Puji syukur kehadirat tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya,
serta memberikan kemudahan dalam mengerjakan makalah ini yang berjudul “Penyakit
Gasritis”sehingga makalah ini dapat diselesaikan dalam waktu yang tepat.
Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah terlibat dala menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, terutama kepada
yang terhormat dosen pembimbing ibu Hasnawati SKM.,M.Kes yang telah membimbing kami agar
dapat mengerti tentang bagaimana cara menyusun tugas ini dan teman-teman seperjuangan, yang
telah membantu. Semoga tuhan senantiasa memberikan limpahan rahmat dan karunianya kepada
semua pihak yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini.
Penulis selaku peneliti, mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat
banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini. Karna saya sadar bahwa makalah ini belum
sempurna. Maka dari itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk dijadikan
pembelajaran dalam menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat
bagi semua yang membacanya dan sebagai wahana menambah pengetahuan serta pemikiaran.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gastritis merupakan salah satu masalah saluran pencernaan yang paling sering terjadi dan
paling sering dijumpai di klinik karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan
pemeriksaan histopatologi. Keluhan gejala gastritis sering dirasakan oleh banyak orang tetapi
sebagian besar hanya mengganggap hal tersebut merupakan hal yang biasa dan tidak melakukan
pemeriksaan lebih lanjut sehingga tidak terdiagnosis, padahal gastritis merupakan awal dari suatu
penyakit yang dapat mengganggu kualitas hidup seseorang
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan pada mukosa lambung. Gejala umum pada
penyakit gastritis yaitu rasa tidak nyaman pada perut, sakit seperti terbakar pada perut bagian atas,
kembung, nafsu makan hilang, bersendawa, sakit kepala, mual, muntah, dan bisa juga disertai demam
(Puspadewi, 2012).
Badan penelitian kesehatan WHO mengadakan tinjauan terhadap beberapa negara dunia dan
mendapatkan hasil dari angka persentase kejadian gastritis di dunia , diantaranya Inggris 22% , China
31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%, dan Prancis 29,5%. Insiden gastritis di Asia Tenggara sekitar
583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Angka kejadian gastritis yang dikonfirmasi melalui
endoskopi pada populasi di Shanghai sekitar 17,2% yang secara substansial lebih tinggi daripada
populasi di barat yang berkisar 4,1% dan bersifat asimptomatik. Persentase dari angka kejadian
gastritis di Indonesia menurut WHO adalah 40,8% dan angka kejadian gastritis di beberapa daerah di
Indonesia cukup tinggi dengan angka kejadian 274.396 kasus dari 238.452.952 jiwa penduduk.
Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2011, gastritis merupakan salah satu penyakit dari 10
penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan jumlah 30.154 kasus
(4,9 %).
Pola makan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau
kelompok orang pada waktu tertentu terdiri dari frekuensi makan, jenis makanan, dan porsi makan.
Menu seimbang perlu dimulai dan dikenal dengan baik sehingga akan terbentuk kebiasaan makan
makanan seimbang dikemudian hari. Kebiasaan makan adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan pengaturan pola makan. Pola
makan yang tidak teratur dan tidak baik dapat menyebabkan gangguan di sistem pencernaan.
Gastritis biasanya diawali dengan pola makan yang tidak baik dan tidak teratur sehingga
lambung menjadi sensitif di saat asam lambung meningkat. Peningkatan asam lambung diluar batas
normal akan menyebabkan terjadinya iritasi dan kerusakan pada lapisan mukosa dan submukosa
lambung dan jika peningkatan asam lambung ini dibiarkan saja maka kerusakan lapisan lambung atau
penyakit gastritis akan semakin parah.
1
Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap bahaya atau
ancaman. Stres memiliki efek negatif melalui mekanisme neuroendokrin terhadap saluran pencernaan
sehingga beresiko untuk mengalami gastritis. Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan
stres, misalnya pada beban kerja berat, panik tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat
dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan maka dapat menyebabkan terjadinya
peradangan mukosa lambung atau gastritis.
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
1) Gastritis Eksogenus
a) Gejala Penyakit
Gejala-gejala yang dialami adalah mual, muntah, mengkonsumsi alkohol, diare, perut
terasa panas, nyeri pada epigastrium, gelisah, nyeri epigastrik mendadak, nausea yang disusul
vomitus, berkeringat, detak jantung cepat (tachicardi), perasaan tertekan pada epigasatrium,
muntah disertai darah (vomitus), muntah darah kental (hematemisis).
b) Pengobatan Penyakit Cara mengobati jenis penyakit gastritis eksogenus adalah dengan
istirahat total 1-2 hari, hari petama sebaiknya jangan diberi makan , setelah muntah atao mual
berkurang berikan teh hangat dan air minum, hari kedua berikan susu hangat, benitton,
dengan garam teutama setelah muntah, hari ketiga boleh makan bubur dan bisa makan
lembek, pemberian obat antimentek untuk mengurangi muntah dan spasmodic untuk
memperbaiki spasme otot, pemberian obat antibiotic seperti streptomycin 1g/hari selama 3
hari dan neomycin 2g/hari selama 5 hari, pemberian obat simptomatis.
