siswa, seperti kondisi kesehatan dan kebugaran fisik, serta kondisi panca
inderanya terutama penglihatan dan pendengaran.

· Faktor psikologis siswa, seperti minat, bakat, intelegensi, motivasi, dan kemampuan-
kemampuan kognitif seperti kemampuan persepsi, ingatan, berpikir dan kemampuan dasar
pengetahuan (bahan apersepsi) yang dimiliki siswa.
Faktor-faktor eksternal

· Faktor lingkungan; faktor ini terbagi dua, yaitu pertama faktor lingkungan alam atau non sosial
seperti keadaan suhu, kelembaban udara, waktu (pagi, siang, malam), letak sekolah, dan
sebagainya. Kedua faktor lingkungan sosial seperti manusia dan budayanya.

· Faktor instrumental, antara lain gedung atau sarana fisik kelas, sarana atau alat pengajaran,
media pengajaran, guru dan kurikulum atau materi pelajaran serta strategi belajar mengajar.

2. Pengaruh lingkungan keluarga pada anak didik

Di lingkungan keluarga, peranan orang tua (ibu dan ayah) dan anggota keluarga lain di rumah
sangat mempengaruhi pembentukan sikap disiplin pada anak.

· Menurut Gunarsa (2009 : 6-7), aspek lingkungan keluarga yang mempengaruhi tingkah laku
anak diantaranya adalah “contoh dari orang tua, kasih sayang orang tua, dan keutuhan keluarga.”

· Fuad Ihsan (2005 : 19), faktor lingkungan keluarga yang mepengaruhi perkembangan anak
didik yaitu :”perhatian dan kasih sayang dari orang tua, pigur keteladanan orang tua bagi anak,
dan keharmonisan keluarga.”

· Gerungan (2002 : 185) peranan lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak meliputi :
“status sosio ekonomi, keutuhan keluarga, sikap dan kebiasaan orang tua, dan status anak.”

Dari uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor lingkungan keluarga
yang mempengaruhi anak didik terutama yang mempengaruhi anak didik dalam hal
pembentukan sikap disiplin meliputi perhatian dan kasih sayang orang tua, keutuhan orang tua,
keharmonisan keluarga, dan sifat keteladanan atau contoh dari orang tua. Sehinnga Lingkungan
keluarga merupakan media pertama dan utama yang secara langsung atau tidak langsung
berpengaruh terhadap perilaku dalam perkembangan anak didik, termasuk didalamnya prestasi
belajar anak didik.Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak
selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan
anak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat.

C.G.Salzmann (1744-1811), seorang penganut aliran philantropium, yang telah


mengkritik dan mengecam pendidikan yang telah dilakukan oleh para orang tua waktu itu.
Dalam karangannya, Kresbuchlein (buku Udang Karang) mengatakan, bahwa segala kesalahan
anak-anak itu adalah akibat dari perbuatan pendidik-pendidiknya, terutama orang tua.Orang tua
pada masa Salzmann dipandangnya sebagai penindas yang menyiksa anaknya dengan pukulan
yang merugikan kesehatannya, dan menyakiti perasaan-perasaan kehormatannya.

Adapun faktor keluarga ini dapat di golongkan menjadi tiga golongan, yaitu :
*. Cara mendidik anak
Setiap keluarga mempunyai spesifikasi dalam mendidik. Ada keluarga yang cara
mendidik anak secara diktator militer, ada yang demokratis di mana pendapat anak diterima oleh
orang tua. Tetapi ada juga keluarga yang acuh dengan pendapat setiap anggota keluarga.

*. Hubungan orang tua dan anak

Ada keluarga yang hubungan anak dan orang tua dekat sekali sehingga anak tidak mau
lepas dari orang tuanya. Bahkan ke sekolah pun susah. Ia takut terjadi sesuatu dengan orang
tuanya. Pada anak-anak yang berasal dari hubungan keluarga demikian kadang-kadang
mengakibatkan anak menjadi tergantung.Sikap orang tuaHal ini tidak dapat dihindari, karena
secara tidak langsung anak adalah gambaran dari orang tuanya.Jadi sikap orang tua menjadi
contoh bagi anak.

*. Ekonomi keluarga

Faktor ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan rumah


tangga.Keharmonisan hubungan antara orang tua dan anak kadang-kadang tidak dapat terlepas
dari faktor ekonomi.Begitu pula faktor keberhasilan seseorang.Pada keluarga yang ekonominya
kurang mungkin dapat menyebabkan anak kekurangan gizi, kebutuhan-kebutuhan anak mungkin
tidak dapat terpenuhi.Selain itu ekonomi yang kurang menyebabkan suasana rumah menjadi
muram dan gairah untuk belajar tidak ada.Tetapi hal ini tidak mutlak demikian. Kadang-kadang
kesulitan ekonomi bisa menjadi pendorong anak untuk lebih berhasil, sebaliknya bukan berarti
pula ekonomi yang berlebihan tidak akan menyebabkan kesulitan belajar. Pada ekonomi yang
berlebihan anak mungkin akan selalu dipenuhi semua kebutuhannya, sehingga perhatian anak
terhadap pelajaran-pelajaran sekolah akan berkurang karena anak terlalu banyak bersenang-
senang, misalnya dengan permainan yang beranekaragam atau pergi ke tempat-tempat hiburan
dan lain-lain.

*.Suasana dalam keluarga

Suasana rumah juga berpengaruh dalam membantu belajar anak. Apabila suasana rumah
itu selalu gaduh, tegang, sering ribut dan bertengkar, akibatnya anak tidak dapat belajar dengan
baik, karena belajar membutuhkan ketenangan dan konsentrasi.

3. Peranan orang tua dalam meningkatkan prestasi belajar anak

Partisipasi orang tua besar pengaruhnya terhadap proses belajar anak dan prestasi belajar
yang akan dicapai. Hasil penelitian Baker dan Stevenson menunjukkan bahwa, peran atau
partisipasi orang tua memberikan pengaruh baik terhadap penilaian guru kepada siswa.Orang tua
mempunyai peran serta untuk ikut menentukan inisiatif, aktivitas terstruktur di rumah untuk
melengkapi program-program pendidikan di sekolah sebagaimana yang terjadi di
Indonesia.Selain itu, juga dinyatakan bahwa jaringan komunikasi yang dibangun oleh orang tua
sangat penting dalam menentukan keberhasilan siswa di masyarakat.
Orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh
terhadap proses belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan dan
kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan atau
melengkapi alat belajar, tidak mau tahu bagaimana kemajuan belajar anaknya, kesulitan-
kesulitan yang dialami anaknya dalam belajar dan lain-lain dapat menyebabkan anak kurang atau
bahkan tidak berhasil dalam belajarnya. Hasil yang didapatkan, nilai atau prestasi belajarnya
tidak akan memuaskan bahkan mungkin gagal dalam studinya. Hal ini dapat terjadi pada anak
dari keluarga yang kedua orang tuanya memang tidak mencintai anaknya (Slameto, 1995). Disisi
lain, mendidik anak dengan cara memanjakan adalah cara memperhatikan anak yang tidak baik.
Orang tua yang terlalu kasihan pada anaknya tidak akan sampai hati memaksa anaknya untuk
belajar, bahkan mungkin membiarkan saja jika anaknya tidak belajar dengan alasan segan adalah
tindakan yang tidak benar. Karena jika hal tersebut dibiarkan berlarut-larut, anak akan menjadi
nakal, berbuat seenaknya saja, pastilah belajarnya menjadi kacau. Sebaliknya, mendidik anak
dengan cara memperlakukan secara keras, memaksa dan mengejar-ngejar anaknya untuk belajar
adalah cara memperhatikan anak yang juga salah. Dengan demikian, anak tersebut diliputi
ketakutan dan akhirnya benci dengan kegiatan belajar. Bahkan jika ketakutan itu semakin serius,
anak akan mengalami gangguan kejiwaan akibat dari tekanan-tekanan tersebut. Orang tua yang
demikian, biasanya menginginkan anaknya mencapai prestasi belajar yang sangat baik, atau
mereka mengetahui bahwa anaknya bodoh tetapi tidak tahu apa yang menyebabkannya, sehingga
anak dikejar-kejar untuk mengatasi kekurangannya.