2) Gastritis Endogenus
a) Gejala Penyakit Gejala-gejala yang dialami adalah muntah, stress, perut terasa panas, nyeri
pada epigastrium, detak jantung cepat, perasaan terbakar pada epigastrium, nyeri hebat/kholik
b) Pengobatan Penyakit Cara mengobati jenis penyakit gastritis endogenus adalah dengan
pengaturan diet, makan makanan lembek dan tidak merangsang mual dan muntah, pemberian
obat antibiotik (penicillin, tetrasiklin, metronidasol, klaritromisin), pemberian obat
simptomatis.
2. Gastritis Kronis,
Gastritis Kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
berkepanjangan yang disebabkan oleh ulkus lambung jinak maupun ganas. Terdiri dari 3 jenis yaitu :
1) Gastritis Superfisialis
a) Gejala Penyakit Gejala-gejala yang dialami adalah kembung rasa penuh pada epigastrium,
berat badan turun, nyeri pada epigastrium, nausea, rasa penuh sebelum dan sesudah makan,
rasa pusing.
b) Pengobatan Penyakit Cara mengobati jenis penyakit gastritis superfisialis adalah dengan
istirahat yang cukup, pemberian makanan yang cair untuk penderita yang mengalami
pendarahan, pemberian makanan yang lembek untuk yang tidak mengalami pendarahan,
pemberian obat antispamodik, pemberian obat simptomatis.
2) Gastritis Atropikan
a) Gejala Penyakit Gejala-gejala yang dialami adalah mual, muntah, kurang nafsu makan
(anorexia), perut terasa panas, gelisah, perasaan tertekan pada epigastrium, nausea, vomitus,
rasa penuh pada perut, keluar angin pada mulut, mudah tersinggung, mulut dan kerongkongan
terasa kering.
4
b) Pengobatan Penyakit Cara mengobati jenis penyakit gastritis atropikan adalah dengan
pemberian makanan lembek dalam porsi kecil tapi sering, setelah makan sebaiknya istirahat
untuk mencegah terjadinya nausea dan vumitus, pemberian obat antispamodik, pemberian
ektra hati, pemberian vitamin B12 intra-muskuler (hydroxylcobalamin atau cyanocobalamin),
zat besi, zat Asam (asam glutamate, HCI, glulaptin, dan enzim-enzim lambung).
3) Gastritis Hypertropikan
a) Gejala Penyakit Gejala-gejala yang dialami adalah Neri pada epigastrium hilang setelah
minum susu, nyeri timbul pada malam hari, nyeri disertai muntah berwarna hitam (melena).
b) Pengobatan Penyakit Cara mengobati jenis penyakit gastritis hypertropikan adalah dengan
istirahat yang cukup, berhenti merokok bagi perokok, pemberian makanan yang lembek dan
cair, pemberian obat antikolinergik (Gastro-zepin Perinzepin), pemberian obat antispamodik
dan anti pendarahan, pemberian Mucosta 100mg dan Rebamipide 100mg, pemberian vitamin
B12 intramuskuler (hydroxyl-cobalamin atau cyanocobalamin).
2.3 Etiologi
1. Sekresi Asam Lambung.
Sel pariental mengeluarkan asam lambung (HCl) sedangkan sel peptik mengeluarkan
pepsinogen oleh HCl diubah menjadi pepsin, dimana pepsin dan HCl adalah faktor agresif, terutama
pepsin mileu pH< 4 sangat agresif terhadap mukosa lambung, keduanya merupakan produk utama
yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa lambung sehingga disebut sebagai penyebab endogen
(Aru W. Sudoyo, 2006:340-341).
Bahan iritan seperti rokok, alkohol, dan aspirin akan menimbulkan efek mukosa barrier dan
terjadi difusi balik ion histamin (H+), histamin (H+) terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan
asam lambung, timbul dilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa
lambung, dan gastritis (Slamet Suyono, 2001:132).
2. Bakteri Helicobacter Pylori
Organisme penyebab Gastritis tersering adalah Helycobacter pylori. Sebuah bakteri yang
berbentuk spiral (helix) yang tumbuh di dalam saluran pencernaan dan memiliki kecenderungan untuk
menyerang lapisan lambung. Bakteri H. pylori biasanya tidak berbahaya, tapi akan
berbahaya ketika pertahanan tubuh kita lemah dan dia akan tumbuh subur di lambung yang
menyebabkan infeksi lambung yang ditandai dengan terbentuknya ulkus di lambung dan duodenum
(usus duabelas jari).Ini bukanlah jenis bakteri baru, karena sejatinya bakteri ini telah hidup
berdampingan dengan manusia selama ribuan tahun. Infeksi diperkirakan menyebar dari mulut satu
orang ke orang lain. Bisa juga ditularkan dari kotoran ke mulut. Tentu saja hal ini sebagai akibat
kebersihan yang kurang, seperti tidak mencuci tangan setelah ke toilet dan tidak mencuci tangan
sebelum makan. H. pylori juga dapat menyebar melalui kontak dengan air atau makanan yang
terkontaminasi.