Salah satu dari peranan orang tua terhadap keberhasilan pendidikan anaknya adalah dengan
memberikan perhatian, terutama perhatian pada kegiatan belajar mereka di rumah.Perhatian
orang tua memiliki pengaruh psikologis yang besar terhadap kegiatan belajar anak. Dengan
adanya perhatian dari orang tua, anak akan lebih giat dan lebih bersemangat dalam belajar karena
ia tahu bahwa bukan dirinya sendiri saja yang berkeinginan untuk maju, akan tetapi orang tuanya
pun demikian.

Totalitas sikap orang tua dalam memperhatikan segala aktivitas anak selama menjalani
rutinitasnya sebagai pelajar sangat diperlukan agar si anak mudah mentransfer ilmu selama
menjalani proses belajar, di samping itu juga agar ia dapat mencapai prestasi belajar yang
maksimal. Perhatian orang tua dalam bentuk lain dapat berupa pemberian bimbingan dan nasihat,
pengawasan terhadap belajar, pemberian motivasi dan penghargaan, serta pemenuhan fasilitas
belajar. Pemberian bimbingan dan nasihat menjadikan anak memiliki idealisme, pemberian
pengawasan terhadap belajarnya adalah untuk melatih anak memiliki kedisiplinan, pemberian
motivasi dan penghargaan agar anak terdorong untuk belajar dan berprestasi, sedangkan
pemenuhan fasilitas yang dibutuhkan dalam belajar adalah agar anak semakin teguh
pendiriannya pada suatu idealisme yang ingin dicapai dengan memanfaatkan fasilitas yang ada.

Bentuk peran serta orang tua terhadap perkembangan prestasi anak antara lain :
 Memberikan semangat terhadap diri anak akan pentingnya suatu pendidikan untuk masa
depan mereka.

 Sebagai fasilitator terhadap segala kegiatan mereka.

 Menjadi sumber ilmu dan pengetahuan dalam keluarga.

 Memberikan motivasi kepada anak untuk selalu meningkatkan prestasi belajar mereka.

 Sebagai tempat bertanya dan mengaduh terhadap hal-hal yang menjadi permasalahan
anak.

 Memberikan arahan yang jelas untuk masa depan anak-anaknya.

Dengan peran serta orang tua tersebut maka kemajuan dan peningkatan prestasi belajar anak di
sekolah dapat terus meningkat, seiring dengan bertambahnya usia dan daya nalar anak.
Pemberian tugas kepada anak dapat melatih mereka untuk dapat bertanggung jawab terhadap diri
mereka dan kepada orang lain. Kurangnya peran serta orang tua dapat menjadikan anak sebagai
jiwa atau pribadi yang merasa tidak diabaikan, merasa tidak berguna dan bahkan cenderung
untuk menyalahkan orang lain dalam tindakannya di masyarakat. Mereka yang kurang mendapat
dukungan dari orang tua menganggap bahwa orang tua mereka tidak peduli terhadap mereka dan
cenderungmemberi jarak antara mereka dengna orang tua mereka.

C. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PERAN ORANG TUA


DALAM MENINGKATKAN PRESTASI SISWA

1. Faktor Penghambat Orang Tua Dalam Meningkatan Prestasi Belajar Anak.

Permasalahan umum yang dialami oleh setiap orang tua dalam memberikan dukungan terhadap
anak-anaknya banyak dikarenakan kesibukan mereka mencari nafkah, mereka berdalih bahwa
mereka tidak mempunyai waktu untuk sekedar membantu mengerjakan pekerjaan rumah (PR)
bagi anaknya.Orang tua merasa bahwa waktu yang mereka miliki tidak sampai atau tidak
mencukupi untuk memberikan bimbingan bagi anaknya, waktu semuanya dihabiskan untuk
bekerja dan bekerja.Selain permasalahan di atas, kendala Sumber Daya Manusia (SDM) orang
tua menjadi penyebab kurangnya mereka dalam ikut serta meningkatkan prestasi
anaknya. Banyak orang tua yang tidak mengenyam pendidikan tinggi, bahkan tidak sedikit
mereka yang tidak bersekolah sama sekali. Umumnya mereka adalah orang tua tempo dulu atau
orang tua yang hidup di tempat-tempat pedalaman atu desa yang masih belum maju.

2. Faktor Pendukung Orang Tua Dalam Meningkatan Prestasi Belajar Anak.

Peran serta orang tua hendaknya sedini mungkin diterapkan pada anak-anak mereka, ini
bertujuan untuk meningkatkan prestasi anak-anak agar menjadi pribadi yang maju dan
bertanggung jawab.Seberat apapun permasalahan mereka pasti dapat dilalui apabila mendapat
dukungan dan bantuan dari orang tua.Sebagai orang tua hendaknya menanamkan semangat dan
disiplin kepada anak-anak mereka agar dapat berprestasi di sekolah dan kedisiplinan menjadi
kunci untuk mencapai keberhasilan. Kemandirian bukan berarti tanpa dukungan dari orang lain,
namun kemandirian adalah usaha untuk menjalankan atau melaksanakan segala pekerjaan
dengan mengandalkan kemampuan sendiri dengan dukungna dan dorongan dari o

D. PENGERTIAN PERKEMBANGAN SOSIAL

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga
diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok,
moral, dan tradisi dan juga untuk meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan bekerja sama.

Dari pengertian diatas bahwa perkembangan sosial mencakup beberapa hal diantaranya norma
kelompok, moral, dan tradisi atau kebiasaan yang ada. Semua itu bertujuan untuk menjadikan
diri agar bisa berkomunikasi dan bekerja sama dengan lingkungan sosialnya. Kemudian
berkaitan dengan itu kalau kita belajar tentang prinsip-prinsip umum perkembangan maka akan
kita temukan dua hal yaitu bahwa seeberapa cepat perkembangan individu akan dipengaruhi
interaksi bawaan dan faktor lingkungan, dan dalam proses perkembangan individu akan
ditentukan oleh interaksi faktor bawaan dan faktor lingkungan. maka dengan faktor tersebut
menentukan seseorang itu bisa berkomunikasi dengan lingkungan sekitar dengan cepat.

Pada dasarnya Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Dalam arti, dia belum memiliki
kemampuan untuk bergaul dengan oranga lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus
belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak
melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkunganya,
baik orang tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya.

Menurut Hurlock (1996) ada tiga proses dalam perkembangan sosial yaitu:

1. Berperilaku dapat diterima secara sosial

Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat
diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya harus mengetahui perilaku yang
dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan perilakunya sehingga ia bisa diterima
sebagian dari masyarakat atau lingkungan tersebut.

2. Memainkan peran di lingkungan sosialnya.

Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh
para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memnuhi tuntutan yang diberikan
kelompoknya.
3. Memiliki sikap yang positif terhadap kelompok sosialnya.

Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorng harus menyukai orang yang menjadi kelompok
dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi, berarti ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan
diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.

E. TEMAN SEBAYA

Teman sebaya ialah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang
kurang lebih sama yang saling berinteraksi dengan kawan-kawan sebaya yang berusia sama dan
memiliki peran yang unik dalam budaya atau kebiasaannya. (John w. santrock, Remaja, Hal. 55)

Percepatan perkembangan pada masa remaja berhubungan dengan pematangan seksual yang
akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial. Sebelum memasuki masa
remaja biasanya seorang anak sudah mampu menjalankan hubungan yang erat dengan teman
sebayanya. Seiring dengan hal itu juga timbul kelompok anak-anak yang bermain bersama atau
membuat rencana bersama. Sifat yang khas pada kelompok anak sebelum masa remaja adalah
bahwa kelompok tadi terdiri dari jenis kelamin yang sama. Persamaan kelamin yang sama ini
dapat membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan juga berhubungan dengan perasaan
identifikasi untuk mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa remaja ini,
anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai
macam kegiatan.