5
2.4 Patofisiologi
Terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dan faktor defensif yang berperan dalam
menimbulkan lesi pada mukosa. Faktor agresif adalah asam lambung, pepsin, AINS, infeksi bakteri
Helicobacter pylori, bahan korosif yang meliputi asam dan basa kuat. Sedangkan faktor defensif yaitu
mukus, bikarbonas mukosa, prostaglandin mikrosirkulasi. Dalam keadaan normal, faktor defensif
dapat mengatasi faktor agresif sehingga tidak terjadi kerusakan/ kelainan patologi (Arif Mansjoer,
2001:492).
6
satu jam setelah makan. Hal ini disebabkan adanya efek buffer dari makanan dan merupakan
jangka waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali isi lambung. Dengan cara ini,
maka penggunaan antasida dalam dosis yang cukup akan dapat menetralisir asam lambung
selama dua jam berikutnya (3 jam sesudah makan).
b) Simetidin dan Ranitidin.
Kedua obat yang tergolong dalam jenis anti-histamin ini, merupakan obat-obatan yang
tergolong baru jika dibandingkan dengan antasida. Kedua obat tersebut berfungsi untuk
merintangi secara selektif efek histamin terhadap reseptornya dalam jaringan lambung.
Sehingga dengan demikian, sekresi asam lambung dan pepsin dapat ditekan, nilai pH cairan
lambung akan bertambah, tukak lambung berkurang, dan keluhan nyeri dapat berkurang atau
bahkan hilang.
c) Obat tradisional
Rimpang kunyit dan rimpang temu lawak, dapat digunakan sebagai obat tradisional
untuk mengatasi gangguan pencernaan.
7
2. Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, wanita lebih sering terkena penyakit gastritis. Hal ini disebabkan
karena wanita sering diet terlalu ketat, karena takut gemuk, makan tidak beraturan, disamping itu
wanita lebih emosional dibandingkan pria (Ronald H. Sitorus, 1996:30)
3. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam
dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin
tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan
pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan
yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana
diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti
mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan
formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang
sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang
akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif
dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut
4. Makanan.
Penyimpangan kebiasaan makan, cara makan serta konsumsi jenis makanan yang tidak sehat
dapat menyebabkan gastritis akut, faktor penyimpangan makanan merupakan titik awal yang
mempengaruhi terjadinya perubahan dinding lambung.
Peningkatan produksi cairan lambung dapat dirangsang oleh konsumsi makanan atau
minuman. Cuka, cabai, kopi, alkohol, serta makanan lain yang bersifat merangsang juga dapat
mendorong timbulnya kondisi tersebut. Pada akhirnya kekuatan dinding lambung menjadi semakin
parah sehingga akan menimbulkan luka pada dinding lambung. Jika tidak lekas ditangani, penyakit ini
akan berubah menjadi gastritis kronis (Vera Uripi, 2001: 19). Namun, gastritis juga dapat timbul
setelah makan makanan pedas, asam, minum kopi atau alkohol (Endang Lanywati, 2001:19).
5. Faktor Psikologi.
Stres adalah suatu kondisi dimana seseorang ada dalam keadaan yang sangat tertekan (Sriana
aziz, 1998:47). Stres menurut Terry Looker dan Olga Gregson (2005:44), adalah sebuah keadaan yang
kita alami ketika ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan
untuk mengatasinya.
Peneliti Amerika, dr. Selye (1949), telah membuktikan bahwa tubuh manusia yang menerima
suatu tekanan atau ancaman dalam bentuk apapun, akan mengadakan serangkaian reaksi penangkis
(perlawanan). Tekanan atau stresor tersebut dapat berupa kesulitan dalam hidup berkeluarga atau
8
pekerjaan, kekalahan atau keinginan untuk berprestasi, emosi (takut, kaget, dan ketegangan batin
lainnya), kedinginan, luka, atau perdarahan, dan sebagainya.
Apabila stres mental dan emosi tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama,
maka tubuh akan berusaha untuk menyesuaikan diri (beradaptasi) dengan tekanan tersebut. Kondisi
yang demikian, dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan patologis dalam jaringan/ organ
tubuh manusia, melalui sistem saraf otonom. Sebagai akibatnya, akan timbul penyakit adaptasi yang
dapat berupa hipertesi, jantung, gastritis, dan sebagainya (Endang Lanywati, 2001:15).
Stres dapat merangsang peningkatan produksi asam lambung dan gerakan peristaltik lambung.
Stres juga akan mendorong gesekan antara makanan dan dinding lambung menjadi bertambah kuat.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya peradangan di lambung (Vera Uripi, 2001:19).
9
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 JURNAL 1
1. Metode Penelitian :
Jenis penelitian yang ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional study.
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat kelayakan etik (ethical clearance) dari Komisi Etik
Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dengan nomor surat 536/KEP/FK/2017.
Populasi penelitian ini adalah semua pasien dengan kejadian gastritis di Puskesmas Tarok
Kota Payakumbuh tahun 2017 dengan jumlah sampel sebanyak 90 responden yang diambil dengan
menggunakan teknik systematic random sampling.