Selama tahun pertama masa remaja, seorang anak remaja cenderung memiliki keanggotaan yang
lebih luas. Dengan kata lain, tetangga atau teman-temannya seringkali menjadi anggota
kelompoknya. Biasanya kelompoknya lebih hiterogen daripada berkelompok dengan teman
sebayanya. Misalnya kelompok teman sebaya pada masa remaja cenderung memiliki suatu
campuran individu-individu dari berbagai kelompok. Interaksi yang semakin intens
menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan kohesif yang kuat maka
akan berkembanglah iklim dan norma-norma tertentu. Namun hal ini berbahaya bagi
pembentukan identitas dirinya. Karena pada masa ini, dia lebih mementingkan perannya sebagai
anggota kelompok daripada pola pribadinya. Tetapi terkadang adanya paksaan dari norma
kelompok membuatnyua sulit untuk membentuk keyakinan diri.

- Melepaskan Diri dari Orang Tuanya.

Perkembangan sosial pada masa remaja menuntut remaja untuk memisahkan diri dari orang
tuanya dan menuju ke arah teman-teman sebayanya. Hal itu merupakan proses perkembangan
remaja, yaitu bahwa secara naluriah anak itu mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi
“dependent” (ketergantungan) ke posisi “independent” (bersikap mandiri). Melepaskan diri dari
orang tuanya merupakan salah satu bentuk dari proses perkembangan tersebut. (Syamsu Yusuf,
Psikologi perkembangan Anak dan Remaja, 2001 hal. 123)
Usaha remaja dalam mencapai individualitas juga sekaligus menunjukkan pertentangan terhadap
orang dewasa dan solidaritas terhadap teman sebaya prinsip emansipasi memungkinkan bahwa
kedua gerak antara menuju kemandiriaan dan ketergantungan dengan orang tua menimbulkan
jarak antar generasi. Jarak antar generasi yang dimaksudkan disini bukan berarti bahwa tidak ada
hubungan baik. Memang pada kenyataannya pada usia anak seperti ini orang tua sering tidak
mengerti apa yang dilakukan anak, dan kadang tidak seperti apa yang mereka harapkan.
Biasanya pada masa ini mulai muncul bibit-bibit pertentangan antara anak dan orang tua.
Berdasarkan hasil penelitian perbedaan pendapat antara anak dan orang tua antara lain
penampilan, pemilihan teman, jam pulang sekolah yang tidak tepat, kurang hormat terhadap
orang yang lebih tua, dll. Jadi pada masa remaja ini, anak lebih progresif jika dibandingkan
orang tuanya.

F. KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN SOSIAL REMAJA

· Remaja adalah tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang menjelang dewasa,
pada jenjang ini kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi sosial dan
pergaulan remaja telah cukup luas.

Dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperlihatkan dan
mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di
dalam keluarganya, Remaja menghadapi berbagai lingkungan, bukan saja bergaul dengan
berbagai umur. Dengan demikian, remaja mulai memahami norma pergaulan dengan kelompok
remaja, kelompok anak-anak, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua.

· Pada masa remaja, anak mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan.
Pergaulan sesama teman lawan jenis dirasakan sangat penting, tetapi cukup sulit, karena di
samping harus memperhatikan norma pergaulan, sesama remaja juga terselip pemikiran adanya
kebutuhan masa depan untuk memilih pasangan hidup.

· Kehidupan sosial remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual dan emosional.
Remaja sering mengalami sikap hubungan sosial yang tertutup sehubungan dengan masalah yang
dialaminya.

· Menurut Erick Erison, bahwa masa remaja terjadi masa krisis, masa pencarian jati diri. Dia
berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang didorong oleh sosiokultural.Pergaulan remaja
banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok-kelompok, baik kelompok besar maupun kelompok
kecil. (Sari Yunita, Fenomena dan tantangan Remaja Menjelang Dewasa, Brilliant Books,
Yogyakarta, 2011, hal 30-31).

- Peran Teman Sebaya Terhadap Perkembangan Remaja


Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh teman sebaya. Sebagai
akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya merasa tertekan dan
cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh teman-teman sebayanya. Bagi kebanyakan
remaja, pandangan teman sebaya terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting. Teman
sebaya merupakan anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang
kurang lebih sama. interaksi diantara teman sebaya yang berusia sama sangat berperan penting
dalam perkembangan sosial. Pertemanan berdasarkan tingkat usia dengan sendirinya akan terjadi
meskipun sekolah tidak menerapkan sistem usia. Remaja dibiarkan untuk menentukan sendiri
komposisi masyarakat mereka. Bagaimanapun, seseorang dapat belajar menjadi petarung yang
baik hanya jika diantara teman yang seusianya. Salah satu fungsi terpenting dari teman sebaya
adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpan
balik mengenai kemampuannya dari teman-teman sebayanya. Dan remaja mempelajari bahwa
apa yang mereka lakukan itu lebih baik. (Jhon W. Santrock, Remaja, 2007, hal 55).

Hubungan yang baik dengan teman sebaya perlu agar perkembangan sosialnya berjalan normal.
Hubungan dengan teman sebaya dapat bersifat negatif atau positif.

Piaget dan Sullivan menekankan bahwa hubungan dengan teman sebaya memberikan konteks
bagi remaja untuk mempelajari modus hubungan timbal balik yang simetris.

Hartup menyatakan bahwa hubungan dengan teman sebaya bersifat kompleks dan dapat
bervariasi tergantung pada bagaimana pengukurannya, perumusan hasilnya, dan garis
perkembangannya.

Kebutuhan remaja terhadap hubungan dengan teman sebaya sangatlah penting untuk
perkembangan sosialnya. Maka jika ada keterbatasan hubungan dengan teman sebayanya akan
berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak tersebut, misalnya orang tua yang membatasi
anaknya secara berlebihan untuk tidak berhubungan dengan teman sebayanya, hal ini akan
berpengaruh pada perkembangan selanjutnya, yaitu ketika si anak terjun ke dalam masyarakat.
Sehingga ia sulit untuk bersosialisasi di masyarakat. (Jhon W. Santrock, Remaja, 2007, hal 57-
58).

- Peranan Kelompok Sebaya dalam Kehidupan Remaja

1. Kelompok sebaya mempunyai peran penting dalam penyesuaian diri remaja, dan persiapan
bagi kehidupan di masa mendatang.

2. Berperan pula terhadap pandangan dan perilakunya. Sebabnya adalah, karena remaja pada
umur ini sedang berusaha untuk bebas dari keluarga dan tidak tergantung pada orang tua. Akan
tetapi pada waktu yang sama ia takut kehilangan rasa nyaman yang telah diperolehnya selama
masa kanak-kanaknya.
3. Kelompok teman sebaya berperan pada saat remaja mengahadapi konflik antara ingin bebas
dan mandiri serta ingin merasa aman, pengganti yang hilang dan dorongan kepada rasa bebas
yang dirindukannya. Pengganti tersebut ditemukannya dalam kelompok teman, karena mereka
saling dapat membantu dalam persiapan menuju kemandirian emosional yang bebas dan dapat
pula menyelamatkannya dari pertentangan batin dan konflik sosial.

4. Berperan dalam memberikan persepsi agar ia tidak merasa kerdil diantara orang-orang dewasa
umumnya. Karena remaja merasa dirinya kerdil bila berada dekat orang tuanya atau orang
dewasa pada umumnya, karena kurang pengalaman, lemahnya pribadi dan kurangnya umur. Hal
tersebut menyebabkan remaja menjauh dari orang tua, sebab ia tidak mau dianggap anak-anak
lagi, kendatipun ia masih suka bermain dan bersenang-senang. Akan tetapi bila ia berada di
tengah-tengah teman sebaya, ia tidak akan merasa kecil atau kerdil, baik dari segi fisik maupun
mental.

5. Remaja itu bergabung dengan kelompok teman sebaya, karena kebutuhan akan rasa bebas dari
orang dewasa dan rasa terikat antara sesama anggota. Apabila semakin terasa keinginan untuk
babas, maka semakin terikat hatinya kepada kelompok teman sebaya yang dapat memberikan
kepuasan dan kebebasan. Hal inilah yang seringkali dirisaukan oleh orang tua, karena siskap
mereka yang semakin menjauh dan kadang benci kepadanya.