2. Hasil Penelitian :
Tabel 1.1 Distibusi Frekuensi Reponden Berdasarkan Kelompok Usia
Frekuensi Persentase
Umur
(f) (%)
12 – 16 tahun 5 5,5
17 – 25 tahun 7 7,8
26 – 35 tahun 14 15,5
36 – 45 tahun 16 17,8
46 – 55 tahun 25 27,8
56 – 65 tahun 15 16,7
>65 tahun 8 8,9
Total 90 100
Rerata 44,74 ± 15,307
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa penderita gastritis yang diteliti terbanyak pada responden
dengan kelompok umur 46-55 tahun ( 27,8 % ) dimana rerata umur responden adalah 44,74 ±15,307 .
10
Tabel1. 2 menunjukkan bahwa penderita gastritis yang diteliti terbanyak pada responden
dengan jenis kelamin perempuan (72,2 %).
Tabel 1.3 menunjukkan bahwa penderita gastritis yang diteliti terbanyak pada responden
dengan pendidikan SD dan SMA (62,2 %).
Tabel1. 4 menunjukkan bahwa penderita gastritis yang diteliti terbanyak pada responden Ibu
rumah tangga ( 34,4%).
3. Pembahasan :
Tabel 1.1
Berdasarkan Tabel 1. hasil pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas responden berumur antara 46-55 tahun 27,8 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pada usia tersebut mungkin merupakan rentang usia produktif dan disertai dengan adanya
kemunduran biologis terhadap fungsi organ tubuh.
11
Tekanan dan tugas yang berlebihan pada usia produktif akan mempengaruhi pola makan yang
kurang selektif dan juga mempengaruhi psikologis seseorang. Menurut Gustin (2011) menyatakan
bahwa pada usia produktif sering berhadapan dengan tantangan dan apabila tidak dapat mengatasinya
maka akan berpotensi menjadi sumber stres. Menurut Maulidiyah (2006) bahwa pertambahan usia
pada usia produktif ini juga akan menimbulkan beberapa perubahan baik fisik maupun mental yang
lebih lanjut, hal ini dapat mengakibatkan kemunduran biologis terhadap fungsi organ tubuh yang
berperan dalam mempertahankan dan menciptakan kesehatan yang prima. Usia tua memiliki resiko
yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibanding usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring
dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga mudah terinfeksi
Helicobacter pylori dan gangguan autoimun.
Tabel 1.2
Berdasarkan Tabel 2 hasil pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan 72,2%. Pada usia dewasa terjadi perbedaan
pola makan antara laki-laki dan perempuan ini disebabkan karena adanya perbedaan aktivitas dan
komposisi tubuh. Dalam memilih makanan perempuan cenderung menghindari porsi yang banyak
serta mengurangi frekuensi makan untuk menjaga penampilannya. Prevalensi gastritis pada
perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, hal ini berkaitan dengan tingkat stres. Secara teori
psikologis disebutkan bahwa perempuan lebih banyak menggunakan perasaan dan emosi sehingga
rentan mengalami stres psikologis.
Hal ini tidak sesuai dengan Tarigan (2014) yang menyebutkan bahwa tukak gaster lebih
sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan yaitu dengan perbandingan 3:2. Tetapi hal ini
sesuai dengan teori Simadibrata dalam Maulidiyah (2006) yang mengatakan bahwa akhir-akhir ini
kecenderungan insiden tukak gaster lebih sering pada perempuan dikarenakan perempuan lebih sering
mengalami stres atau kecemasan dalam hidupnya
Tabel 1.3
Berdasarkan Tabel 3 hasil pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas kejadian gastritis terjadi pada responden dengan pendidikan SD dan SMA 62,2%.
Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi daya tahan tubuhnya untuk mengahadapi stres, makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang main tinggi daya tahannya untuk melawan stres. Tingkat
pendidikan juga berpengaruh terhadap pengetahuan seseorang mengenai kebiasaan makan yang baik.
Menurut Soekirman (2000) Pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi seseorang
dapat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan
pengetahuan seseorang tidak akan mengurangi kejadian gastritis dan kekambuhan gastritis apabila
individu tersebut tidak mengaplikasikan pengetahuannya
12
Tabel 1.4
Berdasarkan Tabel 4 hasil pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas kejadian gastritis terjadi pada responden dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga
34,4%. Kejadian gastritis yang mayoritas terjadi pada ibu rumah tangga dapat disebabkan karena stres
yang dialami. Banyaknya tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga dengan
pekerjaan yang cenderung menoton dapat menimbulkan stres. Stres yang terjadi akan mempengaruhi
perilaku ibu rumah tangga tersebut diantaranya kehilangan nafsu makan, perubahan pola tidur,
penurunan produktifitas dan hal ini juga akan mempengaruhi kejiwaan berupa timbulnya kecemasan
yang berlebihan, penurunan daya tahan tubuh dalam membuat keputusan. Apabila stres ini terjadi
terus-menerus maka akan berdampak terhadap seseorang tersebut.
3.2 JURNAL 2
1. Metode Penelitian :
Penelitian ini merupakan penelitian survei Analitik Dengan mengunakan desain cross
sectional.Populasi dalam penelitian ini adalah warga yang mengalami kambuh ulang gastritis di
Wilayah Kerja Pukesmas sungai penuh pada tahun 2015 Bulan Februari yang berjumlah 38 orang
yang menderita penyakit gastritis.
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh populasi yaitu 38 orang. Teknik pengambilan
sampel dilakukan dengan accident sampling yaitu dilakukan dengan pengambilan kasus atau
respondent yang kebetulan ada atau tersedia disuatu tempat sesuai dengan konteks penelitian
(Notoatmodjo, 2012:125).Penelitian dilaksanaan di Wilayah Kerja Pukesmas Sungai penuhpadabulan
April 2015.
2. Hasil Penelitian :
Tabel 2.1 Distribusi Rekuensi Berdasarkan Umur Pasien Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas
Sungai Penuh Tahun 2018
Umur F %
12 – 17 (Remaja) 3 7,8
21 – 40 (Dewasa) 16 42,2
40 – 60 (Setengah baya) 16 42,2
60 Tahun keatas ( tua) 3 7,8
Total 38 100,0
Berdasarkan tabel 2.1 diatas menunjukkan bahwa dari 38 responden hampir setengah
responden berumur 21 – 40 tahun sebanyak 16 responden (42,2%) dan 16 responden (42,2%) berumur
40 – 60 tahun dan sebagian kecil berumur 60 tahun keatas 3 responden (7,8%).
13
Tabel 2.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pasien Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas
Sungai Penuh Tahun 2018
Jenis Kelamin F %
Laki-Laki 15 39,5
Perempuan 23 60,5
Total 38 100,0
Berdasarkan tabel 2.2 diatas menunjukkan bahwa dari 38 responden sebagian besar pasien
gastritis berjenis kelamin perempuan 23 responden (60,5%), dan hampir setengah responden berjenis
kelamin laki – laki 15 responden (39,5%).
Tabel 2.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Pasien Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas
Sungai Penuh Tahun 2018
Pendidikan F %
SD 5 13,2
SMP 2 5,3
SMA 21 55,3
S1 10 26,3
Total 38 100,0
Berdasarkan 2.3 diatas menunjukkan bahwa dari 38 responden sebagian besar responden
berpendidikan SMA 21 responden (55,3%), dan sebagian kecil berpendidikan SMP 2 responden
(5,3%).
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pasien Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai
Penuh Tahun 2018
Pekerjaan F %
PNS 10 26,3
Tani 2 5,3
Pelajar 6 15,8
Swasta 20 52,6
Total 38 100,0
Berdasarkan tabel 4.5 diatas menunjukkan bahwa dari 38 responden sebagian besar responden
swasta 20 responden (52,6%), dan sebagian kecil tani 2 responden (5,3%).
14
3. Pembahasan :
Tabel 2.1
Berdasarkan hasil penelitian dari 38 responden di dapatkan hampir setengah responden berumur 21 –
40 tahun sebanyak 42,2% (16 responden), dan sebagian kecil berumur diatas 60 tahun 7,8% ( 3
responden). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh suryono dan ratna dewi
tahun 2014 bahwa hampir setengahnya penderita gastritis pada klien dengan rentang umur 25 – 40
tahun yaitu 50%. Penelitian ini juga sejalan dengan penilitian yang di lakukan oleh luluk ulyathul
tahun 2014 bahwa hampir setengah responden penderita gastritis pada klien dengan rentang umur 31
– 40 tahun yaitu 43% Hal ini disebabkan karena pertambahan usia berhubungan signifikan dengan
perubahan sejumlah mekanisme pertahanan mukosa lambung (Nyoman Wibawa, 2004). Walaupun
gastritis dapar menyerang segala usia tetapi mencapai puncak pada usia >40 tahun (Sujono Hadi,
2002).
Menurut penelitian, umur pasien yang lebih rentang menderita gastritis yaitu pasien dengan
umur 22 tahun keatas karna Masalah kesehatan pada usia muda memang tidak terlalu diperhatikan.
Pasalnya, banyak yang berpikir hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan dapat sembuh dengan
sendirinya, karena menurut mereka kalau ada gangguan mual-mual, sakit uluh hati tidak apa-apa,
nanti juga hilang sendiri, Padahal apabila sakit maag dibiarkan berlarut-larut dan tidak ditangani
dengan baik, bisa berujung pada kanker lambung kalau sudah kanker, sulit untuk disembuhkan.
Tabel 2.2
Berdasarkan hasil penelitian dari 38 responden didapatkan untuk jenis kelamin menunjukkan
sebagian besar pasien gastritis berjenis kelamin perempuan 60,5% (23 responden). Dan hampir
setengah responden berjenis kelamin laki – laki 39,5% (15 responden). Data ini sependapat dengan
penelitian yang di lakukan oleh Hanik murjayanah tahun 2011 yang menunjukkan hasil bahwa
proporsi sampel dengan jenis kelamin perempuan lebih besar di bandingkan dengan yang berjenis
kelamin laki – laki yaitu 57,1%. Sedangkan yang berjenis kelamin laki – laki 42,9%.
Menurut (studi di RSU.dr.R.Soetrasno Rembang). Odds Ratio 3,059>1 dan 1,194−7,835
menunjukan bahwa responden dengan jenis kelamin perempuan memiliki resiko 3,059 kali untuk
terkena gastritis dibandingkan dengan responden berjenis kelamin laki-laki. Menurut peneliti,
penderita gastritis sebagian besar terjadi pada perempuan karena perempuan sering mengalami
tekanan psikis dan mudah stres.Menurut (Ronald H. Sitorus, 1996) hal itu disebabkan karna
perempuan takut gemuk sehingga sering diet terlalu ketat, makan tidak teratur, selain itu perempuan
lebih emosional dibandingkan laki – laki.