G. HUBUNGAN ANTARA ORANG TUA DAN TEMAN SEBAYA

Beberapa penelitian menemukan bahwa orang tua dan remaja menganggap orang tua hanya
memiliki sedikit otoritas terhadap pilihan remaja pada sejumlah bidang tertentu, sementara dalam
sejumlah bidang lainnya, orang tua memiliki otoritas lebih besar. Sebagai contoh, riset Judith
Smetana menemukan bahwa orang tua dan remaja memandang relasi atau hubungan pada teman
sebaya merupakan bidang di mana orang tua tidak memiliki banyak otoritas untuk mengatur
pilihan remaja, sementara dalam bidang moral, agama, pendidikan, orang tua memiliki otoritas
lebih besar.

Remaja memiliki motivasi yang kuat untuk berkumpul bersama teman sebayanya dan menjadi
sosok yang mandiri. Namun, anggapan yang menyatakan bahwa tidak ada kaitan antara
kecenderungan tersebut dan relasi atau hubungan antara orang tua dan remaja, merupakan
anggapan yang keliru. Studi yang dilakukan baru-baru ini telah memberikan bukti yang kuat
bahwa dunia remaja berkaitan dengan dunia orang tua dan teman sebayanya. Lingkungan rumah
yang dipilih dan teman-teman yang dipilih orang tua akan mempengaruhi kalangan teman-teman
yang mungkin dipilih oleh remaja. Sebagai contoh, orang tua dapat memilih untuk hidup di
lingkungan tempat tinggal yang memiliki lapangan bermain, taman, dan organisasi anak muda
atau di lingkungan tempat tinggal yang jarak antara satu rumah dan rumah lain saling berjauhan,
tidak banyak dihuni oleh remaja, dan kurang dilengkapi dengan organisasi anak muda yang baik.

Orang tua dapat memberi model atau melatih remajanya dalam hal menjalin hubungan dengan
teman sebayanya. Dalam sebuah studi, orang tua menyatakan bahwa mereka merekomendasikan
strategi-strategi tertentu yang dapat membantu remaja dalam mengembangkan hubungan yang
lebih positif dengan teman-teman sebaya. Sebagai contoh, orang tua berdiskusi dengan
remajanya tentang cara mengurangi perselisihan dan mengurangi sifat pemalu. Orang tua juga
mendorong remajanya agar lebih toleran dan mampu menolak desakan dari teman-teman
sebayanya. Dalam sebuah studi, ditemukan bahwa remaja-remaja kecil lebih sering bercakap-
cakap dengan ibu dibandingkan dengan ayah untuk masalah-masalah yang menyangkut
hubungan dengan teman sebaya.

Dengan demikian, kelekatan remaja dengan orang tua berkorelasi dengan perilaku remaja,
meskipun korelasi itu tidak besar. Hasil ini mengindikasikan bahwa keberhasilan atau kegagalan
dalam mengembangkan kelekatan orang tua dan remaja tidak selalu menjalin keberhasilan atau
kegagalan dalam menjalin hubungan dengan teman-teman sebaya, Jelasnya, kelekatan yang
aman dengan orang tua dapat menjadi modal bagi remaja dan meningkatkan kepercayaan mereka
ketika menjalin relasi karib dengan orang lain, serta meletakkan landasan yang kuat untuk
mengembangkan keterampilan hubungan yang akrab.

Meskipun demikian, terdapat cukup banyak remaja yang berasal dari keluarga yang suportif,
mengalami kesulitan untuk menjalin hubungan dngan teman sebaya karena berbagai alasan,
seperti secara fisik tidak menarik, matang terlambat, serta mengalami kesenjangan budaya dan
status sosio-ekonomi. Di sisi lain, beberapa remaja berasal dari keluarga bermasalah, ternyata
mampu memulai hubungan dengan teman sebaya secara positif, memulai pengalaman baru yang
dapat menggantikan pengalaman dengan keluarganya yang bermasalah.