Tabel 2.3
Berdasarkan hasil pendidikan dari 38 responden didapatkan sebagian besar responden
berpendidikan SMA 53,3% (21 responden), dan sebagian kecil berpendidikan SMP 5,3% (2
15
responden ). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Luluk ulyatul tahun 2014
bahwa penderita gastritis sebagian besar berpendidikan akhir yaitu SLTA yaitu ada 33 orang (40,1%).
Menurut Nursalam (2005) bahwa pendidikan merupakan proses dimana seseorang
mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk perilaku positif yang mengandung nilai positif dalam
masyarakat tempat hidup. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang
akan menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai – nilai baru yang dikenalkan.
Menurut peneliti, tingkat pendidikan seseorang sangat berpengaruh dengan pengetahuan yang
dimilikinya,sebab orang yang berpendidikan semakin tinggi akan mencari tentang sesuatu yang belum
dipahami dan memanfaatkan sesuatu yang telah didapatkannya.
Tabel 2.4
Berdasarkan hasil penelitian dari 38 responden sebagian besar bekerja di swata 56,6% (20
responden), dan sebagian kecil bekerja sebagai petani 5,3% (2 responden). Penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Luluk ulyatul tahun 2014 dilihat dari jenis pekerjaan diketahui
bahwa sebagian besar responden mempunyai pekerjaan sebagai buruh/tani yaitu sebanyak 27orang
(38,6%).
Notoatmojo (2003) bekerja sebagai petani dan swasta sehingga pada saat mereka bekerja dan
berinteraksi dengan orang lain maka akan lebih terpapar dengan kesibukan sehingga akan sering lupa
waktu istirahat, makan dan lupa menjaga kesehatan diri sendiri. Menurut peneliti, pekerjaan seseorang
sangat berpengaruh dengan kambuh ulang gastritis karena seseorang yang berkerja terlalu lelah dan
banyak berpikir akan meningkatkan stres yang bisa meningkatkan produksi asam lambung.
3.3 JURNAL 3
1. Metode Penelitian :
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu metode penelitian yang
dilakukan dengan tujuan utama menggambarkan atau mendeskripsikan tentang suatu keadaan
(Notoatmojo, 2002).
Dalam penelitian ini populasinya adalah pasien gastritis yang berobat dalam kurun waktu
ratarata setiap bulan sebanyak 156 orang di Puskesmas Ardimulyo Kabupaten Malang. Sampel dalam
penelitian ini adalah pasien gastritis yang sedang berobat di Puskesmas Ardimulyo berjumlah 40
orang yang masuk dalam kriteria inklusi.
16
2. Hasil Penelitian :
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Usia
Umur F %
15-25 tahun 9 22
26-36 tahun 12 30
37-47 tahun 8 20
48-58 tahun 4 10
>59 tahun 7 18
Jumlah 40 100
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa kurang dari setengahnya atau 12 responden (30%)
berusia 26-36 tahun.
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin seperti pada Tabel 2, diketahui bahwa
sebagian besar atau 27 responden (68%) adalah perempuan.
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa kurang dari setengahnya atau 17 responden (42%)
berpendidikan SMA.
17
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan F %
PNS 1 2
Karyawan 5 12
IRT 14 35
Wiraswasta 10 25
Pelajar 4 10
Buruh 3 8
Pensiunan 3 8
Jumlah 40 100
Berdasarkan jenis pekerjaan, diketahui bahwa kurang dari setengahnya atau 14 responden
(35%) bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga (Tabel 4).
3. Pembahasan :
Tabel 3.1
Pada usia ini sebagian orang sudah tahu dan mengerti penyakit-penyakit apa saja yang sedang
diderita, sehingga pada usia tersebut sudah bisa memilih dan memilah jenisjenis makanan apa saja
yang baik dan sehat untuk dirinya dan untuk penyakitnya, khususnya penyakit gastritis yang
memerlukan pemilihan jenis-jenis makanan yang tidak merangsang lambung untuk menghindari
kekambuhan berulang. Meskipun adakalanya seseorang pada umur tersebut belum terlalu memikirkan
tentang penyakitnya karna dianggap masih muda, sehingga menurut peneliti hal inilah yang
menyebabkan pemilihan dalam jenis makanan penderita gastritis masuk dalam kategori cukup, belum
bisa baik.
Menurut Hurlock (2000) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
perilaku kesehatan seseorang.
Tabel 3.2
Hasil penelitian diketahui bahwa pengaturan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh penderita
gastritis sebagian besar tidak sesuai dengan konsep diet gastritis, yaitu makan dengan jumlah sedikit
demi sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara diet gastritis yang
seharusnya dilakukan oleh penderita gastritis dengan kenyataannya, sebagian besar penderita gastritis
belum menerapkan makan dengan jumlah sedikit demi sedikit.
18
Tabel 3.3
Pendidikan juga turut berpengaruh dalam pemenuhan jenis makanan yang baik dikonsumsi
oleh penderita gastritis, hasil penelitian menunjukkan bahwa kurang dari setengahnya pendidikan
responden ialah SMA. Menurut Hartiyanti dan Triyanti (2009) bahwa dalam hal pengeluaran keluarga
terhadap pangan, tingkat pendidikan berhubungan, dengan meningkatnya pendidikan kemungkinan
akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli makanan dengan jenis
makanan yang beragam.
Menurut penelitian Sulistyoningsih (2011), pendidikan dalam hal ini biasanya di kaitkan
dengan pengetahuan, hal ini akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan dan pemenuhan
kebutuhan gizi salah satu contoh, prinsip makan yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah
biasanya yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih
banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lainnya. Sebaliknya kelompok dengan orang
pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan makanan sumber protein dan akan
berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan gizi lain.
Tabel 3.4
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan responden yang terbanyak adalah ibu rumah
tangga, dapat diketahui bahwa ibu rumah tangga meskipun pekerjaannya hanya didalam rumah namun
pekerjaannya sebenarnya cukup berat, sejak dari pagi hingga malam mengurus rumah dan anak,
karena pekerjaanya yang berat tersebut maka ibu rumah tangga kebanyakan sekali makan langsung
banyak, tidak bisa makan sedikit demi sedikit, hal ini dikarenakan beban kerja yang cukup banyak dan
sedikit waktu untuk beristirahat.
Diketahui juga bahwa ibu rumah tangga hanya mengandalkan penghasilan dari anggota
keluarga yang bekerja, dengan kata lain ibu rumah tangga tidak mempunyai penghasilan sendiri, hal
ini memengaruhi daya beli responden untuk membeli makanan yang baik dan sehat, selain itu hal ini
menyebabkan tidak semua keluarga mampu membeli makanan untuk dimakan dalam 3 kali makan
atau lebih, sehingga frekuensi makan yang seharusnya dilakukan tidak dapat dilakukan karena
kemampuan daya beli yang kurang.
Menurut Febrida (2013) jenis pekerjaan juga menentukan makanan apa yang tepat
dikonsumsi. Beban kerja berlebih, mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap pekerja, karena itu
kebutuhan akan zat gizi seorang tenaga kerja, harus sesuai dengan berat ringannya beban kerja yang
diterimanya, seperti beban kerja berlebih, akan membutuhkan sumber energi yang lebih banyak
(Munandar, 2008).
19
3.4 PEMBAHASAN KETIGA JURNAL
1. Hasil Penelitian Berdasarkan Kelompok Usia
Hasil penelitian dari ketiga jurnal ini berbeda-beda, jurnal 1 & 2 menghasilkan penelitian
bahwa umur yang paling rentan terkena penyakit gastritis ialah umur 40 tahun keatas, karena diumur
40 tahun keatas, tekanan & tugas yang berlebihan pada usia produktif akan mempengaruhi pola
makan yang kurang selektif & juga mempengaruhi psikologis seseorang. Pada usia ini sering
berhadapan dengan tantangan dan berbagai masalah, jadi apabila orang tersebut tidak dapat mengatasi
hal tersebut maka akan berpotensi menjadi sumber stres. Usia produktif ini juga akan menimbulkan
beberapa perubahan fisik maupun mental karena akibat menurunnya fungsi organ tubuh yang
berperan penting bagi kesehatan.
Sementara, jurnal 2&3 juga berpendapat bahwa umur yang rentan mengalami penyakir
gastritis yaitu umur 20 tahun keatas, hal ini disebabkan karena pada usia ini sebagian orang tidak
terlalu memperhatikan kondisi tubuhnya, pasalnya banyak yang berfikir bahwa hal tersebut sebagai
suatu hal yang wajar dan dapat sembuh dengan sendirinya.
Lalu mengapa, Ketiga jurnal ini memiliki pendapat atau Hasil Penelitian yang berbeda?
Karena, disini tidak hanya dilihat dari faktor usia saja yang dapat menyebabkan Penyakit gastritis,
bisa saja dari faktor stres ataupun pola makan yang tidak teratur , dan penyakit gastritis dapat
menyerang disegala usia
20
mulai berfikir bahwa ”yang penting mengenyangkan” sehingga porsi bahan makanannya tisak
seimbang dan ketika remaja sudah sibuk dengan aktivitasnya mereka terkadang lupa dengan
kebutuhan tubuhnya yakni makan makanan yang sehat dan seimbang terlebih lagi ketika remaja ini
berfikir “yang penting mengenyangkan” ini berarti mereka tidak peduli dengan makanan apa yang
mereka konsumsi, baik itu asam ataupun pedas.yang bias menyebabkan asam lambung naik.
Pada jurnal 1 juga menjelaskan bahwa anak yang berpendidikan SD juga sama rentannya
dengan anak yang berpendidikan sma, hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan anak ini masih
rendah sehingga pengentahuannya tentang kesehatam masih kurang, apalagi terhadap anak yang
memiliki nafsu makan yang kurang.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penyakit gastritis adalah suatu penyakit luka atau lecet pada mukosa lambung. Seseorang
penderita penyakit gastritis akan mengalami keluhan nyeri pada lambung, mual, muntah, lemas,
kembung, dan terasa sesak, nyeri pada ulu hati, tidak ada nafsu makan, wajah pucat, suhu badan
naik,keringat dingin, pusing atau bersendawa serta dapat juga terjadi perdarahan saluran cerna
(Mansyoer, 2012). Ada beberapa macam penyakut gastritis yaitu, gastritis akut dan gastritis kronis.