BAB III
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

· Perkembangan Sosial Merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Sebagai


proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi dan
juga untuk meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Pada dasarnya Anak dilahirkan belum bersifat sosial. Untuk mencapai kematangan sosial, anak
harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh
anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di
lingkunganya, baik orang tua, saudara, teman sebaya atau orang dewasa lainnya.

Dari berbagai penjelasan yang telah dijabarkan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
peran keluarga dalam menentukan prestasi belajar siswa di sekolah sangatlah besar. Orang tua
yang tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadap proses
belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan dan kebutuhan anaknya
dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan atau melengkapi alat belajar,
tidak mau tahu bagaimana kemajuan belajar anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami anaknya
dalam belajar dan lain-lain dapat menyebabkan anak kurang atau bahkan tidak berhasil dalam
belajarnya. Hasil yang didapatkan, nilai atau prestasi belajarnya tidak akan memuaskan bahkan
mungkin gagal.

B. SARAN

Selain itu, orang tua hendaknya selalu aktif memberikan motivasi berupa perhatian dan
dorongan belajar pada anak baik dirumah maupun di sekolah, memberikan bimbingan dan
teguran serta pemberian fasilitas belajar dan terpenuhinya kebutuhan belajar yang memadai.Bagi
pihak sekolah perlu adanya peningkatan hubungan kerjasama yang lebih baik antara pihak
sekolah dengan orang tua, sehingga lebih mudah mengikuti perkembangan kemajuan belajar
siswanya.

DAFTAR PUSTAKA
Santrock John W. Remaja. Jakarta: Erlangga

Syamsu Yusuf, LN. 2002. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Daradjat zakiah. 2000. Remaja dan Harapan dan Tantangan. Jakarta: Ruhama.

Woolfolk Anita. 2009. Educational Psychology Active Learning Edition Edisi kesepuluh.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yuanita Sari. 2011. Fenomena dan Tantangan Remaja Menjelang Dewasa. Yogyakarta: Brilliant
Books.

Khairuddin, Sosiologi Keluarga, 1997, Liberty; Yogyakarta


Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya,1995, Rineka Cipta; Jakarta
Sardiman, 2002, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta; Pt.Raja Grafindopersada
Munif, Chatib, Orangtuanya Manusia, 2012,Kaifa; Bandung
Http://Edukasi.Kompasiana.Com/2013/05/22/Faktor-Faktor-Yang-Mempengaruhi-Prestasi-
Belajar-558299.Html

Http://Pmr-Smabhatig.Blogspot.Com/2011/08/Pengaruh-Lingkungan-Keluarga-
Terhadap.Html#Ixzz3w7aimsnd

[1]Edy Suhardono, Teori Peran (Konsep, Derivasi dan Implikasinya), PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta: 1994, hlm. 3.
[2]Peter Warsley et.al (Alih Bahasa Hartono Hadi Kusumo), Pengantar Sosiologi Sebuah
Pembanding, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta: 1992, hlm. 25.

[3] Abu Ahmadi dkk, Psikologi Sosial, Rineka Cipta, Jakarta: 1991, hlm. 115

[4]Luqman Ali, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta: 1994, hlm. 751

Gunarsa (2009 : 6-7)http://edhiesukses.blogspot.com/2015/09/peran-keluarga-dalam-


meningkatkan.html
Fuad Ihsan (2005 : 19) http://edhiesukses.blogspot.com/2015/09/peran-keluarga-dalam-
meningkatkan.html
Gerungan (2002 : 185) http://edhiesukses.blogspot.com/2015/09/peran-keluarga-dalam-
meningkatkan.html
C.G.Salzmann (1744-1811) http://edhiesukses.blogspot.com/2015/09/peran-keluarga-dalam-
meningkatkan.html

H.M. Alisuf Sabrihttp://edhiesukses.blogspot.com/2015/09/peran-keluarga-dalam-


meningkatkan.html
(Slameto, 1995)
Hurlock (1996)

Anda mungkin juga menyukai