Etiologi penyakit gastritis terbagi menjadi dua yaitu sekresi asam lambung dan bakteri Helycobacter
pylori.
Pengobatan penyakit gastritis terbagi menjadi dua yaitu pengobatan umum ( yaitu : usahakan
dapat beristirahat cukup, hindari stres, dan usahakanlah untuk menghilangkan ketegangan ataupun
kecemasan dan diet makan yang sesuai, jangn minum alkohol, dan hentikan kebiasaan merokok) dan
pengobatan khusus ( yaitu : antasida, simetidin dan ranitidin dan obat tradisional).
Hingga saat ini belum ada cara yang mudah untuk hidup sehat terbebas dari sakit maag selain
memperbaiki pola hidup dan pola makan. Beberapa saran yang bisa diikuti diantaranya :
1. Atur pola makan yang baik dan teratur (Hindari makanan berlemak dan berminyak, banyak
makan makanan berserat).
2. Hindari minuman yang mengandung alkohol.
3. Berolahraga secara teratur.
4. Berhenti merokok.
5. Hindari penggunaan obat-obatan terutama yang mengiritasi lambung (Aspirin).
6. Kurangi stress, karena stress dapat memicu pengeluaran asam lambung.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan gastritis yaitu dari segi usia, jenis kelamain,
pendidikan, makanan dan faktor psikologi.
Dari hasil penelitian diatas berdasarkan kelompok usia, penyakit gastritis banyak menyerang
usia produktif dan usia muda. Pada usia produktif tekanan dan tugas semakin banyak sehingga pola
makannya terganggu dan pemicu stres. Pada usia ini juga fungsi organ tubuh akan menurut sehingga
mengganggu kesehatan
Dilihat berdasarkan kelompok jenis kelamin, penyakit gastritis banyak menyerang
perempuan. Banyak perempuan yang diet tanpa mengenal konsep diet, yaitu makan dengan jumlah
yang sedikit demi sedikit padahal pola makan dengan seperti itu dapat menyebabkan penyakit
gastritis. Tingkat stres pada perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki sehingga memicu tingginya
asam laambung dan menyebabkan penyakit gastritis.
22
Dilihat berdasarkan kelompok tingkat pendidikan, penyakit gastritis banyak menyerang anak
SMA. Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi daya tahan tubuhnya untuk menghadapi stres.
Anak-anak jaman sekarang kurang memperhatikan pola makannya seperti makan makanan yang
pedas dan kecut. Menurut Hartiyanti dan Triyanti (2009) bahwa dalam hal pengeluaran keluarga
terhadap pangan, tingkat pendidikan berhubungan, dengan meningkatnya pendidikan kemungkinan
akan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan daya beli makanan dengan jenis
makanan yang beragam dan sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan maka semakan rentan
seseorang akan tekena penyakit gastritis
Dilihat berdasarkan kelompok pekerjaan, penyakit gastritis banyak menerang IRT. Hal ini
disebabkan karena stres yang dialami. Banyakmya tuntunan pekerjaan dan tanggung jawab sebagai
ibu rumah tangga dengan pekerjaan yang cenderung dapat menimbulkan stres. Diketahui bahwa ibu
rumah tangga meskipun hanya di dalam rumah saja namun pekerjaannya sebenarnya berat dan
menyebabkan kurangnya istirahat yang cukup dan pola makannya yang tidak teratur.
4.2 Saran
Saran dari penelitian ini antara lain, ditujukan kepada penderita gastritis, Puskesmas, instansi
pendidikan dan kepada peneliti selanjutnya. Penderita gastritis diharapkan dapat mencari informasi
dari media cetak, media elektronik, mengikuti penyuluhan dan mencari informasi dari tenaga
kesehatan sehingga responden dapat menerapkan pola makan yang baik dan benar dalam kehidupan
sehari-harinya sehingga meminimalkan kekambuhan. Puskesmas diharapkan untuk memberikan
penyuluhan atau penjelasan tentang penyakit gastritis, pengobatan serta diit yang mencakup makanan
apa yang boleh dan tidak diperbolehkan bagi penderita gastritis dengan bekerja sama dengan pihak
tertentu. Untuk institusi pendidikan diharapkan bisa bekerja sama saat penyuluhan dengan
petugaspetugas puskesmas dan memberikan leaflet tentang pola makan penderita gastritis.
23
DAFTAR PUSTAKA
Tussakinah, Widiya., dkk. (2017). Hubungan Pola Makan Dan Tingkat Stres Terhadap Kekambuhan
Gastritis Di Wilayah Kerja Puskesmas Tarok Kota Payakumuh.
Monica, Thrisia. (2019). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Tingkat Stres Terhadap Kambuh Ulang
Gastritis Di Wilayah Kerja Puekesmas Kota Sungai Penuh. Akademi Keperawatan Bina
Insani Bakti Sungai Penuh.
Wahyu, Duwi., dkk (2015). Pola Makan Sehari-Hari Penderita Gastritis. Poltekkes Kemenkes
Malang.
24